Konstruktivisme dalam Pembelajaran Fisika

7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Fisika

Menurut Suparno 2007:7, pada dasa warsa terakhir ini, filsafat konstruktivisme banyak mempengaruhi pembelajaran fisika khususnya, dan pembelajaran sains pada umumnya. Banyak percobaan pembelajaran, penelitian, dan seminar internasional tentang pengaruh filsafat konstruktivisme dilakukan. Model pembelajaran fisika menjadi sangat berbeda dengan model pembelajaran yang klasik. Apa isi singkat filsafat konstruktivisme, dampaknya bagi siswa yang belajar, dan guru yang mengajar, dikupas dibawah ini. 1. Inti Filsafat Konstruktivisme a. Pengetahuan Menurut Suparno 2007: 8, filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Intinya, pengetahuan merupakan konstruksi bentukan dari individu dalam mengenal sesuatu dimana melalui suatu proses mengetahui dari tahap menggunakan indra sampai ke pikiran. Bila yang sedang menekuni adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang harus kita bentuk sendiri dalam pikiran kita. Jadi, pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang Bettencourt, 1989, dalam Suparno, 2007: 8. Pengetahuan bukanlah suatu yang lepas dari subyek, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dalam pengalaman ataupun dunia sejauh dialaminya. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru Piaget, 1971, dalam Suparno, 2007: 8. Menurut Suparno 2007: 8-10, orang membentuk pengetahuannya pertama-tama melalui indera. Dengan melihat, mendengar, menjamah, membau, dan merasakan, orang membentuk pengetahuan tentang sesuatu hal.Misalnya, pengetahuan seorang siswa tentang air diperoleh sewaktu dia melihat air, bermain dengan air, menjamah air, membau air, merasakan suhu air dll. Dan sewaktu siswa itu sudah di SMA pengetahuan tentang airnya bertambah karena ia menimbang air, menguapkan air, mengukur massa jenis air, dan mencari sifat-sifat kimiawi air. Dalam pembentukan awal pada anak, penggunaan indera ini semakin penting. Dari sini cukup jelas bahwa untuk dapat mengetahui sesuatu, siswa haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis dan akhirnya yang terpenting merangkumkannya sebagai suatu pengertian yang utuh. Tanpa keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan mereka sendiri, mereka tidak akan mengerti apa-apa. Itulah sebabnya dalam suatu kelas setiap siswa dapat menangkap dan mengerti lain tentang suatu bahan yang sama yang diajarkan guru. Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang yang sedang mengolahnya, maka jelas bahwa pengetahuan itu bukanlah sesuatu yang sudah jadi dan tidak terubahkan. Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus akan berkembang semakin luas, lengkap, dan sempurna. Pembentukan pengetahuan jelas bukan sekali jadi, tetapi bertahap. Secara prinsipial para konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seorang kepada yang lain. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan yang sudah dipunyai guru fisika tidak dapat begitu saja dipindahkan atau dituangkan dalam otak siswa. Pengetahuan hanya dapat ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksi sendiri secara aktif oleh siswa itu sendiri. Banyaknya siswa yang salah menangkap dan mengerti dari apa yang diajarkan oleh gurunya menunjukkan bahwa pengetahuan itu harus dikonstruksikan sendiri atau paling sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa dan tidak begitu saja dipindahkan. b. Konstruktivisme Personal dan Sosial Menurut Suparno 2007: 10-11, dalam pendidikan fisika ada dua aliran konstruktivisme yang banyak digunakan dan bahkan digabungkan, yaitu: 1 Konstruktivisme Psikologis Personal Piaget Konstruktivisme psikologis diawali oleh Piaget yang meneliti bagaimana seorang anak membangun pengetahuan kognitifnya. Dalam penelitiannya Piaget mengamati bagaimana seorang anak itu pelan-pelan membentuk pengetahuannya sendiri. Ia menyoroti bagaimana seorang anak itu pelan-pelan membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Ia lebih menekankan bagaimana si individu secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Dalam pembentukan pengetahuan lewat skema-skema itu, seorang anak mengerjakannya sendiri tanpa orang lain. Jelas pendekatan Piaget ini lebih personal dan individual. Dalam kasus belajar fisika, maka anak diberi kebebasan untuk mempelajari sendiri dan kemajuannya dapat sendiri-sendiri. Tekanannya adalah siswa hanya dapat mengerti fisika bila ia sendiri belajar dan dengan demikian membangun pengetahuannya sendiri. 2 Sosiokulturalisme Vygotsky Vygotsky meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Vygotsky lebih menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan baik Cobb, 1996, dalam Suparno, 2007: 11. Itulah sebabnya dalam pendidikan, siswa perlu berinteraksi dengan para ahli dan juga terlibat dengan situasi yang cocok dengan pengetahuan yang ingin diteliti. Misalnya, para siswa yang belajar fisika dipertemukan dengan para ahli fisika yang dapat bercerita tentang tugas dan pekerjaan serta penemuan-penemuan mereka. Sekaligus juga para siswa perlu dibawa pada laboratorium dimana para ahli bekerja dan meneliti.Dalam interaksi dengan mereka itulah, para siswa ditantang untuk mengkonstruksikan pengetahuannya lebih sesuai dengan konstruksi para ahli. c. Pengetahuan Fisis Menurut Suparno 2007: 12, fisika oleh Piaget dikelompokkan sebagai pengetahuan fisis. Pengetahuan fisis terjadi karena abstraksi terhadap alam dunia ini. Oleh karena fisika adalah pengetahuan fisis, maka sangat jelas bahwa untuk mempelajari fisika dan membentuk pengetahuan tentang fisika diperlukan kontak langsung dengan hal yang ingin diketahui. Siswa memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya. Pengetahuan fisik ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek. Pengetahuan yang akurat akan suatu objek tidak dapat diperoleh dari membaca, melihat gambar, mendengarkan orang bicara, tetapi hanya dapat diperoleh melalui campur tangan si anak terhadap suatu benda. Inilah sebabnya dalam fisika metode eksperimen dan inquiry, dimana siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan sangat cocok untuk mendalami fisika. Metode ilmiah yang sangat jelas menunjukkan proses abstraksi terhadap kejadian konkret, tepat untuk digunakan dalam pelajaran fisika. 2. Dampak Konstruktivisme Bagi Siswa yang Belajar Belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman baik alami maupun manusiawi. Proses konstruksi itu dilakukan secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses yang aktif. Beberapa factor seperti pengalaman, pengetahuan yang telah dipunyai, kemampuan kognitif dan lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar. Kelompok belajar dianggap sangat membantu belajar karena mengandung beberapa unsur yang berguna menantang pemikiran dan meningkatkan harga diri seseorang Suparno, 1997: 64. 3. Dampak Konstruktivisme Bagi Guru Fisika Menurut Suparno 2007: 17, oleh karena tugas guru adalah membantu siswa membangun pengetahuan mereka dengan cara dan tingkat yang dapat berbeda, maka guru konstruktivis dituntut penguasaan bahan yang luas dan mendalam. Guru perlu mempunyai pandangan yang sangat luas mengenai bahan fisika yang mau diajarkan. Pengetahuan yang luas dan mendalam akan memungkinkan seorang guru menerima pandangan dan gagasan-gagasan siswa yang berbeda dan juga memungkinkan untuk menunjukkan apakah gagasan siswa itu jalan atau tidak. Kecuali menguasai bahan, guru konstruktivis perlu menguasai konteks dari bahan itu sehingga dapat menjelaskan bahan dengan latar belakang yang membantu siswa mengerti lebih mudah. Guru fisika kecuali mengerti isi bahan fisika juga perlu mengerti bagaimana isi itu dalam perkembangan sejarah fisika berkembang. Maka pengajaran fisika perlu dikaitkan dengan sejarah, perkembangan serta teknologi yang terkait.

