Al-Syaukâny dan Qirâ`ât

4. Al-Syaukâny dan Qirâ`ât

Ilmu qirâ`ât adalah salah satu bagian dari ’ulûm al-Qur`ân. Kriteria

penerimaan dan penolakan sebuah qirâ`ah, pada umumnya, adalah riwayat. Agar diterima, sebuah qirâ`ah harus memiliki sanad yang mutawatir dan tersambung hingga Rasulullah. Sebuah qirâ`ah tidak bisa ditolak hanya semata-mata karena bertentangan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab. Sebagai ilustrasi, dalam bukunya yang berjudul al-Ittijâhât al-Munharifah, al- Dzahaby mengecam al-Zamakhsyary yang menolak sebuah qirâ`ah yang shahih hanya lantaran ia tidak sesuai dengan madzhab nahwu yang dianutnya. 54

Dalam penafsirannya terhadap beberapa ayat al-Qur`an, al-Syaukâny seringkali mengemukakan berbagai qirâ`ât yang ada. Sesekali dia memberikan tarjîh terhadap qirâ`ah yang dianggapnya paling tepat.

a. Al-Syaukâny dan Tarjih Qira'ah

Salah satu contohnya terdapat dalam penafsiran ayat pertama dari surah al-Qiyâmah berikut ini.

54 Muhammad Husain al-Dzahaby, Al-Ittijâhât al-Munharifâh fî Tafsîr al-Qur`ân al- Karîm; Dawâfi’uhâ wa Daf’uhâ, (Mesir: Dâr al-I’tishâm, 1398 H-1978 M.), cet. ke- I, s. 43

     “Aku bersumpah demi hari Kiamat.” Kata ﻢﺴﻗأ ﻻ pada ayat di atas, menurut al-Syaukâny, memiliki dua qirâ'ah. Pertama, kata ﻢﺴﻗأ ﻻ dibaca dengan menggunakan alif. Dengan qirâ'ah semacam ini, huruf lam yang terdapat pada ﻢﺴﻗأ ﻻ adalah lam qasam sebagaimana tertulis dalam redaksi ayat di atas. Kedua, kata ﻢﺴﻗأ ﻻ dibaca dengan tanpa alif. Dengan qirâ'ah semacam ini, huruf lam yang terdapat dalam 55 ﻢﺴﻗأ ﻻ adalah lam ibtidâ.

Untuk bacaan yang pertama, al-Syaukâny tidak menyebutkan siapa qurrâ (ahli qirâ'ah) yang dikutipnya. Akan tetapi, ia memberikan tarjîh bahwa model bacaan seperti redaksi di ataslah yang lebih unggul (arjâh). Sedangkan untuk bacaan yang kedua, al-Syaukâny menyebutkan bahwa yang membaca ﻢﺴﻗأ ﻻ tanpa alif adalah al-Hasan, Ibnu Katsîr al-Zuhrî dan Ibnu Hurmuz. 56

Ibnu Jarir menjelaskan tentang perbedaan qira'ah yang dikemukakan ulama ahl al-Qura' bahwa ﻢﺴﻗأ ﻻ di baca sebagai lam qasam. Pendapat ini dikemukakan oleh kebanyakan qura' dari Mesir (al-Amshâr), kecuai al-Hasan dan al-A'raj. Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa pendapat yang paling rajih dalam hal ini juga pendapat yang dilakukan mereka, artinya bahwa "Allah bersumpah dengan adanya hari Qiamat." Tarjih ini nampaknya terpengaruh oleh pendapat al-Nahwiyun (pakar gramatikal) dari Kufah mereka berkata:" ﻢﺴﻗأ ﻻ " bukan untuk menolak perkataan yang sudah lalu yang di ucapkan orang-orang musrikin yang mengingkari adanya Syurga dan

55 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz. V. s. 445 56 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz. V. s. 445.

neraka. Tetapi kata itu bermakna taukid dan sumpahnya Allah dengan adanya hari qiamat. 57

b. Al-Syaukâny dan Qira'ah tanpa Tarjih

Akan tetapi al-Syaukâny juga kadang-kadang mengemukakan beberapa qirâ`ât tanpa memberikan tarjîh sebagaimana terlihat dalam penafsirannya terhadap ayat 40 dari surah Thâhâ berikut ini.

      “(Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata

kepada (keluarga Fir'aun), "Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. Maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, wahai Musa.”

Dalam ayat di atas, terdapat frasa yang berbunyi: نﺰﺤﺗ ﻻو ﺎﻬﻨﯿﻋ ﺮﻘﺗ ﻲﻛ . Sebelum al-Syaukâny menafsirkan kalimat ﺮﻘﺗ ﻲﻛ pada ayat tersebut, dia terlebih dahulu mencantumkan berbagai qirâ'ah yang dikemukan para ulama. Ibnu ‘Amir membaca lafazh “ ﺮـﻘﺗ” dengan kasrah qaf, sementara ulama-ulama lain (al-Syaukâny tidak menyebutkan identitas mereka) membaca dengan

fathah qaf. 58 Tetapi al-Syaukâny tidak berkomentar apa-apa terhadap dua

57 Ibnu Jarir al-Thabary, Jâmi' al-Bayân 'an Ta'wil Aiy al-Qur'an, juz 14, s. 186-187. 58 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz. III. s. 502.

qirâ`ah itu. Dia justru mengutip al-Jauharî (w. 393 H.) 59 yang menyatakan

bahwa akar kata tersebut adalah: تﺮﻗ ﺪﻗو ،ﻦ ﯿﻌﻟا ﺮﯾﺮﻗ ﻞﺟرو ،اروﺮﻗو ةﺮﻗ ﺎﻨﯿﻋ ﻪﺑ ترﺮﻗ

ﺮﻘﺗو ﺮﻘﺗ ﻪﻨﯿﻋ . Berdasarkan pernyataan al-Jauharî itu, al-Syaukâny memberikan gambaran kata ﺮﻘﺗ dalam ayat di atas dengan ﻦﯿﻌﻟا ةﺮﻗ yang olehnya diartikan dengan “suatu kegembiraan yang disebabkan oleh kembalinya seorang anak kepada ibunya setelah sang ibu membuangnya ke laut dan telah berpisah cukup lama antara keduanya”. 60

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dalam penafsirannya

terhadap kata-kata ﺮﻘﺗ ﻲﻛ , al-Syaukâny mendasarkan pendapatnya kepada qirâ'ah dan pernyataan yang diberikan oleh para ulama sebelumnya. Namun al-Syaukâny sama sekali tidak memberikan pendapat, komentar, atau bahkan tarjîh terhadap pernyataan-pernyataan yang beragam itu. Hal ini berarti bahwa al-Syaukâny, dalam persoalan qirâ'at pada ayat tersebut, hanya mengikuti pandangan ulama lain, meski ia juga memberikan sebuah penafsiran, yaitu kata ﺮﻘﺗ yang dinilai serupa dengan ﻦﯿﻌﻟا ةﺮﻗ .