Integrasi Hasil Analisis Tiga Partisipan

Faktor kognitif dirasa memegang peranan penting dalam setiap proses hidup manusia, begitu juga dalam regulasi emosi. Proses kognitif membantu P3 dalam mengatur dan menjaga emosi yang dirasakan. Berdasarkan hasil analisis data, terlihat bahwa P3 dipengaruhi proses kognitif ketika meregulasi emosinya. P3 selalu mengingat kembali tujuan utamanya bekerja ketika perasaan negatif mulai muncul. Adanya anak juga dijadikan alasan bagi P3 untuk tetap kuat menjalani peran gandanya. P3 juga selalu berusaha membuat pikirannya positif agar dapat menjalani peran gandanya dengan lebih enjoy dan tidak merasa terbebani.

4. Integrasi Hasil Analisis Tiga Partisipan

Berdasarkan hasil analisis data pada penelitian ini, ditemukan empat tema utama, yaitu: konflik peran ganda, emosi negatif, regulasi emosi dan faktor yang mempengaruhi regulasi emosi. Empat tema utama pada penelitian ini memiliki beberapa sub tema. Untuk tema konflik peran ganda, terdapat tiga sub tema, diantaranya: konflik peran ganda, tuntutan rumah tangga dan tuntutan pekerjaan. Ketiga partisipan mengalami konflik peran ganda yang diakibatkan oleh banyaknya tuntutan yang harus dikerjakan oleh partisipan dalam rentang waktu bersamaan. Konflik peran ganda yang dirasakan oleh ketiga partisipan memiliki kemiripan, satu dengan lainnya. Ketiga partisipan merasakan kesibukan yang sangat ketika harus segera menyelesaikan pekerjaan rumah, mengurus suami serta anak dan segera menyiapkan diri untuk ke kantor. “Kemrungsung mbak hehe, kabeh pagi itu tuh kemrungsung, tapi yaudah mau gemana, kalo pagi itu kalo sempet mandiin yang si lintang ini, ya saya mandiin kalo gak sempet ya biar mbahnya, kalo yang kedua ini sifatnya lebih netral ya sama siapa aja gak masalah meskipun nanti sore makannya harus sama ibunya, namanya kemrungsung itu jadi ya kalo pagi itu ya ubek-ubekan tapi ya dinikmati aja..” line 1244-1253, partisipan 1 Ketiga partisipan juga merasakan adanya konflik kuat yang terasa dalam diri mereka ketika meninggalkan anak pertama kalinya untuk bekerja. Dalam diri ketiga partisipan, ada dorongan kuat untuk tetap bersama anak, mengasuh dan merawatnya. Pergolakan ini semakin besar dirasakan oleh para partisipan ketika anak mereka sakit. “..paling kalo sakit kalo sakit kan nama ya anak kecil paling rewel kan jadi mungkin nggak mau di tinggal gitu kan ya apa kan...sedih nya kalo pas kalo lagi sakit gitu lho saya nggak bisa yang seratus persen ngerawat..”line 86-88 673-675, partisipan 3 Banyaknya tuntutan dalam diri perempuan menikah yang bekerja, membuat dirinya mudah terpancing emosi. Dua dari tiga partisipan kebetulan memutuskan untuk tinggal bersama mertua ketika sudah membangun rumah tangganya dengan suami. Hal ini membuat dua partisipan tidak nyaman, karena mertua partisipan terkadang ikut campur urusan rumah tangganya. Tindakan atau perkataan mertua sempat membuat dua partisipan tidak nyaman dan menambahkan konflik dalam kehidupan partisipan. “..kadang masalahnya itu kan nggak cuma masalah kerjaan aja kita kita dirumah itu kan nggak cuma keluarga pokok aku suamiku sama anakku, disitu ada mertuaku kan nah ada masalah masalah misalnya kayak apa suka ngomel lah mertuaku suka ngomel aku misalnya apa ada sesuatu yang mereka yang dia lakukan tapi menurutku tidak berkenan kadang kan jadi bikin aku emosi..” line 251-260 bagian 1, partisipan 2 Ketika di rumah pun, perempuan menikah yang bekerja belum tentu bisa lepas dari tuntutan pekerjaan mereka di kantor. Sesekali dua dari tiga partisipan masih memikirkan dan mengerjakan pekerjaan kantor ketika sudah di rumah. Dua dari partisipan menyatakan bahwa mereka sempat beberapa kali membawa pekerjaan mereka yang sudah