Berdasarkan Zona HASIL DAN PEMBAHASAN

jaringan, hal ini berarti pula bahwa baik pada kerang jantan maupun kerang betina pertumbuhannya tidak seimbang. Dari persamaan tersebut pada kerang jantan dan betina diperoleh nilai korelasi r masing-masing sebesar 0,706 dan 0,754, artinya bahwa antara pertambahan lebar dan berat menunjukkan korelasi yang erat Gambar 24. Menurut McKinney et al. 2004 beberapa faktor dapat mempengaruhi pertumbuhan jaringan kerang juga lebar cangkang, antara lain ketersediaan makanan, kepadatan antar lokasi, atau kelimpahan variasi makanan secara temporal, Selain itu perubahan morfologi cangkang dapat juga disebabkan karena adanya variasi fenotif yang berdampak pada rasio hubungan panjanglebar terhadap berat jaringan. Degradasi habitat juga berpengaruh terhadap kemampuan kerang dalam memperoleh kebutuhan makanan untuk pemenuhan persyaratan nutrisi sebagai sumber energinya. Hasil analisis PCA terhadap nilai b menunjukkan bahwa parameter lingkungan yang menjadi penciri utama baik pada kerang jantan maupun kerang betina adalah TSS, kecepatan angin, NH 3 , oksigen teralarut, Pb, Cd dan Hg. . TSS merupakan parameter penting berkorelasi dengan kekeruhan dan oksigen terlarut yang dapat mempengaruhi aktifitas respirasi organisme, sedangkan kecepatan angin mempengaruhi kecepatan arus dan distribusi makanan. Terakumulasinya ion-ion logam dalam sel-sel organisme perairan, akan menyebabkan terganggunya aktifitas enzim dan metabolisme, sehingga perkembangan sel menjadi terhambat, sel-sel menjadi lisis dan bahkan akhirnya mati. Kerang-kerang yang tercemar logam berat menyebabkan terganggunya perkembangan gamet dan biasanya gamet akan mengalami degenerasi Gosling 2003. Grafik hasil analisis PCA terlihat pada Lampiran 22.

b. Berdasarkan Zona

Pola pertumbuhan kerang jantan dan betina pada tiap-tiap zona menunjukkan pola yang sama yaitu bersifat allometrik negatif b3 dengan kisaran nilai b yaitu antara 1,207 sampai 2,726. Sedangkan koefisien korelasi r berkisar antara 0,641 – 0,876, Grafik hubungan lebar berat pada tiap zona sepeti terlihat pada Gambar 25. W = 0.019 L 1.9 01 r = 0.842 5 10 15 20 25 5 10 15 20 25 30 35 B o b o t g Lebar m m W = 0.010 L 2.128 r = 0.8763 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 B o b o t g Lebar mm W = 0.002 L 2 .55 1 r = 0.7765 2 4 6 8 10 12 14 16 18 5 10 15 20 25 30 35 B o b o t g Lebar mm W = 0.001 L 2.7 2 6 r = 0.8276 2 4 6 8 10 12 14 16 18 5 10 15 20 25 30 B o b o t g Lebar mm W = 0.12 4 L 1 .21 1 r = 0.72 1 2 4 6 8 10 12 14 16 5 10 15 2 0 25 3 0 3 5 B o b o t g Le bar m m W = 0.101 L 1 .3 1 6 r = 0.730 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 B o b o t g Lebar m m W = 0.122 L 1 .20 7 r = 0.652 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 B o b o t g Lebar mm W = 0.118 L 1.2 49 R² = 0.692 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 B o b o t g Lebar mm W = 0.015 L 1 .91 2 r = 0.664 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 B o b o t g Lebar mm W = 0.027 L 1.73 1 r = 0.6 41 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4 5 10 15 20 2 5 30 B o b o t g Lebar mm Gambar 25. Hubungan lebar berat kerang a jantan dan b betina pada tiap zona Zona I Jantan Zona I Betina Zona II Jantan Zona V Jantan Zona V Betina Zona IV Jantan Zona IV Betina Zona III Jantan Zona III Betina Zona II Betina Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa kerang yang diperoleh di Teluk lada baik secara total, pemisahan jenis kelamin maupun berdasarkan perbedaan zona baik kerang jantan maupun betina mempunyai nilai b3, sehingga dapat dikatakan pola pertumbuhan kerang secara keseluruhan di Teluk Lada adalah bersifat allometrik negatif artinya pertambahan lebar lebih cepat bila dibandingkan dengan pertambahan berat jaringan. Perbedaan nilai b untuk jantan dan betina pada setiap zona diduga akibat perbedaan lokasi dengan masing-masing karakteristiknya yang berbeda-beda, juga karena tingkat kematangan gonadnya. Sesuai pendapat Patimar et al. 2009 bahwa nilai b dapat disebabkan oleh adanya perbedaan respon satu spesies terhadap habitat. Sedangkan Abelha dan Trivelto 2008 menyatakan nilai b sangat terkait dengan perbedaan umur, kematangan gonad, jenis kelamin, letak geografis dan kondisi lingkungan. Pola pertumbuhan Allometrik negatif diguga berkaitan dengan kerang yang masih muda dan terlihat dari gonad yang masih dalam Tingkat kematangan gonad masa perkembangan TKG I. Selain itu letak stasiun dan zona dengan karakreristik yang berbeda-beda menyebabkan perbedaan nilai b. Pertumbuhan allometrik negatif b3 diduga terjadi karena kerang yang tertangkap secara umum belum dewasa sehingga energi yang diperoleh belum diprioritaskan untuk pematangan gonad, atau karena kondisi lingkungan yang ada kurang mendukung pertumbuhan kerang secara optimum. Nilai b yang paling tinggi yaitu pada A. granosa betina pada zona II 2,726 sedangkan terendah pada jantan zona IV 1,207. Jika dibandingkan dengan kerang pada zona lainnya maka kerang betina pada zona II relatif lebih gemuk, sedangkan jantan pada zona IV termasuk paling kurus diantara kerang-kerang pada zona lainnya. Dari gambaran hasil penelitian yang diperoleh di Teluk Lada tersebut terlihat bahwa secara umum pertumbuhan kerang tidak mengarah pada berat jaringan, karena energi yang dimanfaatkan masih dipergunakan untuk masa perkembangan. Hal ini terlihat dari tingkat kematangan gonad yang sebagian besar masih dalam masa perkembangan awal yaitu TKG I. Walaupun secara keseluruhan menunjukkan adanya korelasi secara linier antara lebar cangkang dan berat kerang, yaitu semakin lebar cangkang maka semakin berat kerang, namun koefisien korelasi yang paling tinggi ditunjukkan pada kerang betina di zona 1 r 2 =0,873, sedangkan korelasi terendah pada betina di zona V r 2 = 0,641. Jika mengacu pada pada pendapat Sugiyono 2005 bahwa kriteria tingkat korelasi dengan interval koefisien 0,60 sampai 0,799 tingkat hubungannya termasuk erat, sedangkan antara 0,80 sampai 1,000 menunjukkan tingkat hubungan sangat erat, maka hubungan antara lebar cangkang dan berat kerang pada tiap zona di Teluk Lada menunjukkan tingkat hubungan antara erat sampai sangat erat.

5. Faktor Kondisi

Untuk mengetahui faktor kondisi dilakukan perhitungan dengan cara mengukur pengaruh faktor biologi dan ekologi yang mempengaruhi laju pertumbuhan, reproduksi, derajat kemontokan dan kecocokan lingkungan. a. Berdasarkan Waktu Pengamatan Berdasarkan waktu pengamatan per bulan nilai kondisi untuk kerang jantan berkisar antara 0,9873 sampai 1,203 dan untuk kerang betina berkisar 0,968 sampai 1,212. Faktor kondisi tertinggi baik jantan maupun betina menunjukkan pola yang sama yaitu terjadi pada bulan Oktober , sedangkan faktor kondisi terendah untuk jantan terjadi pada bulan September dan betina terjadi pada bulan Agustus seperti terlihat pada Gambar 26. Faktor kondisi berdasarkan zonasi pada terlihat pada Gambar 27, sedangkan data nilai rataan faktor kondisi selama pengamatan ditunjukkan pada Lampiran 23. 1.052 1.025 0.987 1.203 1.109 1.109 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 Juli Agustus September Oktober November Desember 1.031 0.968 1.013 1.212 1.150 1.09 3 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 Juli Agustus September Oktober November Desember Gambar 26, Faktor kondisi kerang jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan Jantan Betina Pada Gambar 26 terlihat bahwa berdasarkan waktu pengamatan menunjukkan faktor kondisi kerang terkait erat dengan waktu pemijahan. Pada kerang jantan indeks kondisi mulai mengalami kenaikan pada bulan September dan pada saat itulah kerang jantan diduga mulai memijah. Proses pemijahan tersebut terjadi dalam waktu relatif singkat yaitu dimulai pada bulan September sampai dengan bulan Oktober. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan faktor kondisi pada bulan berikutnya, namun waktu pemulihan untuk kembali pada kondisi semula pada kerang jantan juga lebih cepat. Sedangkan pada kerang betina pemijahan terjadi relatif lebih lama di mulai pada bulan Agustus sampai Oktober dan pemulihan kembali pada kondisi semula juga lebih lambat. Tinggi rendahnya faktor kondisi ditentukan oleh faktor makananmusim. Menurut King 1995 bahwa variasi musiman dari kondisi moluska mereflesikan variasi kelimpahan makanan dan tingkat reproduksi. Diduga kerang betina dapat lebih memanfaatkan energi dan kondisi lingkungan yang ada secara optimal khususnya mulai bulan Agustus sampai Oktober untuk memaksimalkan proses reproduksinya.

