Universitas Sumatera Utara
kelompok ini cenderung meningkat sejajar dengan makin banyaknya ‗reservoir’ HIV di masyarakat seperti pada kelompok biseksual, IDU, dan
pelacur Irianto, 2014. Berdasarkan data Ditjen PP PL Depkes RI 2004, rasio kasus
AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 1,9:1. Proporsi penularan HIVAIDS melalui hubungan heteroseksual sebesar 78,0, Penasun 9,3,
homoseksual 4,3, perinatal 2,6, transfusi darah 0,5 dan tidak diketahui penularannya 4,0 Depkes RI, 2004.
Di Sumatera Utara, menurut Laporaan Program P2P Dinkes Provsu tahun 2012, penderita terbanyak adalah laki-laki dibandingkan perempuan,
dengan rasio kasus 3:1. Sumber penularan terbanyak melalui hubungan heteroseksual 65 dan pengguna jarum suntik 26. Presentasi penularan dari
ibu ke bayi perinatal meningkat dari 0,6 pada tahun 2007 menjadi 1,6 pada tahun 2012 Dinkes Sumut, 2012.
b. Faktor Agent
Virus HIV secara langsung maupun tidak langsung akan menyerang sel CD4. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga menggangu
sel-sel efektor imun yang lainnya, serta daya tahan tubuh menurun sehingga orang yang terinfeksi HIV akan jatuh kedalam stadium yang lebih lanjut.
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4 dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4 pada nodus limfa dan
thymus yang membuat individu terinfeksi akan terkena infeksi opurtunistik. Jumlah virus HIV yang masuk sangat menentukan penularan, penurunan
Universitas Sumatera Utara
jumlah sel limfosit T berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan data surveilans di Amerika Serikat dan Eropa Barat, angka kematian cummulative case fatality rate penderita AIDS yang
memenuhi kriteria CDCWHO kira-kira 50. Ini berarti bahwa dari semua penderita AIDS yang dilaporkan di Amerika Serikat dan Eropa Barat 50
diantaranya telah meninggal. Untuk penderita AIDS yang sudah didiagnosa 3 tahun sebelumnya menunjukkan CFR 75 dan CFR yang sudah menderita
AIDS selama 5 tahun adalah 100 Irianto, 2014.
c. Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik, kimia, biologis berpengaruh terhadap HIV. HIV tidak tahan hidup lama di lingkungan luar seperti panas, zat kimia
desinfektan, dan sebagainya. Oleh karena itu, HIV relatif tidak mudah ditularkan dari satu orang ke orang lain jika tidak melalui cairan tubuh
penderita yang masuk ke dalam tubuh orang lain Irianto, 2014. Faktor ekonomi, lingkungan, sosial budaya dan norma-norma dalam
masyarakat agama, kepercayaan, kebiasaan dapat mempengaruhi perilaku kelompok individu, baik perilaku seksual maupun perilaku yang berhubungan
dengan kebiasaan tertentu. Bila lingkungan memberikan peluang pada perilaku seksual yang “permisiveness” maka kelompok masyarakat yang
seksual aktif akan cenderung melakukan promiskuitas, sehingga akan meningkatkan penyebaran HIV dalam masyarakat Irianto, 2014.
Universitas Sumatera Utara 2.7
Pencegahan HIVAIDS 2.7.1 Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit Budiarto, 2001. Pencegahan
primer merupakan hal yang paling penting, terutama dalam merubah perilaku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Pencegahan dilakukan dengan tindakan seks yang aman dengan pendekatan ―ABC‖ yaitu; Abstinence artinya absen seks ataupun tidak
melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah merupakan metode paling aman untuk mencegah penularan HIVAIDS melalui
hubungan seksual. Be Faithful yang artinya tidak berganti-ganti pasangan. Penggunaan kondom secara konsisten Use Condom.
