1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adanya perubahan zaman membuat perempuan tak hanya melakukan pekerjaan rumah tangga melainkan mulai berkarir dan mencapai kesuksesan. Hal
ini terlihat dari jumlah perempuan yang melakukan pekerjaan di sektor publik. Hasil data Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 di Jawa dan Bali menunjukkan
adanya peningkatan sebesar 0,11 pada jumlah perempuan yang melakukan pekerjaan di sektor publik Kusumasmara, Widyawan, Wibowo Hapsari,
2016. Hal ini sejalan dengan adanya pergeseran peran pada perempuan yang tak lagi hanya berperan pada sektor rumah tangga namun sudah mulai merambah
dunia kerja Ramadani, 2016. Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi mulai diberi kesempatan dalam mengaplikasikan, mengembangkan ilmu serta
kemampuan yang dimilikinya di dunia kerja. Keadaan ini diperkuat dengan adanya gerakan emansipasi perempuan yang semakin gencar disuarakan di
Indonesia. Selain gerakan emansipasi, kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu semakin membuka pemikiran serta pandangan masyarakat mengenai peran
serta perempuan dalam dunia kerja Apollo Cahyadi, 2012. Seorang perempuan yang menikah secara otomatis akan menjadi seorang
ibu, baik ibu rumah tangga ataupun ibu bagi anak-anaknya. Seorang ibu yang memutuskan untuk berkarir selain didorong adanya pemenuhan berkarir dan
mencapai prestasi pada fase perkembangannya, juga didorong oleh kebutuhan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ekonomi. Kebutuhan sandang, pangan dan papan yang semakin tinggi memaksa ibu untuk ikut berkontribusi menambah penghasilan bagi keluarganya.
Kebutuhan ekonomi bukan satu-satunya pendorong seorang ibu untuk mengambil keputusan berkarir. Kebutuhan untuk aktualisasi diri, memperluas
wawasan dan pertemanan juga menjadi motif lain yang mendorong seorang ibu untuk berkarir Hermayanti, 2014.
Ibu yang bekerja diharapkan tidak meninggalkan peran utamanya sebagai istri dan ibu, akan tetapi di sisi lain ibu juga dituntut untuk bersikap profesional
dengan pekerjaannya. Vinokur, Pierce Buck dalam Triyanti, 2003 mengatakan bahwa perempuan profesional yang telah menikah dan memilih
untuk berkarir akan menghadapi pola tradisional yang tidak seimbang dengan suami dalam tugas mengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Dua
peran yang diemban ibu yang bekerja secara bersamaan menuntut adanya keseimbangan. Jika ibu yang bekerja tidak dapat melakukan peran yang satu
karena pemenuhan peran yang lain akan memunculkan konflik peran ganda. Greenhous Beutell 1985 menjelaskan bahwa konflik peran ganda merupakan
bentuk konflik antar peran, di mana tekanan peran pekerjaan dan peran keluarga saling bertentangan. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Thompson Walker
dalam Santrock, 2002 menyatakan bahwa konflik peran ganda pada ibu yang bekerja diakibatkan oleh adanya tuntutan waktu dan tenaga yang ekstra pada ibu
dalam pemenuhan kedua peran yang diembannya Greenhous Beutell 1985 mengatakan ada tiga pemicu munculnya
konflik peran ganda, diantaranya masalah waktu, ketegangan dan penyesuaian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
peran. Pertama adalah waktu, ibu yang bekerja mengalami kesulitan untuk memenuhi peran lainnya jika waktu yang dimilikinya telah habis digunakan
untuk pemenuhan satu peran. Al Shofa dan Kristianan 2015 menyatakan bahwa terjadi pergolakan emosi pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda.
Hal ini terjadi karena satu peran menghambat peran lainnya yang mengakibatkan ibu bekerja mengalami permasalahan waktu, energi dan emosi. Susanto 2010
menyatakan hal serupa bahwa konflik peran ganda yang dialami ibu bekerja menimbulkan emosi negatif seperti, perasaan bersalah, munculnya kegelisahan,
kecemasan dan frustasi. Pemicu munculnya konflik peran ganda yang kedua menurut Greenhous
Beutell 1985 adalah ketegangan. Adanya ketegangan yang muncul dari satu peran akan mempersulit pemenuhan peran lainnya. Ketiga, ketidakmampuan ibu
yang bekerja dalam menyesuaikan perilaku pada peran satu dengan lainnya akan memicu munculnya konflik peran ganda. Misalnya, seorang ibu ketika bekerja
dituntut untuk tegas, bertanggung jawab dan mampu mengarahkan bawahannya untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun, ketika
di rumah ibu tersebut harus tetap bisa memiliki perilaku yang hangat, penuh kasih sayang, perhatian dan kelemah lembutan dalam berinteraksi dengan
keluarga Greenhous Beutell, 1985. Adapun Prihanto Lasmono dalam Apollo Cahyadi, 2012 serta
Yuarsi dalam Apollo Cahyadi, 2012, menyatakan bahwa ibu yang bekerja dalam menjalankan peran gandanya juga memiliki dua faktor pemicu konflik
peran ganda, diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adalah faktor dari dalam diri ibu yang bekerja, meliputi ketakutan akan konsekuensi negatif dari kesuksesan yang dicapainya dalam pekerjaan, kesulitan
mendapatkan perhatian dan perlindungan dari lawan jenis, takut tidak dapat mengurus anak dan suami serta tidak adanya dukungan suami atau anggota
keluarga lain dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Banyak jasa tempat penitipan anak atau asisten rumah tangga dalam memecahkan masalah
pengasuhan anak dan membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. Tetapi sepertinya hal tersebut tidak dapat membantu ibu yang bekerja dalam menangani
pengasuhan anak atau menyelesaikan pekerjaan rumah dengan maksimal dan terkadang malah berdampak negatif. Nilai negatif yang ditimbulkan dari tempat
penitipan anak adalah, biaya yang mahal, anak akan cenderung mengembangkan rasa tidak percaya serta peningkatan agresivitas pada sesama maupun orang
dewasa Supsiloani dkk, 2015. Faktor eksternal pemicu konflik peran ganda adalah pandangan sebagaian masyarakat yang masih beranggapan bahwa tugas
mengasuh anak dan mengurus rumah tangga adalah tugas utama seorang ibu. Dapat ditarik benang merah dari penjelasan sebelumnya bahwa konflik
peran ganda yang dialami pada ibu yang bekerja membawa dampak negatif dalam kehidupannya sehari-hari. Dampak negatif dari konflik peran ganda pada
ibu yang bekerja, diantaranya adanya tuntutan waktu dan tenaga yang ekstra karena harus melakukan dua pekerjaan secara bersamaan, adanya konflik
pekerjaan atau konflik keluarga yang sekiranya dapat mempengaruhi satu dengan lainnya dan mulai berkurangnya perhatian pada anak juga merupakan dampak
negatif yang terlihat bila ibu yang bekerja tidak dapat menjalankan peran gandanya secara efektif dan efisien.
Berbagai masalah, beban tanggung jawab maupun konflik peran ganda pada ibu yang bekerja dapat menyebabkan ibu yang bekerja mudah menderita
keletihan fisik maupun psikis. Shaevitz 1989 memberikan beberapa gejala fisik dan psikis yang dialami oleh ibu yang bekerja dalam melakukan peran gandanya.
Keletihan fisik yang dirasakan adalah lesu, sakit kepala, sakit dibagian leher, bahu, punggung dan perut, jantung berdebar lebih cepat, dan menstruasi menjadi
tidak teratur. Keletihan psikis yang dialami diantaranya ketenangan terganggu, tegang, cemas, merasa terancam, ingin menghindar, sulit berkonsentrasi, sulit
tidur, kehilangan minat seks, mudah marah dan melampiaskannya melalui tindakan kekerasan verbal maupun non-verbal, merasa sedih sehingga ingin
menangis atau melarikan diri pada rokok dan minuman keras hingga pada tingkat ekstrim ingin bunuh diri. Frone dalam Triaryati, 2003 mendukung pernyataan
Shaevitz bahwa konflik peran ganda berhubungan sangat kuat dengan depresi dan kecemasan yang dialami oleh ibu yang bekerja dibandingkan dengan suami.
Emosi negatif yang dirasakan merupakan manifestasi dari konflik peran ganda yang tidak teratasi dengan baik oleh ibu yang bekerja. Penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari 2013 menunjukkan bahwa perawat yang mengalami konflik peran ganda akan merasakan emosi negatif, seperti; mudah marah,
tersinggung dan stress sehingga mempengaruhi pelayanan yang tidak maksimal dan cenderung kurang peduli pada pasien di rumah sakit.
Emosi adalah suatu perasaan atau pikiran, suatu keadaan biologis dan psikologis individu yang khas yang mengarahkan individu pada kecenderungan
untuk bertindak Goleman, 1995. Emosi terdiri dari emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif dapat memberikan efek menyenangkan dan menenangkan
pada diri seseorang. Emosi negatif adalah emosi yang tidak menyenangkan, sering dihindari dan berusaha dikendalikan oleh sebagian individu Safira
Saputra, 2009. Penjelasan sebelumnya menegaskan bahwa emosi dapat mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Hal ini lah yang dialami oleh ibu
yang bekerja, jika ibu yang bekerja merasakan emosi negatif maka sangat dimungkinkan hal tersebut mendorong terjadinya tindakan yang berdampak
negatif bagi diri dan lingkungan sekitarnya. Emosi negatif yang tidak terkelola dengan baik selain memberikan
dampak negatif pada diri sendiri maupun lingkungan sekitar, juga dapat mengganggu pemenuhan peran ganda di kehidupan sehari-hari pada ibu yang
bekerja. Oleh sebab itu, perlu adanya pengetahuan ataupun kesadaran dalam diri ibu yang bekerja untuk melakukan pengolahan emosi negatif. Pengelolaan emosi
atau yang biasa disebut dengan regulasi emosi adalah kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk
mencapai tujuannya Thompson, 1994. Regulasi emosi lebih menekankan pada kemampuan seseorang dalam mengatur dan mengekspresikan emosi serta
perasaannya dalam kehidupan sehari-hari Widuri, 2012. Dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan seseorang dalam memonitor dan
mengevaluasi emosinya dalam rangka mencapai keseimbangan emosi serta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memodifikasi reaksi emosi individu sehingga dapat mengekspresikan emosinya secara tepat dalam kehidupan sehari-hari guna meningkatkan efisiensi peran
ganda ibu yang bekerja. Regulasi emosi dapat memberikan dampak positif pada ibu yang bekerja.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pedagang di pasar Klewer merasakan dampak positif dari regulasi emosi yang dilakukannya. Dampak
positif yang muncul diantaranya merasakan ketenangan, munculnya emosi positif dan mampu mengurangi emosi negatif dalam diri, selain itu para pedagang lebih
bahagia dan emosi positif yang dirasakan membuatnya menjadi lebih positif dalam bertindak ketika menghadapi persoalan sehari-hari. Regulasi emosi tidak
sepenuhnya dapat dilakukan oleh semua orang. Beberapa orang yang tidak melakukan regulasi emosi akan cenderung merasa sedih dan senang yang
bergantian tak menentu, selain itu dirinya lebih dikuasai emosi negatif yang berdampak pada pelampiasan emosi negatif pada orang sekitarnya Yusuf, 2015.
Regulasi emosi negatif pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda menjadi menarik untuk diteliti karena penelitian bertujuan untuk
menggambarkan regulasi emosi yang dilakukan oleh ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda. Beberapa penelitian sebelumnya, yaitu hubungan antara
regulasi emosi dengan kecemasan pada ibu hamil Aprisandityas Elfida, 2012, regulasi emosi odapus Fitri, 2012 serta hubungan regulasi emosi dan
penerimaan kelompok teman sebaya pada remaja Nisfiannoor Kartika, 2004. Ketiga penelitian terdahulu memberikan hasil bahwa semakin baik kemampuan
regulasi emosi yang dilakukan dapat mengurangi kecemasan serta dapat pula PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meningkatkan penerimaan kelompok teman sebaya. Selain itu, regulasi emosi dapat meningkat karena pengaruh dari dukungan sosial dan adanya hubungan
transcendental dengan Tuhan. Penelitian yang berpusat pada regulasi emosi yang dialami oleh ibu yang
bekerja dalam sektor publik perlu dilakukan mengingat mulai meningkatnya jumlah pekerja perempuan di Indonesia. Partisipan pada penelitian ini adalah ibu
yang bekerja di sebuah instansi dan perusahaan. Hal ini dipilih peneliti karena ibu yang bekerja di sebuah perusahaan atau instansi cenderung memiliki konflik
peran ganda yang lebih terlihat Triaryati, 2003 serta dapat menggambarkan regulasi emosi yang dilakukannya. Penelitian ini akan menggunakan design
penelitian kualitatif, karena penelitian kualitatif dapat mengungkap regulasi emosi pada perempuan menikah yang bekerja secara utuh holistic. Pengambilan
data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka. Metode ini dipilih peneliti untuk mengungkap
regulasi emosi pada ibu yang bekerja yang mengalami konflik peran ganda.
B. Rumusan Masalah