b. Berdasarkan Zona

Kerang jantan dan kerang betina mempunyai nilai faktor kondisi yang bervariasi. Nilai tertinggi faktor kondisi terdapat pada zona I pada bulan Oktober, sedangkan terendah ditunjukkan oleh zona II pada bulan September. Sama seperti kerang jantan untuk faktor kondisi kerang betina tertinggi ditunjukkan oleh zona I pada bulan Oktober, sedangkan terendah ditunjukkan oleh zona II pada bulan September. Faktor kondisi pada kerang jantan dan betina mempunyai pola fluktuasi yang hamper sama, namun pada zona I faktor kondiisi terlihat tetap stabil selama 6 bulan pengamatan, dan menunjukan kondisi yang cukup tinggi dibandingkan dengan zona lainnya yang berfluktuasi. Sedangkan kerang pada zona V menunjukkan faktor kondisi yang cenderung renda dari bulan ke bulan. Gambaran faktor kondisi kerang jantan dan betina tiap zona selama pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 27. 1.069 0.952 1.033 0.959 1.185 - 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 Zo na 1 Zo na 2 Zona 3 Zona 4 Zo na 5 Juli 1.033 0.909 0.958 1.226 0.971 - 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Juli 1.097 1.065 0.996 0.976 0.966 - 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 Zo na 1 Zo na 2 Zo na 3 Zo na 4 Zo na 5 Agustus 0.989 1.009 0.927 0.902 0.963 - 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Agustus 1.151 0.672 1.164 1.347 0.758 1.000 0.500 - 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 Zo na 1 Zo na 2 Zo na 3 Zo na 4 Zo na 5 September 1.131 0.648 1.425 1.527 0.698 - 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 September 1.548 1.239 1.270 1.092 1.119 - 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 Zo na 1 Zo na 2 Zona 3 Zona 4 Zo na 5 Oktober 1.547 1.290 1.281 1.141 1.046 - 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 Zona 1 Zo na 2 Zo na 3 Zo na 4 Zona 5 Oktober 1.147 0.942 1.291 1.099 1.056 - 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 Zo na 1 Zo na 2 Zona 3 Zona 4 Zo na 5 November 1.271 1.038 1.207 1.074 1.036 - 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 November 1.133 0.923 1.237 1.258 1.035 - 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Desember 1.156 0.876 1.336 1.122 1.000 - 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Desember Gambar 27. Faktor kondisi kerang jantan dan betina berdasarkan zona Jantan Betina Tingginya faktor kondisi pada Zona I diduga karena lokasi lebih terlindung oleh pulau dan PLTU dan lokasi agak menjorok kedalam, sehingga ombak relativf tidak terlalu besar, beberapa parameter lingkungan dalam kondisi normal untuk menunjang keberadaan kerang, sedangkan melimpahnya pada bulan Oktober karena bulan ini memasuki musim perlalihan musim barat, dan sudah mulai ada hujan yang membawa banyak sumber makanan, diduga kondisi ini mempengaruhi kerang baik jantan maupun betina untuk memanfaatkan lingkungan secara maksimal sebelum terjadi musim barat sedangkan rendahnya faktor kondisi di zona II pada bulan September lebih dikarenakan sedikitnya populasi kerang didukung substratnya yang kurang sesuai sehingga pertumbuhan kurang optimal. Faktor kondisi berkaitan erat dengan masa pemijahan. Perkembangan kematangan gonad menyebabkan sumer energi utama berkurang selama musim reproduksi. Terjadinya perbedaan musim menyebabkan factor kondisi kerang juga berbeda. NIlai faktor kondiisi juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan baik kualitas maupun kuantitas yang keberadaannya dalam perairan juga berfluktuasi Abelha dan Trivelto 2008. Rendahnya fakktor kondisi kerang di Teluk Lada diiduga karena kerang kerang masih dalam masa perkembangan, Hal ini terlihat dari tingkat kematangan gonad yang sebagian besar masih dalam TKG I.

6. Indeks Kondisi

Indeks kondisi adalah suatu satuan yang sering digunakan untuk melihat tingkat kondisi dari organisme yang dikaitkan dengan kuantitas jaringan lunak dan cangkang Ambariyanto 1992. Indeks kondisi ini sangat penting untuk mengetahui tingkat kegemukan dari kerang. Kerang yang berasal dari alam mempunyai kecenderungan bahwa ukuran cangkang belum tentu menjamin besarnya kandungan jaringan lunak Walne 1979. a. Berdasarkan waktu pengamatan Hasil perhitungan indeks kondisi kerang jantan dan betina pada setiap bulan mengindikasikan adanya fluktuasi. Indeks kondisi kerang jantan berkisar antara 0,066 sampai 0,139, sedangkan untuk kerang betina berkisar antara 0,061 sampai 0,130 Gambar 28. 0.10 5 0.1 39 0 .108 0.073 0.066 0.072 0.200 0.100 - 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 Juli Agustus Sept ember Oktober November Desember In d e k s K o n d is i Bulan 0.103 0.130 0.104 0.078 0.061 0.069 0.300 0.200 0.100 - 0.100 0.200 0.300 0.400 Juli Agustus September Oktober November Desember In d e k s K o n d is i Bulan Gambar 28. Indeks kondisi berdasarkan waktu pengamatan Pola yang sama ditunjukkan baik pada kerang jantan maupun betina yaitu indeks kondisi tertinggi terlihat pada bulan Agustus. Sedangkan indeks kondisi terendah terdapat perbedaan yaitu untuk jantan terjadi pada bulan Oktober dan untuk betina terjadi pada bulan Desember. Perhitungan rata-rata dan standar deviasi indeks kondisi ditunjukkan pada Lampiran 24. b. Berdasarkan zona Berdasarkan hasil analisis, indeks kondisi kerang secara keseluruhan mempunyai nilai kurang dari 2, 5 sehingga jika mengacu pada criteria BCOM 2003 termasuk dalam kategori kurus, namun demikian pada zona III baik untuk kerang jantan maupun betina menunjukkan nilai rata-rata yang paling tinggi dibandingkan dengan pada zona lainnya, seperti terlihat pada Gambar 29. Gambar 29. Rata-rata dan standar deviasi indeks kondisi berdasarkan zona Jantan Betina Menurut Walne 1979 indeks kondisi akan bervariasi sepanjang tahun dan akan bergantung pada tempat dan spesies. Selain itu indeks kondisi akan dipengaruhi juga oleh beberapa faktor antara lain : musim, lama perendaman oleh pasang surut, dan waktu pemijahan Imai 1971. Dari hasil pengamatan di Teluk Lada diketahui bahwa berdasarkan indeks kondisi kerang yang didapatkan secara umum baik berdasarkan zona maupun berdasarkan waktu pengamatan dikategorikan dalam kondisi kurus, yaitu nilai indeks kondisi kurang dari 2,5 BCOM 2003. kondisi tersebut diduga terkait dengan siklus reproduksi. Hal ini didukung dengan hasil pengamatan yaitu kerang-kerang masih dalam tahap perkembangan dan berukuran kecil-kecil. Namun dari Gambar 27 terlihat adanya nilai indeks kondisi yang sangat mencolok dan tertinggi dibandingkan dengan zona lainnya yaitu pada zona III dan terjadi pada bulan Agustus baik untuk kerang jantan maupun kerang betina. Hal ini terjadi diduga pada bulan Agustus kondisi lingkungan dalam keadaan optimum sehingga menjadikan kerang-kerang yang ada pada zona III, dengan kepadatan yang relative rendah kerang-kerang yang ada dapat melakukan pertumbuhan tanpa adanya kompetisi yang tinggi dengan organisme lainnya. Hampir semua parameter lingkungan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi serta distribusi dari kerang A.granosa. Diantara beberapa variabel biotik, chloorophyl a merupakan indikator biomassa dari fitoplankton dan sebagai sumber makanan utama bagi bivalvia selalu berkorelasi dengan indeks kondisi yang diketahui dalam penelitian kerang selama ini. Puncak dari indeks kondisi ditemukan pada siklus tahunan Sahin et al. 2006. Hasil penelitian di Teluk Lada puncak indeks kondisi juga terlihat pada bulan Agustus yaitu musim timur, dan mengalami penurunan pada bulan Desember ketika memasuki musim barat.

