Pengaruh metode eksperimen terbimbing dan perbedaan gender terhadap prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 2 Klaten dalam materi pembiasan cahaya pada lensa.

(1)

i

ABSTRAK

Yoana Maria Vianey. 2015“Pengaruh Perbedaan Metode Eksperimen Terbimbing dan Perbedaan Gender terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Klaten dalam Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengajaran fisika dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar dan apakah gender berpengaruh terhadap prestasi belajar dalam materi pembiasan cahaya pada lensa. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar dan pengaruh gender tersebut, peneliti menggunakan soal pretest dan posttest untuk memperoleh data yang kemudian dianalisis secara statistika menggunakan uji T dan uji F.

Penelitian ini dilaksanakan pada 30 April sampai 11 Mei 2015 di SMA Negeri 2 Klaten. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 2 Klaten kelas X MIA 2 untuk kelas kontrol yang terdiri dari 30 siswa dan X MIA 3 untuk kelas eksperimen berjumlah 30 siswa yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan.

Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran fisika dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing dalam materi pembiasan cahaya pada lensa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa baik untuk siswa laki-laki ataupun perempuan dan prestasi belajar siswa perempuan lebih baik daripada prestasi belajar siswa laki-laki.

Kata Kunci : Prestasi Belajar, Eksperimen Terbimbing, Gender, Pembiasan Cahaya pada Lensa


(2)

ii

ABSTRACT

Yoana Maria Vianey. 2015 "The Influence of Guided Experiment and Gender to Learning Achievement of X SMA Negeri 2 Klaten Students in Learning Refraction of Light". Thesis. Physics Education Study Program. Education Department of Mathematics and Sciences Education. Faculty Of Teacher Training And Education. Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research was a quantitative research. The objectives of this study were 1) to find out whether the teaching of physics using a guided experiment could improve learning achievement; 2) to find out whether the gender influenced the learning refractionof light and lens’s achievement. Researcher conducted a pretest and posttest to find out specific data then the data analyzed statistically using T and F test.

This research was conducted on April 30th, 2015 to May 11th, 2015 in SMA Negeri 2 Klaten. The sample of this research was 30 students of X MIA 2 SMA Negeri 2 Klaten as class control and 30 students which consisted of 11 male students and 19 female students as experimental class.

The research findings were 1) a physics teaching using a guided experiment could improve learning achievement both female and male students; 2) learning achievement of female students better than male studens.

Key word: learning achievement, guided experiment, gender, learning refraction


(3)

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBING DAN PERBEDAAN GENDER TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 KLATEN DALAM MATERI

PEMBIASAN CAHAYA PADA LENSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Yoana Maria Vianey 111424009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERBIMBING DAN PERBEDAAN GENDER TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 KLATEN DALAM MATERI

PEMBIASAN CAHAYA PADA LENSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Yoana Maria Vianey 111424009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu, janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Matius 6:33-34).

Skripsiinikupersembahkanuntuk:

♥Ayahku Agustinus Sarimin dan Ibuku Hermi Muryani yang aku cintai♥ ♥Kakakku tercinta Chornellia dan Suaminya

♥2 keponakanku El dan Marvel yang ngegemesin♥ ♥My Lovely Fredy Sulistyo Bakti Prabowo


(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya tulis.


(9)

(10)

vii

ABSTRAK

Yoana Maria Vianey. 2015“Pengaruh Perbedaan Metode Eksperimen Terbimbing dan Perbedaan Gender terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Klaten dalam Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa”.

Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengajaran fisika dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar dan apakah gender berpengaruh terhadap prestasi belajar dalam materi pembiasan cahaya pada lensa. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar dan pengaruh gender tersebut, peneliti menggunakan soal pretest dan posttest untuk memperoleh data yang kemudian dianalisis secara statistika menggunakan uji T dan uji F.

Penelitian ini dilaksanakan pada 30 April sampai 11 Mei 2015 di SMA Negeri 2 Klaten. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 2 Klaten kelas X MIA 2 untuk kelas kontrol yang terdiri dari 30 siswa dan X MIA 3 untuk kelas eksperimen berjumlah 30 siswa yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan.

Hasil dari penelitian ini adalah pembelajaran fisika dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing dalam materi pembiasan cahaya pada lensa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa baik untuk siswa laki-laki ataupun perempuan dan prestasi belajar siswa perempuan lebih baik daripada prestasi belajar siswa laki-laki.

Kata Kunci : Prestasi Belajar, Eksperimen Terbimbing, Gender, Pembiasan Cahaya pada Lensa


(11)

viii

ABSTRACT

Yoana Maria Vianey. 2015 "The Influence of Guided Experiment and Gender to Learning Achievement of X SMA Negeri 2 Klaten Students in Learning Refraction of Light". Thesis. Physics Education Study Program. Education Department of Mathematics and Sciences Education. Faculty Of Teacher Training And Education. Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research was a quantitative research. The objectives of this study were 1) to find out whether the teaching of physics using a guided experiment could improve learning achievement; 2) to find out whether the gender influenced the learning refractionof light and lens’s achievement. Researcher conducted a pretest and posttest to find out specific data then the data analyzed statistically using T and F test.

This research was conducted on April 30th, 2015 to May 11th, 2015 in SMA Negeri 2 Klaten. The sample of this research was 30 students of X MIA 2 SMA Negeri 2 Klaten as class control and 30 students which consisted of 11 male students and 19 female students as experimental class.

The research findings were 1) a physics teaching using a guided experiment could improve learning achievement both female and male students; 2) learning achievement of female students better than male studens.

Key word: learning achievement, guided experiment, gender, learning refraction


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih karuniaNya, sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Eksperimen Terbimbing dan Perbedaan Gender terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Klaten dalam Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dapat diselesaikan.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan metode eksperimen terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan mengetahui apakah gender berpengaruh terhadap prestasi belajar dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing.

Penulis menyadari skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan dukungan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Romo Prof. Dr. Paul Suparno, S. J., M.S.T selaku Dosen Pembimbing skripsi yang dengan penuh ikhlas, sabar membimbing dan memberi petunjuk dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Dr. Ign. Edi Santosa, M.S selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika sekaligus selaku dosen pembimbing akademik.

3. Seluruh dosen JPMIPA yang telah memberikan pengalaman, pengetahuan, dan bimbingan selama penulis menimba ilmu di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Ibu Netty Sukatmi, S.Pd yang telah memberikan bimbingan untuk pembuatan RPP dan memvalidasi soal pretest-posttest.

5. Segenap Staff sekretariat JPMIPA yang telah membantu segala sesuatu tentang administrasi selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Drs. Yohanes Priyono, M. Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Klaten yang telah mengijinkan peneliti melakukan penelitian di sekolah tersebut.


(13)

x

7. Bapak Drs. Suwarno Endro selaku Wakasek Urusan Humas yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam mengurus ijin dan surat-surat. 8. Siswa-siswi X MIA 2 dan MIA 3 yang telah bersedia menjadi partisipan

dalam penelitian ini.

9. Keluarga, ayah Agustinus Sarimin, ibu Hermi Muryani Anastasia, yang senantiasa mendoakan dan mendukung dalam setiap proses pendidikan. 10. Yohanes de Deo Fredy Sulistyo yang selalu memberikan semangat dalam

penyelesaian sikripsi dan membantu proses penelitian.

11. Elisabeth Anindita Arjanggi yang dengan kasihnya menyemangati dan membantu penulis mendokumentasikan proses penelitian di SMA Negeri 2 Klaten.

12. Teman-teman Pendidikan Fisika angkatan 2011, terkusus Jejen, Johan, Maria dan Ginanjar yang selalu berbagi pengalaman indah, suka, duka dan pengetahuan selama empat tahun berproses dalam perkuliahan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

13. Serta semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan dan semangat yang telah diberikan sehingga sangat membantu penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan dalam bidang ilmu pengetahuan pada umumnya.


(14)

xi

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Hipotesa... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Fisika ... 7

1. Inti Filsafat Konstruktivisme ... 7

2. Dampak Konstruktivisme bagi Siswa yang Belajar... 12

3. Dampak Konstruktivisme bagi Guru Fisika... 12

B. Metode Eksperimen Terbimbing... 13

1. Pengertian Metode Eksperimen ... 13


(15)

xii

3. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan

Metode Eksperimen ... 16

4. Tahap Eksperimen... 17

5. Kelebihan dan Kelemahan Metode Eksperimen ... 18

C. Prestasi Belajar... 21

1. Pengertian Prestasi Belajar... 21

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 22

D. Gender... 23

1. Pengertian Gender ... 23

2. Sejarah Perbedaan Gender ... 24

3. Stereotip Gender, Persamaan, dan Perbedaan Gender ... 24

4. Penghapusan Bias Gender... 25

E. Pembiasan Cahaya pada Lensa ... 26

1. Jenis-jenis Lensa ... 26

2. Istilah dalam Pembahasan Lensa ... 27

3. Tiga Sinar Istimewa ... 28

4. Pembentukan Bayangan pada Lensa ... 30

5. Perbesaran Bayangan oleh Lensa... 31

6. Menentukan Letak Bayangan pada Lensa... 31

7. Rumus Umum Lensa Tipis ... 33

F. Dampak Teori ke Penelitian Berikutnya ... 34

G. Penelitian yang Relevan ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

1. Tempat ... 39

2. Waktu ... 39

C. Populasi dan Sampel ... 39

D. Treatment ... 39

1. Sebelum Eksperimen ... 40


(16)

xiii

3. Setelah Eksperimen ... 42

E. Instrumentasi... 43

1. RPP dan LKS ... 43

2. Pretest-Posttest ... 44

F. Validitas ... 51

G. Analsisis Data Pretest dan Protest ... 52

1. Mengetahui Kemampuan Awal atau Akhir di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 52

2. Mengetahui Pengaruh Perbedaan Gender terhadap Prestasi Belajar Siswa di Kelas Eksperimen ... 53

3. Mengetahui Pengaruh Perbedaaan Gender terhadap Prestasi Belajar Siswa di Kelas Kontrol ... 54

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA ... 55

A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 55

1. Pelaksanaan di Kelas Kontrol ... 58

2. Pelaksanaan di Kelas Eksperimen... 63

B. Data dan Analisis... 72

1. Data ... 72

2. Analisis... 74

C. Pembahasan ... 90

1. Prestasi Belajar... 90

2. Gender ... 91

D. Keterbatasan Penelitian ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Letak Bayangan pada Lensa Cembung ... 31

Tabel 2. 2 Letak Bayangan pada Lensa Cekung ... 32

Tabel 2. 3 Ketentuan Penggunaan Rumus Lensa ... 33

Tabel 3. 1 Distribusi soal-soal pretest materi pembiasan cahaya pada lensa dan aspek yang diukur ... 45