Berhenti menjadi pengguna NAPZA terutama narkotika suntikan, atau mengusahakan agar selalu menggunakan jarum suntik yang steril serta
tidak menggunakannya secara bersama-sama Kurniawati, 2011. b. Di sarana pelayanan kesehatan harus dipahami dan diterapkan
kewaspadaan universal universal precaution untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui darah. Keperawatan universal meliputi cuci
tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan, penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk
setiap tindakan, pengelolaan dan pembuangan alat tajam secara hati- hati, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan
dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi dengan benar Kurniawati, 2011.
Universitas Sumatera Utara
c. WHO mencanangkan empat straregi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu kepada anak yaitu dengan cara mencegah jangan
sampai wanita terinfeksi HIVAIDS, apabila sudah terinfeksi HIV AIDS mengusahakan supaya tidak terjadi kehamilan, bila sudah hamil
dilakukan pencegahan supaya tidak menular dari ibu kepada bayinya dan bila sudah terinfeksi diberikan dukungan serta perawatan bagi
ODHA dan keluarganya. Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui penggunaan antiretroviral selama kehamilan, penggunaan
antiretroviral selama persalinan dan bayi yang baru dilahirkan, penanganan obstetrik selama persalinan, dan penatalaksanaan selama
menyusui. Persalinan sebaikanya dilakukan dengan metode sectio caesarea untuk mengurangi risiko penularan dari ibu ke bayi.
Kurniawati, 2011 d. Pencegahan penyebaran melalui darah dan donor darah dilakukan
dengan skrining adanya antibodi HIV, demikian pula semua organ yang akan didonorkan, serta menghindari tranfusi, suntikan, jahitan
dan tindakan invasif lainnya yang kurang perlu. Kurniawati, 2011 Penggunana jarum suntik hanya sekali saja disposable atau jarum
suntik dan alat suntik lain harus steril Irianto, 2014.
Universitas Sumatera Utara 2.7.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan kepada penderita yang sudah terinfeksi virus HIV. Infeksi HIVAIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara
progresif sehingga muncul berbagai infeksi oportunistik yang akhirnya dapat berakhir pada kematian. Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat
maupun vaksin yang efektif. Sehingga pengobatan HIVAIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut :
a. Terapi antiretroviral ARV, ARV bekerja langsung menghambat enzim reverse transcriptase atau
menghambat kinerja enzim protease. Pengobatan ARV terbukti bermanfaat memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi oportunistik menjadi jarang
dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas dan mortalitas dini, tetapi ARV tidak dapat menyembuhkan pasien HIVAIDS ataupun membunuh
HIV. Saat yang paling tepat untuk memulai terapi ARV adalah sebelum munculnya infeksi oportunistik yang pertama. Perkembangan penyakit akan
lebih cepat apabila terapi ARV dimulai pada saat CD4 200mm
3
. Apabila tersedia sarana tes CD4 maka terapi ARV sebaiknya dimulai sebelum CD4
kurang dari 200mm
3
. Dalam hal tidak tersedia tes CD4, semua pasien dengan stadium III dan IV harus memulai terapi ARV Murtiastutik, 2008.
Keberhasilan terapi ARV sangat ditentukan oleh kepatuhan adherence pasien. Kepatuhan yang dimaksud adalah ketaatan pasien terhadap
instruksi atau aturan minum obat, meliputi dosis, cara, waktu minum obat, dan periode. Oleh karena itu, kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara
teratur pada setiap kunjungan. Untuk mencapai supresi virus yang optimal
Universitas Sumatera Utara
setidaknya 90-95 dari semua dosis tidak boleh terlupakan Murtiastutik, 2008.
Sebelum memulai terapi, maka harus dimantapkan terlebih dahulu mengenai pemahaman pasien tentang terapi ARV tersebut dengan segala
konsekuensinya. Rencana pengobatan harus dibuat secara rinci bersama pasien untuk meningkatkan rasa tanggung jawab pasien untuk berobat secara teratur
dan terus menerus. Karena terapi ARV harus dilaksanakan seumur hidupnya Murtiastutik, 2008.
b. Pengobatan suportif, Yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita.
Pengobatan ini terdiri dari pemberian makanan yang mempunyai gizi yang lebih baik serta pengobatan pendukung lainnya, serta juga tidur yang cukup
dan perlu menjaga kebersihan Djoerban, 2010. c. Pengobatan infeksi oportunistik
Merupakan pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIVAIDS, seperti jamur, tuberkulosis,
hepatitis, toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks Djoerban, 2010.
Jenis-jenis mikroba yang menimbulkan infeksi sekunder adalah protozoa Pneumocystis
carinii, Toxoplasma,
dan Cryptotosporidium,
jamur Kandidiasis, virus Herpes, cytomegalovirusCMV, Papovirus dan bakteri
Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovium intra cellular, Streptococcus,
Universitas Sumatera Utara
dll. Penanganan terhadap infeksi oportunistik ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya dan diberikan terus-menerus Levinson, 2006.
2.7.3 Pencegahan Tersier
Orang yang didiagnosis HIV biasanya banyak menerima diskriminasi saat membutuhkan pengobatan HIV ataupun bantuan dari fasilitas rehabilitasi obat.
Selain itu juga dapat mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. ODHA perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar
penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula.
2.8 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep pada penelitian tentang karakteristik penderita HIVAIDS di RSUD Dr. Jasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013-2014
adalah sebagi berikut:
KARAKTERISTIK PENDERITA HIVAIDS 1.
Sosiodemografi:
Umur Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan Pekerjaan
Status Pernikahan Daerah Tempat Tinggal
2. Transmisi Penularan
3. Jumlah CD4
4. Keadaan Klinis Penderita
5. Infeksi Oportunistik
6. Tahap Terapi Antiretroviral ART
7. Keadaan Terakhir Penderita
Universitas Sumatera Utara BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan menggunakan desain case series.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dengan pertimbangan tersedianya data penderita dan belum
pernah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita HIVAIDS di rumah sakit ini.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Oktober 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh data penderita HIVAIDS yang tercatat dalam laporan bulanan dan rekam medik di Poliklinik HIVAIDS RSUD
Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2013 – 2014 yang berjumlah 145 orang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh data penderita HIVAIDS yang berkunjung di Poliklinik HIVAIDS RSUD Dr. Djasamen Saragih tahun 2013 –
2014 total populasi.
Universitas Sumatera Utara 3.4
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan bulanan dan rekam medik di Poliklinik HIVAIDS RSUD
Dr. Djaseman Saragih tahun 2013 – 2014 dan dicatat sesuai dengan variabel yang diteliti.
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer melalui program SPSS Statistical Product and Service Solution. Data univariat
dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan menggunakan uji chi-square, serta disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, diagram
bar, dan diagram pie.
3.6 Definisi Operasional
3.6.1 Penderita HIVAIDS adalah orang yang datang berkunjung ke Poliklinik HIVAIDS RSUD Dr. Djasamen Saragih dan setelah melalui pemeriksaan
laboratorium dinyatakan menderita HIVAIDS. 3.6.2 Umur adalah usia penderita HIVAIDS yang tercatat dalam laporan
bulanan Poliklinik RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang dikelompokkan menurut KPA Dinas Kesehatan Sumatera Utara 2009,
dikategorikan atas: 1. 20 tahun
2. 20-29 tahun 3. 30-39 tahun
4. 40-49 tahun 5.
≥ 50 tahun
Universitas Sumatera Utara
Untuk analisis statistik, umur dikategorikan atas kelompok berisiko tertular HIVAIDS menurut Kemenkes RI 2011 yaitu:
1. 20 tahun 2. 20-39 tahun
3. 39 tahun
3.6.3 Jenis kelamin adalah ciri biologis tertentu yang dimiliki penderita HIVAIDS yang membedakan satu penderita dengan penderita lain seperti
yang tercatat dalam laporan bulanan, dibedakan atas : 1. Laki-laki
2. Perempuan 3.6.4 Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah
dicapai oleh penderita HIVAIDS, dikategorikan atas : 1. Tidakbelum sekolah
2. Tamat SD 3. Tamat SLTP
4. Tamat SLTA 5. AkademiSarjana
3.6.5 Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan penderita HIVAIDS sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga sesuai dengan yang
tercatat dalam laporan bulanan dan rekam medik penderita, dikategorikan atas :
1. PNS 2. Pegawai Swasta
3. Wiraswasta 4. Sopir
5. Petani 6. Ibu Rumah Tangga IRT
7. Pelacur 8. Honorer
9. Petugas Parkir 10. Perawat
11. Tidak Bekerja
Universitas Sumatera Utara
Untuk analisa statistik, pekerjaan dikategorikan atas: 1. Bekerja PNS, Pegawai Swasta, Wiraswasta, Sopir, Petani, IRT,
Pelacur, Honorer, Petugas Parkir, Perawat 2. Tidak bekerja
3.6.6 Status pernikahan adalah riwayat pernikahan penderita HIVAIDS sesuai dengan yang tercatat dalam laporan bulanan, yaitu :
1. Menikah 2. Belum menikah
3. Jandaduda
3.6.7 Daerah tempat tinggal adalah daerah dimana penderita HIVAIDS tinggal dan menetap sesuai dengan yang tercatat dalam laporan bulanan yaitu :
1. Wilayah Kota Pematangsiantar 2. Luar Wilayah Kota Pematangsiantar
3.6.8 Transmisi penularan adalah jalan masuknya virus HIV dan menginfeksi seseorang sesuai dengan yang tercatat dalam laporan bulanan dan rekam
medik penderita dengan pengelompokan sebagai berikut : 1. Heteroseksual
2. Homoseksual 3. Perinatal
4. Transfusi darah 5. NAPZA Suntik IDU
Untuk analisa statistik, faktor risiko dikategorikan atas : 1. Seksual yaitu faktor risiko yang berasal dari perilaku penderita melalui
hubungan intimseks, terdiri dari : heteroseksual dan homoseksual. 2. Non seksual yaitu faktor risiko yang berasal dari perilaku penderita
diluar hubungan seksual, terdiri dari : perinatal, penerima transfusi darah dan pengguna NAPZA suntikan IDU.
3.6.9 Jumlah CD4 adalah jumlah limfosit CD4 saat pertama kali pasien
dikonfirmasi menderita HIV, yang dikelompokkan sebagai berikut: 1. 500 sel
μ l 2. 200 – 500 sel
μ l
Universitas Sumatera Utara
3. 200 sel μ l
3.6.10 Keadaan klinis penderita adalah ditemukannya infeksi sekunder pada penderita HIVAIDS, yang dibedakan atas:
1. Tidak ada infeksi oportunistik 2. Ada infeksi oportunistik
3.6.11 Jenis infeksi oportunistik adalah jenis infeksi sekunder yang muncul akibat penurunan imunitas penderita HIVAIDS dengan pengelompokan sebagai
berikut: 1. Tuberkulosis
2. Kandidiasis 3. Diare cryptosporidia
4. Meningitis cryptocococal 5. Pneumonia Pneumocystis
6. Penicilliosis 7. Herpes zoster
8. Herpes simpleks 9. Toxoplasmosis
10. Hepatitis
3.6.12 Tahap Terapi Antiretroviral ARV adalah tahap terapi yang diterima penderita yang mengikuti terapi antiretroviral, dengan pengelompokan
sebagai berikut: 1. Lini 1
2. Lini 2 3. Stop
3.6.13 Keadaan terakhir penderita adalah kondisi terakhir penderita yang dicatat dalam laporan bulanan dan kartu status, dikategorikan atas :
1. Hidup 2. Meninggal
Universitas Sumatera Utara BAB 4
HASIL
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian