Biografi Al-Syaukâny

A. Biografi Al-Syaukâny

Al-Syaukâny adalah seorang pemikir Moslem kontemporer abad 18

H 1 yang memiliki gelar Abu 'Abdillah. Ia berasal dari kota Yaman sebuah wilayah yang banyak melahirkan ulama besar dan daerah yang sangat subur

dari lima wilayah yang ada di kota Hijaz. 2 Nama lengkapnya Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Abdullâh bin al-Hasan ibn Muhammad bin Shalâh

1 Secara garis besar, periodesasi sejarah kemajuan dan kemunduran umat Islam dapat dibagi menjadi tiga periode : 1) Periode klasik (650-1250 M), merupakan zaman

kemajuan. Periode ini dapat dibagi menjadi dua bagian: pertama, fase ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan, terjadi kira-kira pada tahun 650-1000, dan kedua, fase disintegrasi, terjadi kira-kira pada tahun 1000-1250; 2) Periode pertengahan (1250-1800), yang juga dibagi menjadi dua fase: pertama, fase kemunduran (1250-1500), dan kedua, fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang mengalami zaman kemajuan pada tahun 1500-1700 dan masa kemunduran pada tahun 1700-1800; 3) Periode Modern (1800-sekarang) adalah periode kebangkitan umat Islam. Pemikiran Islam pada zaman inilah yang disebut pemikiran modern Islam atau pemikiran modern dalam Islam. Lihat, Team Penulis, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet. II, jld 4, hlm. 58. Kemudian periodesasi sejarah umat Islam ini dapat pula dibaca pada Harun Nasutinon, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1985), cet. 5, jld. 1, hlm. 56-88.

2 Hijâz adalah satu dari lima kawasan atau area yang terletak di Jazirah Arab. Empat area lainnya adalah Yamân, Tihâmah, Nejd, dan ‘Arûd. Yamân adalah tempat kelahiran al-

Syaukâny. Lihat, Ahmad Sya’labî, Mausû’ah al-Târîkh al-Islâmy, (Kairo : Maktabah al- Nahdhah al-Misriyyah), jld. VII, s. 450. Lihat juga, Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci, Hijaz (Mekkah dan Madinah) 1800-1925 , (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. I, hlm. 1.

bin ‘Ali bin ‘Abdullâh al-Syaukâny, al-Khaulâny, al-Shan’âny (Abû Abdillâh). 3 Demikianlah nama lengkap al-Syaukâny.

Ia dilahirkan pada tengah hari Senin, 28 Dzulqa’dah 1173 H/1759 M

4 di desa Hijratu Syaukân, 5 Yaman Utara, dan meninggal di San’a, pada hari Rabu, 27 Jumadil Akhir 1250 H/1834 M, di Pemakaman Khuza’ah, kota

3 Al-Syaukâny, al-Badru al-Thâli’u bi Mahâsini Man ba’da al-Qarn al-Sâbi’ , (Beirut : Dâr al-Ma’rifah, t.th,), jld. II, s. 215. Dari beberapa referensi yang penulis temukan, tidak ada

perbedaan tentang tanggal lahir dan wafatnya al-Syaukâny. Misalnya, Muhammad ibn Ja’far al-Kattâny, al-Risâlah al-Mustathrafah libayani Mashûr Kutub al-Sunnah al-Musyarrafah (untuk selanjutnya al-Risâlah al-Mustathrafah), (Beirut : Dâr al-Kutub al-Ilmiya, 1416 H./1995 M.), cet. 1, s. 119. ‘Umar Ridhâ Kahâlah, Mu’jam al-Mu’alifîn; Tarâjim Mushannifi al-Kutub al-‘Arabiyah, (Bairut : Dâr Ihya’ al-Turâs al-‘Araby, t.th.), jld. 11, s. 53. Muhyi al-Dîn ‘Atiyyah dan Shalâh al-Dîn, Dalîl Muallafât al-Hadîts al-Syarîf al-Matbûah al-Qadîmah wa al-Hadîtsah (untuk selanjutnya Dalîl Muallafât), (Beirut : Dâr Ibn Hazm, 1416 H./1995 M.), cet ke-1, jld.

II, s. 725. Abd. al-Rahman 'Utbah, Ma’a al-Maktab al-‘Arabiyah : Dirâsat fi Ummahât al- Mashâdir wa al-Marâji’ al-Muttasilah bi al-Turâs (untuk selanjutnya Ma’a al-Maktab al- ‘Arabiyah), (Beirut : Dâr al-Auza’i, 1406 H./1986 M.), cet ke-3, s. 99. Lihat juga, Ibrahim Ibrahim Hilâl, Qatru al-Waly ‘Alâ Hadits al-Wâly (Kairo : Dâr al-Kutub al-Hadîtsah, t.th.), s. 15.

4 Syaukân adalah nama satu desa yang sangat subur dan ditempati oleh salah satu suku Khaulan. Antara Syaukân dan dan Shan’â tidak sampai perjalanan satu hari jika

ditempuh dengan berjalan kaki. Menurut al-Syaukâny, sesuai dengan riwayat yang bisa dipercaya, Syaukân disebut juga dengan Hijratu Syaukân. Yang pasti, alasan penamaan ini karena desa itu melahirkan tokoh-tokoh besar, ulama, dan sederet pahlawan yang membentengi kota Yaman dari serangan Turki dan negara-negara lain yang ingin menguasai Yaman. Penisbatan nama al-Syaukâny tidaklah sebenarnya karena tempat tinggalnya dan para pendahulunya ada di Adnal Syaukân, antara tempat itu dan dirinya ada gunung besar yang memanjang yang disebut Al-Hijratu, sebagian ulama ada yang mengatakan Hijratu Syaukân. Lihat, Al-Syaukâny, al-Badru al-Thâli’u bi Mahâsini Man ba’da al-Qarn al-Sâbi’, jld. I, s. 481.

5 Yaman adalah salah satu dari jazirah Arab yang paling subur dan banyak kekayaan yang datang dari tengah Yaman. Kota Yaman selalu menjadi rebutan siasat atau politik.

Buktinya khalifah al-Ma’mûn, telah mengirim pasukan untuk menduduki Yaman pada tahun 204 H dia telah menduduki kota Yaman itu. Seperti yang penulis kemukan di atas inilah yang menjadi factor paling penting kenapa Yaman menjadi rubutan serta sasaran Negara- negara penjajah untuk memilikinya. Lihat, Haji ‘Abdul al-Karim Amrullah atau lebih familiar dengan sebutan HAMKA, Sejarah Ummat Islam Edisi Baru, (Singapura : Pustaka Nasional, 2001), cet. 1, hlm. 370.

San’a. Sebelum ia lahir, orang tuanya tinggal di kota San’a. Namun, ketika musim gugur tiba, ia pulang ke Syaukân, yang merupakan kampung asal mereka, dan pada waktu itulah al-Syaukâny dilahirkan. Tidak lama setelah itu, ia dibawa ayahnya (‘Ali al-Syaukâny) kembali ke San’a.

Ayahnya, ‘Ali al-Syaukâny, 6 adalah ulama yang terkenal di San’a Yaman. Dia bertahun-tahun dipercaya oleh pemerintahan imâm-imâm

Qâsimiyah, tepatnya pada masa khalifah al-Imâm al-Mahdî al-‘Abbâs bin Husain di wilayah Khaulân, al-Qâsimiyah adalah sebuah dinasti Zaidiyyah di

Yaman, untuk menjabat sebagai qâdli (hakim). Al-Syaukâny memulai karier intelektualnya dengan belajar kepada ayahnya dalam lingkungan yang penuh dengan keluhuran budi dan kesucian jiwa. ‘Ali al-Syaukâny, yang membimbingnya dalam pelajaran al-Fiqh, ushûl al-Fiqh dan al-Hadîts. Setelah itu, ia belajar al-Qur’an di bawah asuhan serta bimbingan beberapa guru dan diselesaikan di hadapan al-Faqih Hasan bin Abdullâh al-Hablî, lalu ia juga memperdalam kepada para masyâyikh al- Qur’an di Shan’a.

Kemudian, ia meneruskan pelajarannya dengan memepelajari ilmu tajwid, dan qira'ah pada beberapa orang guru (masyâyikh) di Shan’a sehingga ia menguasai bacaan al-Qur’an dengan baik ia sanggup menghafal

6 Nama lengkapnya adalah, ‘Ali bin Muhammad bin ‘Abdullâh bin Al-Hasan bin Muhammad bin Shalâh bin Ibrâhim bin Muhammad al-‘Afifi bin Muhammad bin Razâq. Ada

banyak silsilah yang disampaikan al-Syaukâny ketika menulis biografi nasab ayahnya sampai pada akhirnya al-Syaukâny mengatakan, “Sesungguhnya Razâq nasabnya habis sampai di Khaisanah dan aku tidak mengatakan Razâq bin Khaisunah karena untuk ihtiyât, karena saya ragu apakah Razâk ibn Khaisunah tanpa ada pemisah, sebagaimana aku mendengarkan dari para ahli sejarah, dan ini adalah yang paling mashur. Lihat, Al-Syaukâny, al-Badru al-Thâli’u bi Mahâsini Man ba’da al-Qarn al-Sâbi’ , jld. I, s. 478-479.

berbagai matan dalam berbagai disiplin ilmu, seperti : kitab al-Azhâr 7 yang ditulis oleh Ahmad ibn Yahya ibn Murtadhâ ibn al-Husain al-Mahdî, salah seorang imâm Zaidiyyah di Yaman. Mukhtashar al-Farâidl yang ditulis oleh al-'Ushaifirî, Milhat yang ditulis oleh Harîri, al-Kâfiyah al-Syâfiyah yang ditulis oleh Ibnu al-Hâjib, al-Tahdzib oleh al-Tiftâzânî, al-Talkhish oleh al- Qazwînî, al-Ghayah oleh Ibnul Imâm, Manzhûmah al-Jazarî fil Qira’ah, Manzhûmah al-Jazarî fil ‘Arûdh, Âdâb al-Bahts wal Munazharah oleh al-

’Adlud. 8

Selanjutnya al-Syaukâny juga membaca tafsir al-Kasysyaf dan hasyiyahnya (karya al-Zamakhsyary) bersama dengan Sa’ad dan disempurnakan bersama dengan al-Hasan bin Ismâ'îl al-Maghriby. Kemudian ia disamping membaca kitab-kitab terebut ia juga banyak mempelajari kitab- kitab hadis dan syarahnya misalnya : hadis al-Bukhârî dari awal hingga akhir dengan ‘Ali bin Ibrahim bin Ahmad bin ‘Amir, sementara mendengarkan

7 Kitab al-Azhâr inilah yang paling banyak ditekuni oleh al-Syaukâny dibandingkan dengan kitab-kitab yang lain, sesuai dengan pengakuannya dia membaca kitab tersebut

selama 13 tahun dengan beberapa guru, diataranya dengan ayahandanya sendiri, ‘Abdur Rahman Qâsim al-Madany, Ahmad bin Amir al-Khada’i, Ahmad bin Muhammad bin Harazy, dan al-Syaukâny terus mengulang-ulang membaca kitab tersebut sehingga ia menjadi mahir tentang fikih Zaidiyyah. Namun kemahiranya itu lalu menyebabkan ia harus berijtihad dengan menulis subuah karya yang berjudul “Al-Sâil al-Jarar al-Mutadafaq ‘la Hadâ’iq al- Azhâr” yang mengkritik secara brilian kitab al-Azhâr tersebut. Ini menjadi bukti bahwa ia tidak senang dengan taqlid kepada siapa saja. Lihat, Al-Syaukâny, al-Badru al-Thâli’u bi Mahâsini Man ba’da al-Qarn al-Sâbi’, jld. I, s. 215; lihat juga komentar Ibrahim Ibrahim Hilâl dalam Qatru al-Wâli ‘alâ Hadîts al-Wâli, (Jumhuriyah : Dâr al-Kutub al-Hadisiyyah, t.th.), s. 47

8 Lihat,Al-Syaukâny, al-Badru al-Thâli’u bi Mahâsini Man ba’da al-Qarn al-Sâbi’,, jld. I, s. 215. Dalam kitab tersebut, al-Saukâny juga menyebutkan bahwa dirinya banyak

mempelajari kitab-kitab yang cukup berfariativ misalnya, kitab adab, sejarah, dan kitab-kitab jâmi’.

Shahîh al-Muslim, Sunan al-Tirmidzî, al-Muwaththa’ Imam Mâlik, sebagian kitab al-Syifâ’ al-Qâdli Iyâdz, al-Jâmi’ al-Ushûl, Sunan al-Nasâi, Sunan Ibnu Mâjah, Sunan Abî Dawud dan Tarîkhnya oleh al-Hâfidz al-Mundzirî, Fath al-

Bâry bersama dengan ‘Abdul Qâdir bin Ahmad. 9

Berikut ini beberapa guru al-Syaukâny yang mengajarkannya dalam berbagai disiplin ilmu kepadanya antara lain : "‘Ali al-Syaukâny, yang merupakan ayahanda ia sendiri. Selain kepada ayahnya, al-Syaukâny juga belajar Syarah al-Azhâr dari al- Sayyid al-’Allâmah Abdurrahman bin Qâsim al-Madiny (1121-1211 H), Ahmad bin Amir al-Hadai (1127-1197 H), Ahmad bin Muhammad al-Harazî, ia ilmu fiqih, Ismâ’îl bin Hasan, Abdullâh bin Ismâ’îl al- Sahmî, ia belajar kepadanya Qawâ’id al-I’râb dan Syarahnya serta Syarah al-Khubaishî ‘alal Kâfiyah, al-Qâsim bin Yahya al-Khaulânî (1162-1209), Abdullâh bin Husain, ia belajar kepadanya Syarah al- Fâmi ‘alal Kâfiyah, Hasan bin Ismâ’îl al Maghribî (1140-1207 H), ia belajar kepadanya Syarah al-Syamsiyyah oleh al-Quthb dan Syarah al-‘Adlud ‘alal Mukhtashar, Sunan Abû Dawud dan Ma’alim al-Sunan, Abdul Qâdir bin Ahmad, ia belajar kepadanya Syarah Jam’u al- Jawâmi’ lil Mahally dan Bahr ul-Zakhkhâr serta mendengarkan darinya shahîh muslim, sunan al-Tirmidzî, sunan al-Nasâ’î, sunan Ibnu Mâjah al-Muwaththa` karya, Imâm Mâlik, dan al-Syifâ’ karya al- Qâdhî ‘lyâdh, Hâdî bin Husain al-Qarany, ia belajar kepadanya Syarah al-Jazariyyah, Abdurrahman bin Hasan al-Akwa, ia belajar kepadanya al-Syifâ karya al-Amir Husain, ‘Ali bin Ibrahim bin Ahmad

9 Paling tidak ada lima guru al-Syaukâny yang paling sering disebut dalam kitab al- Badr. yaitu al-Qâsim ibn Yahya al-Khaulâny, ‘Abd. al-Qâdir ibn Ahmad al-Kaukabany, al-

Hasan bin Ismâ'il al-Magriby, ‘Abd. Allâh ibn Ismâ'il al-Nahmy serta al-Saiyyid ‘Abdul al- Qâdir Ahmad. Merekalah guru-guru yang paling banyak memberikan berbagai displin ilmu kepada al-Syaukâny di antaranya dalam bidang tafsir, hadits dan usul fikih. Di samping itu, semuanya ternyata juga membaca dan mendengarkan kitab “al-Muntaqâ” karya ibnu Taimiyyah, syarah sahîh Muslim karya al-Nawawî serta syarah Bulûgh al-Marâm bersama dengan al-Saiyyid ‘Abdul – al-Qâdir bin Ahmad.

bin ‘Amir, ia mendengarkan shahîh al-Bukhârî dari awal hingga akhir darinya. 10

Selain dari guru-guru yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi guru-guru al-Syaukâny yang tidak disebutkan di dalam karyanya al-Badru al- Thali’. Di antara guru yang paling sering disebutkan dan paling banyak memberikan pelajaran kepadanya adalah lima orang yang tentunya sudah penulis sebutkan di atas.

Dari sekian banyak guru dan pengetahuan yang diterima oleh al-

Syaukâny, seperti disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa al-Syaukâny adalah seorang pemuda yang tekun dan memiliki minat besar terhadap ilmu. Al-Syaukâny sendiri pernah menyebutkan bahwa dalam satu hari satu malam ia mengikuti tiga belas mata pelajaran, sebagian pelajaran yang ia terima langsung dari guru-gurunya dan sebagian lagi adalah ilmu yang ia ajarkan kepada murid-muridnya.

Di samping ilmu yang di perolehnya dari bangku pendidikan formal dan informal, ia sendiri berupaya mempelajari berbagai cabang ilmu secara otodidak. Dengan cara belajar demikian, ia mampu menguasai beragam ilmu, yang sebelumnya tidak diperolehnya pada guru-guru yang mengajarnya. Di antra ilmu yang ia pelajari secara self study itu seperti ilmu matematika, ilmu pengetahuan alam, astronomi dan lain-lain. 11

10 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, al-Jâmi’ baina Fannay al-Riwâyah wa al-Dirâyah min ‘Ilm al-Tafsir, juz. I, s. 28-29; lihat juga, Al-Syaukâny, al-Badru al-Thâli’u bi Mahâsini Man

ba’da al-Qarn al-Sâbi’, jld. II. s. 217-218; lihat juga, Ibrahim Ibrahim Hilâl, Qatru al-Wâli ‘alâ Hadîts al-Wâli, s. 41-42

11 Ia menyebutkan bahwa kitab-kitab karyanya yang ia sebut itu hanya sedikit saja dan lebih banyak karya yang tidak ia sebutkan. Dan yang menjadi catatan penting bagi kita

Sebagaimana yang ia sebutkan sendiri bahwa al-Syaukâny belajar di kota San’â kepada ayahnya sendiri, karena kedua orang tuanya tidak mengiizinkan kepadanya untuk menuntut ilmu di luar kota San’â. Hal ini, karena kota San’a pada waktu sudah dipandang mencukupi atau cukup refsentatif secara keilmuan. Kondisi perkembangan pendidikan di kota San'â ketika itu tidak kalah penting dengan kota-kota lain di dunia Islam pada umumnya. 12

Di samping itu, agaknya ada latar belakang tertentu mengapa ayah al-

Syaukâny melarang belajar di luar kota San’â. Ayah al-Syaukâny adalah seorang ulama Zaidiyyah yang terhormat dan memiliki jabatan yang mulia (sebagai qâdli). Oleh karena itu, ia ingin agar putranya kelak mewarisi jabatan yang mulia tersebut, sehingga al-Syaukâny diarahkan untuk belajar dengan ulama-ulama Zaidiyyah yang kebetulan paling banyak tinggal di kota San’â. 13

Dari uraian diatas, dapat dinyatakan bahwa secara ekonomi al- Syaukâny memilki keberuntungan yang cukup luar biasa karena ia tinggal bersama keluarga yang berada, jabatan qâdli yang di jabat oleh ayahnya. Disamping menempatkan keluarganya dalam peringkat kedudukan sosial yang tinggi, juga telah membawa kemudahan dalam bidang ekonomi.

untuk suatu penelaahan ialah bahwa karya-karya itu ia tulis sebelum umurnya sampai empat puluh tahun. Lihat, Al-Syaukâny, al-Badru al-Thâli’u bi Mahâsini Man ba’da al-Qarn al-Sâbi’, jld. 1, s. 223.

12 Al-Syaukâny, al-Badru al-Thâli’u bi Mahâsini Man ba’da al-Qarn al-Sâbi’, jld. 2. s. 218. 13 Al-Saukâny menyebutkan sendiri bahwa ia telah hafal kitab al-Azhâr, kitab fikih yang populer di kalangan Syiah Zaidiyyah. Lihat, Al-Syaukâny, al-Badru al-Thâli’u bi

Mahâsini Man ba’da al-Qarn al-Sâbi’, jld. II. s. 215.

Oleh karena itu, tidak heran kalau al-Syaukâny memiliki kesempatan yang besar untuk menyauk ilmu dalam berbagai bidang dan dari sekian banyak guru. Bila diperhatiakn dari biografinya, nyaris hari-hari remajanya ia habiskan untuk menuntut ilmu dan agama. Disebutkanya sendiri bahwa ia sejak kecil sudah bisa membaca buku secara leluasa di perpustakaan ayahnya, serta minimal tiga belas mata pelajaran dalam satu hari. Sehingga tidak heran ketika usinya masih relatif sangat muda sudah menjadi qâdhi dan mufti di kota San’â.