dekat deadline dan belum terselesaikan di kantor untuk mereka selesaikan di rumah. “..kan kita nama nya kayak pekerjaan kita pasti di tuntut harus selesai gitu ya mungkin ada saat nya kita kondisi nggak bisa menyelesaikan waktu di perusahaan ya terus kita di tuntut harus bisa masuk gitu kan sedangkan kayak saya kan kerja nyangitungin tagihan gitu kan jadi nggak boleh telat ya mau nggak mau jadi ya dengan terpaksa ya bukan yang terpaksa bagaimana jadi kayak lebih ke tanggung jawab saya harus menyelesaikan jadi ya mau nggak mau dibawa pulang..” line 428-440, partisipan 3 Hasil analisis data ketiga partisipan ditemukan, adanya tuntutan pekerjaan yang kemudian ditambah dengan tuntutan rumah tangga membuat ketiga partisipan mengalami konflik peran ganda. Pada saat-saat tertentu hidupnya, sempat ditempatkan pada situasi yang mengharuskan ketiga partisipan menyelesaikan semua tuntutan tersebut secara bersamaan. Akan tetapi, sebagai manusia biasa yang tentunya memiliki beberapa keterbatasan, keadaan seperti di atas membuat ketiga partisipan merasakan emosi-emosi negatif dalam dirinya. Pada tema emosi negatif, tidak memiliki sub-tema yang pasti karena munculnya emosi negatif antara satu partisipan dengan partisipan yang lain sangat beragam. Emosi negatif yang dirasakan ketiga partisipan karena konflik peran ganda yang mereka alami, di antaranya: bingung, tertekan, tidak nyaman, gelisah, cemas, khawatir, ragu, sedih, berat hati, bosan, jenuh, terkekang, marah, putus asa, pesimis, sensitif dan stres. “..kadang-kadang kita suka down ya maksudnya ee.. putus asa kayak misalnya capek gitu lho udah harus ngurusin ini ini ini aku kan juga nyuci sendiri kan nyuci maksudnya nggak ada pembantu di rumah gitu ee..capek ngurusin rumah ee.. kadang kerjaannya bikin pusing gitu kan terus ee.. ya ini sih maksudnya anakku lebih maksudnya aku lebih ke anak ku kadang-kadang aku itu emang suka,suka down gitu ya suka down suka putus asa..” line 231-240 bagian 2, partispan 2 “Sedih, yaampun kok yo mesti tak tinggal, gek besok asinya gemana, gek nanti saya di sini mikir anaknya rewel gak ya, gitu...yang pertama ya berat, sedih, kadang nangis “kok yo tak tinggal” gitu pas anak pertama, kan rasanya berat gitu ya..”..” line 1079-1081 1099-1101, partisipan 1 Emosi negatif yang dirasakan ketiga partisipan membuat mereka terhambat dalam menyikapi dan menyelesaikan konflik peran ganda yang timbul. Salah satu partisipan mengungkapkan bahwa emosi negatif yang timbul dan tidak teratasi dengan baik akan berdampak pada diri partisipan dan orang-orang di sekitarnya. “pernah sampe aku tuh emosi maksudnya dia itu tak ben tak gitu lho tak bentak “Kenapa sih?” sampe aku keras dan dia tuh nangis gitu makanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI aku tuh sampe nyesel karena bikin sedih anakku gitu lho walo..ee..karena aku tuh melalukan pekerjaan rumah yang nggak selesai-selesai itu waktu di tinggalsama eh pokoknya aku dirumah sendiri cuma berdua sama Carol gitu kan nggak ada yang bantuin kan nah itu dia tak bentak dia tak bentak itu sampe dia nangis jadi aku yang nyesel sendiri kan..” line 1191-1200 bagian 2, partisipan 2 Untuk mencegah kejadian di atas berulang, maka dibutuhkan regulasi emosi pada ketiga partisipan yang merupakan perempuan menikah yang bekerja. Adanya konflik peran ganda yang menimbulkan emosi negatif dalam diri ketiga partisipan akan memberikan dampak negatif yang tidak hanya dirasakan oleh dirisendiri tetapi juga orang-orang disekitar partisipan. Pada bagian tema regulasi emosi ini, peneliti membaginya menjadi lima sub-tema yang merupakan bentuk-bentuk regulsi emosi itu sendiri. Bentuk-bentuk regulasi emosi yang muncul dalam penelitian ini didasarkan pada hasil analisis ketiga partisipan. Dua dari ketiga partisipan melakukan kelima bentuk regulasi emosi, tetapi satu di antaranya hanya melakukan empat dari lima bentuk regulasi emosi. Bentuk regulasi yang muncul dalam penelitian ini adalah Situation selection, Situation modification, Attention deployment, Cognitive change, Response modulation. Bentuk regulasi emosi situation selection atau pemilihan situasi terlihat dari bagaimana partisipan menghadapi atau menghindari situasi peran ganda atau individu yang memunculkan emosi negatif baginya. Seluruh partisipan mengalami bentuk regulasi ini, terlihat ketika partisipan menghadapi rutinitas peran gandanya di pagi hari. Meskipun membuat partisipan mengurangi jam tidur dan merasa tertekan, tetapi seluruh partisipan berusaha untuk tetap menjalaninya dengan sebaik mungkin. Kemudian, bentuk regulasi ini juga tercermin dalam perilaku partisipan ketika berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga meskipun memiliki banyak keterbatasan dalam dirinya. “Lebih menghadapi karena kalo nggak di hadapi nggak bakalan selesai nanti mesti belakang nya bakalan numpuk- numpuk lagi..” line 1126-1128 bagian 2, partisipan 2 Selain itu, bentuk regulasi ini juga muncul ketika partisipan menghindari individu yang memicu munculnya emosi negatif. Ketika partisipan mengalami konflik dengan mertua atau suami, terkadang partisipan memilih untuk menjauh dari mertua atau suaminya ketika merasa tidak berkenan, sensitive dan marah. “..malesnya ya gitu dan kalo males ya udah trimo pe rgi gitu aja,..” line 941-942, partisipan 1 Temuan penelitian menunjukkan bahwa bentuk regulasi ini dapat digabungkan dengan beberapa bentuk regulasi emosi yang lain untuk meregulasi emosi negatif yang muncul pada diri mereka. Peneliti melihat hasil data yang menunjukkan bahwa ketiga partisipan pasti melakukan bentuk ini yang kemudian dilanjutkan dengan bentuk regulasi emosi lainnya. Peneliti melihat jika partisipan tidak menghadapi situasi atau orang yang memunculkan emosi negatifnya maka hanya akan berhenti pada bentuk regulasi ini. Akan tetapi, jika partisipan memilih untuk menghadapi situasti atau orang yang memunculkan emosi negatifnya maka partisipan akan melakukan bentuk regulasi yang lainnya. “Ya pasti nya menghadapi lah ya kalo ibarat nya kayak cobaan lah ya cobaan kalo misal kita nggak hadapi kan juga nggak bisa selesai kan pasti kan nggak mungkin kita di kasih cobaan yang nggak bisa kita kerjakan jadi kan pasti solusi nya tuh kan pasti ada jalan keluar nya jadi ya di hadapi aja gitu..”line 390-397, partisipan 3 “Ini di buat biasa aja, yang penting kita jalan semua pekerjaan selesai, ya tiap hari kita ruh-ruhi aja nanti dia sudah jadi pekewuh sendiri, nantinya dia akan baik kok.” line 219-223, partisipan 1 Bentuk regulasi emosi selanjutnya adalah situation modification. Bentuk regulasi ini lebih menekankan pada modifikasi situasi lingkungan eksternal perempuan menikah yang bekerja agar emosi negatif yang dirasakannya dapat teralihkan. Para partisipan melakukan bentuk regulasi ini dengan membuat pembagian waktu yang digunakannya untuk menyelesaikan tuntutan peran ganda. Selain itu partisipan juga melakukan bentuk regulasi ini dengan bantuan keluarga. Partisipan mencoba menghubungi keluarga yang mengasuh dan menjaga anaknya ketika bekerja. Hal ini dilakukan partisipan untuk mengurangi atau menghilangkan perasaan khawatir dan cemas dalam diri partisipan terhadap keadaan anaknya. “Lebih ke bangun pagi lebih menyiasati waktu..” line 1143 bagian 2, partisipan 2 “..nanti ketika udah surut mangkele, dan ketika tempat dan waktunya tepat malah nanti lebih enak ngobrol- ngobrolnya..” line 824-827, partisipan 1 Selain itu, ketiga partisipan