kan banyak yang bantu gitu lho jadi nggak perlu nggak nggak sedih sih maksudnya nggak kepikiran
gitu sih.” line 133-142 bagian 2 Dukungan teman rekan kerja tetangga juga tak sedikit
mempengaruhi bentuk regulasi emosi ketiga partisipan. Dukungan teman yang dirasakan ketiga partisipan berupa: kerjasama, saling memback-up
pekerjaan, mengasuh anak partisipan dan saling membentuk pertemanan harmonis sehingga nyaman bekerja di kantor.
“..cuma kembali lagi sih aku tetep kerjasama sama temen ku buat nyelesein itu semua gitu kayak gitu
tok..” line 939-941 bagian 2 Dukungan keluarga dan teman adalah faktor yang mempengaruhi
bentuk regulasi emosi pada ketiga partisipan. Adanya faktor dukungan keluarga dan teman mempengaruhi partisipan pada bentuk regulasi emosi
situation modulation. Adanya dukungan keluarga dan teman membantu ketiga partisipan untuk mengubah situasi lingkungan fisiknya menjadi
situasi yang baru dan emosi negatifnya akan teralihkan.
D. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan melakukan kelima bentuk regulasi emosi. Lima bentuk regulasi emosi yang dilakukan partisipan, adalah
situation selection, situation modification, attention regulation, cognitive change dan response modulation. Selain itu, penelitian ini menunjukkan beberapa faktor
yang mempengaruhi partisipan melakukan regulasi emosi, yaitu: dukungan sosial, kognitif, religiusitas dan budaya.
Penelitian ini menggunakan tiga partisipan yang memiliki kriteria seorang perempuan yang sudah menikah dan bekerja di sebuah perusahaan atau instansi.
Keputusan ketiga partisipan untuk bekerja sambil mengurus rumah tangga didorong oleh beberapa alasan. Temuan penelitian menunjukkan ketiga partisipan
memiliki alasan berbeda ketika memutuskan untuk berperan ganda. Alasan ekonomi menjadi pendorong utama keputusan berperan ganda bagi dua partisipan.
Sedangkan, partisipan lainnya memutuskan untuk berperan ganda karena ingin mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu serta menjadikan pekerjaan sebagai
alternatif kegiatan untuk mengurangi kebosanan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa peran ganda yang dilakukan ibu
bekerja didasarkan karena adanya dorongan pemenuhan kebutuhan ekonomi Ramadani, 2016, aktualisasi diri, memperluas wawasan dan pertemanan
Hermayanti, 2014. Ibu bekerja secara otomatis menjalankan dua peran sekaligus, sebagai ibu
atau istri dan sebagai pekerja. Melaksanakan dua peran, sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja bukanlah perkara yang mudah. Seorang ibu dengan berbagai
keterbatasan yang dimiliki harus mampu menyelesaikan tuntutan rumah tangga dan tuntutan pekerjaan dalam waktu bersamaan. Jika ibu bekerja tak mampu
menyelesaikan tuntutan dari kedua peran tersebut maka akan muncul konflik peran ganda.
Konflik peran ganda adalah konflik dalam diri ibu bekerja yang muncul karena adanya tuntutan peran pekerjaan yang bertentangan dengan tuntutan peran
keluarga Greenhaus Beutell, 1985. Temuan penelitian menunjukkan bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ketiga partisipan memiliki konflik peran ganda dalam menjalani peran gandanya. Konflik peran ganda yang ditemukan, seperti: menyelesaikan tanggung jawab
rumah tangga dan menyiapkan diri di pagi hari serta meninggalkan anak untuk bekerja. Selain itu, keinginan beristirahat harus sirna karena setelah tiba di rumah
masih harus membereskan pekerjaan rumah, menemani anak belajar atau bermain, menyusui, menemani tidur, menyiapkan kebutuhan keluarga untuk keesokan hari
serta menyelesaikan pekerjaan kantor yang dibawa pulang. Greenhause Beutell 1985 menjelaskan bahwa konflik peran ganda
disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: waktu, ketegangan dan pemenuhan satu peran. Teori ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ketiga
partisipan mengalami konflik peran ganda karena waktu dan ketegangan. Faktor waktu membuat ibu bekerja mengalami konflik peran ganda karena waktu yang
digunakannya untuk memenuhi tuntutan rumah tangga menjadi terbatas atau bahkan hilang karena adanya tuntutan pekerjaan yang harus dikerjakan. Waktu
untuk beristirahat pun menjadi berkurang karena masih harus menyelesaikan pekerjaan yang mendekati deadline. Selain itu, faktor ketegangan juga
menyebabkan munculnya konflik peran ganda. Munculnya ketegangan di pekerjaan terkadang membawa dampak yang menganggu pemenuhan tuntutan
