Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                emosional  yang  alami.  Hal  ini  tercermin  dalam  dinamika  hubungan  solidaritas, dimana  dalam  keadaan  normal  terhadap  rasa  saling  ketergantungan,  saling
membutuhkan serta saling membela. Oleh  karena  itu,  dalam  suatu  masyarakat  ada  sifat-sifat  kekeluargaan
meskipun  cakupannya  lebih  luas  dibanding  sifat-sifat  kekeluargaan  dalam  sebuah keluarga.  Bahkan  sesungguhnya  di  dalam  ikatan  kebangsaan  juga  ada  nilai-nilai
kekeluargaan, yang oleh karena itu dalam membangun bangsa bisa diambil pelajaran dari nuansa-nuansa hidup di dalam keluarga.
Bagi  setiap  keluarga  yang  sedang  berada  dalam  situasi  yang  penuh  konflik, kemampuan  mengendalikan  diri  dari  anggota  keluarga  dipertaruhkan  pada  saat  itu.
Sebuah keluarga diuji sampai seberapa jauh ikatan batin  yang dimiliki oleh  masing- masing  anggota  keluarga  dalam  menghadapi  problem  didalam  kehidupan
berkeluarga.  Disini  keluarga  dituntut  supaya  mempunyai  mental  spiritual  yang  kuat agar tidak goyah dalam menghadapi cobaan dalam situasi dan kondisi seperti apapun.
Allah SWT berfirman dalam Al- Qur’an surat Al-Baqarah ayat 155 :
Artinya : “Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan mereka berita gembira kepada orang-
orang yang sabar”.  Al-Baqkarah : 155
Ayat  di  atas  memeberikan  kesimpulan  bahwa  dalam  membangun  keluarga haruslah  didasari  dengan  pondasi  yang  kuat  yaitu  agama.  Dimana  agama  di  dalam
sejarah  kehidupan  manusia  merupakan  kebutuhan  untuk  membimbing  kehidupan. Agama  menurut  pengertian  yang  terbatas  di  lingkungan  pemeluk  agama  samawi
terutama  islam,  adalah  merupakan  perwujudan  dari  petunjuk  Allah  yang  tertuang dalam  bentuk-bentuk  kaidah  perlindungan  yang  ditunjukkan  kepada  umat  manusia
agar  mereka  mampu  berusaha  di  jalan  yang  benar  dalam  rangka  memperoleh kebahagiaan dunia akhirat.
5
Mengenal  Tuhan  adalah  membenarkan  dengan  qalbu,  menyatakan  dengan lisan dan melaksanakan dengan perbuatan. Iman akan kuat apabila selalu berzikir dan
iman akan melemah sesuai dengan tingkat kelupaan dan kelalaian hati untuk berzikir. Ketika  manusia  berbuat  maksiat,  maka  imannya  berkurang  dan  bahkan  keluar  dari
qalbunya.  Apabila  iman  sudah  keluar  maka  tertutuplah  pintu  kebenaran  cahaya hidayah  dan  manusia  akan  terjerumus  pada  kekafiran,  kemusyrikan,  kefasikan  dan
kedurhakaan.
6
Hal  ini  yang  di  alami  oleh  para  korban  penyalah  gunaan  narkoba  di  Pondok Pesantren  Hidayatul  Mubtadi
’ien,  mereka  terganggu  jiwanya  dan  mentalnya disebabkan  akal  sehat  dan  keimanan  mereka  telah  rusak  oleh  racun-racun  minuman
keras, narkotika dan obat-obatan terlarang.
5
Sahilun A Nasir, Problem kehidupan dan pemecahan, suatu pendekatan Psikoreligius, Jakarta: Kalam Mulia, 2003,Cet. Ke-1. H. 25.
6
Arifin Ilham, Indonesia Berdzikir, Jakarta : Intuisi Press, 2004, h. 14
Agama  menawarkan  jalan  keluar  yang  terbaik  dalam  upaya  mengatasi  atau menghindari  permasalahan  dalam  keluarga,  yaitu  melalui  dengan  pendekatan  diri
kepada Allah SWT psikoreligius berupa dzikir dan do’a. Dzikir adalah ibadah yang
biasa  dilaksanakan  setiap  detik  dan  setiap  saat  agar  manusia  selalu  ingat  dan  selalu bersyukur kepada Allah SWT.
7
Dzikir  bisa  dilakukan  dengan  cara  sendirian  maupun  secara  bersama-sama atau berjama’ah, banyak lembaga-lembaga yang menyelenggarakan dzikir bersama-
sama  untuk  membantu  orang-orang  yang  ingin  berdzikir.  Salah  satunya  adalah Pon
dok  Pesantren  Hidayatul  Mubtadi’ien  yang  beralamat  di  Jl  Raya  Pasir  Putih Sawangan Depok.
Keberadaan  Pondok  Pesantren  Hidayatul  Mubtadi ’ien  bertujuan  untuk
membantu  proses  penyembuhan  gangguan  kejiwaan  terutama  yang  diakibatkan oleh penyalah  gunaan  narkotika.  Dalam  hal  ini  Pondok  Pesantren  Hidayatul  Mubtadi
’ien menggunakan  metode:  Dzikir,  shalawat  wajib,  ratib  hadad,  ratib  Al-Athas,  shalat
sunnah, mandi taubat dan membaca asmaul husnah. Kegiatan yang dilakukan setiap harinya dimaksudkan untuk beribadah dengan
konsepsi  taqqarub  mendekatkan  diri  pada  Allah  melalui  dzikir  dan  memberikan pengalaman  bathin  atau  mengisi  jiwa  dengan  kalimat  tauhid,  agar  dengan  demikian
hati  selalu  berisi  dengan  menyebut  asma  Allah  dan  mendapatkan  ketenangan  jiwa. Ketenangan  inilah  yang  dapat  mengalihkan  korban  narkoba  yang  dibimbning  oleh
7
Ahmad Susanto, Samudra Dzikir. Jakarta: Fikr, 2007, h. vii
KH.  Muhammad  Djunaidi  dari  kenikmatan  narkoba  beralih  kepada  kenikmatan illahiyat.  Metode  dzikir  itu  merujuk  pada  firman  Allah  dalam  Al-
Qur’an  surat  Ar- Ra’du ayat 28:
Artinya: “Ingatlah hanya dengan dzikir dan mengingat Allah hati menjadi tenang”.
Mereka  yang  dirawat  dan  dibimbing  oleh  KH.  Muhammad  Djunaidi  di Pondok  Pesantren  Hidayatul  Mubtadi
’ien  ini  diperlakukan  sebagai  orang  yang terkena  penyakit  hati  yang  sedang  dalam  berada  dalam  keresahan  dan  kesedihan.
Karena  hatinya  tidak  lagi  mengingat  kepada  Allah  sebagai  pencipta  dan  yang memiliki
segalanya. Yang
diakibatkan oleh
racun-racun narkoba
yang menghancurkan  jiwa  mereka.  Untuk  membantu  memulihkannya  diperlukan  suatu
bimbingan kearah yang baik melalui dzikir. Peranan  KH.  Muhammad  Djunaidi  dalam  membantu  proses  penyembuhan
santri.  Menggunakan  metode  dzikir  yang  dilakukan  mempunyai  fungsi  kataris  yaitu pelepasan emosi yang terpendam dalam hati mereka. Proses kataris ini sangat penting
bagi seseorang yang sedang menghadapi masalah emosional. Biasanya  proses  kataris  ini  terjadi  ketika  korban  narkoba  mendapatkan
pelajaran  dzikir  talqin  atau  ketika  melakukan  dzikir  itu  sendiri.  Pada  waktu penerima talqin, sering kali korban merasa terbuka hatinya seakan memperoleh jalan
8
Al- Qur’an dan Terjemah, Jakarta, 1990. h. 373.
keluar.  Kemudian  mereka  mencurahkan  dan  langsung  mengungkapkan  isi  hatinya dengan  ekspresi  tangis  dan  memohon  ampun  kepada  Allah.  Dan  Mursyid  akan
membiarkan mereka terus menangis karena tangisan dianggap sebagai salah satu cara atau bentuk pengobatan yang setelah itu korban merasa lega dan kemungkinan besar
akan sembuh dalam waktu yang relative cukup singkat. Pendeskripsian fenomena di atas sangat menarik untuk diteliti lebih jauh yang
mendalam,  secara  sistematis  dimaksudkan  untuk  mengetahui  proses  penyembuhan korban  penyalahgunaan  narkoba  yang  dibimbing  langsung  oleh  KH.  Muhammad
Djunaidi melalui metode dzikir dan penelitian ini, peneliti mencoba menuangkannya dalam  sebuah  judul  penelitian
“Peranan  KH.  Muhammad  Djunaidi  Dalam menangani  Korban  Penyalahgunaan  Narkoba  di  Pondok  Pesantren  Hidayatul
Mubtadi ’ien Sawangan Depok”.
                