Efektivitas metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam materi pembiasan cahaya pada lensa.
ABSTRAK
Pamungkas, Johan. 2015. Efektivitas Metode Eksperimen Bebas dan
Eksperimen Terbimbing terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa.
Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam materi pembiasan cahaya pada lensa.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental kuantitatif dan kualitatif. Subyek penelitian adalah siswa kelas X MIA 2 dan 4 yang terdiri dari 59 siswa. Penelitian ini menggunakan dua kelas eksperimen yang diberikan treatment berbeda, yaitu metode eksperimen bebas dan metode eksperimen terbimbing. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data yaitu: tes tertulis (pre-test dan post-test), serta observasi melalui rekaman video. Hasil prestasi belajar berdasarkan pre-test dan
post-test dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS 22, sedangkan
keaktifan siswa berdasarkan rekaman video dianalisa secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode eksperimen terbimbing lebih efektif untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMAN 2 Ngaglik daripada metode eksperimen bebas.
Kata kunci: metode eksperimen bebas, metode eksperimen terbimbing, keaktifan, prestasi belajar.
(2)
ABSTRACT
Pamungkas, Johan. 2015. The Effectiveness of Free Experimental Method and
Guided Experimental Method to Activity and Student Achievement for Class X of SMAN 2 Ngaglik about Light Refraction in Lens. Thesis.
Yogyakarta: Physics Education, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.
This research aims to know the effectiveness of free experimental method and guided experimental method to activity and student achievement for class X of SMAN 2 Ngaglik about light refraction in lens.
This type of research is quantitative and qualitative experimental. The subjects of this research were students in X MIA 2 and 4 which totally of 59 students. This research uses two experimental groups given two different treatments: free experimental method and guided experimental method. Instruments used in this research to collect experimental data were written test (pre-test and post-test), and observation uses video recordings. The results of student achievement based on pre-test and post-test have been statistically analyzed using SPSS 22, while students activities based on video recordings have been analyzed descriptively.
The results of this research showed that the application of the guided experimental methods is more effectively to enhance activity and student achievement for class X of SMAN 2 Ngaglik than the free experimental method. Keywords: free experimental method, guide experimental method, activity,
(3)
EFEKTIVITAS METODE EKSPERIMEN BEBAS DAN EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA KELAS X DI SMAN 2 NGAGLIK DALAM MATERI PEMBIASAN CAHAYA PADA LENSA
SKRIPSI HALAMAN JUDUL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika
oleh
JOHAN PAMUNGKAS NIM : 111424035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
SKRIPSI
EFEKTIVITAS METODE EKSPERIMEN BEBAS DAN EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA KELAS X DI SMAN 2 NGAGLIK DALAM MATERI PEMBIASAN CAHAYA PADA LENSA
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
oleh: Johan Pamungkas
NIM: 111424035
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Tanggal: 18 Agustus 2015
(5)
SKRIPSI
EFEKTIVITAS METODE EKSPERIMEN BEBAS DAN EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMAN 2 NGAGLIK DALAM MATERI PEMBIASAN
CAHAYA PADA LENSA HALAMAN PENGESAHAN
oleh: Johan Pamungkas
NIM: 111424035
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 31 Agustus 2015 dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. ………. Sekretaris : Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. ………. Anggota : Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T. ………. Anggota : Drs. A. Atmadi, M.Si. ………. Anggota : Dr. Drs. Vet. Asan Damanik ……….
Yogyakarta, 31 Agustus 2015
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Dekan,
(6)
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Tidak ada yang tidak dapat kita capai apabila kita berusaha. “Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan
janganlah kamu ingkar kepada-Ku.
(Al-Baqarah:152)
Jadikan kepandaian sebagai kebahagiaan bersama, sehingga mampu meningkatkan rasa ikhlas untuk bersyukur atas kesuksesan.
(Mario Teguh)
Karya ini saya persembahkan kepada:
(1) Almamater Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. (2) Keluarga
Ayah dan ibu tercinta, Bapak H. Mulyono, S.Pd., dan Ibu Hj. Asil Mulyani, S.Pd., ketiga kakakku Herlina Ana Susanti, S.Pd., Yeni Puspandari, S.Si., dan Deny Pradita Tri Handaru, S.Pd..
(3) Teman-teman pendidikan Fisika angkatan 2011 yang selalu berbagi suka dan duka.
(7)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Agustus 2015 Penulis
(8)
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Johan Pamungkas
NIM : 111424035
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EFEKTIVITAS METODE EKSPERIMEN BEBAS DAN EKSPERIMEN TERBIMBING TERHADAP KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMAN 2 NGAGLIK DALAM MATERI PEMBIASAN
CAHAYA PADA LENSA
Dengan demikian, saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 31 Agustus 2015 Yang menyatakan
(9)
ABSTRAK
Pamungkas, Johan. 2015. Efektivitas Metode Eksperimen Bebas dan
Eksperimen Terbimbing terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa.
Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam materi pembiasan cahaya pada lensa.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental kuantitatif dan kualitatif. Subyek penelitian adalah siswa kelas X MIA 2 dan 4 yang terdiri dari 59 siswa. Penelitian ini menggunakan dua kelas eksperimen yang diberikan treatment berbeda, yaitu metode eksperimen bebas dan metode eksperimen terbimbing. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data yaitu: tes tertulis (pre-test dan post-test), serta observasi melalui rekaman video. Hasil prestasi belajar berdasarkan pre-test dan
post-test dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS 22, sedangkan
keaktifan siswa berdasarkan rekaman video dianalisa secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode eksperimen terbimbing lebih efektif untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMAN 2 Ngaglik daripada metode eksperimen bebas.
Kata kunci: metode eksperimen bebas, metode eksperimen terbimbing, keaktifan, prestasi belajar.
(10)
ABSTRACT
Pamungkas, Johan. 2015. The Effectiveness of Free Experimental Method and
Guided Experimental Method to Activity and Student Achievement for Class X of SMAN 2 Ngaglik about Light Refraction in Lens. Thesis.
Yogyakarta: Physics Education, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.
This research aims to know the effectiveness of free experimental method and guided experimental method to activity and student achievement for class X of SMAN 2 Ngaglik about light refraction in lens.
This type of research is quantitative and qualitative experimental. The subjects of this research were students in X MIA 2 and 4 which totally of 59 students. This research uses two experimental groups given two different treatments: free experimental method and guided experimental method. Instruments used in this research to collect experimental data were written test (pre-test and post-test), and observation uses video recordings. The results of student achievement based on pre-test and post-test have been statistically analyzed using SPSS 22, while students activities based on video recordings have been analyzed descriptively.
The results of this research showed that the application of the guided experimental methods is more effectively to enhance activity and student achievement for class X of SMAN 2 Ngaglik than the free experimental method. Keywords: free experimental method, guide experimental method, activity,
(11)
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Metode Eksperimen Bebas dan Eksperimen Terbimbing terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa”. Tugas akhir dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu dan meraih gelar sarjana pendidikan sesuai kurikulum Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (JPMIPA), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Dr. Ign. Edi Santosa, M.S., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika dan Dosen Pembimbing Akademik (DPA) Pendidikan Fisika yang telah memberikan semangat, saran, arahan dan bimbingan selama penulis belajar di Universitas Sanata Dharma.
3. Romo Prof. Dr. Paul Suparno, S.J., M.S.T., sebagai dosen pembimbing yang dengan pengertian dan kesabaran telah memberikan bimbingan, motivasi, serta berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis sejak awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si., sebagai validator yang bersedia memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam pembuatan instrumen soal, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Segenap karyawan sekretariat JPMIPA yang telah memberikan bantuan dalam memperlancar surat perizinan penelitian.
(12)
6. Bapak Darwito, S.Pd., selaku kepala SMAN 2 Ngaglik yang telah memberikan izin penelitian.
7. Bapak Drs. Warsun Latif, sebagai guru bidang studi fisika kelas X SMAN 2 Ngaglik yang telah membantu dan memberikan masukan selama penelitian. 8. Siswa kelas X MIA 2 dan X MIA 4 SMAN 2 Ngaglik yang telah bersedia
menjadi subyek penelitian dan membantu dalam kelancaran penelitian.
