Al-Syaukâny dan Hadits-hadits Dla'if

b. Al-Syaukâny dan Hadits-hadits Dla'if

Persoalan yang menarik adalah tentang bagaimana al-Syaukâny

menyikapi hadits-hadits dla’if; apakah dia menganggap hadits-hadits tersebut sebagai sumber yang layak dirujuk dalam penafsiran al-Qur`an? Atau sebaliknya ia tidak menjadikannya sebagai rujukan. Setidaknya ada tiga sikap al-Syaukâny tentang hadits dla'if ini. Alasan yang pertama dan kedua ia sebutkan langsung dalam pengantar untuk kitab tafsirnya, al-Syaukâny

dikabarkan oleh sahabat dari ucapan dan perbuatan Rasulullah. Lihat, Ibnu Shalâh, Muqaddimah Ibnu al-Shalâh fi ‘Ulûm al-Hadits, s. 22

7 Salah seorang periwayat hadits tersebut, yakni Ibrahim bin Muslim al-Hajary, dianggapnya dla’if. Lihat, Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 5, 338. lafaldz hadits tersebut

adalah sebagai berikut : ﻥَﺃ ِﺏﹾﻨﱠﺫﻟﺍ ﻥِﻤ ﹸﺔﺒﻭﱠﺘﻟﺍ ﻡﱠﻠﺴﻭ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ﻡﻬﱠﻠﻟﺍ ﻰﱠﻠﺼ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ُلﻭﺴﺭ َلﺎﹶﻗ َلﺎﹶﻗ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ِﺩﺒﻋ ﻥﻋ ِﺹﻭﺤَﺄﹾﻟﺍ ﻲِﺒَﺃ ﻥﻋ ﻱِﺭﺠﻬﹾﻟﺍ ﺎﹶﻨﺭﺒﹾﺨَﺃ َلﺎﹶﻗ

* ِﻪﻴِﻓ ﺩﻭﻌﻴ ﺎﹶﻟ ﻡﹸﺜ ﻪﹾﻨِﻤ ﺏﻭﹸﺘﻴ Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, bab al-Muktsirîn min al-

Shahabah, nomer 4043, melalui jalur periwayatan dari al-Hajary. Menurut ulama al-Jarh wa al-Ta'dil bahwa al-Hajary adalah dla'if. Komentar ulama tentang al-Hajary adalah sebagai berikut. Ya'qub bin Sulaiman: Laba'sa fihi, Al-Auza'I : shaduq lakin kastir al-Wahm. Yahya ibn Ma'in : dla'if laisa bisyain. Muhamad bin Sa'ad : dla'if, Al-Bukhary : Munkarul Hadits, dan Abu Zur'ah al-Razi : dla'if. informasi yang penulis dapatkan bahwa ia (al-Hajary) suka memarfu'kan hadis yang mauquf. Oleh karenanya al-Syaukâny mengatakan bahwa yang shahih adalah hadis yang mauquf. Lihat, Mawsû’ah al-Hadîts al-Syarîf, Program CD-ROM. Syarikah al-Barâmij al-Islâmiyyah al-Duwaliyyah, Versi 2.0, 1997.

menyatakan bahwa dirinya juga mencantumkan hadits-hadits yang memiliki kelemahan dalam sanadnya (mâ fî isnâdihî dla’f) dengan dua alasan:

pertama, karena ada hadits lain tentang persoalan yang sama yang menguatkannya (li kauni fî al-Maqâm mâ yuqawwîhi). kedua, karena hadits tersebut sesuai dengan makna linguistik ayat yang bersangkutan (li muwâfaqatihî li al-Ma’na al-’Arabî). 8 Ketiga, bahwa ia mencantumkan al-Hadits al-Dla'if tanpa ada komentar.

1. Pencantuman hadits dla’if dengan alasan untuk Menguatkan.

Dalam hal ini bisa kita lihat dalam penafsiran al-Syaukâny terhadap surah al-Hujurât, ayat 2.              

         “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan

suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.”

