Universitas Sumatera Utara
selulernya rusak, sedangkan infeksi tuberkulosis berhubungan dengan kerusakan sistem kekebalan seluler. Djoerban, 2001.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elona 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan dimana jenis infeksi opurtunistik yang tertinggi
adalah Kandidiasis 60,50.
5.1.5 Distribusi Penderita HIVAIDS Berdasarkan Jumlah CD4 Penderita
60,0 35,0
5,0
200 200-500
500
z
Gambar 5.10 Diargam Pie Distribusi Penderita HIVAIDS Berdasarkan Jumlah CD4 Penderita di RSUD Dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar Tahun 2013-2014 Tidak semua penderita melakukan pemeriksaan jumlah CD4 dalam darah.
Dari 145 orang penderita hanya 60 orang yang melakukan pemeriksaan. Hal ini dikarenakan biaya pemeriksaan yang mahal.
Pada gambar 5.10 dapat dilihat distribusi penderita berdasarkan jumlah CD4 tertinggi adalah CD4 200 sel
μ l darah 60 dan terendah CD4 500 sel
μ l darah 5,0.
CD4 adalah nama lain dari cel Helper atau sel T-4 yang berfungsi untuk menghidupkan dan menghentikan kegiatan sistem kekebalan tubuh. HIV masuk
Universitas Sumatera Utara
ke dalam tubuh menginfeksi CD4 dan merusak sel ini sampai sel tersebut mati sehingga jumlahnya menurun. Penurunan CD4 menunjukkan tingkat kerusakan
sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang menurun membuat tubuh mudah terserang berbagai jenis penyakit Lasmadiwati, E., 2005.
Pemeriksaan CD4 berguna untuk memulai, mengontrol dan mengubah regimen ARV yang diberikan. Dengan mengetahui jumlah CD4 sebelum dan
selama menjalani terapi ARV maka dapat dilihat keberhasilan atau kegagalan dari terapi tersebut Murtiastutik,2008. Oleh karena itu, pemeriksaan CD4 seharusnya
dilakukan sebelum dan setelah menerima terapi ARV. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lubis 2013 di
RSUP Haji Adam Malik, menyatakan bahwa distribusi jumlah CD4 tertinggi adalah CD4200 yaitu 62,7.
Universitas Sumatera Utara 5.1.6 Distribusi Proporsi Penderita HIVAIDS Berdasarkan Tahap Terapi
Antiretroviral ARV
64,1 31,5
4,4
Stop Lini 1
Lini 2
Gambar 5.11 Diagram Pie Proporsi Penderita HIVAIDS Berdasarkan Tahap Terapi ARV Tahun 2013-2014 di RSUD Dr. Djasamen
Saragih Pematangsiantar Tidak semua penderita bersedia mengikuti terapi ARV. Dari 145 orang
penderita hanya 92 orang yang bersedia untuk mengikuti terapi ARV. Berdasarkan gambar 5.11 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita
berdasarkan tahap terapi ARV tinggi adalah pada tahap Stop 64,1 dan terendah Lini 2 4,4. Hal ini dikarenakan penderita meninggal, gagal follow up
dan pindah dari pelayanan di Poliklinik HIVAIDS Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.
WHO 2004 menyatakan bahwa jangkauan terapi HIV merupakan masalah kesehatan yang harus ditangani dengan cepat. Perawatan penderita
HIVAIDS memerlukan antiretroviral therapy ARV sebagai pilihan terapi. Tanpa adanya akses terhadap ARV, penderita HIVAIDS tidak dapat mencapai
kesehatan fisik dan mental terbaik yang bisa diperoleh, serta tidak bisa melawan penyakitnya karena harapan hidupnya terlalu singkat Murtiastutik, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Penggantian semua rejimen lini pertama dengan lini kedua dianjurkan bagi penderita dengan kegagalan terapi. Rejimen lini kedua pengganti harus terdiri atas
obat yang kuat untuk melawan galur strain virus. Sehingga keberhasilan terapi meningkat dan risiko terjadinya resistensi silang dapat ditekan serendah mungkin
Murtiastutik, 2008. Oleh karena itu kegiatan pemantauan pasien oleh petugas klinik CST Care Support Treatment harus semakin ditingkatkan untuk
mendukung keberhasilan program terapi ARV.
5.1.7 Distribusi Proporsi Penderita HIVAIDS Berdasarkan Keadaan Terakhir Penderita