rumah tangga. Adanya ketakutan yang muncul ketika terlalu lama cuti membuat ibu bekerja tidak bisa memenuhi tuntutan untuk menjaga dan merawat anak yang
sakit. Adanya peraturan untuk tidak memiliki anak selama dua tahun pada syarat kontrak kerja perusahaan salah satu partisipan, membuatnya harus memenuhi
syarat tersebut. Partisipan merasa takut jika tidak memenuhi syarat tersebut akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kehilangan pekerjaan dan tujuannya untuk membantu perekenomian keluarga tak dapat terpenuhi. Kemudian, ketegangan di tempat kerja membuat ibu bekerja
menjadi lelah dan sensitive serta mudah marah. Sehingga ketika memenuhi tanggung jawabnya di rumah, ibu bekerja akan mudah marah kepada anggota
keluarga karena melakukan sesuatu yang tidak sesuai atau tidak berkenan. Konflik peran ganda yang dialami perempuan menikah yang bekerja
memicu munculnya emosi negatif. Temuan peneliti menunjukkan bahwa emosi negatif yang dirasakan oleh ibu bekerja, seperti: bingung, tertekan, tidak nyaman,
gelisah, cemas, khawatir, ragu, sedih, berat hati, bosan, jenuh, terkekang, marah, putus asa, pesimis, sensitive dan stress. Emosi ini juga muncul ketika ibu bekerja
mendapatkan konflik dengan orang lain maupun dalam kondisi partisipan ditekan oleh tuntutan peran ganda secara terpisah. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya Wulandari, 2013 yang menunjukkan bahwa ibu yang bekerja ketika mengalami peran ganda akan merasakan emosi negatif, seperti mudah marah,
tersinggung dan stress. Emosi negatif yang dihasilkan akibat konflik peran ganda yang dialami,
dirasa tidak menyenangkan bagi para ibu bekerja. Selaras dengan pendapat Safaria dan Saputra 2009 yang mengatakan bahwa emosi negatif adalah emosi yang
tidak menyenangkan, sering dihindari dan berusaha untuk dikendalikan. Oleh karena itu, ibu bekerja melakukan regulasi emosi pada emosi negatifnya untuk
menyeimbangkan, mengalihkan atau mengendalikan emosi negatif yang dirasakannya. Selain itu, regulasi emosi yang dilakukan partisipan juga bertujuan
agar ketika memenuhi tuntutannya sebagai ibu maupun pekerja dapat dilakukan secara optimal.
Thompson 1994 menyatakan bahwa regulasi emosi merupakan proses individu dalam memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosi secara
intensif dan khusus untuk mencapai tujuan tertentu. Regulasi emosi yang dilakukan oleh ibu bekerja pada penelitian ini ada lima bentuk, yaitu situation
selection, situation modification, attention regulation, cognitive change dan response modulation. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
regulasi emosi perempuan menikah yang bekerja, yaitu dukungan sosial, kognitif, religiusitas dan budaya. Di sini, akan dijelaskan mengenai regulasi emosi yang
dilakukan ibu yang bekerja beserta faktor yang mempengaruhinya. Regulasi emosi dalam bentuk situation selection atau pemilihan situasi
terjadi ketika ibu bekerja berusaha untuk menjauhi atau mendekati situasi atau individu yang memunculkan emosi negatif. Dalam konteks ini, konflik peran
ganda dianggap sebagai pemicu munculnya emosi negatif dalam diri perempuan menikah yang bekerja. Situasi ini membuat partisipan harus melakukan regulasi
emosi untuk mengatasinya. Tiga partisipan memilih untuk mendekati atau menghadapi peran ganda serta konflik peran ganda mereka dengan menjalani
kehidupan peran ganda serta berusaha menyelesaikan konflik peran gandanya. Hal ini terjadi tak lepas dari dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga serta rekan
kerja pasrtisipan. Dukungan sosial berupa dukungan emosional mampu mempengaruhi partisipan dalam meregulasi emosi negatifnya sehingga
memunculkan emosi positif. Emosi positif ini membantu partisipan dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memotivasi dirinya sehingga dapat menjalani peran gandanya dengan lebih optimis dan optimal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan adanya rasa aman yang timbul pada ibu yang berkarir karena adanya dukungan sosial yang diterimanya Almasitoh, 2011
Sebagai manusia biasa, tentunya ibu bekerja memiliki keterbatasan. Keadaan ini membuat partisipan melakukan situation selection dengan
menghindari situasi atau kondisi yang menimbulkan emosi negatif, seperti ketika perempuan menikah merasa marah, tersinggung dan tidak suka dengan perilaku
atau sifat rekan kerja, suami dan mertua maka partisipan akan menjauhinya agar perasaannya tidak semakin memburuk dan menghindari perselisihan.