Tabel 3. 2 Distribusi soal-soal posttest materi pembiasan cahaya pada lensa dan aspek yang diukur ... 47

Tabel 3. 3 Kriteria penskoran pretest dan posttest ... 48

Tabel 4. 1 Jadwal Persiapan Sebelum Penelitian ... 55

Tabel 4. 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 57

Tabel 4. 3 Nilai Pretest-Posttest Kelas Kontrol... 72

Tabel 4. 4 Nilai Pretest-Posttest Kelas Eksperimen ... 73

Tabel 4. 5 Perbandingan Kemampuan Awal Siswa Laki-laki dan Perempuan di Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 74

Tabel 4. 6 Tabel Multiple Comparison (Kemampuan Awal) ... 75

Tabel 4. 7 Perbandingan Kemampuan Akhir Siswa Laki-laki dan Perempuan di Kelas Kontrol dan Eksperimen... 77

Tabel 4. 8 Tabel Multiple Comparison (Kemampuan Akhir)... 78

Tabel 4. 9 Perbandingan Selisih nilai Posttest-Pretest Siswa ... 80

Tabel 4. 10 Tabel Multiple Comparison (Selisih Posttest-Pretest) ... 81

Tabel 4. 11 Perbandingan Nilai Pretest-Posttest Siswa Perempuan di Kelas Eksperimen ... 82

Tabel 4. 12 Perbandingan Nilai Pretest-Posttest Siswa Laki-laki di Kelas Eksperimen ... 84

Tabel 4. 13 Perbandingan Nilai Posttest Siswa Perempuan dan Laki-laki di Kelas Eksperimen ... 85

Tabel 4. 14 Perbandingan Nilai Pretest-Posttest Siswa Perempuan di Kelas Kontrol ... 86 Tabel 4. 15 Perbandingan Nilai Pretest-Posttest Siswa Laki-laki


(18)

xv

di Kelas Kontrol ... 88 Tabel 4. 16 Perbandingan Nilai Posttest Siswa Perempuan dan Laki-laki


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Jenis Lensa Cembung... 27

Gambar 2. 2 Jenis Lensa Cekung... 27

Gambar 2. 3 Tiga Sinar Istimewa Lensa Cembung... 29

Gambar 2. 4 Tiga Sinar Istimewa Lensa Cekung... 30

Gambar 2. 5 Contoh Pembentukan Bayangan pada Lensa Cembung... 30

Gambar 4. 1 Observasi X MIA 3 ... 57

Gambar 4. 2 Penilaian dari Seorang Siswa ... 57

Gambar 4. 3 Siswa X MIA 2 saat Pretest ... 59

Gambar 4. 4 Siswa X MIA 2 saat Pretest ... 59

Gambar 4. 5 Guru Mengajar di Kelas Kontrol... 61

Gambar 4. 6 Guru Membimbing Siswa ... 61

Gambar 4. 7 Siswa Berdiskusi saat Mengerjakan Soal... 62

Gambar 4. 8 Siswa Mengerjakan Tugas dari Guru ... 62

Gambar 4. 9 Posttest di X MIA 2 ... 63

Gambar 4. 10 Posttest di X MIA 2 ... 63

Gambar 4. 11 Siswa Memasuki Lab ... 64

Gambar 4. 12 Siswa Mengerjakan Pretest ... 64

Gambar 4. 13 Peralatan KIT untuk3Kelompok ... 66

Gambar 4. 14 KIT untuk Eksperimen ... 66

Gambar 4. 15 Peralatan Sederhana untuk 3 Kelompok ... 67

Gambar 4. 16 Alat Sederhana untuk Eksperimen ... 67

Gambar 4. 17 Eksperimen dengan KIT... 68

Gambar 4. 18 Eksperimen dengan Alat Sederhana... 68

Gambar 4. 19 Siswa sedang Berdiskusi ... 68

Gambar 4. 20 Perwakilan Siswa Presentasi ... 68

Gambar 4. 21 Kegiatan Eksperimen ... 71

Gambar 4. 22 Siswa Berdiskusi ... 71

Gambar 4. 23 Kegiatan Posttest... 71


(20)

xvii

Gambar 4. 25 Kemampuan Awal Siswa ... 76 Gambar 4. 26 Kemampuan Akhir Siswa ... 79 Gambar 4. 27 Selisih Nilai Posttest-Pretest... 81


(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian dari JPMIPA ... 98

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA... 99

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 100

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 101

Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa Lensa Cembung ... 112

Lampiran 6 Lembar Kerja Siswa Lensa Cekung ... 117

Lampiran 7 Soal Pretest Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa ... 120

Lampiran 8 Soal Posttest Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa... 121

Lampiran 9 Jawaban Soal Pretest Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa ... 122

Lampiran 10 Jawaban Soal Posttest Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa.... 124

Lampiran 11 Hasil LKS Lensa Cembung dari Diskusi Siswa ... 126

Lampiran 12 Hasil LKS Lensa Cekung dari Diskusi Siswa ... 132

Lampiran 13 Contoh Lembar Jawaban Pretest Siswa... 135

Lampiran 14 Contoh Lembar Jawaban Posttest Siswa ... 139

Lampiran 15 Data Sampel... 144

Lampiran 16 Validitas dari Pakar ... 146

Lampiran 17 Hasil Skor dan Kelayakan Instrumen ... 150


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 diharapkan mampu memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta didik melalui upaya menumbuhkan dan mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Proses pembelajaran kurikulum 2013 mengembangkan proses pembelajaran tidak langsung dan langsung. Proses pembelajaran tidak langsung berhubungan dengan pengembangan nilai dan sikap, sedangkan dalam pembelajaran langsung peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir, dan ketampilan psikomotorik.

Proses pembelajaran langsung meliputi kegiatan belajar peserta didik: mengamati, menanya, melakukan percobaan, mengasosiasi dan mengkomunikasikan apa yang telah diperoleh dalam kegiatan asosiasi. Peserta didik merupakan subjek yang memiliki kemampuan secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuannya. Hal tersebut sesuai dengan kurikulum 2013 dimana menekankan peserta didik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga diperoleh hasil belajar yang produktif, inovatif, kreatif, dan afektif.


(23)

Hosnan (2014: 34) menyatakan bahwa implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

Langkah–langkah umum pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Meliputi: menggali informasi melalui pengamatan, questioning/bertanya, experimenting/percobaan,

kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, associating/menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta serta membentuk jaringan/networking (Hosnan, 2014:37).

Langkah ketiga pada pendekatan ilmiah yaitu experimenting/percobaan. Kegiatan eksperimen ini sesuai dengan pembelajaran sains karena dengan bereksperimen peserta didik terlatih menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan suatu masalah atau membuktikan suatu hipotesis. Eksperimen atau percobaan tidak hanya dapat dilakukan di laboratorium tetapi dapat dilakukan juga di alam sekitar.


(24)

Eksperimen yang digunakan sebagai metode pembelajaran dibedakan menjadi dua yaitu metode eksperimen bebas dan ekperimen terbimbing. Metode eksperimen bebas menantang peserta didik untuk merencanakan percobaan sendiri tanpa mendapat banyak bimbingan dari pendidik. Sedangkan, metode eksperimen terbimbing menekankan pendidik untuk merancang percobaan apa yang harus dilakukan oleh peserta didik.

Peneliti pernah menggunakan metode eksperimen terbimbing dalam pembelajaran saat melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta. Kegiatan eksperimen tersebut diwarnai dengan keterlibatan peserta didik, ada banyak peserta didik yang sangat aktif mengikuti seluruh rangkaian kegiatan tetapi ada juga peserta didik yang hanya diam berpangku tangan dan hanya melihat peserta didik lain bekerja, padahal dari segi alat dan bahan telah disesuaikan agar semua peserta didik dapat menggunakan alat tersebut secara bergantian.

Peneliti diberikan tugas untuk mengajar IPA di kelas VII untuk kelas A, B, dan F. Untuk setiap kelas, peneliti melihat ada peserta didik baik siswa putra dan putri yang diam saja saat bereksperimen. Peserta didik tersebut hanya diam atau hanya mencatat saja atau bahkan mencatat pun tidak, tetapi di lain pihak banyak kelompok lain secara aktif bekerja sama antara siswa putri dan putra, ada siswa laki-laki saja yang bekerja, dan ada pula siswa perempuan saja yang bekerja. Hal ini membuat peneliti ingin mengetahui adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa putra dan putri dengan memperhatikan keadaan yang seperti itu.


(25)

Pembelajaran fisika di SMA Negeri 2 Klaten telah menggunakan metode eksperimen terbimbing, namun metode tersebut masih belum sepenuhnya mengaktifkan siswanya. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pedoman seperti lembar kerja siswa yang dipersiapkan bagi peserta didik, kurang adanya umpan balik dari guru, dan ditambah dengan alat-alat eksperimen yang belum lengkap. Dalam penelitian ini menerapkan metode eksperimen terbimbing dimana peserta didik dapat memperoleh hasil yang lebih cepat, teratur dan terarah sehingga siswa tidak kebingungan dalam melaksanakan eksperimen. Peserta didik juga menjadi lebih aktif dan terampil menggunakan alat, merangkai alat dan mengambil kesimpulan. Sehingga peserta didik dapat terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, dengan begitu akan muncul sikap ilmiah dalam pribadi setiap peserta didik.