Ketika menafsirkan ayat ini, al-Syaukâny mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bazzâr, Ibn ’Adiy, al-Hâkim, dan Ibn Mardawaih bahwa ketika ayat 2 dari surah al-Hujurât itu diwahyukan, Abu Bakar berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah! Demi Allah, aku tidak akan

8 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 1, s. 71.

berbicara kepadamu kecuali secara sangat perlahan seakan-akan aku tengah menyampaikan rahasia (ka akhi al-Sirâr)”. Hadits ini dla’if karena di dalam

sanadnya, terdapat nama Hushain bin ’Umar, 9 seseorang yang dianggap lemah oleh banyak ulama hadits. Tetapi, al-Syaukâny memutuskan untuk

mencantumkannya karena terdapat hadits lain yang shahih dan mengisahkan hal yang sama. Hadits shahih itu diriwayatkan oleh ’Abd bin Hamid dan al- Hâkim melalui jalur Abu Hurairah. 10

Begitu juga dengan ayat 60 dari surah al-Rahman yang berbunyi,

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”

Dalam penafsirannya, al-Syaukâny mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abî Hâtim, Ibn Mardawaih, dan al-Baihaqi melalui jalur Ibn ’Umar, bahwa Rasulullah saw. menafsirkan kata ihsân yang pertama dengan “tauhid” dan kata ihsân yang kedua dengan “surga”. Meski hadits ini dla’if, tetapi ia dikuatkan dengan hadits marfû’ lain yang serupa dan diriwayatkan

9 Berikut ini komentar ulama ahl al-Hadits tentang Hushain bin ’Umar, Imam Bukhari berkata: munkarul al-Hadits, Ahmad : dla'if, Yahya ibn Ma'in : Laisa bi syain, Ibnu

al-Madiny: laisa bi al-Qawy, Ya'qub bin Sufyan : dla'if jiddan, Abu Zur'ah : munkarul al- Hadits, Abu Hâtim : wahi al-Hadits jiddan, al-Nasa'I : dla'if, al-Hakim : laisa bi al-Qawy, Abu

Dawud : rawa manâkîr, dan imam Muslim : matruk al-Hadits. Lihat, Ibnu Hajar al-Asqalâny, Tahdzib al-Tahdzib, (Bairut : Dâr al-Kutub al-Ilmiya, 1415 H/1994 M), cet. ke 1, juz 2, s. 344- 345.

10 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 5, s. 81. lafaldz hadis dimaksud adalah : ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺼ ﷲﺍ لﻭﺴﺭ ﺩﻨﻋ ﻡﻬﺘﺍﻭﺼﺃ ﻥﻭﻀﻐﻴ ﻥﻴﺫﻟﺍ ﻥﺇ ) ﺕﻟﺯﻨ ﺎﻤﻟ » : لﺎﻗ ، ﻪﻨﻋ ﷲﺍ ﻲﻀﺭ ﺓ ﺭﻴﺭﻫ ﻲﺒﺃ ﻥﻋ

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hakim no.3679, dalam al-Mustadarak 'ala Shahihai, juz.8., s. 398. lihat, CD al-Maktabah al-Syamilah, http://www.alsunnah.com Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hakim no.3679, dalam al-Mustadarak 'ala Shahihai, juz.8., s. 398. lihat, CD al-Maktabah al-Syamilah, http://www.alsunnah.com

Dalam tafsirnya al-Syaukâny mengutip banyak riwayat untuk menguatkan hadits yang dla'if tersebut, setidaknya ada empat riwayat yang sama dengan berbeda-beda jalur periwayatannya, ada yang datang dari Jabir bin 'Abdullah, 'Ali bin Abi Thalib, dan dari Ibnu 'Abbas, semua riwayat tersebut marfu'.

2. Pencantuman Hadits Dla’if Berdasarkan Alasan Kesesuain

dengan Bahasa Arab.