juga membentuk komunikasi serta kerjasama yang baik antara partisipan dengan suami. Hal ini dilakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ketiga partisipan dalam upaya memodifikasi situasi agar tidak semakin rumit dan memancing emosi negatifnya. Perilaku ini dilakukan ketiga partisipan dengan harapan suami partisipan mengerti keadaan psikis dan fisiknya sehingga dapat lebih peka membantu partisipan tanpa diminta. Bentuk regulasi situation modification pada penelitian ini lebih banyak ketiga partisipan lakukan dengan bantuan orang lain di sekitar partisipan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ketiga pastisipan melakukan bentuk regulasi ini dengan lebih fokus pada pembagian waktu dan tenaga mereka untuk memenuhi tuntutan rumah tangga dan tuntutan pekerjaan sehingga konflik peran ganda dapat diminimalisir. Jika konflik peran ganda dan tuntutan yang lain dapat diminimalisir begitu juga dengan emosi negatif yang timbul, tentunya akan jarang muncul. Bentuk regulasi emosi yang ketiga adalah attention deployment. Bentuk regulasi emosi attention deployment dibagi menjadi dua, yaitu distraksi dan konsentrasi. Distraksi adalah bentuk yang paling mudah dilakukan oleh partisipan ketika mengalami emosi negatif akibat peran ganda. Partisipan mencoba melakukan kegiatan lain, seperti berpergian, refreshing, bermain bersama anak, browsing hingga menulis untuk mengalihkan atau menyalurkan emosi negatif yang mereka rasakan. “Pernah sih pasti lah ya nama nya kita beraktifitas tiap hari seperti itu gitu nah jadi ya untuk mengatasi nya paling kita ya kayak liburan lah kemana refreshing seperti itu kadang kalo misal sore gitu jalan- jalan kemana sama anak..” line 555-560, partisipan 3 Bentuk regulasi attention deployment yang kedua adalah konsentrasi.Bentuk konsentrasi juga dilakuakan partisipan ketika mengalami emosi negatif. Partisipan terkadang mencoba fokus pada pekerjaannya dengan harapan agar cepat selesai dan bisa bertemu anak. Fokus pada pekerjaan juga digunakan oleh salah satu partisipan untuk mengalihkan perasaan negatifnya akibat masalah-masalah rumah tangga. “..tapi ya yang terpenting dulu aja lah..” line 374- 375, partisipan 3 “..kita bisa ngobrol, kita melepaskan diri dari rumah ada macem- macem gitu toh..” line 125-127, partisipan 1 Bentuk keempat dari regulasi emosi adalah cognitive change. Bentuk regulasi ini terjadi ketika pastisipan menghadapi konflik peran gandanya yang memunculkan emosi negatif. Dengan keadaan tersebut, maka partisipan mencoba memaknai kejadian yang dialami sebagai konsekuensi yang harus diterima dan dijalaninya sebagai akibat dari pilihannya menjalani peran ganda. Pada bentuk regulasi ini, temuan penelitian menunjukkan adanya perilaku yang sama antar ketiga partisipan. Perilaku tersebut disatukan dalam tiga 3 kelompok: perubahan cara pandang yang dipengaruhi kognitif, perubahan cara pandang yang dipengaruhi oleh religiusitas dan perubahan cara pandang yang dipengaruhi oleh budaya. Bentuk regulasi cognitive change pada partisipan karena adanya proses kognitif yang dialami, tercermin dalam perilaku berikut: menyadari adanya sebab akibat dari munculnya sebuah situasi yang tidak menyenangkan, adanya proses pembelajaran untuk menerima orang lain yang tidak sesuai dengan harapan partisipan, menemukan hikmah atau sisi positif dari situasi tidak menyenangkan yang dialami, dan berusaha berpikir positif terhadap situasi yang terjadi atau orang lain. “Nggak, nggak sih karena kan memang tanggung jawab ya tanggung jawab kerjaan itu kan juga juga penting yaa maksudnya ee..toh nanti kan ujung nya buat anak juga kan maksudnya kan hasilnya juga buat keluarga juga ee..” line 87-91 bagian 2, partisipan 2 Bentuk regulasi emosi cognitive change yang membuat partisipan merubah cara pandangnya karena adanya pengaruh religiusitas tercermin ketika partisipan merasa bahwa Tuhan adalah tempat mereka bersandar dan berserah jika segala upaya sudah dilakukan semaksimal mungkin dalam mengatasi konflik peran ganda yang ada. Ketiga partisipan memiliki kepercayaan bahwa kesusahan yang dialami bukanlah bukti bahwa Tuhan tidak adil tetapi melainkan takdir atau ujian yang harus dilalui. Selain itu, ketiga partisipan juga melakukan kegiatan agama ketika merasakan emosi negatif. Mereka merasakan adanya ketenangan setelah menjalani kegiatan agama tersebut. “..saya sih juga sering berdoa, pagi berdoa, pagi itu serahkan segalanya ini pada Tuhan, malem ini pokoknya anak-anak, suami semuanya kita serahkan pada Tuhan, apa yang terjadi di kehidupan kita itu sudah Tuhan yang atur,..” line 1177-1182, partisipan 2 Terakhir, bentuk regulasi emosi cognitive change yang membuat partisipan merubah cara pandangnya karena adanya ilmu kebudayaan yang dimiliki partisipan. Terkadang partisipan mampu merubah cara pandangnya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menjadi lebih positif terhadap emosi negatif yang dialaminya juga dikarenakan adanya ilmu kebudayaan seperti filosofi-filosofi jawa. Salah satu partisipan mampu merubah cara pandangnya karena adanya filosofi jawa yang didapatnya. “..terus yang paling besar manfaatnya itu kita membaca filosofi- filosofi jawa.. Ada, jadi saya itu pernah gini, ada pernah namanya Pak dato ngasih saya sebuah sabda tama, jadi ee gini “wong ki nek pengen mamah ki yo obah” gitu “yen sengit karo uwong iku podo wae nyengeti awake dewe” jadi ya seperti itu, jadi kita itu lebih bisa mengontrol diri sih..” line 199-209, partisipan 1 Berdasarkan hasil analisis data dari ketiga partisipan, peneliti melihat bahwa bentuk regulasi emosi ini mendominasi ketiga partisipan dalam mengatasi emosi negatif yang muncul. Tanpa disadari, adanya proses kognitif dan pengubahan cara pandang akan suatu hal atau situasi membantu ketiga partisipan menemukan solusi dalam meregulasi emosi negatifnya serta mengatasi konflik yang terjadi selama menjalani peran ganda. Emosi negatif yang muncul mampu diubah menjadi emosi positif yang membantu ketiga partisipan bangkit dari kesulitan dan membuatnya lebih positif menjalani peran gandanya. “..suka down gitu ya suka down suka putus asa karena ya capek itu tadi ya capek itu tadi tapi ee.. harus percaya diri gitu lho tapi ya itu percaya diri itu emang harus dari kita sendiri gitu ya ee.. percaya diri bahwa aku itu bisa untuk jadi seorang ibu yang multitasking jadi ya bekerja juga masih ngurusin rumah tangga gitu pokoknya optimis aja gitu kalo aku itu bisa ngurusin keluarga dengan baik .. pokoknya kayak gitu jadi ee.. kalo kita udah optimis kayak gitu kan kita.. punya semangat gitu lho untuk melakukan kayak gitu tuh nggak ada beban gitu jadi yaa tetep ada rasa cinta maksudnya ee.. kita melakukan sesuatu hal kayak gitu kan dengan rasa cinta ee.. buat anak nya buat suami nya kayak gitu kan ..membuat yang lebih optimal gitu lah apa yang kita lakukan itu..” line 240-260 bagian 2, partisipan 2 Bentuk regulasi emosi yang kelima adalah response modulation. Response modulation adalah usaha yang dilakukan perempuan menikah yang bekerja untuk mengatur dan menampilkan respon emosi negatif yang tidak berlebihan. Peneliti hanya menemukan dua partisipan yang melakukan dan satu partisipan tak ditemukan dalam datanya melakukan bentuk regulasi emosi ini. Bentuk regulasi ini terjadi ketika partisipan merasa marah dan tertekan menghadapi pasien yang mendesak partisipan untuk segera menyelesaikan pekerjaan serta memberikan hasil kerjanya. Maka