NO PO Parameter Abiotik

dan adanya Pembangkit Listrik yang mengakibatkan banyaknya pencemaran organik pada lokasi tersebut, sedangkan pada stasiun 4 Sungai Parhitean yang terdapat banyak vegetasi di tepi-tepi sungai diperoleh nilai BOD 5 lebih rendah yaitu sebesar 3,1 mgl. Nilai BOD 5 pada perairan ini masih sesuai dengan baku mutu air untuk biota yang ditetapkan dalam Keputusan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001 bahwa nilai BOD 5 yang masih dapat menopang kehidupan biota air nilainya adalah kurang dari 20 mgl. Menurut Suin, 2002, apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar 5 mgl O 2 , maka perairan tersebut tergolong baik. Apabila konsumsi oksigen antara 10 - 20 mgl O 2 menunjukkan bahwa tingkat pencemaran oleh senyawa organik tinggi. Barus 2004 mengatakan bahwa peristiwa penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Wardoyo 1983 menyatakan suatu perairan yang tingkat pencemarannya rendah dan bisa dikatagorikan sebagai perairan yang baik, maka kadar oksigen terlarutnya 5 ppm dan kadar oksigen biokimianya BOD berkisar 0 - 10 ppm. Dengan demikian jika ditinjau dari hasil pengukuran DO dan BOD 5 pada kelima stasiun masih berada dalam kisaran ambang batas yang berarti perairan tersebut belum tercemar berat oleh limbah organik.

4.4.8 NO

3 Nitrat Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar nitrat pada kelima stasiun berkisar antara 0,10 mgl - 0,20 mgl, dengan kadar nitrat terendah terdapat pada stasiun 1, 4 dan 5 yaitu Sungai Ponot, Sungai Parhitean, dan Sungai Hula-Huli sebesar 0,10 mgl, sedangkan kadar nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan 3 yaitu Sungai Baturangin dan Sungai Tangga sebesar 0,20 mgl. Kisaran Nitrat pada Perairan muara Sungai Asahan masih memenuhi baku mutu kualitas air untuk biota yang ditetapkan melalui Keputusan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001. Universitas Sumatera Utara Menurut Barus 2004 nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit. Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan termasuk alga dan fitoplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air.