Dalam menghadapi konflik peran gandanya, ibu bekerja juga melakukan situation modification. Bentuk regulasi ini merupakan usaha partisipan untuk
memodifikasi lingkungan fisik ekternal partisipan guna mengalihkan emosi negatif yang dirasakannya. Ibu bekerja berusaha untuk mengatur waktu yang
dimilikinya agar dapat memenuhi dua tuntutan perannya dengan optimal. Selain itu, partisipan mencoba mengkomunikasikan dengan suami keadaan diri baik fisik
maupun mental sebagai usaha agar suami mengerti keadaannya dan bersedia membantu partisipan dengan memberi bantuan serta dukungan emosional. Adanya
bantuan dari suami dapat membantu partisipan dalam mengatur kondisi lingkungan menjadi lebih santai. Beberapa tuntutan pekerjaan rumah tangga yang
seharusnya diselesaikannya, karena mendapatkan bantuan dari suami maka tidak harus diselesaikannya dan waktu serta tenaganya dapat dialokasikan untuk
mengerjakan pekerjaan yang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Adanya dukungan sosial yang dirasakan partisipan membantunya meregulasi emosi negatif yang dirasakan. Dukungan sosial dalam bentuk bantuan
dapat membantu partisipan dalam memodifikasi situasi lingkungan fisiknya sehingga menimbulkan situasi yang tidak terlalu menekan ibu bekerja. Selain itu,
karena adanya kondisi yang sedikit lebih menguntungkan tersebut membuat partisipan menjadi lebih merasakan emosi positif dibandingkan emosi negatif.
Bentuk regulasi emosi ketiga yang dilakukan oleh partisipan adalah attention deployment atau penyebaran perhatian. Bentuk regulasi dibagi menjadi
dua, yaitu: konsentrasi dan distraksi. Distraksi adalah bentuk yang paling mudah dilakukan oleh partisipan ketika mengalami emosi negatif akibat peran ganda.
Partisipan mencoba melakukan kegiatan lain, seperti berpergian, refreshing, bermain bersama anak, browsing hingga menulis untuk mengalihkan atau
menyalurkan emosi negatif yang mereka rasakan. Selain itu, bentuk konsentrasi juga dilakukan partisipan ketika mengalami emosi negatif. Partisipan mencoba
fokus pada pekerjaan guna mengalihkan perasaan negatif yang muncul akibat konflik peran ganda serta masalah-masalah rumah tangga yang dialami.
Ketika ibu yang bekerja berusaha untuk mencari kegiatan lain atau memfokuskan pada sebuah kegiatan sebagai upaya untuk mengalihkan emosi
negatif yang dirasakannya maka terlihat adanya faktor kogitif di dalamnya. Terjadinya proses kognitif dalam diri partisipan membantunya mendapatkan
keputusan untuk mencari kegiatan lain atau memfokuskan pada sebuah kegiatan yang sedang dijalaninya untuk mengalihkan emosi negatif yang dijalaninya.
Bentuk regulasi emosi keempat yang dilakukan oleh ibu bekerja adalah cognitive change. Cognitive change adalah usaha yang dilakukan partisipan
dengan mengubah cara pandangnya dalam menilai situasi tidak menyenangkan yang dialami. Temuan peneliti menunjukkan bahwa ada 3 tiga bentuk turunan,
yaitu cognitive change yang dipengaruhi oleh kognitif, cognitive change yang dipengaruhi oleh religiusitas dan cognitive change yang dipengaruhi oleh budaya.
Cognitive change yang dipengaruhi oleh kognitif tercermin melalui perilaku partisipan ketika konflik peran ganda yang dialaminya memicu munculnya emosi
negatif, maka partisipan akan merefleksikannya dan kemudian memaknai kejadian tersebut sebagai akibat dari pilihannya untuk menjalani peran ganda. Selain itu,
ketika partisipan mampu menemukan sisi positif dari situasi peran ganda yang tidak menyenangkan, maka akan membantu partisipan dalam perubahan cara
pandangnya yang menyebabkan partisipan menemukan makna positif dari situasi tersebut.