partisipan akan mencoba untuk menarik nafas, bersabar dan tetap tersenyum ketika berhadapan dengan pasien tersebut. “Menjelaskan, dan kalo kita “ini kok orangnya pengen..” hmm tarik nafas “ini loh bu gini ya kan ibu yang sa lah, jadi ya gini…” paling ya seperti itu. .” line 353-356, partisipan 1 Bentuk regulasi emosi yang dilakukan ketiga partisipan tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor kognitif memiliki peranan penting dalam mempengaruhi ketiga partisipan untuk pemilihan regulasi emosi bentuk cognitive change. Telah dibahas di penjelasan sebelumnya bahwa regulasi emosi bentuk cognitive change memiliki pengaruh yang besar dalam meregulasi emosi negatif ketiga pastisipan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI paling efektif memberikan dampak positif yang langsung dapat dirasakan oleh ketiga partisipan. “..nggak sih jadi ya karena ya saya kerja buat bantu suami buat nambah perekonomian jadi ya kayak bukan beban jadi kan karena memang itu tanggung jawab kita gitu ya jadi nggak di bawa b eban..” line 642-647 Selain itu, faktor kognitif juga membuat partisipan mengarahkan bentuk regulasi emosinya pada bentuk attention deployment. Dengan bantuan proses kognitif, partisipan dapat menentukan tuntutan mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu serta membantu dalam menentukan kegiatan yang efektif untuk mengubah emosi negatifnya, seperti: jalan-jalan, refreshing, browsing atau menulis. Kemudian, faktor berikutnya yang mempengaruhi regulasi emosi ketiga partisipan adalah dukungan keluarga dan teman rekan kerjatetangga. Dukungan keluarga sangat membantu ketiga partisipan ketika berada dalam keadaan sulit yang terkadang mengarah ke perasaan putus asa. Dengan adanya dukungan keluarga, ketiga partisipan merasa mendapatkan dukungan moril untuk menghadapi keadaan sulit tersebut. Rasa kasih sayang, pengertian dan toleransi antara ketiga partisipan dengan keluarganya membuatnya menemukan tempat bersadar yang sekaligus dapat menguatkannya dalam menjalani peran ganda. “..aku kayak gitu terus apa maksudnya down, ya misalnya kayak gitu down gitu ee.. pekerjaannku nggak bakal nggak bakal selesai gitu jadi ya paling suamikuorangtuaku juga tetep nyupport aku kok maksudnya ee.. aku keluar gitu tanya anaknya rewel nggak gitu, nggak ini udah mainan gini-gini kan banyak yang bantu gitu lho jadi nggak perlu nggak nggak sedih sih maksudnya nggak kepikiran gitu sih.” line 133-142 bagian 2 Dukungan teman rekan kerja tetangga juga tak sedikit mempengaruhi bentuk regulasi emosi ketiga partisipan. Dukungan teman yang dirasakan ketiga partisipan berupa: kerjasama, saling memback-up pekerjaan, mengasuh anak partisipan dan saling membentuk pertemanan harmonis sehingga nyaman bekerja di kantor. “..cuma kembali lagi sih aku tetep kerjasama sama temen ku buat nyelesein itu semua gitu kayak gitu tok..” line 939-941 bagian 2 Dukungan keluarga dan teman adalah faktor yang mempengaruhi bentuk regulasi emosi pada ketiga partisipan. Adanya faktor dukungan keluarga dan teman mempengaruhi partisipan pada bentuk regulasi emosi situation modulation. Adanya dukungan keluarga dan teman membantu ketiga partisipan untuk mengubah situasi lingkungan fisiknya menjadi situasi yang baru dan emosi negatifnya akan teralihkan.

D. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan melakukan kelima bentuk regulasi emosi. Lima bentuk regulasi emosi yang dilakukan partisipan, adalah situation selection, situation modification, attention regulation, cognitive change dan response modulation. Selain itu, penelitian ini menunjukkan beberapa faktor yang mempengaruhi partisipan melakukan regulasi emosi, yaitu: dukungan sosial, kognitif, religiusitas dan budaya.