9. Kedua orang tua saya, Bapak H. Mulyono, S.Pd., dan Ibu Hj. Asil Mulyani, S.Pd., yang senantiasa menjadi semangat penulis dalam hal apapun. Ketiga kakak saya, Herlina Ana Susanti, S.Pd., Yeni Puspandari, S.Si., dan Deny Pradita Tri Handaru, S.Pd., yang selalu mendorong penulis untuk maju. 10. Teman-teman kelompok penelitian, Yoana Maria Vianey, S.Pd., Ginanjar
Alvi Mubaroq, Ignatius Mayo Aquino Pang, terima kasih atas dukungannya. 11. Kekasih saya, Jenny Resty Harjanti, S.Pd. yang senantiasa memberikan
semangat dan membantu saya dalam proses pengerjaan skripsi.
12. Teman-teman Pendidikan Fisika angkatan 2011 Universitas Sanata Dharma yang telah berjuang dalam kebersamaan guna menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas pengalaman-pengalaman indah yang selama ini kita bangun bersama.
Penulis menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mohon masukan, kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Yogyakarta, Agustus 2015
(13)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Definisi Istilah ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
A. Filsafat Kontruktivisme ... 6
B. Metode Eksperimen ... 10
(14)
2. Eksperimen Bebas... 12
C. Keaktifan ... 14
D. Prestasi Belajar ... 20
1. Belajar ... 20
2. Prestasi Belajar ... 25
E. Pembiasan Cahaya pada Lensa ... 26
1. Pengertian dan Sifat Lensa ... 26
2. Diagram Pembentukan Bayangan pada Lensa ... 28
3. Hubungan Jarak Benda, Jarak Bayangan, Jarak Fokus dan Indeks Bias Lensa... 31
4. Perbesaran Bayangan ... 32
5. Kekuatan Lensa ... 33
F. Penelitian yang relevan ... 33
G. Kaitan Teori dengan Penelitian ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
A. Desain Penelitian ... 36
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37
C. Populasi dan Sampel ... 37
D. Treatment ... 37
E. Instrumen ... 39
1. Instrumen Pembelajaran ... 39
2. Instrumen Pengumpulan Data ... 40
F. Validitas ... 42
G. Metode Analisis yang digunakan ... 43
1. Analisis Prestasi Belajar Siswa ... 43
2. Analisis Keaktifan Belajar Siswa ... 46
BAB IV DATA DAN ANALISA DATA ... 48
A. Deskripsi Penelitian ... 48
B. Data dan Analisa Data ... 49
(15)
2. Keaktifan Siswa ... 54
3. Kaitan Keaktifan dengan Prestasi Belajar ... 63
C. Keterbatasan Penelitian ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN ... 69
(16)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sifat bayangan pada lensa cembung. ... 29
Tabel 3.1. Design static group Pre-test-Post-test ... 36
Tabel 3.2. Kisi-kisi Pre-Test dan Post-Test ... 41
Tabel 3.3. Indikator keaktifan siswa ... 42
Tabel 4.1. Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ... 48
Tabel 4.2. Nilai pre-test - post-test kelas eksperimen I dan II ... 49
Tabel 4.3. Perbandingan pre-test kelas eksperimen I dan II ... 50
Tabel 4.4. Perbandingan pre-test dan post-test pada kelas eksperimen I... 51
Tabel 4.5. Perbandingan pre-test dan post-test pada kelas eksperimen II ... 52
Tabel 4.6. Perbandingan post-test kelas eksperimen I dan II ... 53
(17)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Berbagai jenis bentuk lensa ... 27
Gambar 2.2. Pembiasan cahaya pada lensa cembung dan cekung. ... 27
Gambar 2.3. Sinar-sinar istimewa pada lensa cembung. ... 28
Gambar 2.4. Diagram sinar lensa cembung untuk benda berjarak (< f) ... 29
Gambar 2.5. Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung... 30
Gambar 2.6. Diagram sinar lensa cekung. ... 31
Gambar 2.7. Perbesaran bayangan linear pada lensa ... 32
Gambar 4.1. Siswa yang memberikan gagasan kepada teman sekelompok. ... 55
Gambar 4.2. Siswa yang memberi tahu pendapatnya kepada teman kelompok. .. 55
Gambar 4.3. Siswa yang mempresentasikan dan menjelaskan hasil percobaan. .. 57
Gambar 4.4. Antusiasme siswa untuk menyampaikan hasil percobaan... 57
Gambar 4.5. Siswa yang mencoba mencari bayangan paling fokus. ... 58
Gambar 4.6. Kelompok siswa yang sedang mengukur jarak lilin dan lensa... 58
Gambar 4.7. Siswa kelas eksperimen II yang sedang mengerjakan soal ... 60
Gambar 4.8. Siswa kelas eksperimen I yang sedang menyelesaikan soal. ... 60
Gambar 4.9. Siswa yang sedang memanggil peneliti untuk bertanya... 61
Gambar 4.10. Siswa yang sedang bertanya kepada peneliti. ... 61
Gambar 4.11. Suasana kelas eksperimen I ketika ditanya oleh peneliti. ... 62
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat permohonan izin penelitian ... 70
Lampiran 2. Surat perizinan pelaksanaan penelitian... 71
Lampiran 3. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian ... 72
Lampiran 4. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) kelas eksperimen I ... 73
Lampiran 5. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) kelas eksperimen II ... 82
Lampiran 6. Lembar kegiatan siswa kelas eksperimen I ... 90
Lampiran 7. Lembar kegiatan siswa kelas eksperimen II ... 92
Lampiran 8. Kisi-kisi soal pre-test dan post-test ... 96
Lampiran 9. Soal pre-test dan post-test... 97
Lampiran 10. Kunci jawaban dan pedoman penilaian pre-test dan post-test ... 99
Lampiran 11. Lembar validitas soal oleh Dosen ... 105
Lampiran 12. Lembar validitas soal oleh Guru ... 107
Lampiran 13. Nilai pre-test dan post-test kelas eksperimen I dan II ... 109
Lampiran 14. Contoh hasil pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen I ... 110
Lampiran 15. Contoh hasil pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen II. ... 116
Lampiran 16 Contoh hasil lembar kerja siswa kelas eksperimen I ... 122
Lampiran 17. Contoh hasil lembar kegiatan siswa kelas eksperimen II. ... 124
Lampiran 18. Transkrip Video. ... 128
(19)
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (konstektual), karena berfokus dan bermuara pada hakikat siswa untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini, siswa merupakan subyek belajar. Proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge).
John Dewey (Gentry, 1990), seorang filsuf dan reformator pendidikan, serta kritikus sosial yang berpengaruh sampai dengan pertengahan abad 20, menjelaskan bahwa belajar itu dengan melakukan (learning by doing), sehingga berlangsung melalui pengalaman. Sangatlah penting pengalaman di dalam proses pendidikan. Ungkapan kuno menyatakan bahwa: "Tell me and I forget, show me
and I remember, involve me and I understand." Jadi, belajar merupakan kegiatan
aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman suatu konsep. Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun tanggung jawab pada diri siswa. Namun pada umumnya, pengetahuan yang diterima siswa hanya bersifat sebagai informasi. Siswa tidak dikondisikan untuk mencoba menemukan sendiri pengetahuan atau informasi tersebut. Akibatnya, pengetahuan itu tidak bermakna dalam kehidupan sehari-hari dan cepat terlupakan. Metode ceramah sering dipakai guru tanpa
(20)
banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain sesuai dengan jenis materi dan bahan serta alat yang tersedia.
Pembelajaran fisika di SMAN 2 Ngaglik masih berpusat pada guru, meskipun sudah menerapkan kurikulum 2013. Hal itu peneliti temukan ketika melakukan observasi di SMAN 2 Ngaglik. Saat pelajaran fisika, guru lebih cenderung menggunakan metode ceramah. Guru menjelaskan materi dan siswa hanya memperhatikan. Jadi, keterlibatan siswa menemukan sendiri pengetahuannya secara langsung kurang optimal. Seharusnya, siswa diajak aktif dalam menemukan pengetahuannya dan informasi baru. Kenyataan tersebut perlu menjadi perhatian berbagai pihak yang terkait, salah satunya adalah guru. Guru memiliki peranan penting dalam keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu, guru dituntut memiliki beberapa kemampuan dalam pembelajaran meliputi kemampuan menguasai materi, menyampaikan materi, dan menggunakan metode yang tepat dalam menyampaikan materi. Salah satu metode yang kontruktivistik dalam pembelajaran fisika adalah eksperimen.
Penelitian yang dilakukan Sartika (2012) menemukan bahwa penerapan metode eksperimen mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap prestasi belajar. Nilai kinerja produk kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol, sedangkan nilai kinerja proses yaitu aspek afektif dan psikomotorik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih tinggi dari nilai aspek kognitifnya. Siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal hitungan matematis. Siswa lebih senang terlibat aktif dalam melakukan kegiatan. Guru dan siswa terlibat aktif dalam kegiatan eksperimen, diskusi, dan presentasi hasil eksperimen, sedangkan
(21)
aktivitas guru dan siswa pada kelas kontrol yang sering teramati yaitu guru dan siswa terlibat aktif dalam kegiatan diskusi materi dan presentasi hasil diskusi.
Menurut Suparno (2007, 77-82), metode eksperimen dibedakan menjadi dua, yaitu eksperimen terbimbing dan eksperimen bebas. Dalam pembelajaran fisika di SMA, guru cenderung menggunakan eksperimen terbimbing dibandingkan dengan eksperimen bebas, karena proses pembelajaran dalam model eksperimen terbimbing berlangsung terarah dan teratur. Dengan eksperimen, siswa menemukan bukti kebenaran dari teori yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen, siswa diberikan kesempatan mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu obyek keadaan atau proses tertentu.
Berdasarkan uraian latar belakang dan asumsi-asumsi yang ada, peneliti mengadakan penelitian tentang “Efektivitas Metode Eksperimen Bebas dan Terbimbing terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa.”
B.Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah yang ingin diteliti adalah:
1. Apakah ada perbedaan keaktifan siswa antara kelas yang menggunakan metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing?
2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa antara kelas yang menggunakan metode eksperimen bebas dan terbimbing?
(22)
3. Sejauhmana efektivitas penggunaan metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap keaktifan siswa?
4. Sejauhmana efektivitas penggunaan metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap prestasi belajar siswa?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Perbedaan keaktifan siswa pada kelas eksperimen bebas dengan eksperimen terbimbing.
2. Perbedaan prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen bebas dengan eksperimen terbimbing.
3. Efektivitas penggunaan metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap keaktifan siswa.
4. Efektivitas penggunaan metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap prestasi belajar siswa.
D.Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai beikut: 1. Bagi siswa
Pembelajaran fisika dengan menggunakan metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing dapat membantu siswa memahami materi pelajaran, sehingga meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Bagi guru
Sebagai bahan masukan dalam rangka pemilihan metode proses pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.
(23)
3. Bagi sekolah
Sebagai masukan dalam rangka memperbaiki kegiatan belajar mengajar fisika di sekolah.
4. Bagi penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan bidang pendidikan, terutama berkaitan dengan masalah keefektifan metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap keaktifan dan prestasi belajar.
E.Definisi Istilah
Dalam laporan penelitian ini dipakai beberapa istilah. Pada bagian ini, dijelaskan lebih dahulu istilah-istilah tersebut.
1. Efektivitas
Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana tujuan yang telah diterapkan pada pembelajaran fisika, berhasil pada proses maupun hasil dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing dan eksperimen bebas.
2. Keaktifan
Keaktifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa ikut berpastisipasi aktif selama proses pembelajaran.
3. Prestasi belajar
Prestasi belajar yang dimaksud adalah kemampuan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran fisika yang dilihat melalui hasil pre-test dan post-test.
(24)
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Filsafat Kontruktivisme
Menurut von Glasersfeld (Suparno, 1997: 18), konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan yang kita peroleh adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Secara sederhana, konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Jadi, tidak bisa transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain, karena setiap orang membangun pengetahuan pada dirinya.
Pengetahuan tidak bisa langsung ditransfer begitu saja dari pikiran yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai pengetahuan, dalam hal ini guru dan siswa. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang diajarkan oleh gurunya, menunjukkan bahwa pengetahuan itu tidak dapat ditransfer begitu saja. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Struktur konsepsi tersebut membentuk pengetahuan, bila struktur itu dapat digunakan dalam menghadapi pengalaman mereka. Piaget (Suparno, 1997: 18) menjelaskan bahwa proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi, karena adanya suatu pemahaman yang baru. Jadi, seorang guru yang bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus dikonstruksikan oleh siswa itu sendiri. Dalam proses itu, keaktifan seseorang yang ingin tahu sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
(25)
Menurut Bettencourt (Suparno, 1997: 21), konstruktivisme tidak bertujuan untuk mengerti hakikat realitas, namun lebih melihat bagaimana proses seseorang menjadi tahu tentang sesuatu. Dengan kata lain, teori konstruktivisme lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan pembelajaran memang dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan cara dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya membangun pemahaman siswa “mengkonstruksi” terhadap fenomena yang ditemui menggunakan pengalaman dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekedar menghafal. Akan tetapi, proses merekonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah pemberian dari orang lain seperti guru. Akan tetapi, hasil proses merekonstruksi yang dilakukan setiap individu. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses merekonstruksi pengetahuan itu oleh individu, akan memberikan makna mendalam dan lebih lama diingat dalam setiap individu.
Dalam dunia pendidikan, aliran atau pandangan kontruktivisme yang berkaitan dengan teori konstruktivisme psikologis adalah konstruktivisme yang lebih personal (Piaget) dan yang lebih sosial (Vygotsky). Teori konstruktivisme personal (Piaget) biasa juga disebut teori perkembangan kognitif. Teori tersebut berkenaan dengan kesiapan siswa untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Piaget lebih menekankan bagaimana siswa secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dan interaksinya dengan pengalaman dan obyek yang dihadapi. Tampak bahwa perhatian Piaget lebih pada keaktifan individu dalam membentuk pengetahuan.
(26)
Dalam kasus belajar, siswa diberi kebebasan untuk mempelajari sendiri dan kemajuannya dapat sendiri-sendiri. Berbeda halnya dengan teori konstruktivisme personal (Piaget), Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut sosiokulturalisme. Dalam interaksinya dengan lingkungan sosial, siswa ditantang untuk lebih mengerti pengertian ilmiah dan mengembangkan pengetahuan mereka. Itulah sebabnya dalam pendidikan, siswa perlu berinteraksi dengan para ahli yang dapat bercerita tentang tugas dan pekerjaan serta penemuan-penemuan mereka, yang membuat siswa aktif berpartisipasi. Dalam interaksi itulah siswa ditantang untuk mengkonstruksikan pengetahuaannya lebih sesuai dengan konstruksi para ahli (Suparno, 1997: 43-47). Bagi konstruktivis (Suparno, 1997: 61-72), belajar adalah proses aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari apa yang mereka pelajari dengan cara menyesuaikan konsep dan ide-ide baru, membandingkan dengan pengetahuan yang telah mereka punyai. Sangat jelas bahwa tanpa keaktifan kognitif yang sungguh-sungguh, siswa tidak akan berhasil dalam proses belajar mereka. Kaum konstruktivis juga beranggapan bahwa mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Oleh karena itu, peran seorang guru lebih sebagai mediator dan fasilitator yang membantu siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka secara cepat dan efektif.
(27)
Secara garis besar, prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar oleh Khairani (2014: 76-77) sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa itu sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar.
3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
5. Siswa menghadapi masalah yang relevan.
6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Dari prinsip tersebut, terlihat jelas bahwa guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menyadari serta menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, sehingga membantu siswa dalam mencapai tingkat penemuan.
(28)
B.Metode Eksperimen
Menurut Suparno (2007, 77-82), metode eksperimen adalah metode mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar. Jadi, metode ini lebih untuk mengecek siswa semakin yakin dan jelas akan teorinya. Dalam praktiknya, guru juga dapat melakukan eksperimen untuk menemukan teorinya dan hukumnya. Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen, siswa diberikan kesempatan mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu obyek keadaan atau proses tertentu. Proses pembelajaran seperti ini menekankan siswa yang aktif dalam belajar, bukan gurunya sendiri yang aktif. Jadi, guru lebih sebagai fasilitator. Guru lebih membantu siswa agar aktif belajar dan menemukan pengetahuan mereka. Dalam hal ini, tugas guru lebih pada merangsang siswa belajar, memantau dan mengevaluasi apa yang diperoleh siswa. Dalam penerapannya, metode eksperimen dibedakan menjadi dua, yaitu eksperimen terbimbing dan eksperimen bebas.