Pemaknaan yang
positif akan
menuntun partisipan
dalam mengekspresikan emosi yang lebih positif. Hal ini sesuai dengan teori Gross yang
mengatakan bahwa individu yang menilai situasi yang dihadapinya sebagai suatu hal positif akan mengembangkan respon emosi yang positif dan begitu juga
sebaliknya Utomo, 2015. Cognitive change yang dipengaruhi oleh religiusitas merupakan perubahan
cara pandang atau persepsi yang sebelumnya dipengaruhi pula oleh nilai-nilai agama yang terdapat dalam ajaran agama yang dianutnya ketika menghadapi
situasi tidak menyenangkan yang memunculkan emosi negatif. Temuan peneliti ini sesuai dengan temuan sebelumnya yang mengatakan bahwa religiusitas
mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan berperilaku Ghofur Argiati, 2012. Ibu yang bekerja mengaplikasikan bentuk ini ketika partisipan mengalami
konflik peran ganda yang memicu munculnya emosi negatif. Untuk mengatasinya partisipan melakukan kegiatan keagamaan. Partisipan menyakini bahwa emosi
negatifnya akan berkurang bahkan muncul rasa nyaman dan tenang bila melakukan ibadat berdoashalat. Selain itu, partisipan memiliki keyakinan
bahwa kesulitan yang dihadapinya saat ini adalah sebuah ujian dan takdir Tuhan yang harus dijalaninya dan bukan sebagai bukti ketidakadilan Tuhan dalam
perjalanan hidup partisipan. Cognitive change yang dilakukan oleh ibu bekerja juga dipengaruhi oleh
budaya. Budaya adalah perilaku, gagasan, sikap dan tradisi yang kronis dibagi oleh sekelompok besar manusia dan disebarkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya Myers, 2012. Selain itu, budaya juga mempengaruhi individu dalam menilai suatu pengalaman emosi Ellisyani Setiawan. 2016. Budaya
mempengaruhi cognitive change pada ibu bekerja tercermin melalui perilaku partisipan ketika mendapatkan kesulitan dalam kehidupan peran gandanya.
Partisipan merubah cara pandangnya akan kesulitan tersebut karena adanya pengaruh filosofi-filosofi jawa dan Sabda Tama yang diyakini dan dijadikan
pegangan partisipan dalam berperilaku dan menjalani kehidupannya. Bentur regulasi emosi yang terakhir adalah modulation response atau
respon modulasi. Pada penelitian ini, hanya dua dari tiga partisipan yang melakukan regulasi bentuk ini. Bentuk regulasi ini terjadi ketika partisipan merasa
marah dan tertekan menghadapi pasien yang mendesak partisipan untuk segera PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyelesaikan pekerjaan serta memberikan hasil kerjanya. Maka partisipan akan mencoba untuk menarik nafas, bersabar dan tetap tersenyum ketika berhadapan
dengan pasien tersebut. Modulation response yang dilakukan oleh ibu bekerja dipengaruhi oleh budaya. Budaya mempengaruhi partisipan dalam bersikap
terhadap orang lain agar relasi yang terjalin tetap harmonis. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa budaya yang dimiliki
oleh sekolompok masyarakat tertentu mampu mempengaruhi seseorang dalam menerima dan menilai suatu pengalaman emosi serta menampilkan suatu respon
emosi Ellisyani Setiawan. 2016. Regulasi emosi yang dilakukan partisipan dalam penelitian ini ada lima
bentuk, tetapi kelima bentuk regulasi emosi ini tidak dilakukan scara berurutan. Penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan melakukan seluruh bentuk regulasi
emosi ini secara satu per satu. Hal ini dilakukan karena partisipan menyesuaikan bentuk regulasi emosi dengan situasi yang sedang dihadapi, keadaan diri
partisipan dan faktor yang mempengaruhi regulasi emosi. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak
penderita GPPH melakukan kelima bentuk regulasi emosi secara terpisah dan tak berurutan karena disesuaikan dengan situasi saat itu Hidayati, 2013
Ibu bekerja ketika menghadapi konflik peran ganda yang memicu munculnya emosi negatif akan melakukan situation selection sebagai awalan
dalam meregulasi emosinya. Situation selection adalah usaha yang dilakukan perempuan menikah yang bekerja untuk mendekati, menjauhi atau bahkan
menghindari seseorang, tempat, objek ataupun situasi yang dapat menimbulkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
emosi. Ketika ibu yang bekerja memutuskan untuk menghadapi ataupun menjauhi emosi negatif yang disebabkan karena konflik peran gandanya maka bentuk
regulasi ini akan dikombinasikan dengan bentuk regulasi yang lainnya. Regulasi emosi yang dilakukan oleh partisipan memberikan dampak
positif. Penelitian menunjukkan bahwa adanya dampak positif yang dirasakan partisipan yang melakukan regulasi ketika merasakan emosi negatif akibat konflik
peran gandanya. Dampak positif pertama yang mudah dirasakan adalah adanya emosi positif yang muncul setelah melakukan regulasi emosi. Ketika emosi positif
mulai muncul dalam partisipan, membuat partisipan dapat berpikir jernih saat menghadapi konflik. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian Barret,
Gross, Christensen dan Benvenuto sebelumnya yang menunjukkan bahwa kemampuan regulasi emosi seseorang mampu mengurangi emosi negatif dan
mempercepat pengambilan keputusan dalam Makmuroch, 2014. Regulasi emosi yang dilakukan ibu bekerja juga mampu mengatur dan menampilkan respon emosi
yang tidak berlebihan. Penemuan ini sejalan dengan hasil penelitian Makmuroch 2014 yang menunjukkan bahwa caregiver yang memiliki regulasi emosi yang
baik akan mampu mengontrol emosi negatifnya dengan cara menghambat keluarnya reaksi emosi negatif. Selain itu, regulasi emosi mendorong partisipan
dalam memotivasi dirinya ketika merasa putus asa. Ketika regulasi emosi mampu mendorong partisipan untuk memotivasi diri maka partisipan akan merasakan
emosi positif yang kemudian membantunya dalam melakukan peran gandanya secara lebih optimal. Regulasi emosi juga membantu partisipan dalam memaknai
peran ganda dengan cara pandang yang lebih positif. Hasil penelitian ini selaras PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan penelitian serupa yang dilakukan kepada beberapa pedagang wanita di pasar Klewer. Penelitian tersebut menunjukkan adanya dampak positif yang
dirasakan pedagang wanita pasar Klewer setelah melakukan regulasi terhadap emosi negatifnya Yusuf, 2015.
Ibu bekerja akan merasakan munculnya emosi negatif dalam diri yang diakibatkan oleh konflik peran ganda yang dijalaninya. Emosi negatif ini akan
mempengaruhi ibu bekerja dalam menjalani peran gandanya sehari-hari. Oleh sebab itu para perempuan menikah yang bekerja melakukan regulasi emosi untuk
mngurangi, mengalihkan atau merubah emosi negatif serta agar lebih optimal dalam menjalani peran gandanya.
98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja melakukan regulasi emosi untuk mengatasi emosi negatif yang timbul akibat konflik peran
ganda yang dialaminya. Partisipan dalam penelitian ini melakukan regulasi emosi dalam lima bentuk, yaitu situation selection, situation modification, attention
deployment, cognitive change dan response modulation. Ibu yang bekerja tetap berusaha melakukan peran gandanya sebagai
pekerja meskipun diliputi perasaan sedih, rasa bersalah dan khawatir ketika meninggalkan anaknya. Tindakan ini digolongkan dalam bentuk regulasi emosi
situation selection. Selain itu, ibu yang bekerja juga berusaha mengatur waktu yang dimilikinya agar tidak menimbulkan konflik peran ganda yang dapat
menimbulkan perasaan bersalah dan tertekan dalam dirinya. Tindakan tersebut masuk dalam bentuk modification situation. Ketika partisipan dihadapkan pada
klien atau atasan di kantor yang menekannya, maka partisipan tetap berusaha sabar, menahan emosi dengan mengatur pernapasan dan mencoba tetap
tersenyum. Perilaku ini adalah bentuk regulasi emosi response modulation. Regulasi emosi tidak dilakukan partisipan secara berurutan tetapi secara
satu persatu sesuai dengan kondisi dan situasi partisipan saat itu. Selain itu, partisipan juga mengkombinasikan beberapa bentuk regulasi emosi dalam
kondisi tertentu untuk mengatasi emosi negatif serta menyelesaikan konflik peran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI