Pengalaman KH. Muhammad Djunaidi

KH. Muhammad Djunaidi juga memimpin Majlis Dzikir Asmaul Husna dan Jauzan Kubra yang dilaksanakn seminggu sekali yang jatuh pada setiap malam Jum’at dan sebulan sekali jatuh pada setiap tanggal 22 malam, ada pengajian rutin yg diselenggar akan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien. Pengajian ini dibuka secara umum yang jama’ahnya dihadiri dari berbagai macam penjuru, bahkan ada yang dari luar negeri.

B. Pondok Pesantren Hidayatul M ubtadi’in

1. Sejarah Berdiri

Pesantren ini terletak di daerah yang dulu terkenal angker dan seram, yaitu di Jalan Raya Pasir Putih Rt. 0503 No.18 Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok. Nama Pesantren ini diambil dari nama Pondok Pesantren tempat KH. Muhammad Djunaidi menuntut ilmu. Bahkan, Pondok Pesantren ini merupakan cabang resmi dari P esantren Hidayatul Mubtadi’ien di Lirboyo Kediri Jawa Timur. Perbedaanya adalah pada penambahan program rehabilitasi mental yang juga menjadi sasaran awal proses pendidikan pesantren tersebut. Pada awalnya, pondok pesantren ini belum memiliki bangunan permanen yang layak digunakan sebagai sebuah pondok. Pengajiannya pun diselenggarakan di kamar biasa. Karena semakin hari santri semakin bertambah, maka diupayakanlah bangunan permanen yang presentatif. Atas dukungan beberapa donatur dan dermawan, sekarang ada sebuah bangunan awal dua kamar santri, satu buah gubuk, satu buah Masjid, satu rumah kyai dan tanah yang cukup luas, sehingga proses belajar santri dapat belajar sebagaimana mestinya. Meskipun bangunan sampai saatini belum terselesaikan. Bahkan menurut rencana pembangunan Pondok Pesantren ini akan ditambah dengan mendirikan fasilitas yang belum tersedia di komplek Pondok P esantren Hidayatul Mubtadi’ien. Semula berdirinya Pondok P esantren Hidayatul Mubtadi’ien merupakan bentuk perhatian KH. Muhammad Djunaidi dengan nasib dan kondisi anak-anak muda yang kurang mendapat perhatian dari keluarganya terutama pemuda-pemuda yang mengalami masalah, seperti pecandu narkoba dan para pemuda yang prustasi. Para pemuda ini kebanyakan tidak mendapat perhatian dari keluarganya, khususnya dari kedua orang tuanya. Pesantren ini mencoba untuk menampung mereka, mendekati mereka, dan memberikan bimbingan kepada mereka melalui metode dzikir dengan bebas biaya. Alasan ini yang memotifasi proses awal pendirian Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ien. Namun setelah berjalan beberapa waktu, ternyata masyarakat di lingkungan sekitarnya menuntut dibukanya suatu lembaga pendidikan, Majlis ta’lim, kajian kitab kuning seperti Tauhud, Fiqih dan lain-lain. Berangkat dari tuntunan masyarakat itulah, akhirnya Pondok P esantren Hidayatul Mubtadi’ien dibuka untuk umum. Pondok Pesantren Hidayatul mubtadi’in berdiri di atas tanah pribadi milik KH. Muhammad Djunaidi. Yang luasnya Kurang lebih sekitar 1000 M2. Diatas