1. Eksperimen Terbimbing
Dalam metode eksperimen terbimbing, seluruh jalannya percobaan sudah dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Langkah-langkah yang harus dibuat siswa, peralatan yang harus digunakan, apa yang harus diamati dan diukur, semuanya sudah ditentukan sejak awal oleh guru. Jadi, siswa tidak akan bingung tentang langkah-langkah yang akan
(29)
dibuat. Data yang harus dikumpulkan dan kesimpulan mana yang akan dituju cukup jelas. Hasil kesimpulan tergantung pada data yang mereka lakukan. Biasanya ada petunjuk langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh siswa, ada lembar kegiatan siswa (LKS).
a. Dalam eksperimen terbimbing tugas guru adalah sebagai berikut:
Memilih eksperimen apa yang akan ditugaskan kepada siswa, tentu sesuai dengan materi atau tujuan pembelajaran;
Merencanakan langkah-langkah percobaan: tujuan, peralatan yang digunakan, prosedur percobaan, analisis data dan kesimpulan;
Mempersiapkan petunjuk dan langkah percobaan dalam satu lembar kerja, sehingga memudahkan siswa bekerja;
Mempersiapkan semua peralatan;
Memonitoring dan memberi masukan siswa dalam melakukan percobaan;
Membantu siswa dalam menarik kesimpulan dengan percobaan yang dilakukan.
b. Tugas Siswa
Dalam eksperimen, siswa melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan guru. Sebaiknya kelompok dibuat kecil (2-3 orang), sehingga siswa dapat sungguh melakukan percobaan dan bukan hanya melihat percobaan teman. Dalam percobaan, siswa antara lain akan melakukan tindakan berikut:
(30)
Membaca petunjuk percobaan dengan teliti;
Mencari alat yang diperlukan;
Merangkai alat-alat sesuai dengan skema percobaan;
Mulai mengamati jalannya percobaan;
Mencatat data yang diperlukan;
Mendiskusikan dalam kelompok untuk ambil kesimpulan dari data yang ada;
Membuat laporan percobaan dan mengumpulkan;
Mempresentasikan percobaannya di depan kelas. 2. Eksperimen Bebas
Dalam penerapan metode eksperimen bebas, guru tidak memberikan petunjuk pelaksanaan percobaan secara rinci. Dengan kata lain, siswa harus lebih banyak berpikir sendiri, bagaimana akan merangkai, apa yang harus diamati, diukur, dan disimpulkan. Guru hanya memberikan tugas, misalnya dengan menyampaikan tujuan yang ingin dicapai. Keuntungan dengan penerapan metode ini adalah siswa ditantang untuk merencanakan percobaan sendiri tanpa banyak dipengaruhi arahan guru. Dengan demikian, akan nampak kreativitas, kepandaian dan kemampuan siswa dalam memecahkan tugas yang diberikan guru. Model ini jelas lebih konstruktivis daripada percobaan yang sudah dibuatkan langkah-langkahnya.
(31)
Menurut Djamarah (2010: 84-85), metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan eksperimen dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Jadi, eksperimen dapat diartikan sebagai keterampilan untuk mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan. Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa mencari suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu. Kegiatan yang menyenangkan bagi siswa, bila diarahkan dan dihubungkan dengan pengujian hipotesis secara praktis akan menimbulkan kegiatan eksperimen sederhana.
Metode eksperimen mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: 1) Kelebihan metode eksperimen
(1) Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya;
(2) Dapat membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia;
(3) Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan;
(4) Hasil- hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.
(32)
2) Kekurangan metode eksperimen
(1) Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan murah;
(2)Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan.
C.Keaktifan
Dimyati (2006: 44-46) menggangap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. John Dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah.
Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2007: 95). Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak diartikan keterlibatan fisik semata. Namun keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai-nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
(33)
Menurut teori ini, anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar, siswa mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis dan menarik kesimpulan. Selain itu, melalui indikator keaktifan belajar siswa, dapat dilihat tingkah laku mana yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar, berdasar apa yang dirancang oleh guru. Paul B. Diedrich (Hamalik, 2005: 172) membagi kegiatan belajar siswa dalam 8 kelompok, yaitu:
1. Kegiatan visual (visual activities)
Kegiatan belajar siswa seperti membaca, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan lisan (oral activities)
Siswa mengemukakan suatu fakta, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
3. Kegiatan mendengarkan (listening activities)
Siswa mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, pidato dan sebagainya. 4. Kegiatan menulis (writing activities)
Siswa menulis laporan, cerita, karangan, tes, angket, menyalin dan sebagainya. 5. Kegiatan menggambar (drawing activities)
(34)
6. Kegiatan motorik (motor activities)
Siswa melakukan kegiatan seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, bermain dan sebagainya.
7. Kegiatan mental (mental activities)
Siswa merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
8. Kegiatan emosional (emotional activities)
Siswa merasa menaruh minat, bosan, gembira, berani, tenang, gugup dan sebagainya.
Dengan adanya pembagian kegiatan siswa tersebut, maka akan lebih mudah bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Setidaknya memberi rambu-rambu bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa yang aktif belajar.
Guru harus menyadari bahwa keaktifan membutuhkan keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan pembelajaran. Namun demikian, perlu diingat bahwa keterlibatan langsung secara fisik tidak menjamin keaktifan belajar. Untuk dapat melibatkan siswa secara fisik, mental-emosional, dan intelektual dalam kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan karakteristik isi pelajaran. Oleh karena itu, proses belajar mengajar yang dapat memungkinkan siswa aktif belajar harus direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik. Dalam pelaksanaan pembelajaran, hendaknya diperhatikan beberapa prinsip belajar sehingga pada waktu proses belajar mengajar siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal.
(35)
Ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang siswa aktif belajar (Ahmadi, 2013: 213-216), diantaranya adalah:
1. Stimulasi Belajar
Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal, visual, auditif, taktik dan lain-lain. Stimulus hendaknya benar-benar menginformasikan informasi atau pesan yang ingin disampaikan guru kepada siswa. Cara yang mungkin membantu siswa agar informasi tersebut mudah diterima adalah dengan pengulangan ataupun bertanya.
2. Perhatian dan Motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya perhatian dan motivasi hasil belajar yang dicapai siswa tidak akan optimal. Perhatian dan motivasi belajar siswa tidak akan lama bertahan selama proses belajar mengajar berlangsung. Jadi, perlu cara menumbuhkan perhatian dan motivasi. Salah satunya mengajar dengan metode yang bervariasi dan menyenangkan.
3. Respons yang dipelajari
Belajar adalah proses yang aktif, sehingga apabila siswa tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar, sebagai respon siswa terhadap stimulus guru, tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki. Dalam proses belajar mengajar banyak kegiatan belajar siswa yang ditempuh melalui respon fisik di samping respon intelektual. Respon inilah yang harus ditumbuhkan pada diri siswa dalam kegiatan belajarnya
(36)
4. Penguatan
Setiap tingkah laku siswa yang diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan, siswa akan mempunyai kecenderungan untuk mengulang kembali manakala diperlukan. Kepuasan siswa diperoleh melalui penguatan belajar berasal dari seperti nilai, pengakuan prestasi siswa, persetujuan pendapat siswa, hadiah dan lain-lain. Penguat dari dalam siswa terjadi apabila respons yang dilakukan siswa betul-betul memuaskan dirinya dan sesuai dengan kebutuhan.
Prinsip belajar yang menunjang siswa aktif belajar, menekankan peran guru dalam mengorganisasikan kesempatan belajar bagi siswa. Guru harus menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada. Jadi, guru memberikan kesempatan belajar kepada para siswa. Hal ini berarti bahwa kesempatan yang diberikan oleh guru, akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh, dan mengolah perolehan belajarnya.
Implikasi prinsip keaktifan dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa, maka di dalam proses pembelajaran guru dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut (Aunurrahman, 2011: 119-121):
1. Menggunakan multimetode dan multimedia;
2. Memberikan tugas secara individual dan kelompok;
3. Memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil (maksimal 3 orang);
4. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses pembelajarannya;
(37)
6. Mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan dengan demonstrasi;
7. Melibatkan siswa mencari informasi atau pesan dari sumber informasi di luar kelas atau luar sekolah;
8. Melibatkan siswa dalam merangkum atau menyimpulkan informasi.
Dengan melihat beberapa maksud belajar, faktor keaktifan siswa sebagai subjek belajar sangat menentukan. Memang pada pembelajaran dimasa lalu banyak interaksi belajar-mengajar yang berjalan secara searah. Dalam hal ini, fungsi dan peranan guru menjadi amat dominan. Di lain pihak, siswa hanya menyimak dan mendengarkan informasi atau pengetahuan yang diberikan gurunya. Ini menjadikan kondisi yang tidak proporsional, dimana guru sangat aktif, tetapi sebaliknya siswa menjadi pasif dan tidak kreatif. Bahkan kadang-kadang masih ada anggapan yang keliru, yaitu memandang siswa sebagai obyek, sehingga siswa kurang dapat mengembangkan potensinya. Sebab dalam konsep belajar-mengajar, siswa adalah subyek belajar. Jadi, guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan. Guru membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan, agar siswa dapat mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar.