7. Persentase Berat Daging

Berdasarkan hasil analisis, persentase berat daging mengalami fluktuasi per waktu pengamatan. Untuk kerang jantan maupun betina persentase tertinggi terjadi pada bulan September seperti terlihat pada Gambar 30. . Sedangkan data persentase berat daging selama penelitian ditunjukkan pada Lampiran 25. 25.071 25.723 29.464 24.087 21.550 23.490 - 5.00 0 10 .000 15 .000 20 .000 25 .000 30 .000 35 .000 Juli Agustus Se ptem ber Oktob er Novemb er Desembe r B e ra t D a g in g Bulan 25.131 26.257 31.773 24.399 29.176 23.166 - 5.000 10 .00 0 15 .00 0 20 .00 0 25 .00 0 30 .00 0 35 .00 0 Juli Agu stus September Okt ober November Desember B e ra t D a g in g Bulan Gambar 30. Persentase berat daging kerang A. granosa jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan Rata- rata dan standar deviasi persentase berat daging berdasarkan zona, tidak menunjukkan fluktuasi yang tinggi pada setiap zona . Rata-rata dan standar deviasi persentase berat daging A. granosa baik jantan dan betina terlihat pada Gambar 31 Gambar 31. Rata-rata dan standar deviasi persentase berat daging kerang A. granosa jantan dan betina pada tiap zona. Berat jaringan pada bulan September mempunyai rata-rata nilai paling tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, diduga karena pada bulan ini masih dalam musim timur, dengan cuaca yang baik serta parameter lingkungan masih mendukung kehidupan A. granosa sehingga pemanfaatan energi lebih maksimal. Energi tersebut dapat diperoleh dari melimpahnya produsen primer fitoplankton khususnya dari kelompok diatom benthik yang merupakan makanan alami kerang. Hal ini juga didukung fakta bahwa pada bulan September rata-rata kerang menunjukkan dalam kondisi siap memijah yang disertai berat jaringan yang juga semakin bertambah. Janta n Betin a Menurut Afiati 2005a berat jaringan dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan siklus reproduksinya. Alokasi energi dan stok nutrisi yang diperoleh bivalvia pada makanan akan dialokasikan pertama untuk metabolisme, kedua untuk reproduksi dan terakhir untuk pertumbuhan Setyobudiandi 2004. Tingginya berat jaringan pada stasiun IV diduga karena terkait dengan kepadatan kerang dan organisme lainnya, pada zona IV kepadatan A. granosa lebih rendah dibandingkan zona lainnya, sehingga kerang pada zona ini dapat lebih memaksimalkan pemanfaatan bahan makanan yang ada karena kurangnya kompetisi dengan organisme yang lainnya. Fungsi utama sumber makanan adalah sebagai penyedia energi bagi aktifitas tubuh. Adanya gangguan dalam aktifitas makan mempengaruhi proses metabolisme. Sebagai organisme yang hidup di daerah pasang surut, pencarian makan akan dipengaruhi oleh adanya gerakan air pasang surut. Selama air pasang kerang akan secara aktif menyaring makanan yang bersifat melayang, sedangkan selama air surut kegiatan pengambilan makan akan sangat menurun bahkan akan berhenti sama sekali. Makanan kerang terutama terdiri dari fitoplankton dan bahan-bahan organic melayang lainnya, namun bagi kerang yang hidup membenamkan diri di dalam substrat maka bahan-bahan organik dan inorganik yang ada dalam substrat juga akan turut tertelan. Bagi organisme kerang yang kemampuan hidupnya sangat rendah, banyaknya gangguan dalam lingkungan akan mempengaruhi aktifitas makan yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan yang dapat diketahui dari terhambatnya pertambahan panjang maupun bobot jaringan.

8. Pendugaan Parameter Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan diduga dengan menggunakan metode Ford Walford karena data yang diambil adalah data pada interval waktu yang tetap yaitu setiap bulan. Metode Ford Walford memerlukan masukan lebar rata-rata kerang dari beberapa kelompok ukuran, kelompok ukuran ini dipisahkan dengan metode Battacharya Sparre dan Venema 1999. Hasil analisis pendugaan pertumbuhan berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 8, sedangkan kurva pertumbuhan dan distribusi frekuensi lebar kerang A granosa ditunjukkan pada Lampiran 26. Tabel 8. Nilai parameter pertumbuhan Von Bertalanffy L ∞, K Parameter Jantan Betina K per bulan 0,990 0.53 L ∞ mm 34,14 43,59 t per bulan 0,025 0,025 Hasil pendugaan pertumbuhan berdasarkan jenis kelamin yang dikumpulkan selama 6 bulan penelitian dengan menggunakan program FISAT sub Program ELEFAN diperoleh nilai pertumbuhan untuk Lebar infinity L ∞ kerang jantan sebesar 34,14 mm dengan koefisien pertumbuhan K sebesar 0,990 per bulan. Sedangkan Lebar infinity L ∞ untuk kerang betina yaitu sebesar 43,59 mm dengan koefisien pertumbuhan K sebesar 0,530 per bulan. Panjang infinity atau panjang asimtot menunjukkan seberapa besar ukuran cangkang dapat dicapai oleh suatu individu kerang. Koefisien pertumbuhan K merupakan faktor penting untuk mengetahui laju pertumbuhan kerang untuk mencapai laju infinity. Nilai koefisien pertumbuhan K tersebut menunjukkan seberapa cepat suatu spesies mencapai lebar atau berat infinity Sparre dan Venema 1998. Berdasarkan analisis statistik menggunakan Anova, pertumbuhan antara kerang jantan dan kerang betina menunjukkan nilai F hit = 4394,57 dan F tab = 3,84 F hit F tabel sehingga : tolak H atau berbeda nyata seperti terlihat pada Lampiran 26. Nilai K berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya, bahkan perbedaan tersebut dapat terjadi pada jenis yang sama dengan lokasi yang sama. Hal ini terjadi juga pada kerang A. granosa di Teluk Lada. Hasil analisis sebaran cangkang selama penelitian memberikan nilai beberapa parameter pertumbuhan yang merupakan dasar dalam pembentukan kurva pertumbuhan Von Bertalanffy dari kerang A. granosa. Dari nilai-nilai L ∞ dan K yang telah diperoleh di atas selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan nilai t umur pada saat panjang sama dengan nol dengan memasukkan formula yang dikembangkan oleh Pauly 1983. Nilai to yang dipakai untuk pertumbuhan pada bivalvia adalah Lo yaitu panjang atau lebar pada saat t sama dengan nol, untuk mengganti to pada persamaan Von Bertllanffy dengan menggunakan rumus inverse Von Bertallanffy. Lo yang dipakai pada bivalvia adalah panjang yang digunakan adalah diameter telur saat matang gonad yang umumnya berkisar antara 0,020 – 0,030 mm, dan yang umum dipakai pada bivalvia adalah 0,025, sehingga to untuk kerang A. granosa jantan dan betina adalah 0,025 mm. Sparre dan Venema 1998 menyatakan bahwa umur t dinamakan juga sebagai parameter kondisi awal the initial condition parameter yang menentukan titik dalam ukuran waktu ketika ikankerang memiliki panjang nol. Jika diitinjau dari segi biologi, hal ini tidak berarti karena pertumbuhan dimulai pada saat telur menetas ketika larva memiliki panjang tertentu. Berdasarkan kurva plot Von Bertalanffy Lampiran 26 menunjukkan adanya garis yang menggambarkan bahwa pemijahan pada kerang jantan dimulai pada bulan September, sedangkan untuk kerang betina dimulai lebih cepat yaitu pada bulan Agustus. Hal ini berkaitan dengan faktor kondisi sebagaimana terlihat pada kerang jantan nilai faktor kondisi menunjukkan nilai yang tinggi pada bulan September, demikian juga pada betina nilai tertinggi terlihat pada bulan Agustus. Hasil analisis menunjukkan kecepatan tumbuh K pada kerang jantan lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan tumbuh pada kerang betina. Perbedaan nilai kecepatan tumbuh K ini terkait dengan laju metabolisme. Semakin tinggi nilai K maka akan terkait juga dengan kecepatan mencapai titik baliknya. Oleh karena itu untuk kerang betina kecepatan mencapai titik balik lebih cepat dibandingkan dengan kerang jantan, Menurut Steffani dan Branch 2003 faktor makanan baik jenis maupun jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan tubuh serta kondisi lingkungan juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan kerang, Nilai parameter pertumbuhan di atas, hasilnya diaplikasikan ke dalam persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy L t = L ∞ [1 - e -Kt-t0 ] menurut lebar kerang, Persamaan Von Bertalanffy untuk kerang A. granosa jantan adalah L t = 34,14 mm 1- e -0,990 t-0,025 dan untuk kerang A. granosa betina adalah L t = 43,59 mm 1- e – 0,530 t-0,025 . Hasil analisis statistik menggunakan Anova, persamaan pertumbuhan antara kerang jantan dan kerang betina menunjukan nilai F hit = 4394,57 dan F tab = 3,84 F hit F tabel sehingga : tolak Ho atau berbeda nyata. Sedangkan untuk kerang betina F hit = 7861,42 dan F tab = 3,84 F hit F tabel sehingga : tolak Ho atau berbeda nyata. Data hasil analisis terlihat pada Lampiran 27. Berdasarkan umur maksimum, umur t 0, K, dan L ∞ maka dapat dibentuk dugaan kurva pertumbuhan kerang jantan dan betina dari model yang terbentuk seperti terlihat pada Gambar 32. Gambar 32. Kurva pertumbuhan kerang A. granosa jantan dan betina berdasarkn persamaan pertumbuhan Von Bertallanffy Hasil analisis terhadap parameter pertumbuhan memperlihatkan bahwa lebar infinity L ∞ kerang A. granosa jantan dan betina mempunyai nilai yaitu 34,14 dan 43,59 mm. kerang betina mempunyai L ∞ lebih besar dibandingkan jantan, sedangkan nilai koefisien pertumbuhan K kerang A.granosa jantan lebih besar jika dibandingkan dengan kerang A granosa betina. Jadi kecepatan tumbuh kerang jantan lebih cepat dibandingkan kerang betina. Kondisi ini diduga merupakan salah satu bentuk adaptasi kerang jantan untuk untuk mempercepat proses reproduksinya yang disebabkan karena adanya gangguan terhadap lingkungan maupun karena tingginya tekanan eksploitasi. Pada kondisi alami umumnya kerang betina dalam mencapai lebar cangkang asimtotik memiliki kecepatan tumbuh yang lebih cepat dibandingkan kerang jantan, namun diduga karena banyaknya tekanan terhadap lingkungan , kerang jantan di Teluk Lada memiliki kecepatan tumbuh yang lebih besar, sehingga satuan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran infinity relatif lebih pendek, Koefisien pertumbuhan K merupakan parameter penting dalam persamaan Von Bertalanffy, karena dapat menggambarkan laju pertumbuhan kerang untuk mencapai ukuran maksimum serta dapat pula dipakai untuk membandingkan laju pertumbuhan dari jenis-jenis yang berbeda ataupun jenis yang sama dan berasal dari lingkungan yang berbeda. Pertumbuhan suatu biota sangat berkaitan dengan pola atau kebiasaan makan, sedangkan kebiasaan makan tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan Gosling 2003. Kerang A. granosa merupakan jenis bivalvia yang hidup di daerah pasang surut sebagai suspension feeder dan deposit feeder, dimana kegiatan pencarian makan akan dipengaruhi gerakan pasang surut air. Selama air pasang kerang akan secara aktif menyaring makanan dalam air, sedangkan ketika air surut kerang akan aktif sebagai pemakan deposit. Gosling 2003 berpendapat bahwa nilai L ∞ berkaitan dengan makanan dan kondisi perairan. Kondisi lingkungan di Teluk Lada yang fluktuatif diduga mempengaruhi pertumbuhan kerang. Perbedaan laju pertumbuhan kerang A. granosa tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor internal yang terdiri dari faktor genetik yang secara langsung membatasi umur maksimum kerang dan tubuh kerang Afiati 2005a. Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy kerang diperoleh dengan memplotkan umur bulan dan panjang atau lebar teoritis mm, hasil analisis menunjukkan bahwa di perairan Teluk Lada Selat Sunda kerang jantan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai dewasa dibandingkan dengan kerang betina. Parameter pertumbuhan memegang peranan yang sangat penting dalam pengkajian stok yang bermanfaat untuk menyusun rencana pengelolaan perikanan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, salah satunya adalah untuk mengetahui panjang atau lebar kerang pada umur tertentu.

9. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Sebaran populasi berdarakan nilai tengah ukuran pada selama pengamatan diperoleh 2 kelompok ukuran baik jantan maupun betina, kecuali pada bulan Juli kerang betina hanya didapatkan satu kelompok ukuran dan pada bulan Desember baik kerang jantan maupun betina hanya terdiri dari satu kelompok ukuran . Dari sebaran data diketahui bahwa ukuran kerang didominasi oleh ukuran yang kecil- kecil, sedangkan kelompok ukuran besar hanya ditemukan dalm jumlah sedikit. Jumlah kelompok ukuran kerang jantan dan betina selama pengamatan terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah kelompok kerang jantan dan betina selama pengamatan Jan- tan Kelom- Pok Nilai tengah stdev Popu- lasi Beti- na Kelom- pok Nilai tengah stdev Popu- lasi Jul 1 15.82 2.28 482 Jul 1 16.36 3.12 609 2 22.01 6.8 7 Ags 1 15.27 2.52 800 Ags 1 15.42 2.47 908 2 25.90 1.8 11 2 22.01 4.05 15 Sep 1 14.97 2.74 664 Sep 1 15.07 2.42 698 2 25.01 2.57 5 2 25.03 2.15 10 Okt 1 16.14 2.99 498 Okt 1 17.10 3.36 635 2 25.01 2.3 20 2 23.92 5.31 93 Nov 1 15.78 2.24 370 Nov 1 17.39 2.9 381 2 22.01 3.13 7 2 25.9 3.35 12 Des 1 16.28 2.41 316 Des 1 17.17 2.96 352 Kerang yang tertangkap selama pengamatan pada setiap bulan hanya ditemukan dua kelompok, kecuali pada bulan Juli dan Desember hanya satu ukuran. . Populasi kerang didominasi oleh kerang dengan ukuran kecil-kecil, sedangkan ukuran besar hanya sedikit ditemukan. Ditemukannya kerang dengan ukuran yang secil-kecil pada setiap pengamatan mengindikasikan bahwa di Teluk Lada Perairan Selat Sunda telah terjadi eksploitasi. Pada populasi suatu biota yang telah dieksploitasi, mortalitas merupakan gabungan antara mortalitas alami dan mortalitas penangkapan. Mortalitas kerang diduga melalui Length Converted Catch Curve LCCC yang dibuat dari kehilangan individu dari setiap kelas ukuran. Nilai mortalitas total didapat dari nilai negatif slope. Hasil analisis mortalitas dan laju ekploitasi terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Laju Mortalitas dan eksploitasi kerang A. granosa di Teluk Lada Selat Sunda Mortalitas per tahun Jantan Betina Mortalitas total Z 4,80 2,76 Mortalitas alami M 1,74 1,08 Mortalitas penangkapan F 3,06 1,68 Laju eksploitasi E 0,64 0,61 Mortalitas total Z kerang A. granosa jantan yaitu sebesar 4,80 48,0 dengan mortalitas alami M sebesar 1,74 17,4, sehingga nilai mortalitas penangkapannya F yaitu sebesar 3,06 30,6 . Hasil perhitungan laju eksploitasi E kerang A. granosa jantan di Teluk Lada Selat Sunda diperoleh nilai E sebesar 0,64 64. Mortalitas total Z kerang A. granosa betina yaitu sebesar 2,76 27,6 dengan mortalitas alami M adalah sebesar 1,08 10,8, sehingga nilai mortalitas penangkapannya F sebesar 1,68. 16,8. Hasil perhitungan laju eksploitasi E kerang A. granosa betina di Teluk Lada Selat Sunda diperoleh nilai E sebesar 0,61 61. Hasil perhitungan dan analisis menunjukkan bahwa mortalitas penangkapan F lebih besar dibandingkan dengan mortalitas alami. Mortalitas karena penangkapan kemungkinan disebabkan oleh pemanfaatan kerang yang tinggi, khususnya pada saat tidak musim ikan, atau karena saat musim kerang dengan kelimpahan tinggi sehingga aktifitas penangkapan kerang juga meningkat. Sedangkan mortalitas alami dapat disebabkan oleh sebab-sebab alami seperti predasi, penyakit, tingginya suhu perairan dan rendahnya kandungan oksigen terlarut di perairan yang dapat menyebabkan mortalitas biota secara mendadak serta adanya interaksi biotik Welcomme 1985. Mortalitas alami diduga merupakan dampak dari eksploitasi kerang A. granosa yaitu adanya aktifitas penangkapan kerang yang berlangsung setiap hari dan intensif yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas lingkungan. Penangkapan kerang di Teluk Lada dilakukan oleh banyak nelayan dengan alat tangkap garok, alat tangkap ini bersifat selektif karena ukuran mata jaring yang digunakan terdiri dari beberapa ukuran. Alat tangkap garok ini semakin meningkat penggunaannya ketika terjadi musim kerang khususnya pada musim timur. Aktifitas penangkapan yang dilakukan setiap hari tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung tentunya akan mempengaruhi kondisi lingkungan dan merusak habitat kerang yang pada akhirnya menyebabkan penurunan populasi dan bahkan kematian kerang. Sparre and Venema 1998 menyatakan tingginya laju eksploitasi mengindikasikan adanya tekanan penangkapan. Suatu stok dalam populasi dapat diketahui telah mengalami tangkap lebih atau belum, dengan asumsi bila nilai E= 0,5 menunjukkan pemanfaatan optimum sedangkan jika E 0,5 menunjukkan telah mengalami tangkap lebih Over fishing. Baik pada kerang jantan maupun kerang betina menunjukkan bahwa mortalitas penangkapan lebih tinggi dibandingkan dengan mortalitas alami, demikian juga tingkat eksploitasi sudah berada diatas pemanfaatan optimum yaitu 0,5. Jika dibandingkan dengan laju eksploitasi optimum yang dikemukakan oleh Gulland 1971 dalam Pauly 1984 maka laju eksploitasi kerang A. granosa di Teluk Lada sudah berada diatas nilai optimum tersebut. Berdasarkan nilai tersebut mengindikasikan pemanfaatannya kerang di Teluk Lada masih termasuk tinggi over fishing yaitu E 0,5. Tingginya laju eksploitasi didukung oleh mortalitas penangkapan yang tinggi. Hal ini kemungkinan dikarenakan di perairan Teluk Lada terjadi aktifitas pemanfaatan yang tinggi, sehingga hasil tangkapan kerang semakin lama semakin menurun dengan ukuran kerang yang semakin mengecil. Aktifitas nelayan di Teluk Lada menangkap kerang A. granosa setiap hari dari pagi hari jam 7.00 WIB sampai sore jam 15.00 WIB. Dalam sekali melaut nelayan biasanya mengambil sampai 10 kali garukan pada beberapa tempat yang sudah diketahui sebagai habitat kerang dengan waktu yang dibutuhkan untuk satu kali hauling menggarok sekitar 20-30 menit, bahkan ketika pada saat musim kerang melimpah, nelayan ikan juga beralih menjadi nelayan kerang. Mortalitas alami kerang, selain dikarenakan oleh sebab-sebab alami seperti predasi, penyakit, tingginya suhu perairan dan rendahnya kandungan oksigen terlarut di perairan tersebut, tingginya kematian alami tersebut juga diduga disebabkan karena penangkapan kerang yang dilakukan secara intensif yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi substrat serta parameter fisik kimia perairan lainnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan populasi serta kematian kerang di alam. Perbedaan hasil analisis dengan kondisi di lapangan ini diduga dikarenakan kerang yang tertangkap sudah sangat sedikit. Hasil penelitian Broom 2003 menunjukkan bahwa mortalitas alami pada kerang A. granosa di alam, selain karena adanya aktifitas manusia yang mempengaruhi kondisi substrat dan berdampak terhadap kurangnya ketersediaan makanan sehingga kerang-kerang tersebut tidak dapat melakukan adaptasi dalam mekanisme metabolik, yang akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan bahkan menyebabkan kematian, juga dikarenakan meningkatnya kepadatan populasi dari epifauna dan infauna khususnya yang bersifat predator dapat mempengaruhi mortalitas alaminya. Suhu dan kandungan oksigen di Teluk Lada fluktuasinya sangat kecil dan masih berada dalam kisaran normal, namun untuk beberapa parameter seperti TDS, NH 3, kekeruhan serta logam berat Hg, Cd dan Pb sudah melewati baku mutu yang disarankan. Tingginya kekeruhan dan TDS mengganggu aktifitas respirasi, sedangkan NH 3 dan pencemaran logam berat dapat bersifat toksik dan menyebabkan kematian. Demikian juga kaitannya dengan tingkat tropik dalam perairan akan mempengaruhi keberadaan populasi kerang. Hasil pengamatan terhadap struktur komunitas makrozoobentos, menunjukkan bahwa selain bivalvia terdapat makrozoobentos lain yang mendominasi perairan. Ditemukannya spesies dari Kelas Gastropoda yaitu Natica maculosa dan Thais carinifera yang cukup melimpah pada setiap zona diduga sebagai salah satu penyebab kematian alami kerang karena spesies-speses tersebut merupakan predator alami A. granosa. Kepadatan fauna bentik lainnya dari kelas Gastropoda, Krustacea, Bivalvia, Asteroidea dan Ophiuroidea menyebabkan adanya kompetisi antar organisme yaitu kompetisi terhadap habitat, makanan, oksigen dan beberapa parameter lain sehingga menyebabkan adanya mortalitas alami untuk A. granosa. Penelitian tentang besarnya mortalitas yang dipengaruhi oleh penyebab alami dan penangkapan serta penelitian mengenai laju eksploitasi ini masih terbatas. Hasil perhitungan mortalitas dan laju eksploitasi kerang jantan dan betina di Teluk Lada .ditunjukkan pada Lampiran 29.

