Wawancara Interpretasi Hasil Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga instrumen yang akan menunjang keakuratan data hasil kemampuan komunikasi matematis siswa. Tiga instrumen tersebut adalah instrumen aktivitas belajar matematika siswa, hasil tes formatif siswa dan hasil wawancara terhadap siswa. Selanjutnya data-data tersebut diklasifikasikan berdasarkan urutan waktu tindakan penelitian, tujuannya adalah untuk memudahkan dalam mendeskripsikan data sehingga diperoleh kesimpulan yang tepat. Selain itu, untuk memperkuat kemampuan komunikasi matematis siswa penulis mengambil data lain berupa foto-foto dokumentasi hasil diskusi siswa. Berikut akan disajikan tabel mengenai peningkatan siswa setiap siklusnya yang diukur oleh aktivitas belajar matematika siswa, hasil belajar matematika siswa dan hasil wawancara siswa. Tabel 4.12 Hasil Aktivitas Belajar Matematika, Tes Formatif dan Wawancara Hasil Belajar Aktivitas Wawancara Siklus I 67 67,40 Merasa terbebani dalam belajar matematika Siklus II 74 76.28 Sangat membantu, karena terciptanya rasa solidaritas dan rasa saling membantu antar teman Dari tabel tersebut, bahwasanya terlihat adanya peningkatan dengan nilai sebesar 7 untuk hasil belajar, adanya peningkatan pula sebesar 8.88 dari aktivitas belajar dan adanya hasil wawancara yang baik tiap siklus. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Treffinger baik digunakan untuk proses pembelajaran matematika di dalam kelas.

D. Pembahasan Temuan penelitian

Pembahasan yang dilakukan didasarkan atas pengamatan melalui lembar observasi aktivitas belajar matematika, wawancara siswa, dan melihat rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematiks siswa. Dalam proses pembelajaran matematika di sekolah tidak jarang siswa kesulitan dalam menginterpretasikan hasil ke dalam bentuk simbol matematika, hal ini didukung oleh hasil ulangan materi SPLDV yang masih tergolong rendah. Selain itu siswa juga sangat pasif dalam menjelaskan ide-ide matematika secara tulisan dan menggambar sebuah soal dengan tujuan untuk menemukan sebuah jawaban pada materi Teorema Phytagoras. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematis siswa masih rendah. Sehingga peneliti menghendaki untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika di kelas tersebut, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran Treffingger sehingga kemampuan komunikasi matematis dan aktivitas belajar matematika siswa di dalam kelas meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I dan siklus II, setelah diberikan tindakan, secara umum kemampuan komunikasi matematis siswa mengalami peningkatan. Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa pada siklus I sebesar 67 dan pada siklus II rata-rata kemampuan komunikasi matemtais siswa sebesar 74 dengan peningkatan sebesar 7. Sedangkan untuk masing-masing indikator kemampuan komunikasi matematis siswa, masing-masing indikator tersebut sudah mulai terlihat bahwasanya ada peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada aspek writing sebesar 70 meningkat sebesar 5 pada siklus II sehingga indikator kemampuan komunikasi matematis pada siklus II mencapai 75 sedangkan indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada aspek drawing sebesar 71 meningkat pada siklus II menjadi 76 sehingga terjadinya peningkatan sebesar 5 dan yang terakhir yaitu indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada aspek mathematical exspression yaitu sebesar 60 meningkat sebesar 13 sehingga pada siklus II indikator komunikasi pada aspek mathematical exspression menjadi 73. Pada tingkat ketiga Treffinger yaitu working real with problems terdapat temuan menarik pada kemampuan komunikasi matematis yang diukur pada aspek mathematical exspression meningkat cukup besar, peningkatan yang terjadi cukup tinggi dari pada peningkatan indikator lainnya yaitu sebesar 13. Hal ini disebabkan karena pada proses pembelajaran pada siklus II peneliti mengulang sedikit materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya, sehingga siswa