B. Metode Eksperimen Terbimbing

Dokumen yang terkait

Perbedaan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya Dengan Menggunakan Metode Eksperimen Dan Metode Demonstrasi

1 10 213

Pengaruh Metode Demonstrasi Untuk Menngkatkan Hasil Belajar Ipa Siswa Pada Materi Pembiasan Cahaya (Eksperimen Di Kelas V Mi Al-Musthofa Sempur)

2 16 112

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW BERBANTU ANIMASI FLASH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PEMBIASAN CAHAYA DI KELAS X SMA NEGERI 20 MEDAN T.P. 2013/2014.

0 3 3

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN METODE EKSPERIMEN LAPANGAN DAN EKSPERIMEN LABORATORIUM TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK KLAS X DI SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA

0 1 7

PENGARUH MEDIA SIMULASI PHET TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM KONSEP PEMBIASAN CAHAYA.

0 4 42

Efektivitas metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam materi pembiasan cahaya pada lensa.

2 4 180

Peningkatan prestasi belajar fisika siswa pada pokok bahasan pemantulan cahaya dan pembiasan cahaya melalui animasi gambar Powerpoint pada kelas X SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

0 2 232

Peningkatan prestasi belajar fisika siswa pada pokok bahasan pemantulan cahaya dan pembiasan cahaya melalui animasi gambar Powerpoint pada kelas X SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

0 5 230

PENGARUH METODE EKSPERIMEN SEDERHANA DALAM PEMBELAJARAN KALOR TERHADAP SIKAP DAN PRESTASI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 CAWAS KLATEN

0 0 129

PENGARUH METODE DISCOVERY TERHADAP PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR PADA MATERI PEMANTULAN CAHAYA SISWA KELAS X SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA TAHUN 2011-2012 Skripsi

0 0 158