B. Reproduksi

1. Nisbah Kelamin

Sampai saat ini belum ada informasi tentang penentuan jenis kelamin kerang jantan maupun betina melalui ciri morfologi atau melalui karakteristik kelamin sekunder. Untuk penentuan jenis kelamin kerang yang banyak dilakukan saat ini adalah melalui pengamatan gonad dan analisis histologis. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan kerang A. granosa bersifat dioceous, yaitu kelamin jantan dan kelamin betina terpisah, namun sebagian kecil ditemukan mempunyai sifat hermaproditisme. a. Berdasarkan Waktu Pengamatan Secara umum kerang jantan pada setiap bulan pengamatan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kerang betina, dengan peresentase jantan sebanyak 42,27 dan kerang betina sebanyak 53,73 Tabel 11. Tabel 11. Nisbah kelamin kerang jantan dan betina Zona Jumlah kerang ind Nisbah kelamin JB Jantan Betina Jantan Betina I-V 3224 3742 1 1,161 0,861 I 905 1271 1 3,38 0,710 II 314 301 1 1,87 1,043 III 355 375 1 1,217 0,945 IV 520 547 1 1,051 0,950 V 1132 1250 1 1,104 0,905 42,27 53,73 Dari hasil analisis nisbah kelamin selama 6 bulan pengamatan, terlihat bahwa walaupun nilai nisbah kelamin kerang bervariasi pada setiap zona, namun fluktuasi rasio kelamin kecil bahkan hampir tidak berubah Gambar 33. 0.8 0 0.8 8 0.9 3 0.7 7 0.9 6 0 .9 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00 Juli Agu st us Sept emb er Okt ob er Nove mb er Desembe r N is b ah K el am in J B Bulan Gambar 33. Nisbah kelamin kerang A. granosa berdasarkan waktu pengamatan Secara keseluruhan hasil tangkapan kerang nisbah kelamin kerang jantan dan betina adalah 3224 : 3744 atau 1:1,161, hal ini menunjukkan bahwa nisbah kelamin kerang jantan dan betina relatif seimbang mendekati 1:1. Dari Tabel 10 terlihat nisbah kelamin kerang pada setiap zona mendekati 1 : 1 , kecuali pada zona I nisbah kelamin antara jantan dan betina yaitu 1 : 3,38, hal ini menunjukan betina lebih banyak dari pada jantan. Dari Gambar 33 telihat nisbah kelamin tertinggi terdapat pada bulan November sedangkan terendah terlihat pada bulan Oktober. Data perhitungan nisbah kelamin ditunjukkan pada Lampiran 30. b. Berdasarkan Selang Kelas Jika dilihat berdasarkan selang kelas nisbah kelamin mengalami fluktuasi juga, namun nisbah kelamin tertinggi ditunjukkan kerang pada selang kelas 7,02-10,02 mm dan terendah pada selang kelas ukuran 28,09-31,09 mm terlihat pada Gambar 34. 0 .5 77 1 .2 62 0 .9 19 0 .9 67 0 .7 92 0 .6 57 0 .3 15 0.6 1 0 0.2 8 6 0 .5 83 - 0.2 0 0 0.4 0 0 0.6 0 0 0.8 0 0 1.0 0 0 1.2 0 0 1.4 0 0 4. 01 -7 .0 1 7. 02 -1 0. 02 10 .0 3- 13 .0 3 13 .0 4- 16 .0 4 16 .0 5- 19 .0 5 19 .0 6- 22 .0 6 22 .0 7- 25 .0 7 25 .0 8- 28 .0 8 28 .0 9- 31 .0 9 31 .1 0- 34 .1 N is ba h K el am in J B Selang Ke las Gambar 34. Nisbah kelamin kerang A. granosa berdasarkan selang kelas Walaupun berdasarkan selang kelas memperlihatkan adanya fluktuasi nisbah kelamin, namun secara umum persentase kerang betina relatif lebih banyak dibandingkan dengan jantan pada setiap ukuran. c. Berdasarkan Zona Walaupun nisbah kelamin mendekati nilai 1:1 namun variasi nisbah kelamin terlihat pada setiap zona pengamatan yang menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi nilai nisbah kelamin, dengan nilai tertinggi dan terendah terjadi pada setiap zona berbeda-beda selama pengamatan terlihat pada Gambar 35. 2.000 1.000 0.755 0.866 0.708 0.469 0.234 0.457 0.294 0.455 - 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 4 .0 1 -7 .0 1 7 .0 2 -1 .0 2 1 .0 3 -1 3 .0 3 1 3 .0 4 -1 6 .0 4 1 6 .0 5 -1 9 .0 5 1 9 .0 6 -2 2 .0 6 2 2 .0 7 -2 5 .0 7 2 5 .0 8 -2 8 .0 8 2 8 .0 9 -3 1 .0 9 3 1 .1 -3 4 .1 N is b a h K e la m in J B Selang Kelas 1.000 0.667 1.184 0.963 1.263 0.429 0.667 - 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 7 .0 2 - 1 .0 2 1 .0 3 - 1 3 .0 3 1 3 .0 4 - 1 6 .0 4 1 6 .0 5 - 1 9 .0 5 1 9 .0 6 - 2 2 .0 6 2 2 .0 7 - 2 5 .0 7 2 5 .0 8 - 2 8 .0 8 N is b a h K e la m in J B Selang Kelas 0.556 1.480 1.231 0.930 1.013 0.794 0.200 2.000 0.333 - 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 4 .0 1 -7 .0 1 7 .0 2 -1 .0 2 1 .0 3 -1 3 .0 3 1 3 .0 4 -1 6 .0 4 1 6 .0 5 -1 9 .0 5 1 9 .0 6 -2 2 .0 6 2 2 .0 7 -2 5 .0 7 2 5 .0 8 -2 8 .0 8 2 8 .0 9 -3 1 .0 9 N is b a h K e la m in J B Selang Kelas 0.500 1.778 0.928 1.064 0.980 0.742 0.333 1.400 - 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 4 .0 1 -7 .0 1 7 .0 2 -1 .0 2 1 .0 3 -1 3 .0 3 1 3 .0 4 -1 6 .0 4 1 6 .0 5 -1 9 .0 5 1 9 .0 6 -2 2 .0 6 2 2 .0 7 -2 5 .0 7 2 5 .0 8 -2 8 .0 8 N is b a h K e la m in J B Selang Kelas 0.778 1.157 0.969 0.675 1.000 0.875 2.000 - 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 7 .0 2 -1 .0 2 1 .0 3 -1 3 .0 3 1 3 .0 4 -1 6 .0 4 1 6 .0 5 -1 9 .0 5 1 9 .0 6 -2 2 .0 6 2 2 .0 7 -2 5 .0 7 2 5 .0 8 -2 8 .0 8 N is b a h K e la m in J B Selang Kelas Gambar 35. Nisbah kelamin kerang A. granosa berdasarkan zona Zona I Zona II Zona III Zona IV Adanya perbedaan nisbah kelamin baik berdasarkan waktu pengamatan maupun zona ini diduga disebabkan karena perbedaan ketersediaan makanan. Menurut Turkmen et al, 2002 bahwa ketika ketersediaan makanan berlimpah maka ikan betina akan lebih dominan dan sebaliknya saat ketersediaan makanan berkurang maka ikan jantan yang lebih dominan. Pernyataan tersebut tampaknya berlaku juga untuk kerang di Teluk Lada. Walaupun secara umum nisbah kelamin antara jantan dan betina relatif seimbang yaitu mendekati 1:1, namun betina jumlahnya relatif lebih banyak dibanding jantan. Dari hasil penelitian terlihat bahwa kerang jantan relatif lebih banyak pada bulan November, yaitu saat cuaca di laut kurang mendukung karena curah hujan, gelombang tinggi yang menyebabkan proses fotosintesis terganggu sehingga fitoplankton yang menjadi makanan kerang juga menjadi berkurang. Penyimpangan nisbah kelamin dari 1:1 dapat timbul karena berbagai faktor yang mencakup perbedaan distribusi, aktifitas dan gerakan organism. Pergantian dan variasi seksual jantan dan betina pada masa pertumbuhan, mortalitas dan lama hidup Turkmen et al. 2002. Jenis kelamin pada A. granosa dapat dibedakan, hampir 96 sistem reproduksi diketahui bersifat gonochoristik dan kurang lebih 4 dapat bersifat hermaprodit. Broom 1985 menemukan bukti sifat hermaprodit hanya satu individu dari sebanyak 300 specimen yang diuji. Baik kerang A. granosa maupun A. antiquata bersifat dioceous, namun berdasarkan hasil penelitian di Perairan Teluk Lada ditemukan sebanyak 7 individu dari total 6964 kerang A. granosa atau sekitar 0,10 dari total kerang hasil tangkapan yang menunjukkan sifat hermaprodit. Kerang yang bersifat hermaprodit tersebut semuanya diperoleh pada zona I yang tertangkap pada bulan Oktober 2 individu dan November 5 individu. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Afiati 2007a di Pantai Wedung Demak, Pantai Tapak Semarang dan dari Bandengan Jepara Jawa Tengah yang menemukan adanya sifat hermaprodit untuk A. granosa sebesar 1,43 6 dari 420 individu dari Wedung, dan 1-45 4 dari 276 individu dari Tapak. Sedangkan untuk A. antiquata dari Bandengan persentasenya lebih rendah yaitu 0,84 3 dari 356 individu. Tipe hermaprodit kerang adalah protandri, yaitu pada kerang terjadi satu kali perubahan kelamin dalam siklus hidupnya yaitu dari jantan berubah menjadi betina. Di Pantai Wedung dan Bandengan rasio jantan dan betina adalah masing- masing 1,49:1 dan 1,47:1, sedangkan di Tapak 0,76:1. Dari seluruh populasi terdapat perbedaan signifikan dari rasio 1:1 dan hanya ketika A. granosa mencapai panjang cangkang 30-35 mm rasio kelamin mencapai 1:1. Sedangkan untuk A. antiquata rasio 1:1 pada ukuran yang lebih panjang yaitu 40-45 mm. Di Pantai Wedung dan Bandengan diketahui jumlah jantan lebih besar dari jumlah populasi betina, dan sebaliknya di Tapak ditemukan bahwa populasi betina lebih banyak daripada jantan Afiati 2007a.