Jadi, siswa dikatakan aktif belajar apabila ditandai dengan adanya aktivitas siswa itu sendiri. Keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran lebih ditekankan. Keaktifan yang timbul dari siswa diharapkan akan menghasilkan terbentuknya pengetahuan serta keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan hasil belajar.
(38)
D.Prestasi Belajar
Pemahaman mengenai makna prestasi belajar ini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Ada beberapa definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Belajar
Menurut Cronbach (Ahmadi, 2013: 127), belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang ditunjukkan sebagai hasil dari pengalaman.
“Learning is shown by change in behaviour as a result of experience.”
Belajar merupakan proses dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang sesuai dengan pengalamannya. Semua aktivitas dan prestasi hidup tidak lain adalah hasil dari belajar. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil. Karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan.
Menurut Ahmadi (2013: 128), belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan.
(39)
Menurut Khairani (2014: 3-16), belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuannya, sikap dan tingkah laku keterampilan, kecakapannya, kemampuannya dan daya penerimanya. Jadi, belajar adalah suatu proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa.
Menurut Dewey (Dimyati, 2006: 116), belajar menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa itu sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengarah, yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut haruslah berasal dari siswa yang belajar. Sedangkan Gage secara sederhana mengungkapkan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya. Dari batasan belajar yang dikemukakan oleh Dewey serta Gage, belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang per orang sebagai satu kesatuan organisasi, sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya. Dengan demikian, dalam belajar orang tidak mungkin melimpahkan tugas-tugas belajarnya kepada orang lain. Orang yang belajar adalah orang yang mengalami sendiri proses belajar.
Menurut pandangan dan teori konstruktivisme (Suparno, 1997: 61), belajar adalah proses aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari apa yang mereka pelajari dengan cara menyesuaikan
(40)
konsep dan ide-ide baru, membandingkan dengan pengetahuan yang telah mereka punyai. Hal ini karena pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Jadi, belajar merupakan proses aktif dari siswa untuk merekonstruksi pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk merekontruksi sendiri pengetahuannya melalui asilmilasi dan akomodasi. Dalam konstruksi ini, menekankan bahwa belajar bukan dari proses meniru, tetapi karena siswa yang berpikir mengenai sesuatu. Siswa diharapkan untuk menjadi pemikir yang mandiri. Siswalah yang lebih aktif, sedangkan guru sebagai mediator dan fasilitator dalam proses belajar.
Memang kalau kita bertanya kepada seseorang tentang apakah belajar itu, akan memperoleh jawaban yang bermacam-macam. Perbedaan pendapat orang tentang arti belajar itu disebabkan karena adanya kenyataan, bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. Namun dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan di atas, ada kata “perubahan” atau change. Perubahan yang dimaksudkan tentu saja perubahan yang sesuai dengan perubahan yang dikehendaki oleh pengertian belajar, karena tidak setiap perubahan adalah
(41)
sebagai hasil belajar. Oleh karena itu, seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan di akhir dari aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar.
Dari beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli mengenai belajar, nampak adanya beberapa ciri-ciri belajar (Djamarah, 2011: 15-17), yaitu:
a) Adanya perubahan tingkah laku
Ini berarti bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dan lain sebagainya. Tanpa pengamatan dari tingkah laku hasil belajar, orang tidak dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar. Misalnya saja orang yang belajar itu dapat membuktikan pengetahuan tentang fakta-fakta baru atau dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya ia tidak dapat melakukannya. Karena perubahan hasil belajar hendaknya dinyatakan dalam bentuk yang dapat diamati. b) Perubahan yang terjadi secara sadar
Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Jadi, perubahan tingkah laku individu yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk kategori perubahan dalam pengertian belajar, karena individu tidak menyadari akan perubahan itu.
(42)
c) Perubahan belajar bersifat aktif
Perubahan yang bersifat aktif artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri. Keaktifan di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya siswa tidak belajar, karena siswa tidak merasakan perubahan di dalam dirinya.
d) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Dengan demikian, perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang telah ditetapkannya. e) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. Jadi, aspek perubahan yang satu berhubungan erat dengan aspek lainnya.
(43)
Berdasarkan pengertian belajar yang sudah dikemukakan oleh para ahli, belajar didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
2. Prestasi Belajar
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, prestasi berarti hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan dan dikerjakan. Nana Sudjana (2004: 3) mendefinisikan prestasi belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Dimyati (2006: 190), prestasi belajar adalah informasi tentang seberapakah perolehan siswa dalam mencapai tujuan belajar. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan suatu hasil yang dicapai atau pengukuran kemampuan seseorang dalam penguasaan pengetahuan dan ketrampilan.
Dalam dunia pendidikan, prestasi dan belajar mempunyai hubungan yang sangat erat. Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar. Belajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari proses pembelajaran tersebut. Prestasi dapat menunjukkan seberapa jauh nilai yang diperoleh dalam setiap kegiatan atau belajar, sehingga merupakan cerminan dari tingkatan yang mampu dicapai oleh siswa. Bagi siswa, belajar merupakan suatu kewajiban. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut.
(44)
Menurut Djamarah (2011: 175-180), ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor yang berasal dari dalam (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal berasal dari dalam diri siswa, meliputi faktor fisiologis (kondisi jasmani) dan psikologis (minat, intelegensi, motivasi, bakat, dan sikap). Faktor eksternal berasal dari luar diri siswa meliputi lingkungan fisik, instrumen, dan sosial. Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh siswa. Dengan kata lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar.
E.Pembiasan Cahaya pada Lensa
Materi pembiasan cahaya pada lensa terdapat dalam kompetensi dasar kurikulum 2013 di SMA kelas sepuluh semester kedua. Kompetensi dasar terkait yaitu menganalisis cara kerja alat optik menggunakan sifat pencerminan dan pembiasan cahaya oleh cermin dan lensa. Peneliti menggunakan buku Fisika 1 untuk Kelas X SMA dan MA (Purwanto, 2013: 229-269), sebagai acuan dalam menjelaskan materi pembiasan cahaya pada lensa.
1. Pengertian dan Sifat Lensa
Lensa merupakan zat optik yang dibatasi oleh dua permukaan lengkung atau permukaan lengkung dan permukaan datar. Lengkung lensa biasanya berupa lengkungan bola, sehingga dinamakan lensa sferis. Adapun dua jenis lensa, yaitu lensa cembung (convex lens) dan lensa cekung (concave lens). Berbagai jenis bentuk lensa dapat dilihat pada Gambar 2.1.
(45)
(a)
(b)
Gambar 2. 1. Berbagai jenis bentuk lensa. (a) Bikonveks, konveks-konkaf, plankonveks. (b) Bikonkaf, konkaf-konveks,
plankonkaf.
Lensa cembung memiliki ciri bagian tengahnya lebih tebal dibangingkan dengan tepinya. Lensa cekung memiliki ciri bagian tengahnya lebih tipis dibandingkan dengan tepinya. Gambar 2.2 menunjukkan sinar-sinar sejajar yang mengenai lensa cembung dan lensa cekung. Jika sinar-sinar sejajar mengenai lensa cembung, sinar-sinar sejajar dibiaskan menuju titik fokus. Lensa ini disebut juga lensa konvergen atau lensa positif. Jika sinar-sinar sejajar mengenai lensa cekung, sinar-sinar sejajar dibiaskan seolah-olah berasal dari titik fokus. Lensa ini disebut juga lensa divergen atau lensa negatif.
(46)
2. Diagram Pembentukan Bayangan pada Lensa
Pembentukan bayangan pada lensa dapat dilukiskan menggunakan sinar-sinar istimewa.
a) Sinar-Sinar Istimewa pada Lensa Cembung (Lensa Positif)
Sinar-sinar istimewa pada lensa cembung dapat dijelaskan dan digambarkan seperti pada Gambar 2.3 berikut:
1) Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus di belakang lensa;
2) Sinar datang melalui titik fokus di depan lensa dibiaskan sejajar sumbu utama;
3) Sinar datang melalui pusat lensa diteruskan (tidak dibiaskan).
Gambar 2.3. Sinar-sinar istimewa pada lensa cembung.
Dengan menggunakan minimal dua dari tiga sinar utama, dapat ditentukan sifat bayangan yang terbentuk. Bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung merupakan perpotongan atau perpanjangan sinar-sinar bias. Apabila bayangannya merupakan perpotongan dari sinar-sinar bias maka bayangan
(47)
bersifat nyata, sedangkan apabila bayangannya merupkan perpotongan dari perpanjangan sinar-sinar bias maka bayangannya bersifat maya. Pada benda yang berjarak lebih kecil dari fokus (s<f) lensa cembung seperti Gambar 2.4, dihasilkan bayangan yang bersifat maya, tegak, dan diperbesar.
Gambar 2.4. Diagram sinar lensa cembung untuk benda berjarak dari fokus lensa cembung (s < f).
Sifat bayangan yang dibentuk oleh pembiasan lensa cembung mempunyai beberapa kemungkinan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2. 1. Sifat bayangan pada lensa sembung.
No Daerah Sifat bayangan
1 Benda terletak di ruang I, yaitu antara
pusat dan fokus lensa (s < f) maya, tegak, diperbesar 2
Benda terletak di ruang II, yaitu antara fokus dan pusat kelengkungan lensa (2f < s < f)
nyata, terbalik, diperbesar
3
Benda terletak di ruang III, yaitu di sebelah kiri pusat kelengkungan lensa (s > 2f)
nyata, terbalik, diperkecil
4 Benda terletak di titik fokus lensa (s =f)
tidak terbentuk bayangan karena sinar-sinar bias dan dan perpanjangannya tidak berpotongan (sejajar)
5 Benda terletak di pusat kelengkungan
(48)
b)Sinar-sinar Istimewa pada Lensa Cekung (Lensa Negatif)
Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung dapat dijelaskan seperti Gambar 2.5 berikut:
1) Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik fokus di depan lensa;
2) Sinar datang menuju titik fokus di belakang lensa dibiaskan sejajar sumbu utama;
3) Sinar datang menuju pusat lensa tidak dibiaskan tetapi diteruskan.
Gambar 2.5. Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung.
Sama halnya seperti pada lensa cembung, untuk menentukan bayangan oleh lensa cekung diperlukan sekurang-kurangnya dua berkas sinar utama. Bayangan yang dibentuk oleh lensa cekung merupakan perpotongan perpanjangan sinar-sinar bias, sehingga bayangan yang dibentuk oleh lensa cekung bersifat maya. Pada Gambar 2.6, diagram sinar lensa cekung dimana hasil bayangan bersifat maya, tegak, dan diperkecil.
(49)
Gambar 2.6. Diagram sinar lensa cekung.
3. Hubungan Jarak Benda, Jarak Bayangan, Jarak Fokus dan Indeks Bias Lensa.
Persamaan untuk lensa tipis, yaitu
(1)
Jika jarak benda tak berhingga (s = ), maka jarak fokus (f) akan sama dengan jarak bayangan ( ). Pada cermin, panjang fokus sama dengan setengah pusat kelengkungan. Untuk sebuah lensa tipis di udara, panjang fokus dihubungkan dengan indeks bias n dan pusat kelengkungan kedua sisinya
dan
.
(2)
Persamaan (2) disebut persamaan pembentukan lensa (Tipler, 2001: 495). Pada persamaan ini , , , dan dianggap positif jika obyeknya, bayangan, atau pusat kelengkungan terletak pada sisi yang nyata dari elemennya. Untuk lensa, sisi nyata adalah sisi datang bagi obyek dan sisi
(50)
transmisi bagi bayangan dan pusat kelengkungan. Jika positif, bayangannya nyata yang berarti berkas-berkas cahaya benar-benar menyebar dari titik bayangan. Bayangan nyata dapat dilihat pada sebuah layar. Jika negatif, bayangannya maya, yang berarti tidak ada cahaya yang benar-benar menyebar dari titik bayangan.
4. Perbesaran Bayangan
Perbesaran bayangan yang dimaksud di sini adalah perbesaran bayangan linear, yaitu perbandingan tinggi bayangan dengan tinggi benda. Perbesaran bayangan linear pada lensa cembung maupun lensa cekung dapat dilihat pada Gambar 2.7. Dengan catatan, sudut yang dibentuk oleh tinggi bayangan dan tinggi benda terhadap pusat lensa, baik lensa positif maupun negatif adalah sama. Dengan kata lain, perbesaran sudutnya sama dengan 1.
(a)
(b)
(51)
Mengingat sudut yang dibentuk bayangan dan benda terhadap lensa adalah sama misalnya, maka
(3)
(4)
Karena perbandingan tinggi bayangan (h‟) dengan tinggi benda (h)
merupakan definisi dari perbesaran bayangan (M) maka perbesaran linear dirumuskan
|
|
(6) 5. Kekuatan Lensa
Kekuatan lensa (P) adalah kemampuan lensa untuk memfokuskan sinar-sinar. Kekuatan lensa didefinisikan sebagai kebalikan dari jarak fokus lensa. Jika panjang fokus diungkapkan dalam meter, maka kekuatan lensanya adalah kebalikan dari meter yang disebut dioptri (D).
(5)
Sebuah lensa dengan panjang fokus lensa penyebar adalah negatif, kekuatan lensa juga negatif.
F. Penelitian yang relevan
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan Sartika (2012) dengan judul Pengaruh Penerepan Metode Eksperimen Sebagai Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Terhadap Prestasi Belajar Siswa.
(52)
mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap prestasi belajar. Nilai kinerja produk kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol, sedangkan nilai kinerja proses yaitu aspek afektif dan psikomotorik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih tinggi dari nilai aspek kognitifnya, karena siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal hitungan matematis dan mereka lebih senang terlibat aktif dalam melakukan kegiatan. Aktivitas guru dan siswa terlibat aktif dalam kegiatan eksperimen, diskusi dan presentasi hasil eksperimen, sedangkan aktivitas guru dan siswa pada kelas kontrol yang sering teramati yaitu guru dan siswa terlibat aktif dalam kegiatan diskusi materi dan presentasi hasil diskusi. Persamaan penelitian Sartika dengan penulis adalah penerapan metode eksperimen (terbimbing) dan aspek yang diukur yaitu prestasi belajar dan keaktifan siswa. Namun demikian, ada perbedaan yang terdapat pada pembelajaran fisika yang digunakan Sartika dengan peneliti yaitu penerapan metode eksperimen bebas.
Penelitian lain dilakukan Rozaq (2009) tentang prestasi belajar fisika antara siswa yang belajar dengan metode eksperimen berbasis konstruktivistik dan siswa yang belajar dengan metode ekspeimen terbimbing. Penelitian ini relevan dengan yang dilakukan oleh peneliti, karena treatment yang digunakan dalam penelitan sama yaitu metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara siswa yang belajar dengan metode eksperimen berbasis konstruktivistik dan siswa yang belajar dengan metode eksperimen terbimbing. Nilai rata-rata prestasi belajar fisika (post-test) kelas eksperimen konstruktivis lebih tinggi dibandingkan dengan
(53)
kelas eksperimen terbimbing. Hal yang membedakan adalah aspek yang menjadi variabel terikat, dimana Rozaq mengukur prestasi belajar, sedangkan peneliti mengukur prestasi belajar dan keaktifan siswa.
G. Kaitan Teori dengan Penelitian 1. Teori konstruktivisme
Teori konstruktivisme menjadi salah satu alasan peneliti memilih metode eksperimen sebagai treatment dalam penelitian.
2. Metode eksperimen
Metode eksperimen merupakan metode yang digunakan sebagai
treatment dalam proses penelitian yang dilaksanakan di SMAN 2 Ngaglik.
Jenis metode eksperimen yang digunakan adalah eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing.
3. Keaktifan dan prestasi belajar
Keaktifan dan prestasi belajar siswa digunakan sebagai variabel yang diukur dalam penelitian. Teori keaktifan digunakan dalam pembuatan indikator keaktifan siswa.
4. Teori pembiasan cahaya pada lensa
Pembiasan cahaya pada lensa merupakan materi yang digunakan selama pembelajaran dalam penelitan. Oleh karena itu, teori ini juga digunakan dalam pembuatan instrumen pembelajaran (RPP dan LKS). Teori pembiasan cahaya pada lensa merupakan materi pokok pada instrumen pengambilan data yang berupa pre-test dan post-test.
(54)
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen kuantitatif dan kualitatif. Hal ini karena ada perlakuan pada partisipan dengan menggunakan metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing. Dikatakan penelitian kuantitatif karena data yang diperoleh untuk prestasi belajar siswa dalam bentuk skor dan dianalisis secara statistik. Dikatakan penelitian kualitatif karena peneliti menjelaskan gambaran keaktifan siswa selama penelitian secara deskriptif dan data dianalisis secara kualitatif. Dalam penelitian ini, penelitian kualitatif bermanfaat untuk memperkuat data kuantitatif yang telah diperoleh.