Dalam masalah ini bisa dilihat dalam penafsiran al-Syaukâny terhadap ayat 5 dari surah al-Mâ’ûn.       “(Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya” Al-Syaukâny mencantumkan sebuah pernyataan Rasulullah yang

diriwayatkan oleh al-Thabary dan Ibn Mardawaih bahwa kata نﻮﻫﺎﺳ dalam ayat di atas bermakna “orang yang ketika melaksanakan shalat tidak mengharapkan kebaikan dari shalatnya itu, dan ketika meninggalkannya, ia pun tidak merasa takut kepada Tuhan”. Dalam sanad hadits tersebut,

11 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 5, s. 192-193. Hadits marfu' yang dimaksud adalah sebagai berikut : ﻥﻭﺭﺩﺘ لﻫ : لﺎﻗ ﻡﺜ " ﻥﺎﺴﺤﻹﺍ ﻻﺇ ﻥﺎﺴﺤﻹﺍ ﺀﺍﺯﺠ لﻫ ": ﻡﻠﺴﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺼ ﷲﺍ لﻭﺴﺭ ﺃﺭﻗ لﺎﻗ ﻙﻟﺎﻤ ﻥﺒ ﺱﻨﺃ ﻥﻋ

.(( ﺔﻨﺠﻟﺍ ﻻﺇ ﺩﻴﺤﻭﺘﻟﺎﺒ ﻪﻴﻠﻋ ﺕﻤﻌﻨﺃ ﻥﻤ ﺀﺍﺯﺠ لﻫ لﻭﻘﻴ )) : لﺎﻗ ﻡﻠﻋﺃ ﻪﻟﻭﺴﺭﻭ ﷲﺍ : ﺍﻭﻟﺎﻗ ؟ﻡﻜﺒﺭ لﺎﻗ ﺎﻤ Lihat, al-Baghawy, Ma'alim al-Tanzîl fî al-Tafsîr wa al-Ta'wîl, juz.5. s. 175, selanjutnya

al-Baghawy dengan mengutip pendapat Ibnu 'Abbas menyatakan:" bahwa siapa saja mengucapkan la ilaha illa Allah dan beramal sesuai dengan yang diperintahkan oleh Nabi maka ia akan masuk syurga." al-Baghawy dengan mengutip pendapat Ibnu 'Abbas menyatakan:" bahwa siapa saja mengucapkan la ilaha illa Allah dan beramal sesuai dengan yang diperintahkan oleh Nabi maka ia akan masuk syurga."

3. Hadits Dla'if Tanpa Komentar

Tidak semua hadits dla’if yang terdapat dalam kitab Fath al-Qadîr dicantumkan demi salah satu dari dua alasan di atas. Dalam beberapa bagian dari kitab tafsirnya, al-Syaukâny mencantumkan hadits dla’if tanpa alasan

yang jelas. Salah satunya bisa dilihat ketika dia menafsirkan surah al- Mu`minûn, ayat 18, yang berbunyi,

              “Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami

jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.”

Dalam penafsirannya, al-Syaukâny mencantumkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mardawaih dan al-Khathîb, melalui jalur Ibn ’Abbas, bahwa Rasulullah bersabda,

12 Berikut ini komentar ulama hadits mengenai Jâbir al-Ju’fy, Ibnu Ma'in : kadzab pada kesempatan yang ia mengatakan La yuktab haditsuhu wa la karamatan, al-Sya'by : la

tamutu khata tukadzibu Rasulullah, Yahya ibn Ya'la : wallhi kadzaban yu'minu bi al-Rajati, al- Nasa'I : matruk al-Hadits, Al-Hakim : dzahibul al-Hadis. Lihat, Ibnu Hajar al-Asqalany,

Tahdzib al-Tahdzib, juz 2, s. 43-46 13 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 5, s. 675. Hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut : ﻲﺒﺃ ﻥﻋ , لﺠﺭ ﻲﻨﺜ : لﺎﻗ , ﻲِﻔﻌﺠﻟﺍ ﺭﺒﺎﺠ ﻥﻋ , ﻱﻭﺤﻨﻟﺍ ﻥﺎﻴﺒﺸ ﻥﻋ , ﻡﺎﺸﻫ ﻥﺒ ﺔﻴﻭﺎﻌﻤ ﺎﻨﺜﺩﺤ : لﺎﻗ , ﺏﻴﺭﹸﻜ ﻭﺒﺃ ﻪﺒ ﻲﻨﺜﺩﺤ