2. Tingkat Kematangan Gonad TKG

Pengamatan gonad kerang dilakukan untuk mengetahui perkembangannya dan untuk mengetahui waktu terjadinya pemijahan. Analisis terhadap tingkat kematangan gonad tidak dapat dilakukan secara visual karena gonad terbungkus mantel dan berada dalam cangkang yang tertutup rapat. Tingkat kematangan gonad hanya bisa dilakukan dengan analisis histologis. Berdasarkan hasil pengamatan yag mengacu pada kriteria menurut Kastoro 1978 ditemukan sebanyak 4 tingkatan kematangan gonad TKG, yaitu TKG I,II,III dan IV baik untuk kerang jantan kerang betina. a. Berdasarkan distribusi hasil tangkapan Dari hasil pengamatan keseluruhan jumlah kerang yang tertangkap selama 6 bulan pengamatan terhadap sekitar 120 preparat histologis gonad kerang diperoleh beberapa tingkatan kerang baik antar zona maupun antar waktu pengamatan,. Hasil analisis memperlihatkan persentase TKG yang paling tinggi sampai terendah berturut-turut yaitu : TKG I 50, TKG II 29, TKG III 24 dan TKG IV1. Baik pada kerang jantan maupun betina berdasarkan selang ukuran TKG I dan TKG II juga ditemukan pada lebih dari satu selang ukuran. Data persentase TKG jantan dan betina ditunjukkan pada Lampiran 31. Sedangkan gambaran tingkat kematangan gonad kerang jantan total dan betina total terlihat pada Gambar 36 dan 37 serta tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu pengamatan ditunjukkan pada Gambar 38. Gambar 36. Persentase TKG jantan berdasarkan jumlah a dan TKG berdasarkan jumlah pada selang ukuran b Gambar 37. Persentase TKG betina berdasarkan jumlah a dan TKG berdasarkan jumlah pada selang ukuran b Dari Gambar 36 dan 37 menunjukkan bahwa baik kerang jantan maupun betina persentase TKG yang didapatkan adalah TKG I yang didominasi oleh kerang dengan ukuran lebar cangkang 13,04-16,04 mm sedangkan yang terendah adalah TKG IV. Sebaran TKG pada kerang jantan dan betina dari TKG 1-IV di setiap zona hampir dijumpai pada setiap bulan pengamatan. Pola sebaran TKG berdasarkan selang ukuran lebar cangkang, menunjukkan bahwa kerang yang memiliki TKG III dan IV dijumpai pada selang ukuran yang semakin lebar sebaliknya TKG I dan II jarang ditemukan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa rekrutment kerang tersebut lambat. Menurut Naleva dan Gauvin 1988 keberhasilan rekrutmen pada kerang sangat tergantung kepada kondisi lingkungan selama periode pemijahan dan ketersediaan habitat yang sesuai. Tinggi rendahnya rekrutmen sangat dipengaruhi kondisi perairan, curah hujan, distribusi kerang dan lain-lain yang selalu bervariasi dari wakktu ke waktu. Pada kerang jantan dan kerang betina TKG III lebih banyak ditemukan berturut-turut pada ukuran 16,05-19,05 mm, 19,06-22,06 mm dan 22,07-25,07 mm. Hal ini menunjukkan bahwa kerang dengan kondisi matang gonad berada pada ukuran lebar yang lebih luas. Sedangkan untuk kerang dengan TKG IV pasca memijah baik pada jantan dan betina ditemukan pada kerang dengan ukuran lebar cangkang lebih dari 25,07 mm. Kerang A. granosa jantan terbanyak pada selang kelas 13,04-16,04 mm 1148 individu pada TKG I dan paling sedikit pada selang 28,09-31,09 mm dan 31,10-34,10 mm 6 individu, sedangkan pada selang 34,11-37,11 mm; 37,12- 40,12 mm dan 40,13-43,13 mm tidak ditemukan. Pada kerang betina TKG dari yang paling tinggi sampai terendah yaitu berturut-turut : TKG I 44, TKG III 31, TKG II 23 dan TKG IV2. terbanyak dijumpai pada selang kelas 13,04-16,04 mm 1155 ind pada TKG I. Sedangkan yang paling sedikit yaitu pada selang 37,12-40,12 mm dan 40,13- 43,13 mm 1 ind. Persentase TKG kerang A. granosa jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan dan zona ditunjukkan pada Lampiran 32. Dari gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa walaupun kerang A. granosa termasuk hewan yang dapat memijah sepanjang tahun namun persentase pemijahan berbeda-beda pada setiap ukuran. Sedikitnya kerang yang ditemukan pada kondisi TKG III atau IV diduga karena kerang sudah mengalami kematian secara alami sebelum mencapai ukuran yang siap memijah ataukeberadaan berkurang karena adanya aktifitas penangkapan. b. Berdasarkan waktu pengamatan Berdasarkan waktu pengamatan pada tiap zona terlihat adanya variasi tingkat kematangan gonad baik pada kerang jantan maupun betina Gambar 38. Zona I Zona II Zona III Zona IV Zona V Gambar 38. Persentase tingkat kematangan gonad kerang A. granosa jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan Dari gambaran tersebut diketahui bahwa tingkat kematangan gonad TKG III selalu ada pada setiap bulan pengamatan pada setiap zona. Hal ini menandakan bahwa pemijahan kerang terjadi setiap bulan tetapi dengan persentase pemijahan yang berbeda-beda baik pada jantan maupun pada betina Sedikitnya kerang pada TKG matang gonad menunjukkan bahwa kerang masih dalam tahap perkembangan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kerang yang berada pada TKG I, sedangkan TKG IV spent juga jarang ditemukan diduga karena kerang mati secara alami atau karena penangkapan. Pattikawa dan Ferdinandus 2009 menjelaskan pada individu muda energi yang diperoleh digunakan untuk pertumbuhan, sedangkan pada individu yang lebih besar dan matang energi hanya sedikit yang dipergunakan untuk pertumbuhan tetapi lebih banyak untuk perkembangan gonad, dan pemijahan c. Berdasarkan Analisis Histologis Hasil analisis histologis gonad berdasarkan jenis kelamin masing-masing ditemukan empat tingkatan kematangan gonad yaitu TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV. Morfologi Struktur gonad kerang jantan dicirikan dengan struktur yang halus berwarna putih sampai krem, sedangkan gonad betina lebih banyak granulasi atau butiran kasar dan warnanya merah hingga oranye. Perbedaan morfologi gonad kerang jantan dan betina seperti terlihat pada Gambar 39. a b Gambar 39. Morfologi gonad jantan a dan gonad betina b Perkembangan gonad kerang baik jantan maupun betina mengacu pada Kastoro dan Sudjoko 1988 digolongkan kedalam 4 tahapan Tingkat Kematangan Gonad TKG. dengan ciri-ciri seperti terlihat pada Tabel 12 dan 13, sedangkan untuk ciri-ciri kerang hermaprodit terlihat pada Tabel 14 Tabel 12. Tahapan tingkat kematangan, ciri morfologis dan histologis gonad jantan TKG Tahapan Morfologis Histologis I Netral - Membran basal lobulus jelas dan utuh - Lobulus dipenuhi dengan systa- systa - Belum ada sperma dalam lobulus M = 100 II Perkemba- ngan Developing - Membran basal lobulus jelas - Systa mulai pecah, spermatocyt terdapat pada dinding lobulus - Spermatozoa ada di sentrum Lobuli M = 100 III Matang Ripe - Membran basal lobulus sudah pecah dan menghilang - Sperma mengisi ruang yang sama dalam saluran M = 100 IV Pasca memijah Spent - Jumlah spermatozoa sangat sedikit - Lobulus kolaps - Spent M=100 Keterangan : ml = membran basal lobulus ; l= lobulus; s= spermatozoa ml l ml mb S p S ml S l Tabel 13. Tahapan tingkat kematangan , ciri morfologis dan histologis gonad betina TKG Tahapan Morfologis Histologis I Gametoge nesis awal Netral - Sel telur ovum mulai berkembang - Folikel sangat kecil, sel telur sangat kecil, oosit belum matang dan berploriferasi memenuhi bagian dalam dinding folikel - Bagian dalam folikel dikelilingi oosit berbentuk memanjang M= 100 II Perkemba ngan Developing Gametoge- nesis tahap aktif sampai mendekati matang - Gonad sedang berkembang - Rongga folikel reltif kecil - Berisi sel gamet yang relative belum matang - Oosit belum matang berupa peduncle di dalam folikel - Terdapat oosit bebas berbentuk poligonal dengan yolk dan nukleus M = 100 III Matang Ripe - Folikel-folikel besar, diisi oleh oosit bebas dan oosit penghubung berbentuk ova poligonal - Folikel telah menyatu - Folikel lebih banyak yang diisi oleh oosit bebas dengan yolk dan nukleus M = 100 IV Pasca memijah Spent - Jumlah sel telur berkurang - Sebagian atau seluruh sel telur telah dikeluarkan - Folikel mengecil dan masih tampak sisa telur - Spent, lumen kosong M= 100 Keterangan : O = oosit ; l = lobulus; f = folikel, y=yolk, n=nukleus f Os o lm f y n f Os n f O Tabel 14 . Tahapan tingkat kematangan , ciri morfologis dan histologis gonad hermaprodit TKG Tahapan Morfologi Histologis Jantan II Betina III dan IV Perkemba- ngan developing matang ripe dan Pasca memijah spent Jantan : - Membran basal lobulus jelas - Systa mulai pecah, spermatocyt terdapat pada dinding lobulus - Spermatozoa ada di sentrum Lobuli Betina : TKG III - Folikel-folikel besar, diisi oleh oosit bebas dan oosit penghubung berbentuk ova poligonal - Folikel telah menyatu - Folikel lebih banyak yang diisi oleh oosit bebas dengan yolk dan nukleus TKG IV - Jumlah sel telur berkurang - Sebagian atau seluruh sel telur telah dikeluarkan - Folikel mengecil dan masih tampak sisa telur - Spent, lumen kosong M = 100 Jantan IV Betina III Pasca memijah Spent matang Ripe Jantan : - Jumlah spermatozoa sangat sedikit - Lobulus kolaps - Spent TKG III - Folikel-folikel besar, diisi oleh oosit bebas dan oosit penghubung berbentuk ova poligonal - Folikel telah menyatu - Folikel lebih banyak yang diisi oleh oosit bebas dengan yolk dan nukleus M = 100 Keterangan : ml= membrane lobules s = spermatozoa; O = ovum ; f= folikel Hasil analisis histologis ditemukan sebanyak 4 tingkatan kematangan gonad baik pada kerang jantan maupun pada kerang betina, sedangkan kematangan tingkat gonad kerang yang bersifat hermaprodit ditemukan secara histologis memperlihatkan 2 tipe kematangan gonad. Tipe pertama terlihat gonad ml S O f O S jantan berada pada TKG I netral dan gonad betina memperlihatkan TKG II matang dan IVpasca memijah. Sedangkan pada tipe kedua memperlihatkan adanya gonad jantan pada TKG IV pasca memijah dan gonad betina pada TKG III matang. Dari hasil analisis histologis pada kerang jantan yang paling banyak ditemukan adalah gonad berada pada TKG I sebanyak 50, diikuti berturut-turut TKG II 25, TKG III 24 dan yang paling sedikit TKG IV 1. Sedangkan pada kerang betina yang paling banyak ditemukan adalah gonad berada pada TKG I 44, diikuti berturut-turut TKG III 31, TKG II 23 dan TKG IV 2. Baik pada kerang jantan maupun betina, presentase tertinggi yaitu TKG I sedangkan persentase terendah yaitu TKG IV. Namun untuk TKG III matang pada pada betina persentasenya lebih tinggi dibandingkan pada kerang jantan. . Dari hasil analisis laju pertumbuhan kerang betina lebih cepat dibandingkan dengan kerang jantan sehingga diduga faktor inilah yang lebih mempengaruhi kecepatan proses reproduksi maupun pencapaian kematangan gonad. Hal ini juga terlihat pada gonad hermaprodit dimana sifat gonad betina menunjukkan tingkat kematangan yang lebih cepat dari gonad jantan. Beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab perbedaan pencapaian kematangan gonad adalah sifat genetik populasi, kualitas perairan dan laju pertumbuhan. Beberapa parameter lingkungan seperti TDS, NH 3 , kekeruhan dan logam berat Hg Pb, dan Cd di Teluk Lada sudah melewati baku mutu air yang disarankan. Sedikitnya kerang pada TKG III dan IV, selain diduga karena kerang- kerang ukuran besar sudah tertangkap dan adanya pengaruh NH 3 dan kekeruhan yang tinggi yang secara tidak langsung mempengaruhi aktifitas makan dan mengganggu perkembangan gonad kemungkinan lain adalah disebabkan telah terjadi penetrasi logam berat ke dalam sel kerang yang mempengaruhi aktifitas enzim atau metabolisme di dalam sel sehingga perkembangan sel menjadi terhambat. Lebih lanjut Gosling 1992 menjelaskan bahwa bioakumulasi logam berat menyebabkan diameter lumen folikel lebih lebih kecil dibandingkan kondisi normal, menyebabkan lisis hancur dan akhirnya mati. Bioakumulasi ini dapat terjadi pada sistem vacuola dari organel lisosom tempat logam ditangkap oleh granula-granula sehingga logam terakumulasi dan menyebabkan organ ini akan mengalami degenerasi. Viarengo 1989 dalam Jalius 2008 menjelaskan bahwa pencemaran logam berat Cu dan Cd dapat menyebabkan tidak stabilnya membran organel lisosom dalam sel dan mempengaruhi proses oksidasi, kerja enzim dan keseimbangan ion Ca dalam sel. Dampak lanjut dari biakumulasi ini akan mengalami biotransformasi dalam sel sehingga akan menyebabkan terjadinya mutasi gen.