Design static group pre-test post-test adalah penelitian yang terdiri dari dua
grup yang diberikan treatment berbeda serta diobservasi atau diukur sebelum dan sesudahnya. Kedua kelas tersebut diukur dengan menggunakan tes, yaitu pre-test dan post-test. Pre-test digunakan untuk mengukur pengetahuan awal kedua kelompok, sedangkan post-test digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa setelah diberi treatment. Desain penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1. Design static group Pre-test-Post-test
O adalah observasi
adalah treatment dengan menggunakan metode eksperimen bebas. adalah treatment dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing.
Eksperimen I grup O O
(55)
B.Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisika SMA N 2 Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2015 di SMA N 2 Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.
C.Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIA SMA N 2 Ngaglik Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 123 siswa terdiri dari 4 kelas paralel.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian dipilih 2 kelas dari 4 kelas paralel dengan cara undian. Sampel penelitian yang terpilih adalah siswa kelas X MIA 2 dengan jumlah siswa 29 sebagai kelas eksperimen I dan X MIA 4 dengan jumlah siswa 30 sebagai kelas eksperimen II, pada semester genap Tahun Ajaran 2014/2015.
D.Treatment
Treatment adalah perlakuan peneliti kepada subyek yang mau diteliti agar
nantinya mendapatkan data yang diinginkan (Suparno, 2010: 51). Treatment yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan metode eksperimen bebas dan
(56)
eksperimen terbimbing. Pada penelitian ini, treatment diberikan kepada kedua kelas. Kelas eksperimen I menggunakan metode eksperimen bebas, sedangkan kelas eksperimen II menggunakan metode eksperimen terbimbing.
1. Pada kelas eksperimen bebas, treatment diberikan sebanyak dua kali pembelajaran. Secara sederhana, proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Menyajikan pertanyaan atau masalah: guru membimbing siswa mengindentifikasi masalah dan menyampaikan tujuan yang ingin dicapai, serta membagi siswa dalam kelompok;
b. Membuat hipotesis: siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapat dalam membentuk hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan; c. Merancang eksperimen: siswa diberikan kesempatan untuk menetukan
prosedur eksperimen, alat dan bahan yang digunakan serta hal-hal yang akan diamati dan dicatat sebagai hasil kegiatan eksperimen sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan melalui sumber belajar apapun misalnya buku, internet;
d. Melakukan eksperimen untuk memperoleh informasi;
e. Mengumpulkan dan menganalisis data: setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul; f. Membuat kesimpulan: siswa dibimbing saat membuat kesimpulan.
2. Pada kelas eksperimen terbimbing, treatment diberikan sebanyak dua kali pembelajaran. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing diuraikan sebagai berikut:
(57)
a. Menyajikan pertanyaan atau masalah: guru membimbing siswa mengindentifikasi masalah dan menyampaikan tujuan yang ingin dicapai serta membagi siswa dalam kelompok;
b. Membuat hipotesis: siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapat dalam membentuk hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan; c. Melakukan eksperimen: siswa melakukan eksperimen berdasarkan petunjuk
yang telah dibuat guru;
d. Mengumpulkan dan menganalisis data: setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul; e. Membuat kesimpulan: siswa dibimbing saat membuat kesimpulan. E.Instrumen
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Tujuannya adalah untuk memperoleh data yang sesuai dengan tujuan dan pokok masalah penelitian. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua, yaitu instrumen pembelajaran dan pengumpulan data.
1. Instrumen Pembelajaran
Instrumen pembelajaran ini meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan panduan langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. RPP ini disusun dalam skenario pembelajaran yang akan dilakukan selama
(1)
jaraknya seberapa?” Temannya pun menjawab, “Ya terserah” sambil menata alat
milik temannya itu. Siswa yang mencari penggaris akhirnya kembali dengan membawa penggaris. Dia mulai meletakkan penggaris di meja dan mengukur jaraknya. Kelompok itu dilihat dan dibantu oleh dua siswa dari kelompok lain. Temannya pun langsung memposisikan lilin di penggaris pada posisi tertentu. Kemudian siswa tersebut menyuruh siswa lain untuk membaca jarak dari layar ke lensa. Siswa itu kemudian menghitung lewat kalkulator di handphone. Siswa yang lain masih saling mengobrol disampingnya. Salah satu siswa di depan kemudian menggeser-geser lagi lensanya. Kemudian dia menggeser layarnya untuk menemukan bayangan yang jelas. Ketika bayangan sudah fokus, salah satu siswa mengatakan, “Mas ini berarti terbalik, diperbesar?” Peneliti menjawab, “Ya
gimana, coba dilihat!” Kemudian dilanjutkan dengan menempatkan lensa cekung di antara lensa cembung dan layar. Siswa itu dibantu dengan temannya mengukur dan mencatat jarak dari lensa cekung terhadap layar. “Setelah it terus
bagaimana?” tanya peneliti. Salah satu siswa menjawab, “Dicari lagi bayangan yang paling jelas mas.” Siswa kelompok itu akhirnya menggeser-geser layar untuk mendapatkan bayangan. Setelah mendapatkan bayangan, siswa tersebut membaca jarak hasil bayangan menggunakan penggaris. Siswa lainnya pun mencatat data tersebut. Setelah mendapatkan data pertama, mereka mengambil data selanjutnya. Siswa itu memposiskan alat percobaan seperti pada percobaan yang awal. Mereka mengulangi percobaan dan pengukuran seperti data yang pertama, namun dengan jarak benda yang berbeda. Salah satu siswa menggeser kembali lensa cekung, kemudian dia juga mencari bayangan yang jelas dengan menggeser layar mendekat dan menjauh. Siswa yang lain ada yang mencatat dan siswa yang duduk di depannya terkadang membantu menggeser layar.
Setelah selesai melakukan percobaan , siswa mulai fokus pada lembar kerjanya masing-masing. Siswa dibagian paling depan memanggil peneilti dan menanyakan hasil percobaannya. Peneliti menghampiri kelompok itu. Siswa di kelompok itu menjelaskan sambil menunjukkan data percobaannya. Siswapun mendengarkan penjelasan peneliti. Setelah itu peneliti menuju ke kelompok siswa yang berada di belakangnya. Siswa dikelompok itu sudah selesai melakukan percobaan namun masih melengkapi isi LKSnya. Mereka terlihat sibuk menulis di lembar kerja siswa. Penelitipun menuju ke kelompok di belakangnya. Ketika peneliti mengecek data percobaan kelompok tersebut, siswapun langsung ikut memperhatikan dan melihat hasil percobaannya dengan seksama. Kedua siswa di tepi pun berdiri dan ikut memperhatikan. Kondisi yang tidak berbeda pada kelompok siswa di bagian kiri. Siswapun fokus pada lembar kerja siswanya. Siswa menulis dan melengkapi data. Terkadang mereka bertanya dengan teman kelompoknya, misalnya saja siswa yang paling depan bertanya dan meminjam LKS milik temannya. Begitu pula dengan siswa yang siswa yang berada di meja
(2)
no dua. Siswa pada kelompok juga menulis di LKSnya. Kedua siswa di kelompok itu terkadang berhenti menulis ketika salah satu temannya bertanya. Mereka berdiskusi sebentar lalu melanjutkan menulis dan mengisi LKSnya. Meskipun demikian, ada beberapa siswa yang terkadang jalan-jalan ke kelompok lain. Kelompok siswa yang paling depan pun juga mulai mengobrol sambil bermain lilin. Suasana kelas menjadi gaduh.
