Ketenangan. Dengan adanya ketenangan sebuah Dasar Hukumnya

G? 2: Gﻡ Y ی 51:=Z K? ﺏ 5ﻥ Z 5 ﺝ ] U : ﻡ 16 Artinya :“Dari Abullah Ibn Mas’ud r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda kepada kami: “wahai pemuda, barang siapa yang telah mampu di antara kamu untuk menikah, maka hendaklah menikah karena akan menunduk pandanganmu dan memelihara kehormatanmu, tetapi jika tidak mampu untuk berkawin berpuasalah, karena puasa itu merupakan perisai bagimu.” HR. Muslim

3. Hukum Perkawinan

Perkawinan mempunyai hukum yang berubah-rubah berdasarkan keadaan individu itu sendiri. Berikut dijelaskan hukum-hukum perkawinan: 17

a. Sunat

Ini berlaku jika individu itu berhajat kepada perkawinan; dengan arti kata lain beliau ingin berkawin, memiliki kemampuan dari segi nafkah, mas kawin serta nafkah kehidupannya dan kehidupan istrinya dan beliau merasakan bahwa beliau tidak akan terjerumus kedalam perkara maksiat zina jika tidak berkawin. Dalam keadaan ini perkawinan adalah sunat karena perkawinan itu dapat melahirkan generasi, menjaga keturunan dan membantu untuk mendatangkan maslahat. Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: 16 Imam Abi al- Husain Muslim Ibn. Hajjaj Qusairy an-Naisabury, Shahih Muslim, Mishr: Darul Fikr,t. th, h. 1018 17 Mustofa Al-Khin, Mustofa Al-Bugho, dkk, Kitab Fikih Mazhab Syafie, Undang- Undang Kekeluargaan Nikah, Talak, Nafkah, Penjagaan Anak-anak, Penyusuan, Membentuk Keturunan, Anak Buangan , Kuala Lumpur: Pustaka Salam Sdn Bhd, Disember 2005, Jil. 4, h. 733 “Ketika kami muda, kami berada bersama-sama Nabi SAW. dan kami tidak mempunyai apa-apa harta. Bagainda berkata kepada kami: “ Wahai para pemuda Jika kamu mampu hendaklah kamu berkawin, sesungguhnya perkawinan itu menutup pandangan dan menjaga kemaluan. Siapa yang tidak mampu hendaklah ia berpuasa karena puasa itu adalah pendinding baginya.” Kawin dalam keadaan ini adalah lebih baik daripada menumpukan perhatian untuk beribadah dan hidup membujang. Di atas dasar inilah Rasulullah SAW. menunjukan sabdanya kepada sekelompok sahabat Baginda yang bernekad untuk tidak berkawin karena ingin menumpukan diri kepada ibadat. 18 Perempuan mempunyai hukum yang sama dengan lelaki. Apabila dia memerlukan kepada perkawinan untuk menjaga diri, agama serta mendapatkan nafkah, maka dia juga disunatkan berkawin.

b. Sunat Meninggalkannya Makruh dan Melakukannya Dikira

KhilafulAula Hukum ini berlaku jika individu itu berhajat untuk berkawin tetapi tidak mempunyai kemampuan dan nafkah. Dalam keadaan ini individu itu hendaklah beribadat dan berpuasa untuk menjaga kesucian dirinya. Ini karena kesibukan beribadat dan berpuasa akan melupakan dari memikirkan soal kawin serta mengurangkan keinginannya. Mudah-mudahan Allah SWT. akan mengurniakan kejayaan kepadanya dari limpah kurnia-Nya. 18 Ibid, h. 733-734 Dalil hukum ini yaitu firman Allah SWT. : W [ My n h3 ImO•• n6n5 v D‘’Y 9` R f = ‹ 1 ] 4X 5 U M Artinya:“Dan orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan berkahwin, hendaklah mereka menjaga kehormatannya sehingga Allah memberi kekayaan kepada mereka dari limpah kurniaNya.” Q.S.An-NNr:24:33 Jika tidak mempunyai kemampuan, meninggalkan berkawin adalah sunat baginya.

c. Makruh

Hukum ini berlaku jika individu itu tidak berhajat untuk berkawin; seperti dia tidak berkeinginan sama ada disebabkan oleh faktor semula jadi, sakit atau sebab-sebab lain. Pada masa yang sama dia juga tidak memiliki kemampuan untuk berkawin. Ini berlaku karena perkawinan menuntutnya sesuatu yang tidak mampu dilakukannya seperti menyediakan mas kawin serta memberi nafkah. Oleh itu perkawinan adalah makruh baginya.

d. Afdhal Tidak Berkawin

Hukum ini berlaku jika individu itu mempunyai kemampuan tetapi dia tidak berhajat untuk berkawin karena tidak mempunyai keinginan. Pada masa itu