3. Indeks Kematangan Gonad IKG

Indeks kematangan gonad IKG kerang jantan berdasarkan zona memperlihatkan nilai IKG paling tinggi terdapat di zona V pada bulan Desember, sedangkan terendah yaitu di zona III pada bulan Oktober. Untuk kerang betina nilai IKG tertinggi sama seperti jantan yaitu pada zona I bulan Desember, sedangkan terendah pada zona III pada bulan Agustus. Nilai IKG jantan terlihat pada Gambar 41, sedangkan persentase nilai IKG berdasarkan waktu pengamatan dan zona ditunjukkan pada Lampiran 32. - 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 Juli Agustus September Oktober November Desember IK G Bulan zona 1 zona 2 zona 3 zona 4 zona 5 Gambar 40. Indeks kematangan gonad IKG jantan pada tiap zona Jantan - 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 Juli Agustus Sept ember Oktober November Desember IK G Bulan zona 1 zona 2 zona 3 zona 4 zona 5 Gambar 41. Indeks kematangan gonad IKG betina tiap zona Pada zona V menunjukkan indeks kematangan gonad baik kerang jantan maupun betina yang paling tinggi, hal ini diduga karena lokasi tersebut merupakan tempat kegiatan tambak yang diduga terdapat banyak makanan sehingga dapat mempengaruhi proses kecepatan kematangan gonad. Jadi dapat dikatakan bahwa IKG kerang sangat terkait dengan faktor lingkungan dan ketersediaan makanan. Selain itu pada zona V walaupun jumlah kerang paling banyak, namun variasi ukuran hanya sedikit, sehingga diduga indeks kematangan gonad dapat dicapai dalam waktu yang sama oleh kerang yang ada tersebut. Berdasarkan hasil penelitian IKG kerang A. granosa betina lebih besar dibandingkan dengan IKG kerang jantan. Hal ini diduga dikarenakan kerang betina lebih cepat memijah, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan kerang betina yang lebih cepat dibandingkan kerang jantan. Dari hasil juga menunjukan kematangan gonad betina lebih cepat terjadi pada kerang dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran jantan. Nilai IKG berkaitan dengan berat gonad, hal ini diketahui dari hasil analisis regresi pada kerang jantan yang menunjukkan persamaan hubungan yaitu y = 0.1552 x + 0.014 dan pada kerang betina y = 0.1713 x + 0.0116 dengan koefisien korelasi r masing masing 0.791 dan 0,798 sehingga dapat dikatakan terdapat korelasi yang sangat erat antara IKG dengan berat gonad , semakin berat gonad maka makin tinggi nilai IKG nya, sehingga secara alami kematangan gonad berhubungan dengan berat tubuh kerang. Hal ini sesuai dengan pendapat Baron betina 1992 bahwa perubahan IKG akan berhubungan erat dengan perkembangan gonad dan pertumbuhan telur IKG tidak berkorelasi dengan lebar cangkang, hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi untuk kerang jantan maupun betina yaitu 0,5. Hal ini diduga karena kerang-kerang tersebut cenderung mengalokasikan makanan untuk pertumbukan cangkang, sehingga pertumbuhan berat menjadi lambat. Hasil analisis regresi antara IKG dan TKG diketahui bahwa jumlah kerang terbanyak berada pada selang kelas IKG 0.0012-0.0619 yang didominasi oleh kerang padaTKG I. Grafik analisis hubungan antara IKG dan TKG seperti terlihat pada grafik yang ditunjukkan Lampiran 33. Berdasarkan grafik diketahui bahwa jumlah kerang jantan terbanyak berada pada selang kelas IKG 0.0012-0.0619 selang IKG yang tinggi didominasi oleh TKG I, artinya semakin besar IKG maka TKG juga akan semakin tinggi, karena gonad akan semakin besar dan berat seiring dengan meningkatnya IKG Nikolsky, 1969. Dari grafik juga terlihat bahwa kerang mengalami penyebaran yang tidak proporsional karena didominasi oleh kerang pada TKG I. Pada kerang betina jumlah terbanyak terdapat pada selang IKG 0.0012- 0.0619, hal ini menunjukkan bahwa jumlah kerang betina yang telah matang gonad sedikit karena jumlah yang paling banyak terdapat pada selang IKG yang sangat rendah. Sedangkan TKG yang mendominasi adalah pada selang kerang yang berada pada TKG I. Perbandingan dari kedua tabel dan grafik menunjukkan hal yang sama, bahwa kerang yang mendominasi berada pada TKG I baik pada kerang jantan maupun kerang betina.

4. Ukuran Pertama kali Matang Gonad

Berdasarkan hasil perhitungan pertama kali matang gonad menggunakan fungsi logistik diperoleh bahwa, kerang A. granosa betina mempunyai ukuran pertama kali matang gonad lebih kecil dibandingkan dengan kerang A. granosa jantan. Ukuran jantan pertama kali matang gonad jantan dicapai pada ukuran lebar cangkang 28,30 mm, sedangkan kerang betina pertama kali matang gonad pada ukuran lebar cangkang 27-31 mm Gambar 42. Hasil perhitungan ukuran pertama kali matang gonad terdapat pada Lampiran 34. Jantan 28.30 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 13 .0 4- 16 .0 4 16 .0 5- 19 .0 5 19 .0 6- 22 .0 6 22 .0 7- 25 .0 7 25 .0 8- 28 .0 8 28 .0 9- 31 .0 9 31 .1 0- 34 .1 34 .1 1- 37 .1 1 37 .1 2- 40 .1 2 40 .1 3- 43 .1 3 37 .1 2- 40 .1 2 K em at an ga n G on ad Selang Kelas Panjang mm 13 .0 4- 16 .0 4 ….. Betina 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 .0 3 -1 3. 03 1 3 .0 4 -1 6. 04 1 6 .0 5 -1 9. 05 1 9 .0 6 -2 2. 06 2 2 .0 7 -2 5. 07 2 5 .0 8 -2 8. 08 2 8 .0 9 -3 1. 09 3 1 .1 -3 4. 10 3 4 .1 1 -3 7. 11 3 7 .1 2 -4 0. 12 3 7 .1 2 -4 0. 12 K em a ta n g a n G o n a d Selang Kelas Panjang mm 27.30 ….. Gambar 42. Ukuran pertama kali matang gonad kerang A. granosa jantan dan betina Hasil tersebut menunjukkan bahwa ukuran pertama kali matang gonad kerang jantan dan betina berbeda, kematangan gonad kerang betina lebih cepat dibandingkan kematangan gonad kerang jantan. Hal ini sesuai dengan hasil kecepatan tumbuh kerang K betina yang nilainya lebih tinggi 0,450 dibandingkan nilai K kerang jantan 0,400 sehingga masa reproduksi kerang betina lebih cepat tercapai. Menurut Paugy 2002 perbedaan pertama kali matang gonad dapat disebabkan oleh perbedaan kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, periode cahaya dan faktor lingkungan, sifat genetik populasi, perbedaan laju pertumbuhan dan kualitas perairan. Perbedaan pertama kali matang gonad juga dapat disebabkan perbedaan wilayah dan tekanan penangkapan. 27,31 mm 28,30 mm

4.2. KAJIAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA KERANG DARAH