Peneliti memutuskan untuk memberhentikan percobaan siswa mengingat
waktu pelajaran yang terbatas. Sebagian siswa berkomentar, “Pak, percobaannya belum selesai.” Peneliti menjawab,”Iya, tidak apa-apa. Soalnya ini waktunya
terbatas. Nanti bisa dilanjutkan lagi kalau ada waktu.” Peneliti menyuruh siswa
untuk duduk pada tempat masing-masing. Siswapun langsung memposisikan ke bangkunya masing-masing. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyampaikan hasil percobaannya, “Iya, siapa yang mau mempresentasikan hasil percobaannya?” Beberapa siswa mengangkat tangan dan berkata, “Aku mas, aku.” Peneliti pun menunjuk beberapa siswa untuk menyampaikan hasil
percobaannya. Siswapun menyampaikan hasil percobaannya di tempat duduknya. Salah satu siswa menyebutkan panjang fokus lensa yaitu 9 cm. Kemudian siswa tersebut menjelaskan bahwa bayangan yang dihasilkan pada percobaan ini adalah nyata, terbalik, dan diperbesar. Sifat bayangan tersebut berlaku untuk semua data percobaannya. Peneliti kemudian memberikan kesempatan kepada siswa lainnya. Siswa lainnyapun ada yang menyebutkan panjang fokus lensa cekung adalah 12 cm. Siswa tersebut juga menyebutkan sifat bayangan yang dihasilkan dalam percobaan ini adalah nyata, terbalik, dan diperbesar. Penelitipun kembali
menanyakan kepada siswa yang lain, “Gimana yang lain? Sifat bayangannya ada yang beda atau tidak?” Sebagian siswa menjawab, “Sama pak. Nyata, terbalik, diperbesar.” Penelitipun mengoreksi hasil percobaan siswa dengan menanyakan
kembali, “Kalau sifat bayangan yang dihasilkan oleh lensa cembung tadi apa?” Beberapa siswa menjawab, “Nyata, terbalik, diperkecil.” Peneliti bertanya kembali, “Kalau sifat bayangan yang terbentuk oleh lensa cekung tadi?” Siswa menjawab lagi, “Nyata, terbalik, diperbesar.” Peneliti bertanya lagi, “Lha. Berarti?” Siswa masih bingung. Akhirnya peneliti menjelaskan bahwa hasil
bayangan yang dibentuk oleh lensa cekung dalm percobaan ini adalah nyata, tegak, diperbesar.
Peneliti mau menjelaskan bagaimana pemakaian tanda positif dan negatif pada lensa di depan kelas. Salah satu siswa yang berada di tengah memindah kursinya ke depan agar lebih terlihat jelas. Terlihat siswa tersebut juga membawa perlengkapan tulisnya. Peneliti mulai menjelaskan lagi tentang bentuk-bentuk lensa. Peneliti menyebutkan permukaan lensa itu ada yang cembung dan cekung. Peneliti menjelaskan aturan jika permukaan cembung maka pusat kelengkungan (R) bernilai positif, sebaliknya jika permukaan cekung maka pusat kelengkungan
(3)
(R) bernilai negatif. Peneliti bertanya kepada siswa, “Bagaimana jika bentuk
permukaan lensanya cembung-cekung?” Siswa dengan serentak menjawab salah satunya positif dan yang lain negatif. Salah satu siswa bertanya, “Mas, itu bisa
dibalik tandanya?” Jadi peneliti kemudian menjelaskan sebenarnya ada dua versi
rumus yang digunakan. Salah satunya ada yang positif dan yang lainnya negatif, dimana salah satu cara yaitu berdasarkan arah datangnya cahaya menuju permukaan lensa. Agar rumus yang digunakan konsisten dan sama dengan pandangan peneliti Fisika, maka peneliti memberi tahu kepada siswa untuk
memakai rumus yang bertanda positif saja. Kemudian peneliti bertanya, “
Bagaimana jika salah satu permukaan lensa adalah datar?” Salah satu siswa menjawab pusat kelengkungan (R) adalah tak berhingga. Kondisi kelas saat itu cukup tenang dimana ada siswa yang mencatat dan memperhatikan peneliti. Meskipun ada satu siswa yang berjalan-jalan ketika peneliti tidak melihatnya.
Peneliti kemudian juga menjelaskan bahwa jika di cermin jumlah dari ruang benda ditambah dengan ruang bayangan akan sama dengan lima. Peneliti
kemudian bertanya, “Terus kalau di lensa bagaimana? Sama apa tidak?” Serentak
siswa langsung menjawab dimana kebanyakan siswa menjawab sama dan beberapa siswa lain menjawab berbeda. Peneliti kemudian menggambarkan diagram pembentukan cahaya pada lensa. Ketika peneliti menggambarkan diagram, ada sebagian siswa yang mencatat dan ada sebagian siswa yang juga mengobrol. Penelitipun duduk dan memberi kesempatan siswa untuk mencatatnya. Ketika sudah selesai mencatat, siswapun mulai mengobrol dengan teman lainnya. Peneliti melanjutkan dengan mengandaikan jika sudah diketahui nilai fokusnya besaran lainpun juga bisa dicari. Peneliti kembali menjelaskan pembagian ruang pada lensa agar membantu dalam menyelesaikan persoalan. Sebagian siswa terkadang menjawab pertanyaan dari peneliti. Peneliti kemudian memberikan latihan soal diagram pembentukan bayangan kepada siswa. Peneliti
bertanya, “Kalau bendanya disini, bayangannya dimana?” Sebagian siswa
menjawab dengan menunjukkan jarinya. Salah satu siswapun akhirnya maju ke depan kelas untuk mengerjakan. Ketika ada siswa yang maju, siswa lainnya tidak begitu memperhatikan. Mereka lebih asyik mengobrol dengan teman kelompoknya sehingga suasana di kelas menjadi ramai. Setelah siswa selesai mengerjakan, dia kembali lagi ke tempat duduk. Peneliti menyuruh siswa lain untuk memberikan tepuk tangan karena sudah bersedia mengerjakan tugas tersebut. Siswapun bertepuk tangan dan bahkan ada yang bersorak-sorak. Setelah itu, peneliti memberikan persoalan lain lagi. Kelompok siswa yang di sebelah kanan terlihat lebih memperhatikan, dimana mereka menjawab pertanyaan dari peneliti. Misalnya saja mereka mampu menyebutkan sifat bayangan yang terbentuk oleh lensa cembung dan cekung dengan benar. Sedangkan kelompok siswa lainnya di sebelah kiri kurang memperhatikan. Penelitipun juga memberi pertanyaan kepada siswa tersebut, namun jawaban yang diberikan siswa tersebut kurang tepat karena tidak memperhatikan.
(4)
Peneliti memberikan latihan soal lagi kepada siswa. Soal yang diberikan peneliti terkait dengan diagram pembentukan lensa dan persamaan lensa. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan soal tersebut. Siswapun langsung disuruh mengerjakan ke depan oleh peneliti. Ketika peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk menuliskan jawabannya dipapan tulis, ada dua siswa yang jadi atau bersedia mengerjakan soal. Siswa yang lain tetap duduk dan mengerjakan soal, sedangkan siswa dibelakang mengerjakan namun terkadang jalan-jalan dan mengobrol dengan temannya. Ketika peneliti melihat dan mengoreksi jawaban siswa di depan, suasana kelas sedikit ribut. Salah satu siswa pindah ke meja paling depan untuk mencatat. Lama kelamaan situasi mulai tenang dan siswa antusias memperhatikan meskipun ada satu siswa yang berjalan-jalan. Beberapa saat kemudian bel tanda pergantian jam pelajaran pun berbunyi. Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya namun mereka tidak bertanya.
Peneliti menyampaikan bahwa jam terakhir ini akan digunakan untuk
mengerjakan soal. Siswapun berkata, “Yahh, Soal lagi”. Kemudian peneliti
meminta siswa untuk membantu membagikan soal. Dua siswa maju ke depan mengambil lembar soal kemudian membagikan kepada teman yang lain. Siswapun langsung mempersiapkan alat tulisnya. Ketika soal sudah terbagi
semua, ada siswa yang bilang, “Wehh, soalnya sama kayak yang pertama”.
Peneliti meminta perhatian kepada siswa untuk memperhatikan. Sebagian siswa di depan pun langsung diam dan memperhatikan peneliti, sedangkan yang di bagian
belakang masih mengobrol. Mereka di tegur temannya untuk diam, “Zzztt diam.”
Ketika suasana kelas sudah lebih tenang, peneliti menyampaikan aturan mengerjakan soal. Peneliti juga menyampaikan kepada siswa bahwa soal tersebut berbeda dengan yang sebelumnya dan menyuruh siswa untuk membacanya baik-baik dan teliti. Terkadang mereka mempeributkan masalah tidak boleh membuka buku catatan atau buku paket. Peneliti kemudian juga menjelaskan fungsi soal tersebut. Setelah semuanya sudah siap, peneliti mempersilahkan siswa untuk mengerjakan dengan tenang.
(5)
Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Johan Pamungkas lahir di Sleman pada tanggal 24 Juni 1993. Pendidikan dasarnya ditempuh di SD Negeri Umbulwidodo, Ngemplak, Sleman pada tahun 1999. Pada tahun 2005, ia melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Ngemplak, Sleman, dan dinyatakan lulus pada tahun 2008. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman, dan dinyatakan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011, ia tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma di akhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Efektivitas Metode Eksperimen Bebas dan Terbimbing terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa.