BAB IV PERNIKAHAN WANITA HAMIL DALAM PERSPEKTIF IMAM SYAFI’I
DAN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM DI NEGERI TERENGGANU
A. Pengertian Pernikahan Wanita Hamil 1.
Pengertian Pernikahan Wanita Hamil menurut Fiqih
Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa pernikahan adalah satu jalan yang sangat mulia disisi agama Islam dalam memenuhi kebutuhan naluri
manusia dan menghasilkan satu keturunan yang sah dalam agama dan masyarakat. Begitujuga menghasilkan sebuah masyarakat yang harmonis dan
damai. Hamil adalah merupakan suatu proses alami yang lumrah terjadi dalam
melahirkan generasi baru, dalam kehidupan kita. Sedangkan pengertian hamil ialah keadaan mengandung janin yang apabila sebuah sel sperma laki-laki
bertemu dengan sel telur perempuan yang pada akhirnya nanti akan terjadi pembuahan.
Adapun macam-macam kehamilan: 1.
Wanita yang bersuami dan dalam keadaan hamil tidak boleh dinikahkan, karena ia masih mempunyai suami, larangan ini berdasarkan pada firman
Allah SWT.:
+, .
1 +
2 3
1 45671
89: . =
? M
Artinya:“Dan diharamkan juga kamu berkahwin dengan perempuan- perempuan istri orang, kecuali hamba sahaya Yang kamu miliki...”
Q.S.An-Nis ’:4:24 2.
Wanita hamil yang diceraikan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai karena meninggal. Wanita ini boleh dinikahi oleh laki-laki dengan syarat telah
berakhir masa iddahnya, kalau ia hamil sampai melahirkan, firman Allah SWT.:
LF š
Jƒ •[7e
I [h=
•67 S
D jkY
Artinya:“Dan perempuan-perempuan mengandung, tempoh idahnya ialah hingga mereka melahirkan anak Yang dikandungnya.”
Q.S.At-Thal q:65:4 3.
Wanita yang hamil tidak mempunyai suami yang sah, wanita hamil ini akibat hubungannya dengan laki-laki yang mengaulinya, perbuatan ini dinamakan
zina. Terhadap wanita hamil sebab zina ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan Ulama, ada yang membolehkan untuk dinikahinya dan ada yang
melarang untuk dinikahinya Berkenaan dengan bab ini, berarti bahwa wanita hamil di luar nikah ini,
adalah wanita itu mengandung akibat perzinahan dengan laki-laki tanpa akad nikah atau suatu pernikahan yang tidak sah.
Zina diartikan dengan perbuatan bersetubuh yang tidak sah. Zina didefinisikan sebagai perbuatan seorang laki-laki yang melakukan hubungan
seksual dengan seorang perempuan yang menurut naluriah kemanusiaan
perbuatan itu dianggap wajar, namun diharamkan syara’ karena perbuatan itu berlaku di luar pernikahan yang sah.
Menurut hukum Islam perbuatan zina yang dilakukan laki-laki dan perempuan itu tidak dilihat statusnya, apakah telah beristri atau sudah bersuami
ataupun masih perawan atau perjaka, semua tetap dinamakan perzinahan. Para ulama sepakat mengenai kebolehan menikah wanita penzina bagi
orang yang menzinahi. Dengan demikian pernikahan antara lelaki dan wanita yang dihamilinya sendiri adalah sah dan mereka boleh bersetubuh sebagaimana
layaknya suami istri.
77
Menurut hukum Islam, Para ulama dalam memberikan definisi zina berbeda-beda dalam redaksinya, namum dalam substansinya hampir sama. Di bawah ini akan
penulis kemukakan definisi menurut empat mazhab. a. Pendapat Malikiyah
Malikiyah sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah, memberikan definisi sebagai berikut:
ﻥlm -nlo: ﻡ
Z pVmﻡAq
9:mﻡ 5
m51mZ -j 2rﺕ mﺏ
o6s=ﺕ
78
Artinya: “Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang mukalaf terhadap Farji manusia wanita yang bukan miliknya secara disepakati
dengan kesengajaan.”
77
Wabah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, Damsyiq: Dar al-Fikr, 1989, jilid VII., h. 148
78
Abdul Qadir Audah, al-Tasyrî‘ al-Jinâiy Al-Islâmy, Juz II, Beirut: Dâr al-Kitâb aI- ’Arabi, tt, h. 349