Peneliti menyadari bahwa eksperimen dapat dilakukan di laboratorium ataupun di luar kelas baik menggunakan alat yang disediakan atau membuat alat bersama dengan siswa, dengan begitu peneliti sebagai pendidik dan peserta didik dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu peneliti tertarik melaksanakan penelitian di sekolah tersebut karena berpanutan pada kurikulum 2013 dimana peserta didik turut terlibat secara aktif dalam kegiatan eksperimen meski ada faktor yang menghambat. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah dengan metode eksperimen terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan mengetahui apakah gender berpengaruh terhadap prestasi belajar dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing.


(26)

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pengajaran fisika dengan metode eksperimen terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X di SMA Negeri 2 Klaten materi pembiasan cahaya pada lensa?

2. Apakah gender berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas X pada proses pembelajaran fisika materi pembiasan cahaya pada lensa di SMA Negeri 2 Klaten?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Apakah pengajaran fisika dengan metode eksperimen terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X di SMA Negeri 2 Klaten materi pembiasan cahaya pada lensa;

2. Apakah gender berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas X pada proses pembelajaran fisika materi pembiasan cahaya pada lensa di SMA Negeri 2 Klaten.

D. Hipotesa

1. Metode eksperimen terbimbing meningkatkan prestasi belajar siswa. 2. Prestasi belajar siswa laki-laki dan perempuan berbeda.


(27)

E. Manfaat Penelitian

1. Guru

a. Mengetahui bahwa metode eksperimen terbimbing yang digunakan dalam pembelajaran fisika kelas X dalam materi Pembiasan Cahaya pada Lensa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

b. Untuk pembelajaran fisika berikutnya siswa laki-laki lebih diaktifkan sehingga prestasi belajar meningkat.

2. Penelitian

a. Peneliti menambah 1 penelitian di dunia dalam bidang fisika mengenai pengaruh gender terhadap prestasi belajar siswa menggunakan metode eksperimen terbimbing.


(28)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Fisika

Menurut Suparno (2007:7), pada dasa warsa terakhir ini, filsafat konstruktivisme banyak mempengaruhi pembelajaran fisika khususnya, dan pembelajaran sains pada umumnya. Banyak percobaan pembelajaran, penelitian, dan seminar internasional tentang pengaruh filsafat konstruktivisme dilakukan. Model pembelajaran fisika menjadi sangat berbeda dengan model pembelajaran yang klasik. Apa isi singkat filsafat konstruktivisme, dampaknya bagi siswa yang belajar, dan guru yang mengajar, dikupas dibawah ini.

1. Inti Filsafat Konstruktivisme a. Pengetahuan

Menurut Suparno (2007: 8), filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Intinya, pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari individu dalam mengenal sesuatu dimana melalui suatu proses mengetahui dari tahap menggunakan indra sampai ke pikiran. Bila yang sedang menekuni adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang harus kita bentuk sendiri dalam pikiran kita. Jadi, pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari


(29)

suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang (Bettencourt, 1989, dalam Suparno, 2007: 8).

Pengetahuan bukanlah suatu yang lepas dari subyek, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dalam pengalaman ataupun dunia sejauh dialaminya. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru (Piaget, 1971, dalam Suparno, 2007: 8).

Menurut Suparno (2007: 8-10), orang membentuk pengetahuannya pertama-tama melalui indera. Dengan melihat, mendengar, menjamah, membau, dan merasakan, orang membentuk pengetahuan tentang sesuatu hal.Misalnya, pengetahuan seorang siswa tentang air diperoleh sewaktu dia melihat air, bermain dengan air, menjamah air, membau air, merasakan suhu air dll. Dan sewaktu siswa itu sudah di SMA pengetahuan tentang airnya bertambah karena ia menimbang air, menguapkan air, mengukur massa jenis air, dan mencari sifat-sifat kimiawi air. Dalam pembentukan awal pada anak, penggunaan indera ini semakin penting.

Dari sini cukup jelas bahwa untuk dapat mengetahui sesuatu, siswa haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis dan akhirnya yang terpenting merangkumkannya sebagai suatu pengertian yang utuh. Tanpa keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan mereka sendiri, mereka tidak akan mengerti apa-apa.


(30)

Itulah sebabnya dalam suatu kelas setiap siswa dapat menangkap dan mengerti lain tentang suatu bahan yang sama yang diajarkan guru.

Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang yang sedang mengolahnya, maka jelas bahwa pengetahuan itu bukanlah sesuatu yang sudah jadi dan tidak terubahkan. Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus akan berkembang semakin luas, lengkap, dan sempurna. Pembentukan pengetahuan jelas bukan sekali jadi, tetapi bertahap.

Secara prinsipial para konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seorang kepada yang lain. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan yang sudah dipunyai guru fisika tidak dapat begitu saja dipindahkan atau dituangkan dalam otak siswa. Pengetahuan hanya dapat ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksi sendiri secara aktif oleh siswa itu sendiri. Banyaknya siswa yang salah menangkap dan mengerti dari apa yang diajarkan oleh gurunya menunjukkan bahwa pengetahuan itu harus dikonstruksikan sendiri atau paling sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa dan tidak begitu saja dipindahkan. b. Konstruktivisme Personal dan Sosial

Menurut Suparno (2007: 10-11), dalam pendidikan fisika ada dua aliran konstruktivisme yang banyak digunakan dan bahkan digabungkan, yaitu:


(31)

1) Konstruktivisme Psikologis Personal (Piaget)

Konstruktivisme psikologis diawali oleh Piaget yang meneliti bagaimana seorang anak membangun pengetahuan kognitifnya. Dalam penelitiannya Piaget mengamati bagaimana seorang anak itu pelan-pelan membentuk pengetahuannya sendiri. Ia menyoroti bagaimana seorang anak itu pelan-pelan membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Ia lebih menekankan bagaimana si individu secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Dalam pembentukan pengetahuan lewat skema-skema itu, seorang anak mengerjakannya sendiri tanpa orang lain. Jelas pendekatan Piaget ini lebih personal dan individual.

Dalam kasus belajar fisika, maka anak diberi kebebasan untuk mempelajari sendiri dan kemajuannya dapat sendiri-sendiri. Tekanannya adalah siswa hanya dapat mengerti fisika bila ia sendiri belajar dan dengan demikian membangun pengetahuannya sendiri. 2) Sosiokulturalisme (Vygotsky)

Vygotsky meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Vygotsky lebih menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan baik (Cobb, 1996, dalam Suparno, 2007: 11).


(32)

Itulah sebabnya dalam pendidikan, siswa perlu berinteraksi dengan para ahli dan juga terlibat dengan situasi yang cocok dengan pengetahuan yang ingin diteliti. Misalnya, para siswa yang belajar fisika dipertemukan dengan para ahli fisika yang dapat bercerita tentang tugas dan pekerjaan serta penemuan-penemuan mereka. Sekaligus juga para siswa perlu dibawa pada laboratorium dimana para ahli bekerja dan meneliti.Dalam interaksi dengan mereka itulah, para siswa ditantang untuk mengkonstruksikan pengetahuannya lebih sesuai dengan konstruksi para ahli.

c. Pengetahuan Fisis

Menurut Suparno (2007: 12), fisika oleh Piaget dikelompokkan sebagai pengetahuan fisis. Pengetahuan fisis terjadi karena abstraksi terhadap alam dunia ini. Oleh karena fisika adalah pengetahuan fisis, maka sangat jelas bahwa untuk mempelajari fisika dan membentuk pengetahuan tentang fisika diperlukan kontak langsung dengan hal yang ingin diketahui.

Siswa memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya. Pengetahuan fisik ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek. Pengetahuan yang akurat akan suatu objek tidak dapat diperoleh dari membaca, melihat gambar, mendengarkan orang bicara, tetapi hanya dapat diperoleh melalui campur tangan si anak terhadap suatu benda.


(33)

Inilah sebabnya dalam fisika metode eksperimen dan inquiry, dimana siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan sangat cocok untuk mendalami fisika. Metode ilmiah yang sangat jelas menunjukkan proses abstraksi terhadap kejadian konkret, tepat untuk digunakan dalam pelajaran fisika.

2. Dampak Konstruktivisme Bagi Siswa yang Belajar

Belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman baik alami maupun manusiawi. Proses konstruksi itu dilakukan secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses yang aktif. Beberapa factor seperti pengalaman, pengetahuan yang telah dipunyai, kemampuan kognitif dan lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar. Kelompok belajar dianggap sangat membantu belajar karena mengandung beberapa unsur yang berguna menantang pemikiran dan meningkatkan harga diri seseorang (Suparno, 1997: 64).

3. Dampak Konstruktivisme Bagi Guru Fisika

Menurut Suparno (2007: 17), oleh karena tugas guru adalah membantu siswa membangun pengetahuan mereka dengan cara dan tingkat yang dapat berbeda, maka guru konstruktivis dituntut penguasaan bahan yang luas dan mendalam. Guru perlu mempunyai pandangan yang sangat luas mengenai bahan fisika yang mau diajarkan. Pengetahuan yang


(34)

luas dan mendalam akan memungkinkan seorang guru menerima pandangan dan gagasan-gagasan siswa yang berbeda dan juga memungkinkan untuk menunjukkan apakah gagasan siswa itu jalan atau tidak.

Kecuali menguasai bahan, guru konstruktivis perlu menguasai konteks dari bahan itu sehingga dapat menjelaskan bahan dengan latar belakang yang membantu siswa mengerti lebih mudah. Guru fisika kecuali mengerti isi bahan fisika juga perlu mengerti bagaimana isi itu dalam perkembangan sejarah fisika berkembang. Maka pengajaran fisika perlu dikaitkan dengan sejarah, perkembangan serta teknologi yang terkait.

B. Metode Eksperimen Terbimbing

1. Pengertian Metode Eksperimen

Secara umum metode eksperimen adalah metode mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian,

pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan memang benar. Jadi

metode ini lebih untuk mengecek supaya siswa makin yakin dan jelas akan teorinya. Sering disebut metode laboratorium karena percobaan biasanya dilakukan di laboratorium. Biasanya metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih untuk menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan para ahli. Namun, dalam praktek guru dapat pula melakukan eksperimen untuk menemukan teorinya atau hukumnya. Dalam hal ini seakan-akan teori atau hukum belum ditemukan, dan siswa diminta untuk


(35)

menemukan. Tentu guru sudah tahu teori atau hukum sebelumnya dan bagi guru arah eksperimen harus jelas! Dengan metode ini siswa dapat merasa bangga dan yakin karena seakan-akan menemukan sendiri (Suparno, 2007: 77-78).

Metode eksperimen dibedakan menjadi dua, yaitu eksperimen yang

terencana atau terbimbing dan eksperimen bebas. Dalam banyak

pembelajaran fisika di SMA dan SMP, kebanyakan eksperimen dipilih yang terbimbing atau terencana. Alasan utama adalah dengan model eksperimen terbimbing, hasilnya akan lebih cepat selesai dan lebih teratur dan terarah, sehingga siswa tidak mudah bingung (Suparno, 2007: 78).

2. Eksperimen Terbimbing

a. Maksud Metode Eksperimen Terbimbing

Dengan eksperimen terbimbing seluruh jalannya percobaan sudah dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Langkah-langkah yang harus dibuat siswa, peralatan yang harus digunakan, apa yang harus diamati dan diukur semuanya sudah ditentukan sejak awal. Maka siswa tidak akan bingung tentang langkah-langkah yang akan dibuat. Data yang harus dikumpulkan dan kesimpulan mana yang akan dituju mereka cukup jelas. Tentu hasil kesimpulan tergantung data yang mereka lakukan. Biasanya ada petunjuk langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh siswa, ada lembar kerja (LKS lembar kerja siswa) (Suparno, 2007: 78).


(36)

b. Tugas Guru

Menurut Suparno (2007: 78-79), untuk melakukan pembelajaran dengan eksperimen terbimbing, guru punya peran sangat penting. Beberapa hal yang harus dilakukan guru adalah:

1) Memilih eksperimen apa yang akan ditugaskan kepada siswa;

2) Merencanakan langkah-langkah percobaan: apa tujuannya, peralatan yang digunakan, bagaimana memakai percobaan, data yang harus dikumpulkan siswa, bagaimana menganalisis data, dan apa kesimpulannya;

3) Mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan sehingga pada saat siswa mencoba semua siap dan lancar;

4) Pada saat percobaan sendiri guru dapat berkeliling melihat bagaimana siswa melakukan percobaannya dan memberikan masukan kepada siswa;

5) Bila ada peralatan yang macet guru membantu siswa agar alat dapat jalan dengan baik;

6) Membantu siswa dalam menarik kesimpulan dengan percobaan yang dilakukan;

7) Bila siswa membuat laporan, maka guru harus memeriksanya;

8) Guru sebaiknya mempersiapkan petunjuk dan langkah percobaan dalam satu lembar kerja sehingga memudahkan siswa bekerja.


(37)

c. Tugas Siswa

Menurut Suparno (2007: 79), dalam eksperimen siswa entah sendiri atau dalam kelompok kecil melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan guru. Ada baiknya kelompok dibuat kecil sehingga siswa dapat sungguh melakukan percobaan dan bukan hanya melihat percobaan teman. Dalam percobaan, siswa antara lain akan melakukan tindakan berikut:

1) Membaca petunjuk percobaan dengan teliti; 2) Mencari alat yang diperlukan;

3) Merangkaikan alat-alat sesuai dengan skema percobaan; 4) Mulai mengamati jalannya percobaan;

5) Mencatat data yang diperlukan;

6) Mendiskusikan dalam kelompok untuk ambil kesimpulan dari data yang ada;

7) Membuat laporan percobaan dan mengumpulkan;

8) Dapat juga mempresentasikan percobaannya di depan kelas.

3. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan Metode Eksperimen Menurut Hosnan (2014: 60), agar penggunaan metode eksperimen itu efisien, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam eksperimen, setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa;


(38)

b. Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang meyakinkan atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih; c. Dalam eksperimen, siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati

proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang cukup lama sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaaran dari teori yang dipelajari itu;

d. Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka di samping memperoleh pengetahuan, pengalaman serta ketrampilan,juga kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen; e. Tidak semua masalah bisa dieksperimenkan, seperti masalah mengenai kejiwaan, beberapa segi kehidupan sosial dan keyakinan manusia. Kemungkinan lain karena sangat terbatasnya suatu alat, sehingga masalah itu tidak bisa diadakan percobaan karena alatnya belum ada.

4. Tahap Eksperimen

Pembelajaran dengan metode eksperimen, menurut Palendeng (2003: 82, dalam Hosnan, 2014: 61-62), meliputi tahap-tahap berikut:

a. Percobaan awal; pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan yang didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam. Demonstrasi ini menampilkan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi fisika yang akan dipelajari.


(39)

b. Pengamatan; merupakan kegiatan siswa saat guru melakukan percobaan. Siswa diharapkan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.

c. Hipotesis awal; siswa dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan hasil pengamatannya.

d. Verifikasi; kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok. Siswa diharapkan merumuskan hasil percobaan dan membuat kesimpulan, selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya.

e. Aplikasi konsep; setelah siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya diaplikasikan dalam kehidupannya. Kegiatan ini merupakan pemantapan konsep yang telah dipelajari.

f. Evaluasi; merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep. Penerapan pembelajaran dengan metode eksperimen akan membantu siswa untuk memahami konsep. Pemahaman konsep dapat diketahui apabila siswa mampu mengutarakan secara lisan, tulisan, maupun aplikasi dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa memiliki kemampuan untuk menjelaskan, menyebutkan, memberikan contoh, dan menerapkan konsep terkait dengan pokok bahasan.

5. Kelebihan dan Kelemahan Metode Eksperimen

Menurut Sumantri (1999: 158, dalam Hosnan, 2014: 63-64), kelebihan metode eksperimen adalah sebagai berikut:


(40)

a. Membuat siswa percaya pada kebenaran kesimpulan percobaanya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku;

b. Siswa aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi, atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukan;

c. Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berpikir ilmiah;

d. Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objetif, relistik, dan menghilangkan verbalisme;

e. Hasil belajar menjadi kepemilikan siswa yang bertalian lama.

Menurut Hosnan (2014: 63), kelemahan metode eksperimen adalah: a. Metode ini memakan waktu yang banyak. Jika diterapkan dalam rangka

pelajaran di sekolah, maka metode ini dapat menyerap waktu pelajaran; b. Kebanyakan metode ini cocok untuk sains dan teknologi, kurang tepat

jika pada pelajaran lain, terutama bidang ilmu pengetahuan sosial; c. Pada hal-hal tertentu, seperti pada eksperimen bahan-bahan kimia,

kemungkinan memiliki bahaya selalu ada. Dalam hal ini, faktor keselamatan kerja harus diperhitungkan;

d. Metode ini memerlukan alat dan fasilitas yang lengkap. Jika kurang salah satu padanya, maka eksperimen tidak akan berhasil dengan baik.

Berdasarkan pendapat diatas, Hosnan (2014: 64) menjelaskan bahwa penerapan metode eksperimen dalam kegiatan pembelajaran di sekolah


(41)

memiliki kelebihan dan manfaat. Kelebihan tersebut berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Di samping kelebihan yang dapat dirasakan oleh siswa dalam pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen, ada juga kekurangan atau kelemahannya. Hal ini menuntut kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran eksperimen dengan mengawasi proses kerja sama dalam belajar yang dilakukan oleh siswa. Hal ini berarti bahwa peran guru sangatlah penting dalam memberikan pengawasan sekaligus bimbingan bagi siswa.

Menurut Hosnan (2014: 65), aplikasi/penerapan metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah:

a. Menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum;

b. Mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia harus disediakan;

c. Mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya;

d. Melakukan dan mengamati percobaan;

e. Mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; f. Menarik simpulan atas hasil percobaan;


(42)

C. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Mulyasa ( 2013: 189), prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seorang setelah menempuh kegiatan belajar, sedangkan belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik akan menghasilkan prestasi belajar, berupa perubahan-perubahan perilaku, yang oleh Bloom dan kawan-kawan dikelompokkan ke dalam kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri tertentu.

Menurut Makmun (1999, dalam Mulyasa, 2013: 189-190), ciri-ciri perubahan perilaku hasil belajar adalah bersifat:

a. intensional;

artinya pengalaman atau praktek latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukan dan bukan secara kebetulan.

b. positif;

sesuai dengan yang diharapkan (normatif),atau kriteria keberhasilan (criteria of success), baik dipandang dari segi peserta didik maupun dari segi guru.

c. efektif;

artinya perubahan hasil belajar itu relatif tetap, dan setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan dipergunakan, seperti dalam pemecahan masalah, ujian, maupun dalam penyesuaian diri dalam


(43)

kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Mulyasa (2013: 191-192), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Faktor Internal

Prestasi belajar seseorang akan ditentukan oleh faktor diri (internal), baik secara fisiologis maupun secara psikologis, beserta usaha yang dilakukannya.

- Faktor fisiologis, berkaitan dengan kondisi jasmani atau fisik seseorang, yang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kondisi jasmani pada umumnya dan kondisi yang berkaitan dengan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama panca indera.

- Faktor psikologis, berasal dari dalam diri seseorang seperti intelegensi, minat, sikap.

Selain, faktor-faktor di atas prestasi belajar juga dipengaruhi oleh waktu dan kesempatan. Waktu dan kesempatan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda sehingga akan berpengaruh terhadap perbedaan kemampuan peserta didik.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik dapat digolongkan ke dalam faktor sosial dan non-sosial.


(44)

- Faktor sosial menyangkut hubungan antarmanusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial. Ke dalam faktor ini termasuk lingkungan keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat pada umumnya.

- Faktor non-sosial adalah faktor-faktor lingkungan yang bukan sosial seperti lingkungan alam dan fisik: misalnya: keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya.

Menurut peneliti, prestasi belajar merupakan hasil belajar yang diperoleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar. Prestasi belajar tersebut berupa perubahan perilaku yang bersifat intensional, positif, dan afektif. Prestasi belajar dipengaruhi oleh 2 faktor yakni faktor internal (faktor diri) dan faktor eksternal (faktor sosial dan non-sosial).

D. Gender

1. Pengertian Gender

Menurut Mansour (2012: 7-8), untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.


(45)

2. Sejarah Perbedaan Gender

Teori teoritikus berspekulasi bahwa beberapa faktor berkontribusi terhadap perbedaan gender. Karakteristik dan kecenderungan yang diturunkan memiliki peran substansial dalam sebagian perbedaan, sedangkan faktor-faktor lingkungan lebih berkontribusi terhadap perbedaan yang lain. Dalam banyak kasus, faktor biologis (yaitu, keturunan) dan pengalaman (yaitu, lingkungan) berhubungan dan saling melengkapi sehingga memperkuat pengaruh masing-masing (Lippa, 2002, dalam Ormrod, 2009: 182).

3. Stereotip Gender, Persamaan, dan Perbedaan a. Stereotip Gender

Menurut Santrock (2014: 184), Stereotip gender merupakan kategori yang mencerminkan kesan dan keyakinan tentang perilaku apa yang sesuai untuk perempuan dan laki-laki.

b. Perbedaan Gender pada Ketrampilan Sains

Dalam pencapaian nilai sains, anak laki-laki melakukan sedikit lebih baik dalam sains dibandingkan anak perempuan di kelas 4, 8, dan 12 (Penilaian Nasional terhadap Kemajuan Pendidikan di AS, 2005, dalam Santrock, 2014: 187).

Dalam studi lain, kali ini difokuskan pada siswa kelas 8 dan 10, nilai anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan pada tes sains, terutama di kalangan siswa berkemampuan menengah dan


(46)

kemampuan di atas rata-rata (Burkham, Lee, & Smerdon, 1997, dalam Santrock, 2014: 187).

Di kelas sains yang menekankan kegiatan laboratorium, nilai ujian sains anak perempuan membaik. Hal ini menunjukkan pentingnya keterlibatan aktif dari siswa kelas ilmu pengetahuan, yang dapat mempromosikan kesetaraan gender (Santrock, 2014: 187).

4. Penghapusan Bias Gender

Bias gender hadir di ruang kelas. Guru berinteraksi lebih banyak dengan anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan di semua tingkat pendidikan (Blakemore, Berenbaum, & Liben, 2009, dalam Santrock, 2014: 92). Apa buktinya bahwa kelas bias terhadap anak perempuan? Pertimbangkan faktor-faktor berikut (Sadker & Sadker, 1994, 2005, dalam Santrock, 2014: 192-193):

a. Dalam kelas khusus, anak perempuan lebih patuh, anak laki-laki lebih kasar.

b. Di banyak kelas, guru menghabiskan lebih banyak waktu memperhatikan dan berinteraksi dengan anak laki-laki, sedangkan anak perempuan bekerja dan bermain dengan tenang sendiri.

c. Anak laki-laki mendapatkan instruksi bantuan lebih banyak dibandingkan anak perempuan ketika mereka mengalami kesulitan dengan pertanyaan.


(47)

Menurut Santrock (2014: 193), dengan demikian terdapat bukti atas bias gender terhadap anak laki-laki dan perempuan di sekolah-sekolah. Pengajar sekolah banyak yang tidak menyadari bias gender dari sikap mereka. Sikap-sikap ini sangat mengakar, dan didukung oleh budaya umum. Meningkatkan kesadaran bias gender di sekolah jelas merupakan strategi penting dalam mengurangi bias tersebut.

E. Pembiasan Cahaya pada Lensa

Lensa adalah benda yang bening atau transparan yang memiliki 1 atau 2 permukaan lengkung. Sebuah lensa dapat terdiri dari satu bidang lengkung dan satu bidang datar atau juga dapat terdiri dari dua bidang lengkung (Raharja.dkk, 2013: 133).

1. Jenis-Jenis Lensa

Lensa terbagi menjadi 2 macam, yaitu lensa cembung (lensa kovergen atau lensa konveks) dan lensa cekung (lensa divergen atau lensa konkaf).

a. Lensa Cembung

Lensa cembung ialah lensa yang bagian tengahnya lebih tebal dan bagian tepiannya lebih tipis. Berdasarkan bentuknya (lihat gambar 2.1), lensa cembung dikelompokkan menjadi:

1) lensa cembung-cembung (bikonveks); 2) lensa cembung-datar (plan-konveks); 3) lensa cembung-cekung (konveks-konkaf).


(48)

Gambar 2.1 Jenis Lensa Cembung

b. Lensa Cekung

Lensa cekung ialah lensa yang bagian tengahnya tipis dan bagian tepinya lebih tebal. Lensa cekung disebut juga dengan lensa divergen atau lensa konkaf. Berdasarkan bentuknya (lihat gambar 2.2), lensa cekung dikelompokkan menjadi:

1) lensa cekung-cekung (bikonkaf); 2) lensa cekung-datar (plan-konkaf); 3) cekung-cembung (konkaf-konveks).

Gambar 2.2 Jenis Lensa Cekung

2. Istilah dalam Pembahasan Lensa

a. Sumbu utama adalah garis yang menghubungkan pusat kedua bola yang membentuk permukaan lensa.

b. Jari-jari kelengkungan merupakan jarak antara pusat kelengkungan dan pusat optik lensa.


(49)

c. Pusat optik adalah titik pada lensa yang merupakan pertemuan antara gari diameter lensa dan sumbu utama.

Lensa bersifat tembus cahaya sehingga energi cahaya dapat masuk dari kedua sisinya. Oleh sebab itu, ada dua titik fokus yang berjarak sama dari pusat optik dengan anggapan kedua sisi lensa berada pada medium yang sama. Titik-titik itulah yang sering disebut dengan titik fokus pertama F1dan titik fokus kedua F2.

1) Lensa Cembung

Titik fokus pertama F1 adalah titik pada sumbu utama dimana sinar

datang yang sejajar sumbu utama setelah dibiaskan seolah-olah menuju titik itu. Sedangkan, titik fokus kedua F2 adalah titik pada

sumbu utama dengan sinar yang melewatinya akan merambat sejajar sumbu utama setelah dibiaskan.

2) Lensa Cekung

Titik fokus pertama F1 adalah titik pada sumbu utama dimana sinar

datang yang sejajar sumbu utama setelah dibiaskan seolah-olah berasal dari titik itu. Sedangkan, titik fokus kedua F2 adalah titik

pada sumbu utama dengan sinar yang menuju kearahnya akan merambat sejajar sumbu utama setelah dibiaskan.

3. Tiga Sinar Istimewa a. Lensa Cembung


(50)

1) Sinar datang sejajar dengan sumbu utama lensa dibiaskan melalui titik fokus F1.

2) Sinar datang melalui titik fokus F2dibiaskan sejajar sumbu utama.

3) Sinar datang melalui titik pusat optik O diteruskan tanpa membias (lihat gambar 2.3).

Gambar 2.3 Tiga Sinar Istimewa Lensa Cembung

b. Lensa Cekung

Tiga sinar istimewa pada lensa cembung yaitu:

1) Sinar datang sejajar dengan sumbu utama lensa dibiaskan seakan-akan melalui titik fokus F1.

2) Sinar datang seakan-akan menuju titik fokus F2 dibiaskan sejajar

sumbu utama.

F2

F1

F2

F1

F2


(51)

3) Sinar datang melalui titik pusat optik O diteruskan tanpa membias (lihat gambar 2.4).

Gambar 2.4 Tiga Sinar Istimewa Lensa Cekung

4. Pembentukan Bayangan pada Lensa

Dengan menggunakan ketiga sinar istimewa pada lensa cembung yang telah dipaparkan pada penjelasan diatas maka dapat digambarkan pembentukan bayangan oleh lensa cembung. Berikut adalah contoh pembentukan bayangan pada lensa cembung untuk salah satu posisi benda (lihat gambar 2.5).

Jarak benda lebih besar dari 2 kali jarak fokus kedua (2f2). Maka,

dengan menggunakan sinar istimewa lensa cembung diperoleh bayangan yang bersifat nyata, terbalik, diperkecil, dan letak bayangannya di antara titik fokus pertama (F1) dan 2 kali jarak fokus lensa pertama (2f1).

Gambar 2.5 Contoh Pembentukan Bayangan pada Lensa Cembung

F1 F2 F1 F2 F1


(52)

5. Perbesaran Bayangan oleh Lensa

Perbesaran lensa didefinisikan sebagai perbandingan antara ukuran bayangan dengan ukuran benda, atau jarak bayangan dibagi jarak benda

dengan h adalah tinggi benda, h’ adalah tinggi bayangan, s adalah jarak benda ke lensa, dans’adalah jarak bayangan ke lensa.

6. Menentukan Letak Bayangan pada Lensa

a. Letak Relatif Bayangan pada Lensa Cembung (tabel 2.1)

Tabel 2.1 Letak Bayangan pada Lensa Cembung

Letak Benda Letak Bayangan Sifat Bayangan

Di tak berhingga Di titik fokus F1

pada sisi seberang lensa

Nyata, terbalik, diperkecil

Di antara pusat kelengkungan lensa dan tak berhingga

Di antara titik fokus F1dan pusat

kelengkungan di seberang posisi benda

Nyata, terbalik, diperkecil

Di pusat

kelengkungan lensa

Di pusat

kelengkungan pada sisi seberang lensa

Nyata, terbalik, sama besar


(53)

Di antara titik fokus dan pusat

kelengkungan lensa

Di belakang pusat kelengkungan pada sisi seberang lensa

Nyata, terbalik, diperbesar

Di titik fokus kedua F2

Di jarak tak

berhingga pada sisi seberang lensa

Nyata, terbalik, sangat

diperbesar Di antara titik fokus

dan pusat optik

Pada sisi yang sama dari lensa dan di belakang benda

Maya, tegak, diperbesar

b. Letak Relatif Bayangan pada Lensa Cekung (tabel 2.2)

Tabel 2.2 Letak Bayangan pada Lensa Cekung

Letak Benda Letak Bayangan Sifat Bayangan

Di tak berhingga Di titik fokus F1 pada

sisi lensa yang sama dengan benda

Nyata, tegak, sangat

diperkecil Di manapun di antara

pusat kelengkungan lensa dan tak berhingga

Di antara pusat optik dan titik fokus F1pada

sisi yang sama dengan benda

Maya, tegak, diperbesar


(54)

7. Rumus Umum Lensa Tipis

Lensa tipis merupakan lensa yang memiliki ketebalan dapat diabaikan terhadap diamater kelengkungan lensa, sehingga sinar-sinar sejajar sumbu utama tepat difokuskan ke suatu titik, yaitu titik fokus (Kanginan, 2013: 412). Secara umum, jarak benda, jarak bayangan, dan jarak fokus lensa memenuhi hubungan :

rumus tersebut sama seperti pada rumus cermin. Rumus di atas juga berlaku untuk lensa tipis. Lensa cekung merupakan lensa divergen, jarak fokusnya dianggap negatif. Ketentuan yang berhubungan dengan perjanjian tanda pada penggunaan rumus umum lensa tipis ditunjukkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Ketentuan Penggunaan Rumus Lensa

Besaran Simbol Bernilai Postif Bernilai Negatif

Jarak benda

S

Benda di depan lensa Benda di belakang lensa

Jarak

bayangan s’

Bayangan di belakang lensa (nyata)

Benda di depan lensa (maya)

Tinggi Bayangan

h’


(55)

Jari-jari kelengkungan

R

Di belakang lensa Di depan lensa

Jarak fokus F Lensa cembung Lensa cekung

F. Dampak Teori ke Penelitian Berikutnya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) apakah pengajaran Fisika dengan metode eksperimen terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan (2) apakah gender berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa dengan pengajaran eksperimen terbimbing materi pembiasan cahaya pada lensa.

Teori yang telah disajikan pada bab 2 mendukung penelitian ini. Teori-teori tersebut mendasari dalam pembuatan treatment, instrument, analisis data, dan kesimpulan.

Treatment yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen terbimbing untuk kelas eksperimen dan metode ceramah untuk kelas kontrol. Berdasarkan teori tentang metode eksperimen terbimbing dan materi tentang pembiasan cahaya yang nantinya digunakan sebagai dasar pembuatan Lembar Kerja Siswa (LKS). Sampel melakukan percobaan sesuai dengan LKS yang telah dibuat, memecahkan masalah dengan berdiskusi dalam kelompok, kemudian mempresentasikannya.

Treatment tersebut sesuai dengan teori konstruktivisme dimana siswa dapat mengamati, mengukur, mengumpulkan data, menganalisa data, dan


(56)

menyimpulkan sangat cocok untuk mendalami fisika. Metode ilmiah yang sangat jelas menunjukkan proses abstraksi terhadap kejadian konkret, tepat untuk digunakan dalam pelajaran fisika (Suparno, 2007: 12)

Instrumen dibuat berdasarkan (1) teori tentang prestasi belajar siswa dan materi tentang pembiasan cahaya pada lensa yang mendasari pembuatan

pretest dan posttest, (2) teori prestasi belajar dan teori perbedaan gender

untuk mengetahui apakah prestasi belajar siswa putra dan putri berbeda. Analisa data dan kesimpulan, disusun berdasarkan teori tentang prestasi belajar siswa dan teori perbedaan gender untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar antara siswa putra dan putri. Sedangkan, teori prestasi belajar dan materi pembiasan cahaya pada lensa untuk mengetahui apakah metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

G. Penelitian yang Relevan

Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Dari hasil penelusuran penelitian terdahulu, diperoleh beberapa masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu:

Perbedaan Prestasi Belajar antara Siswa Putra dan Putri pada Subpokok Bahasan Perpindahan Kalor dengan Metode Eksperimen. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2008 oleh Varida Indrastuti (041424008), Mahasiswi Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada siswa kelas XA dan XC di SMA Negeri 1 Ngemplak. Hasil


(57)

dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode eksperimen dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa dan dengan pengajaran eksperimen, prestasi belajar antara siswa putra dan putri tidak berbeda.

Pengaruh Gender dalam Hal Minat, Sikap, dan Pemahaman Fisika Siswa pada Pokok Bahasan Kinematika dengan Analisis Vektor. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 oleh Paulus Raja (081424024), Mahasiswa Program Studi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Siswa Kelas XI IPA SMA Frater Makassar. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa gender tidak mempengaruhi minat, sikap, dan pemahaman siswa. Hal ini terbukti dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada aspek-aspek yang telah diukur dalam penelitian tersebut.

Dari kedua hasil penelitian terdahulu seperti yang telah dipaparkan di atas, terdapat kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu penggunaan treatment eksperimen dalam pembelajaran fisika dan meneliti adakah perbedaan gender dalam pencapaian prestasi belajar siswa. Akan tetapi dari kedua penelitian tersebut tidak ada yang benar-benar sama dengan masalah yang akan diteliti.

Penelitian Paulus Raja berbeda dengan penelitian ini karena tidak menggunakan treatment metode eksperimen terbimbing dalam pembelajaran fisika. Varida Indrastuti juga berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan karena sampel dan materi yang digunakan berbeda.

Dari pemaparan di atas telah jelas mengenai perbedaan dan persamaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitian-penelitian yang


(58)

sudah dilakukan. Oleh karena itu penelitian yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Gender Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Klaten dalam Materi Pembiasan Cahaya pada Lensa Menggunakan Metode Eskperimen Terbimbing” dapat dilakukan karena masalah yang akan diteliti


(59)

38

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, dimana menggunakan data berupa skor atau angka yang selanjutnya akan dianalisa dengan statistik. Statistik yang digunakan dalam penelitian ini ialah statistik inferensial. Menurut Suparno (2010: 90), statistik inferensial digunakan untuk membuktikan apakah suatu hipotesis dapat diterima atau ditolak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa dan mengetahui pengaruh perbedaan gender terhadap prestasi belajar. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui perolehan data nilai siswa yang berupa angka dari hasil pretest-posstest kemudian dianalisa secara statistik. Kesimpulan dapat diperoleh berdasarkan data dari subyek yang diteliti dan diolah dengan menggunakan Uji-T dan Uji F dengan bantuan komputer program SPSS 17.00 for windows.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian eksperimental dengan desain Design Static Group Pretest-Posttest dengan skema sebagai berikut:

Treatment group O X1 O

Control group O X2 O

Menurut Suparno (2010:137) riset eksperimen mempunyai kelompok yang digunakan sebagai percobaan, yaitu kelompok yang


(60)

menerima treatment disebut kelompok eksperimen. Dan juga mempunyai kelompok kontrol, yaitu kelompok yang tidak menerima treatment.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Klaten (Jl. Angsana Trunuh, Klaten Selatan).

2. Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 30 April 2015-11 Mei 2015.

C. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kelompok yang lebih besar dimana hasil dari penelitian tersebut diharapkan berlaku untuk seluruh anggota grup yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X SMA Negeri 2 Klaten yang terdiri dari 7 kelas peminatan IPA.

Sampel adalah sebagian populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 2 Klaten kelas X MIA 2 untuk kelas kontrol yang terdiri dari 30 siswa dan X MIA 3 untuk kelas eksperimen yang terdiri dari 30 siswa.

D. Treatment

Treatment merupakan perlakuan yang diberikan peneliti kepada


(61)

Wujud treatment dalam penelitian ini berupa pemberian metode pembelajaran tertentu pada siswa yakni metode eksperimen terbimbing. Untuk melihat apakah dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa maka, metode ini dibandingkan dengan metode pembelajaran ceramah.

Metode ceramah tersebut digunakan dalam proses pembelajaran di kelas kontrol, sedangkan metode eksperimen digunakan dalam proses pembelajaran di kelas eskperimen. Pembelajaran dengan mengunakan metode eksperimen terbimbing ini digunakan dalam materi pembiasan cahaya pada lensa. Eksperimen dilakukan dua kali pertemuan, yaitu: pertemuan pertama untuk eksperimen pembiasan cahaya pada lensa cembung dan pertemuan kedua untuk eskperimen pembiasan cahaya pada lensa cekung. Kegiatan eksperimen yang dilakukan seperti pada tahap-tahap di bawah ini:

1. Sebelum Eksperimen

a. Peneliti melakukan kegiatan observasi kelas sebelum melalukan pembelajaran bersama dengan siswa. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui situasi dan kondisi kelas. Sehingga, kelak peneliti dapat mengelola kelas dengan baik.

b. Peneliti mempersiapkan pembelajaran

1) Menentukan materi yang akan dipelajari oleh para siswa di kelas. Materi tersebut disesuaikan dengan kurikulum yang


(62)

ditetapkan oleh pemerintah di sekolah tersebut. Materi yang dipilih ialah pembiasan cahaya pada lensa.

2) Menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Tujuan dari pembelajaran ini ditunjukkan dalam bentuk indikator-indikator yang harus dicapai oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran.

3) Membuat rancangan pembelajaran dengan metode eksperimen terbimbing.

4) Merencanakan langkah-langkah eksperimen.

5) Pengadaan bahan dan alat yang dibutuhkan dalam eksperimen dimana jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

6) Menguji coba alat tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengecek kondisi dan kevalidan dari alat dan bahan yang disediakan dan nantinya akan dipergunakan siswa.

7) Peneliti membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil, dimana pembagian dilakukan secara acak.

c. Peneliti melaksanakan pretest bagi peserta didik sesuai dengan materi yang akan dieksperimenkan.

2. Tahap Eksperimen

a. Peneliti membagikan LKS pada peserta didik kemudian meminta peserta didik untuk membaca dan memahaminya. LKS tersebut digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan eksperimen.


(63)

b. Peneliti bertanya jawab dengan peserta didik mengenai langkah-langkah eksperimen dan alat-alat yang akan digunakan dalam percobaan sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar

c. Setelah itu, peneliti mengutarakan permasalahan yang akan diteliti. d. Peserta didik merangkai alat-alat percobaan yang telah disediakan

bersama dengan kelompoknya.

e. Peserta didik diminta memecahkan suatu masalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan. Pada kegiatan ini setiap kelompok menentukan sendiri proses yang dilakukan agar setiap permasalahan dapat terpecahkan.

f. Peneliti mengamati kegiatan yang dilakukan peserta didik secara berkeliling di setiap kelompok untuk memberikan bimbingan sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Hal tersebut juga dilakukan untuk mengobservasi peserta didik pada saat kegiatan eksperimen adakah pengaruh gender dalam kegiatan ini.

3. Setelah Eksperimen

a. Sesuai dengan proses pembelajaran yang menerapkan kurikulum 2013, setelah bereksperimen peserta didik berdiskusi dan mengkomunikasikan hasil diskusinya di depan kelompok yang lain.


(64)

b. Bersama-sama dengan peserta didik, peneliti menyimpulkan kegiatan pembelajaran apa saja yang diperoleh hari ini.

c. Peneliti melaksanakan posttest bagi peserta didik.

E. Instrumentasi

Instrumentasi adalah seluruh proses pengumpulan data, termasuk mendesain instrumen dan menentukan keadaan agar instrumen tersebut dapat menghasilkan suatu data yang diinginkan. Instrumen ialah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian (Suparno, 2010: 56). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendukung kegiatan pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS) sedangkan, untuk mengumpulkan data ini berupa tes tertulis yakni pretest dan posttest. 1. RPP dan LKS

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan pegangan bagi peneliti dalam mengajar di kelas. RPP tersebut disusun sesuai dengan ketentuan kurikulum 2013 dan berdasarkan materi pembiasan pada lensa.

Lembar Kerja Siswa (LKS) disusun oleh peneliti sebagai petunjuk peserta didik untuk bereksperimen. LKS berisi langkah kerja eksperimen dan hal apa saja yang harus dikerjakan oleh peserta didik.

Lembar Kerja Siswa ini disusun berdasarkan materi praktikum optika yang diproduksi olah Laboratorium Fisika USD pada tahun


(65)

2013 yang telah peneliti pelajari selama kuliah (Fisika, 2013:10). Sesuai dengan judul penelitian, maka materi yang digunakan adalah pembiasan cahaya pada lensa. Namun, LKS tetap disusun sesuai porsi SMA kelas X agar tidak membuat siswa merasa bingung. LKS ini dikembangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan lebih membantu siswa mengkonstruk pemikirannya.

2. Pretest-Posttest

Pretest bertujuan untuk mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki oleh peserta didik sebelum melakukan kegiatan eksperimen. Sedangkan, posttest bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pemahaman peserta didik setelah melakukan kegiatan eksperimen. Dalam mengerjakan soal pretest, peserta didik diberikan waktu 30 menit dan untuk mengerjakan soal posttest diberikan juga waktu 30 menit. Pretest dan posttest diberikan bagi peserta didik berupa soal-soal uraian yang disesuaikan dengan indikator pembelajaran. Soal pretest dan posttest dibuat berdasarkan indikator pembelajaran karena indikator iniliah yang digunakan sebagai tolok ukur apakah peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Berikut ini adalah indikator hasil belajar materi pembiasan cahaya pada lensa:

1) Siswa dapat menjelaskan pengertian lensa dan menyebutkan jenis-jenisnya.


(66)

2) Siswa dapat menggambarkan diagram pembentukan bayangan pada lensa cembung-cekung dan menyatakan sifat-sifat bayangan.

3) Siswa dapat menyelesaikan soal hitungan mengenai pembiasan pada lensa.

Tabel 3.1 di bawah ini adalah tabel distribusi soal-soal menurut materi pembiasan cahaya dan aspek yang diukur untuk soal pretest:

Tabel 3.1 Distribusi soal-soal pretest materi pembiasan cahaya pada

lensa dan aspek yang diukur

Indikator ke-Aspek yang dicapai No. Soal

Soal Pretest Skor

1

Pengetahuan 1a

Apakah yang dimaksud dengan lensa?

1,5

Pengetahuan 1b

Lensa dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1,5

2

Analisa 4a

Gambarkan diagram

pembentukan bayangan pada lensa cembung dan nyatakan sifat-sifat bayangan ketika benda berada di:

a. Benda di antara pusat kelengkungan lensa dan titik fokus lensa.

4

Analisa 4b

b. Benda di antara tak berhingga dan pusat


(67)

kelengkungan lensa.

Analisa 5

Gambarkan diagram

pembentukan bayangan pada lensa cekung dan nyatakan sifat-sifat bayangan ketika benda berada di antara pusat kelengkungan lensa dan tak berhingga.

4

3 Penerapan

2a 2b

Sebuah benda terletak pada jarak 18 cm dari sebuah lensa cembung yang panjang fokusnya 6 cm dan tinggi benda 6 cm. Tentukan:

a. Jarak bayangan ke lensa (s’) b. Tinggi bayangan (h’)

5

Penerapan

3a 3b

Sebuah benda setinggi 5 cm terletak pada jarak 10 cm dari sebuah lensa cekung yang panjang fokusnya 15 cm. Tentukan:

a. Jarak bayangan ke lensa (s’) b. Tinggi bayangan(h’)

5

Tabel 3.2 dibawah ini adalah tabel distribusi soal-soal menurut materi pembiasan cahaya dan aspek yang diukur untuk soal posttest:


(68)

Tabel 3.2 Distribusi soal-soal posttest materi pembiasan cahaya pada

lensa dan aspek yang diukur

Indikator ke-Aspek yang dicapai No. Soal

Soal Posttest Skor

1

Pengetahuan 1a

Apakah yang dimaksud dengan lensa?

1,5

Pengetahuan 1b

Lensa dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1,5

2

Analisa 4a

Gambarkan diagram

pembentukan bayangan pada lensa cembung dan nyatakan sifat-sifat bayangan ketika benda berada di:

a. Benda di antara pusat kelengkungan lensa dan titik fokus lensa.

4

Analisa 4b

b. Benda di antara tak berhingga dan pusat kelengkungan lensa.

4

Analisa 5

Gambarkan diagram

pembentukan bayangan pada lensa cekung dan nyatakan sifat-sifat bayangan ketika benda berada di antara pusat kelengkungan lensa dan tak


(69)

berhingga.

3 Penerapan

2a 2b

Sebuah benda terletak pada jarak 50 cm dari sebuah lensa cembung yang panjang fokusnya 20 cm dan tinggi benda 20 cm. Tentukan:

a. Jarak bayanganke lensa (s’) b. Tinggi bayangan (h’)

5

Penerapan

3a 3b

Sebuah benda setinggi 6 cm terletak pada jarak 36 cm dari sebuah lensa cekung yang panjang fokusnya 12 cm. Tentukan:

a. Jarak bayangan ke lensa (s’) b. Tinggi bayangan (h’)

5

Tabel 3.3 di bawah ini adalah tabel kriteria penskoran soal pretest dan posttest:

Tabel 3.3 Kriteria penskoran pretest dan posttest

Nomor soal Jawaban Skor

1a

a. Siswa menuliskan jawaban dengan benar dan lengkap

1,5

b. Siswa menuliskan jawaban dengan benar tetapi kurang lengkap

1

c. Siswa menuliskan jawaban tetapi salah


(70)

d. Siswa tidak menuliskan jawaban 0

1b

a. Siswa menuliskan jawaban dengan benar dan lengkap

1,5

b. Siswa menuliskan jawaban dengan benar tetapi kurang lengkap

1

c. Siswa menuliskan jawaban tetapi salah

0,5

d. Siswa tidak menuliskan jawaban 0

2a

a. Siswa menuliskan jawaban dengan benar dan lengkap

2,5

b. Siswa menuliskan jawaban dengan benar tetapi kurang lengkap

2

c. Siswa menuliskan jawaban tetapi salah

0,75

d. Siswa tidak menuliskan jawaban 0

2b

a. Siswa menuliskan jawaban dengan benar dan lengkap

2,5

b. Siswa menuliskan jawaban dengan benar tetapi kurang lengkap

2

c. Siswa menuliskan jawaban tetapi salah

0,75

d. Siswa tidak menuliskan jawaban 0

3a

a. Siswa menuliskan jawaban dengan benar dan lengkap

2,5

b. Siswa menuliskan jawaban dengan benar tetapi kurang lengkap

2

c. Siswa menuliskan jawaban tetapi salah

0,75

d. Siswa tidak menuliskan jawaban 0 3b a. Siswa menuliskan jawaban dengan 2,5


(71)

benar dan lengkap

b. Siswa menuliskan jawaban dengan benar tetapi kurang lengkap

2

c. Siswa menuliskan jawaban tetapi salah

0,75

d. Siswa tidak menuliskan jawaban 0

4a

a. Siswa menuliskan jawaban dengan benar dan lengkap

4

b. Siswa menuliskan jawaban dengan benar tetapi kurang lengkap

2,5

c. Siswa menuliskan jawaban tetapi salah

1

d. Siswa tidak menuliskan jawaban 0

4b

a. Siswa menuliskan jawaban dengan benar dan lengkap

4

b. Siswa menuliskan jawaban dengan benar tetapi kurang lengkap

2,5

c. Siswa menuliskan jawaban tetapi salah

1

d. Siswa tidak menuliskan jawaban 0

5

a. Siswa menuliskan jawaban dengan benar dan lengkap

4

b. Siswa menuliskan jawaban dengan benar tetapi kurang lengkap

2,5

c. Siswa menuliskan jawaban tetapi salah

1


(72)

F. Validitas

Hasil penelitian dapat ditentukan valid atau tidaknya dilihat dari instrumen yang digunakan dalam penelitian itu baik atau tidak. Sebuah instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan. Apabila suatu instrumen yang dipergunakan tidak valid maka akan dihasilkan kesimpulan yang kurang valid sehingga hasil penelitian tersebut diragukan. Suatu ukuran yang mampu menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen disebut validitas.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas isi jika isi dari instrumen yang digunakan sungguh mengukur isi dari domain yang ingin diukur.

Untuk mengetahui instrument yang digunakan dalam penelitian ini valid maka soal-soal pretest dan posttest yang telah dibuat peneliti berdasarkan indikator pembelajaran juga dikonsultasikan kepada seseorang yang memiliki keahlian dalam hal menyusun soal-soal tersebut, dalam hal ini ialah dosen pembimbing dan guru fisika kelas X di sekolah yang digunakan sebagai tempat penelitian.

Lembar Validitas yang diisi oleh pakar disusun berdasarkan skripsi Oktavia (2014), namun lembar validitas tersebut dikembangkan untuk mempermudah pakar melakukan validasi.


(73)

G. Analisis Data Pretest dan Posttest

Teknik analisa data merupakan pengolahan data dari instrument pengukuran yang sudah dipersiapkan oleh peneliti.Teknik analisa data dengan menggunakan SPSS 17.00 for windows.

1....M engetahui Kemampuan Awal atau Akhir di Kelas Eksperimen

dan Kontrol

Untuk mengetahui kemampuan awal dan kemampuan akhir siswa laki-laki dan perempuan dengan menggunakan test Anova. Tes Anova digunakan untuk mengetes kelompok lebih dari dua (Suparno, 2010: 90). Penelitian ini menggunakan analisis anova between design, analisis ini digunakan untuk kelompok yang dites independen.

Apabila kelompok tersebut dites dengan hasil p = .000 < α =

.05 maka signifikan. Maka, masih perlu dipertanyakan mean mana yang sungguh berbeda secara signifikan. Oleh karena itu diperlukan

multiple comparison procedures yaitu untuk menemukan mean mana

yang berbeda secara signifikan.

Penelitian ini juga menganalisa selisih nilai posttest-pretest dengan menggunakan test anova. Analisa yang dilakukan untuk membuktikan kelompok siswa mana yang mempunyai prestasi belajar paling tinggi.


(74)

2. Mengetahui pengaruh perbedaan gender terhadap prestasi

belajar di kelas eksperimen

a. Peningkatan prestasi belajar siswa perempuan

Untuk mengetahui apakah metode eskperimen terbimbing yang diberikan pada siswa perempuan dalam kelas eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar diperlukan data posttest dan

pretest siswa perempuan. Selanjutnya, data tersebut dianalisis

secara statistik menggunakan uji T-test untuk kelompok dependen.

b. Peningkatan prestasi belajar siswa laki-laki

Untuk mengetahui apakah metode eskperimen terbimbing yang diberikan pada siswa laki-laki dalam kelas eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar diperlukan data posttest dan pretest siswa laki-laki. Selanjutnya, data tersebut dianalisis secara statistik menggunakan uji T-test untuk kelompok dependen.

c. Kemampuan akhir siswa laki-laki dan perempuan

Untuk mengetahui manakah prestasi belajar yang lebih baik antara siswa laki-laki dan perempuan dalam kelas eksperimen diperlukan data posttest siswa laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, data tersebut dianalisis secara statistik menggunakan uji T-test untuk kelompok dependen.


(1)

(2)

(3)

Hasil Skor dan Kelayakan Instrumen oleh Ahli

1. Klasifikasi Tingkat Kesesuaian Instrumen

Klasifikasi Tingkat Kesesuaian Skor

Sangat Tidak Sesuai 1

Tidak Sesuai 2

Cukup Sesuai 3

Sesuai 4

Sangat Sesuai 5

2. Kategori Kelayakan Instrumen

Interval Skor Keterangan

7≤x< 21 Tidak layak dipakai


(4)

Hasil Validitas

Test Kemampuan Awal (Pretest) oleh ahli

No.

Soal Soal Pretest

KESESUAIAN SOAL DENGAN INDIKATOR KESESUAIAN SOAL DENGAN MATERI KESESUAIAN SOAL DENGAN TINGKAT KOGNITIF 1a Apakah yang dimaksud dengan lensa? 4 4 4

1b Lensa dibagi menjadi 2 macam yaitu: 5 5 5

4a

Gambarkan diagram pembentukan bayangan pada lensa cembung dan nyatakan sifat-sifat bayangan ketika benda berada di:

a. Benda di antara pusat kelengkungan lensa dan titik fokus lensa.

4 4 4

4b b. Benda di antara tak berhingga dan pusat kelengkungan

lensa. 4 4 4

5

Gambarkan diagram pembentukan bayangan pada lensa cekung dan nyatakan sifat-sifat bayangan ketika benda berada di pusat kelengkungan lensa dan tak berhingga.

4 4 4

2a 2b

Sebuah benda terletak pada jarak 18 cm dari sebuah lensa cembung yang panjang fokusnya 6 cm dan tinggi benda 6 cm. Tentukan:

a. Jarak bayangan ke lensa (s’)

b. Tinggi bayangan (h’)


(5)

3a 3b

Sebuah benda setinggi 5 cm terletak pada jarak 10 cm dari sebuah lensa cekung yang panjang fokusnya 15 cm. Tentukan: a. Jarak bayangan ke lensa (s’)

b. Tinggi bayangan (h’)

5 5 5

SKOR TOTAL 31 31 31

Hasil Validitas

Test Kemampuan Akhir (Postest) oleh ahli

No.

Soal Soal Pretest

KESESUAIAN SOAL DENGAN INDIKATOR KESESUAIAN SOAL DENGAN MATERI KESESUAIAN SOAL DENGAN TINGKAT KOGNITIF 1a Apakah yang dimaksud dengan lensa? 4 4 4

1b Lensa dibagi menjadi 2 macam yaitu: 5 5 5

4a

Gambarkan diagram pembentukan bayangan pada lensa cembung dan nyatakan sifat-sifat bayangan ketika benda berada di:

a. Benda di antara pusat kelengkungan lensa dan titik fokus lensa.

4 4 4

4b b.Benda di antara tak berhingga dan pusat kelengkungan

lensa. 4 4 4

5

Gambarkan diagram pembentukan bayangan pada lensa cekung dan nyatakan sifat-sifat bayangan ketika benda berada di pusat kelengkungan lensa dan tak berhingga.


(6)

2a 2b

Sebuah benda terletak pada jarak 50 cm dari sebuah lensa cembung yang panjang fokusnya 20 cm dan tinggi benda 20 cm. Tentukan:

a.Jarak bayangan ke lensa (s’)

b.Tinggi bayangan (h’)

5 5 5

3a 3b

Sebuah benda setinggi 6 cm terletak pada jarak 36 cm dari sebuah lensa cekung yang panjang fokusnya 12 cm.. Tentukan:

a.Jarak bayangan ke lensa (s’)

b.Tinggi bayangan (h’)

5 5 5

SKOR TOTAL 31 31 31

KESIMPULAN:


Dokumen yang terkait

Perbedaan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya Dengan Menggunakan Metode Eksperimen Dan Metode Demonstrasi

1 10 213

Pengaruh Metode Demonstrasi Untuk Menngkatkan Hasil Belajar Ipa Siswa Pada Materi Pembiasan Cahaya (Eksperimen Di Kelas V Mi Al-Musthofa Sempur)

2 16 112

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW BERBANTU ANIMASI FLASH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PEMBIASAN CAHAYA DI KELAS X SMA NEGERI 20 MEDAN T.P. 2013/2014.

0 3 3

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN METODE EKSPERIMEN LAPANGAN DAN EKSPERIMEN LABORATORIUM TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK KLAS X DI SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA

0 1 7

PENGARUH MEDIA SIMULASI PHET TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM KONSEP PEMBIASAN CAHAYA.

0 4 42

Efektivitas metode eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing terhadap keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas X SMAN 2 Ngaglik dalam materi pembiasan cahaya pada lensa.

2 4 180

Peningkatan prestasi belajar fisika siswa pada pokok bahasan pemantulan cahaya dan pembiasan cahaya melalui animasi gambar Powerpoint pada kelas X SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

0 2 232

Peningkatan prestasi belajar fisika siswa pada pokok bahasan pemantulan cahaya dan pembiasan cahaya melalui animasi gambar Powerpoint pada kelas X SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

0 5 230

PENGARUH METODE EKSPERIMEN SEDERHANA DALAM PEMBELAJARAN KALOR TERHADAP SIKAP DAN PRESTASI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 CAWAS KLATEN

0 0 129

PENGARUH METODE DISCOVERY TERHADAP PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR PADA MATERI PEMANTULAN CAHAYA SISWA KELAS X SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA TAHUN 2011-2012 Skripsi

0 0 158