ﻩﺫﻫ ﺭﺒﻜﺃ ﷲﺍ » : ﻥﻭﻫﺎﺴ ﻡِﻬِﺘﻼﺼ ﻥﻋ ﻡﻫ ﻥﻴِﺫﹼﻟﺍ : ﺔﻴﹶﻻﺍ ﻩﺫﻫ ﺕﻟﺯﻨ ﺎﻤﻟ , ﻡﻠﺴﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺼ ﷲﺍ لﻭﺴﺭ لﺎﻗ : لﺎﻗ , ﻲﻤﻠﺴﻷﺍ ﺓ ﺯﺭﺒ . « ﻪﺒﺭ ﻑﺨﻴ ﻡﻟ ﺎﻬﻜﺭﺘ ﻥﺇﻭ , ﻪﺘﻼﺼ ﺭﻴﺨ ﺝﺭﻴ ﻡﻟ ﻰﻠ ﺼ ﻥﺇ ﻱﺫﻟﺍ ﻭﻫ ﺎﻴﻨﺩﻟﺍ ﻊﻴﻤﺠ َلﺜﻤ ﻡﻜﻨﻤ لﺠﺭ لﻜ ّ ﻲﻁﻋُﺃ ﻭﻟ ﻥﺃ ﻥﻤ ﻡﻜﻟ ﺭﻴﺨ

Lihat, al-Thabary, Jâmi' al-Bayân 'an Ta'wîl ay al-Qur'an, juz 15, s. 351

“Allah telah menurunkan dari surga ke bumi sejumlah lima sungai, yaitu Saihûn di India, Jaihûn di Balkh, Dajlah dan Furât di Irak, serta Nil di Mesir. Sumber dari sungai-sungai itu adalah satu dari sekian banyak mata air di bagian bawah surga. Allah menurunkannya melalui kedua sayap Jibril yang kemudian meletakkannya di atas pegunungan dan mengalirkannya ke bawah. Maka manusia pun memperoleh manfaat dari sungai-sungai tersebut. Itulah makna dari ayat ضرﻷا ﻲﻓ هﺎﻨﻜﺳﺄﻓ رﺪﻘﺑ ءﺎﻣ ءﺎﻤﺴﻟا ﻦﻣ ﺎﻨﻟﺰﻧأو . Kemudian, ketika Ya`jûj dan Ma`jûj telah keluar, Allah kembali mengutus Jibril dan memerintahkannya untuk mencabut al-Qur`an dan ilmu pengetahuan dari bumi, hajar aswad dari Ka’bah, maqâm Ibrâhîm, tâbût Musa beserta isinya, serta lima sungai tersebut ke langit. Itulah makna ayat نوردﺎﻘﻟ ﻪﺑ بﺎﻫذ ﻰﻠﻋ ﺎﻧإو . Ketika semua hal itu telah dicabut dari bumi, maka seluruh manusia akan kehilangan kebaikan dunia dan akhirat.” 14

Al-Syaukâny sendiri mengutip pendapat al-Suyuthy yang menyatakan bahwa hadits di atas adalah dla’if. 15 Tidak jelas mengapa al-Syaukâny

mencantumkan hadits dla’if ini dalam tafsirnya. Yang jelas, al-Syaukâny tidak menyebutkan hadits lain yang bisa menguatkan makna hadits ini. Dan di sisi lain, dia pun tidak menyatakan dengan tegas bahwa hadits tersebut sesuai dengan makna ayat yang bersangkutan.

14 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 3, s. 653-654. lafadz hadis dimaksud adalah : : لﺎـﻗ ﻡﻠﺴﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺼ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻥﻋ ﺎﻤﻬ ﻨﻋ ﷲﺍ ﻲﻀﺭ ﺱﺎﺒﻋ ﻥﺒﺍ ﻥﻋ ﻑﻴﻌﻀ ﺩﻨﺴﺒ ﺏﻴﻁﺨﻟﺍﻭ ﻪﻴﻭﺩﺭﻤ ﻥﺒﺍ ﺝ ﺭﺨﺃ

Lihat, Jalâluddîn 'Abdurrahman al-Suyûthy, al-Dur al-Manstur fi tafsir bi al-Ma'tsur (Bairut : Dâr al-Kutub al-Ilmiya, 1421 H/2000 M), cet. 1, juz 5, s. 13 15 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 3, s. 653.

Contoh lain terdapat dalam penafsiran ayat 24 dari surah al-A’râf berikut ini.               “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang

waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”

Al-Syaukâny mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abi Hâtim, al-Thabrany, Abu al-Syaikh, Ibn Mardawaih, al-Khathîb, dan Ibn al-

Najjar melalui jalur Abu al-Darda`. Hadits itu mengisahkan bahwa pada suatu hari, para sahabat berkumpul bersama Rasulullah dan membicarakan tentang persoalan bisa atau tidaknya umur seseorang bertambah. Para sahabat berkata, “Barang siapa suka menyambung tali silaturrahim, maka ajalnya akan ditunda.” Mendengar hal itu, Rasulullah bersabda, “Tidak mungkin umur seseorang bertambah. Allah telah berfirman, ‘Maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya’. Tetapi seseorang bisa memiliki keturunan yang saleh, yang akan mendoakannya setelah ia meninggal dunia. Ketika doa mereka itu sampai kepadanya, maka itulah yang dimaksud

dengan penundaan ajal.” 16

16 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 2, s. 287. lafadz hadits itu adalah :

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabrany dalam al-Mu'jam al-Kabir, juz 20 s. 254 hadits no 1754. lihat, CD al-Maktabah al-Syamilah, http://www.alsunnah.com

Setelah mengutip hadits di atas, al-Syaukâny kemudian menulis, “Hadits ini harus diteliti sanadnya karena ia mengandung keanehan dan bertentangan dengan banyak hadits shahih yang tercantum dalam Shahîhain serta kitab-kitab hadits lainnya.” 17

Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa al-Syaukâny mencantumkan beberapa hadits dla’if demi alasan lain di luar dua alasan yang dikemukakannya dalam pengantar kitab tafsirnya itu. Salah satu yang terlihat jelas adalah bahwa al-Syaukâny kerap memasukkan hadits dla’if

dalam tafsirnya untuk menunjukkan bahwa hadits tersebut tidak bisa dijadikan pegangan, atau bahwa hadits tersebut bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat sehigga harus ditinggalkan.

Menurut hemat penulis al-Syaukâny tidak membolehkan penafasiran al-Qur'an dengan menggunkan hadits dla'if. Hal ini terlihat dengan beberapa contoh yang telah dikemukakan diatas. Pencantuman hadits dla'if boleh menurut al-Syaukâny jika ada hadits lain yang menguatkannya,karena dengan alasan seperti ini hadits tersebut bisa menjadi berubah statusnya menjadi hasan, yang boleh dijadikan hujah.

Di sisi lain, al-Syaukâny kadang-kadang juga mencantumkan sebuah hadits tanpa menjelaskan kualitasnya. Lalu ternyata hadits tersebut dla’if

17 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 2, s. 287. Hadits shahih yang dimaksud adalah:

Hadits ini riwayat Abu Dawud dalam Sunannya, bab al-Zakat, no. 1443. lihat,

Mawsû’ah al-Hadîts al-Syarîf, Program CD-ROM. Syarikah al-Barâmij al-Islâmiyyah al- Duwaliyyah, Versi 2.0, 1997.

menurut para ulama hadits. Salah satu contohnya terdapat dalam penafsiran ayat 25 dari surah al-Baqarah.

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah- buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.”

Dalam penafsirannya, al-Syaukâny mengutip hadits yang diriwayatkan oleh al-Thabrany, Ibn Mardawaih, dan Abu Nu’aim melalui jalur Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seandainya kepada para penghuni neraka dikatakan, ‘Kalian akan tinggal di neraka dengan lama yang sama seperti jumlah seluruh kerikil di bumi’, niscaya mereka akan merasa gembira. Sebaliknya, jika kepada para penghuni surga dikatakan, ‘Kalian akan tinggal di surga dengan lama yang sama seperti jumlah seluruh kerikil di bumi’, niscaya mereka akan merasa sedih. Hanya saja, mereka akan abadi di sana.” 18 Menurut al-Haytsamy, dalam sanad hadits ini terdapat Hakam bin

18 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 1, s. 145. lafadz hadits tersebut adalah:

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabrany dalam al-Mu'jam al-Kabir, juz 9, s. 25, no. 10231. lihat, CD al-Maktabah al-Syamilah, http://www.alsunnah.com

Zhahir, seorang perawi yang disepakati ke-dla’if-annya. 19 Tetapi al-Syaukâny sama sekali tidak memberikan komentar untuk hadits tersebut.

Pencantuman hadits-hadits dla’if tanpa komentar apa-apa itu barangkali bisa dikembalikan kepada metode yang dipilih oleh al-Syaukâny sendiri. Pada bagian pengantar dari kitab tafsirnya, al-Syaukâny menyatakan bahwa terkadang dia mengutip sebuah hadits dengan menisbatkannya kepada perawinya tanpa menjelaskan kualitas sanad dari hadits tersebut. Al- Syaukâny mengemukakan alasan bahwa dirinya mengutip hadits-hadits

tersebut dari kitab-kitab tafsir klasik, seperti al-Thabary, al-Qurthuby, Ibn Katsir, al-Suyuthy, dan lain-lain, sebagaimana adanya. Jika para mufassir klasik itu tidak menjelaskan kualitas sanad hadits yang mereka cantumkan, maka al-Syaukâny pun tidak menjelaskannya.

Menurut al-Syaukâny, hal itu menunjukkan bahwa para mufassir klasik itu tidak mengetahui kualitas sanad hadits yang bersangkutan. Dinyatakannya, “Adalah hal yang sama sekali tidak mungkin bahwa mereka mengetahui suatu cela dalam hadits tersebut lalu mereka tidak menjelaskannya… Tetapi, di sisi lain, adalah hal yang juga tidak tepat untuk menyatakan bahwa mereka menganggap hadits-hadits tersebut shahih. Barangkali mereka mengutip hadits-hadits itu tanpa mengetahui kualitas sanadnya. Inilah kemungkinan yang paling kuat karena jika mereka mengetahui bahwa hadits-hadits itu shahih, maka mereka pasti akan menyatakannya sebagaimana terjadi dalam banyak hadits lain yang mereka sebut shahih atau hasan. Siapa pun yang berhasil menemukan kitab-kitab

19 Lihat, komentar muhaqiq tafsir Fathul Qadîr, juz 1, s. 145 19 Lihat, komentar muhaqiq tafsir Fathul Qadîr, juz 1, s. 145

Salah satu kritik yang diajukan kepada al-Syaukâny adalah bahwa dia kerap mengutip hadits-hadits dla’if tentang keutamaan sahabat Ali bin Abi

Thalib tanpa mengomentari status dan kualitasnya. 21 Salah satu contohnya tercantum dalam penafsiran al-Syaukâny terhadap surah al-Mâ`idah, ayat

55, berikut ini.           

  “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan

orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).”

Al-Syaukâny mencantumkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al- Khathîb melalui jalur Ibn ’Abbas. Hadits itu mengisahkan bahwa suatu hari, Ali bin Abi Thalib menyedekahkan cincinnya saat dia sedang ruku’ kepada seorang peminta-minta. Saat itu, Rasulullah saw. bertanya kepada peminta- minta tersebut, “Siapa yang memberimu cincin itu?”. Sang peminta-minta menjawab, “Lelaki yang sedang ruku’ itu.” Maka turunlah ayat di atas. 22 Al- Syaukâny sama sekali tidak memberikan komentar apa-apa terhadap hadits

20 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 1, s. 71. 21 Al-Dzahaby, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz. II, s. 115 22 Al-Syaukâny, Fathul Qadîr, juz 2, s. 75. Dalam masalah ini al-Qurtuby mengutip

pendapat dari Abu Ja'far Muhammad bin 'Ali bin al-Husain bin 'Ali bin Abi Thalib dari makna ayat tersebut diatas apakah ayat itu untuk 'Ali bin Abi Thalib, Ia menjawab 'Ali termasuk orang yang beriman. Ibnu Abbas berkata ayat ini diturunkan untuk Abu Bakr, dalam riwayat yang lain diturunkan untuk 'Ali bin Abi Thalib. Lihat, al-Qurtuby, al-Jami' li al-Ahkam al- Qur'an, (Bairut : Dâr al-Kutub al-'Araby, 1424 H./2004 M.),t.tc., juz. 6, s. 207-208 pendapat dari Abu Ja'far Muhammad bin 'Ali bin al-Husain bin 'Ali bin Abi Thalib dari makna ayat tersebut diatas apakah ayat itu untuk 'Ali bin Abi Thalib, Ia menjawab 'Ali termasuk orang yang beriman. Ibnu Abbas berkata ayat ini diturunkan untuk Abu Bakr, dalam riwayat yang lain diturunkan untuk 'Ali bin Abi Thalib. Lihat, al-Qurtuby, al-Jami' li al-Ahkam al- Qur'an, (Bairut : Dâr al-Kutub al-'Araby, 1424 H./2004 M.),t.tc., juz. 6, s. 207-208

Mengenai hadits diatas Ibnu Katsir memberikan tanggapan sebagai berikut :" bayak sekali riwayat seperti itu (hadis diatas) akan tetapi kebayakan riwayat itu adalah dla'if, dan mayoritas riwayat itu datang dari sahabat Ibnu

'Abbas. 23 Selain pada ayat di atas, hadits tentang keutamaan Ali juga tercantum dalam penafsiran al-Syaukâny terhadap ayat 67 dari surah yang sama.

                           “Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari

Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”

Al-Syaukâny mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Ibn ’Asakir dan Ibn Mardawaih melalui jalur Abu Sa’id al-Khudri bahwa ayat tersebut diturunkan kepada Rasulullah saw. pada peristiwa Ghâdir Khumm menyangkut status istimewanya sahabat Ali bin Abi Thalib. Riwayat lain yang dikutip al-Syaukâny berasal dari Ibn Mardawaih melalui jalur Ibn Mas’ud. Dalam riwayat kedua ini, Ibn Mas’ud menyatakan bahwa ada tambahan yang biasa dibaca di masa Rasulullah saw. dan kemudian hilang dari ayat di atas. Tambahan itu menunjukkan bahwa “apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu” dalam ayat di atas adalah status Ali sebagai pemimpin kaum

23 Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, juz 2, s. 99-100.

mukminin (maulâ al-mu`minîn). Dengan demikian, ayat tersebut seharusnya berbunyi, 24 ﻦﯿﻨﻣﺆﻤﻟا ﻰﻟﻮﻣ ﺎﯿﻠﻋ نأ ﻚﺑر ﻦﻣ ﻚﯿﻟإ لﺰﻧأ ﺎﻣ ﻎﻠﺑ لﻮﺳﺮﻟا ﺎﻬﯾأ ﺎﯾ .

Riwayat-riwayat tersebut dikutip oleh al-Syaukâny tanpa komentar sedikit pun. Agak sulit mengetahui apa motif al-Syaukâny dalam hal ini. Tetapi menurut hemat penulis mungkin al-Syaukâny mendapati hadis-hadis tersebut dalam kitab-kitab tafsir terdahulu yang ia kutip. Hal ini seperti yang ia katakan dalam muqaddimah tafsir ini.