4.4.9 PO

4 Fospat Kandungan fospat yang diperoleh pada kelima stasiun berkisar antara 0,11 mgl -0,25 mgl. Kandungan fospat terendah terdapat pada stasiun 5 Sungai Hula- Huli sebesar 0,11 mgl, sedangkan kandungan fospat tertinggi pada stasiun 2 Sungai Baturangin sebesar 0,25 mgl. Kisaran Fospat pada Perairan Sungai Asahan sudah memenuhi kisaran normal baku mutu kualitas air untuk biota yang ditetapkan dalam Keputusan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001. Kandungan fospat tertinggi pada stasiun 2 Sungai Baturangin diduga bersumber dari limpasan limbah industri perikanan dan pemukiman penduduk yang menghasilkan limbah organik. Wetzel 1975 menyatakan bahwa kandungan orthofosfat dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan tersebut. Perairan yang mengandung orthofosfat antara 0,003 - 0,010 mgl merupakan perairan yang oligotrofik, 0,01 - 0,03 adalah mesotrofik dan 0,03 - 0,1 mgl adalah eutrofik, sedangkan perairan yang mengandung nitrat dengan kisaran 0 - 1 mgl termasuk perairan oligotropik, 1 - 5 mgl adalah mesotrofik dan 5 - 50 mgl adalah eutrofik. Menurut Barus 2004 untuk mencapai pertumbuhan plankton yang optimal, diperlukan konsentrasi Fospat pada kisaran 0,27 mgl -5,51 mgl dan akan menjadi faktor pembatas apabila kurang dari 0,02 mgl. Bila kadar Fospat pada air alam sangat rendah 0,01 mgl, maka pertumbuhan tanaman ganggang akan terhalang, keadaan inilah yang dinamakan oligotrop. Apabila kadar Fospat dan nutrien lainnya tinggi, maka pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi. Keadaan inilah yang dinamakan eutotrop sehingga tanaman tersebut akan dapat menghabiskan oksigen dalam sungai atau kolam pada malam hari. Universitas Sumatera Utara 4.5 Analisis Korelasi Pearson r antara Faktor Fisik Kimia perairan dengan Jenis Makanan Ikan Batak Tor douronensis Berdasarkan pengukuran faktor fisik kimia perairan pada masing-masing stasiun penelitian, maka nilai korelasi yang diperoleh antar parameter fisik kimia perairan dengan jenis makanan ikan batak Tor douronensis dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini : Tabel 4.5 Nilai Korelasi Pearson r Yang Diperoleh Antara Parameter Fisik Kimia Perairan Sungai Asahan Dengan Jenis Makanan Ikan Batak Tor douronensis Jenis Makanan r correlation Parameter Fisik Kimia Perairan Sungai Asahan Suhu Kece- rahan Intensitas Cahaya Arus pH DO BOD 5 NO 3 PO 4 Makanan utama : Cymbella -0,516 0,281 0,025 -0,619 -0,852 0,555 0,321 0,154 -0,231 Navicula 0,413 0,312 0,853 -0,756 0,118 -0,692 -0,624 -0,284 0,320 Thiothrix -0,688 -0,790 -0,480 0,431 -0,272 0,395 0,284 0,612 0,691 Ulothrix 0,632 0,203 -0,217 0,704 0,806 -0,217 0,044 -0,456 -0,596 Makanan Pelengkap : Diatoma -0,591 -0,238 -0,398 -0,324 -0,789 0,447 0,042 0,640 0,090 Nitzschia -0,845 -0,265 -0,079 -0,518 -0,960 0,541 0,229 0,567 0,440 Surirella 0,083 -0,060 0,672 -0,530 0,021 -0,504 -0,448 -0,041 0,682 Fragilaria -0,925 -0,728 -0,534 0,186 -0,652 0,630 0,382 0,753 0,617 Gomphonema -0,654 -0,768 -0,396 0,379 -0,249 0,335 0,242 0,576 0,733 Epithemia 0,560 0,276 0,840 -0,498 0,404 -0,786 -0,598 -0,413 0,314 Cladophora 0,563 0,173 -0,294 0,739 0,748 -0,131 0,106 -0,408 -0,617 Keterangan : Nilai + = Arah korelasi searah, Nilai - = Arah korelasi berlawanan arah Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis korelasi pearson antara beberapa faktor fisik kimia Perairan Sungai Asahan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya terhadap jenis makanan utama dan makanan pelengkap ikan Universitas Sumatera Utara batak Tor douronensis. Hasil analisis menurut interval korelasi Sugiyono, 2005 menunjukkan dari jenis makanan utama ikan batak diketahui bahwa Temperatur berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. Kecerahan berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. Intensitas Cahaya berkorelasi sangat kuat terhadap Navicula. Arus berkorelasi kuat terhadap Navicula. Parameter pH berkorelasi sangat kuat terhadap Cymbella. DO berkorelasi kuat terhadap Navicula. BOD 5 berkorelasi kuat terhadap Navicula. NO 3 berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. PO 4 berkorelasi berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. Nilai + menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan jenis makanan ikan batak Tor douronensis, artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia maka nilai komposisi makanan ikan batak Tor douronensis akan semakin besar pula, sedangkan nilai - menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan jenis makanan ikan batak Tor douronensis, artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia maka komposisi makanan ikan batak Tor douronensis akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai komposisi makanan ikan batak Tor douronensis akan semakin besar. Menurut Sugiyono 2005, tingkat hubungan nilai indeks korelasi dinyatakan sebagai berikut: Tabel 4.6 Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar faktor No Interval Koefisien Tingkat Hubungan 1. 0,00 – 0,199 Sangat rendah 2. 0,20 – 0,399 Rendah 3. 0,40 – 0,599 Sedang 4. 0,60 – 0,799 Kuat 5. 0,80 – 1,000 Sangat kuat Perubahan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan makanan suatu jenis organisme pada suatu daerah Suin, 2002. Bila pada suatu daerah, ketersediaan makanan suatu organisme berlimpah dan karena suatu sebab faktor lingkungannya berubah misalnya karena adanya pengaruh pencemaran Universitas Sumatera Utara yang berupa racun maka dapat terjadi penurunan panjang bobot ikan batak Tor douronensis secara drastis. Sebaliknya bila pada suatu daerah, ketersediaan makanan suatu jenis organisme tinggi, maka keberadaan ikan batak Tor douronensis di alam juga meningkat dengan panjang bobot yang seimbang. Jelas terlihat ada suatu hubungan yang erat antara organisme dengan lingkungannya. Temperatur yang didapat pada stasiun 2 Sungai Baturangin sebesar 22 C dinyatakan lebih rendah bila dibandingkan dengan stasiun 1 Sungai Ponot, stasiun 3 Sungai Tangga, stasiun 4 Sungai Parhitean dan stasiun 5 Sungai Hula-Huli secara berurut yaitu : 23 C, 24 C, 26 C, dan 26 C. Apabila dihubungkan dengan nilai DO, Barus 2004 mengatakan bahwa suhu berbanding terbalik dengan nilai DO. Semakin tinggi suhu maka semakin rendah nilai oksigen terlarut. Oksigen diperlukan organisme akuatik untuk mengoksidasi nutrien di dalam tubuhnya. Oksigen yang terdapat dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis organisme akuatik berklorofil dan juga difusi dari atmosfir. Peningkatan difusi oksigen yang berasal dari atmosfer ke dalam perairan dapat dibantu oleh angin Barus, 2004. Parameter BOD secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD 5 sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran mulai dari tingkat hulu Sungai Asahan. Nilai BOD 5 yang diperoleh mengindikasikan tentang kadar bahan organik di dalam air karena nilai BOD 5 merupakan nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen oleh bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik dalam air, sehingga secara tidak langsung juga menujukkan keberadaan bahan organik dalam air. Rendahnya BOD 5 disebabknan tidak adanya penumpukan bahan organik di air, sehingga Oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan rendah. Hal ini disebabkan, bahan organik menjadi makanan ikan batak Tor douronensis. Tiap-tiap spesies biota akuatik mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap konsentrasi BOD 5 di suatu perairan Lioyd, 1980. Sebagain besar hubungan faktor fisik-kimia Sungai Asahan terhadap komposisi makanan ikan batak Tor douronensis cukup tinggi. Artinya hasil analisis faktor fisik kimia sungai yang diperoleh sangat mempengaruhi komposisi Universitas Sumatera Utara makanan ikan batak Tor douronensis. Perbedaan yang tinggi antara komposisi makanan tersebut, diduga disebabkan oleh limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke lokasi peneletian pada masing-masing stasiun maupun sisa kotoran dari aktifitas masyarakat, seperti air cucian piring dan lain sebagainya. Sebelah kiri sungai khususnya pada stasiun 4 Sungai Parhitean merupakan pemukiman penduduk, rumah penduduk berbatasan langsung dengan sungai, sehingga buangan limbah banyak dan dapat mempengaruhi kualitas perairan Sungai Asahan. Secara keseluruhan hasil uji tentang keadaan sifat Fisik Kimia Sungai Asahan dihubungkan dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 menunjukkan bahwa Sungai Asahan tergolong ke dalam kelas III, artinya air dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, salah satu contohnya yaitu ikan batak Tor douronensis. Air Sungai Asahan tersebut belum tercemar berat dan memungkinkan organisme air seperti ikan batak Tor douronensis untuk hidup dan mencari makan. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan