13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistem Perkawinan Masyarakat Suku Batak Toba
Nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat berguna untuk mencari keseimbangan dalam tatanan kehidupan. Nilai-nilai dan norma-norma itu di bentuk
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, yang pada akhirnya berkembang menjadi adat-istiadat yang diwujudkan dalam bentuk tata upacara. Upacara
merupakan wujud dari adat-istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia, dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang
bersifat simbolis. Praktek dan penggunaannya secara simbolis itu dapat di tangkap maknanya melalui interpretasi orang-orang di dalamnya maupun para penganutnya.
Perkawinan merupakan suatu pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan hidup keluarganya dan di ikuti adanya norma-norma perkawinan dan
sebagai media budaya dalam mengatur hubungan antara sesama manusia yang berlainan jenis kelamin. Dimana perkawinan bertujuan untuk mencapai dua tingkat
kehidupan yang lebih dewasa dan untuk memiliki keturunan untuk meneruskan garis keturunan keluarga. Dalam perkawinan ada syarat yang harus dipenuhi oleh
pihak laki-laki yaitu mahar atau mas kawin sebagai tanda seserahan kepaada pihak perempuan. Pada suku Batak Toba perkawinan yang dianggap ideal dan yang
dianggap menyebabkan kebahagiaan yang paling besar adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya marpariban
namun hal itu tidak selalu menjadi patokan saat ini, jika seorang laki-laki sudah
14
menemukan seorang perempuan yang layak untuk di nikahi maka tidak ada paksaan dari orangtua untuk menikahi pariban Mangaraja Siahaan, 2004.
Perkawinan bagi suku Batak Toba adalah pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan seorang perempuan tetapi mengikat suatu keluarga
besar yaitu keluarga pihak laki-laki paranak dengan keluarga pihak perempuan parboru. Perkawinan batak toba di Batak dikenal dengan dua macam upacara
yaitu alap jual jemput kemudian jual dan taruhon jual antar kemudian jemput. Tahap atau proses yang dilaksanakan pada kedua jenis upacara ini pada dasarnya
adalah sama, hanya dibedakan oleh siapa tuan rumah pelaksana upacara adat perkawinannya. Alap jual adalah perkawinan yang dilaksanakan di tempat kediaman
pihak perempuan, mas kawin atau sinamot diberikan lebih besar untuk jenis perkawinan ini. Perkawinan Taruhon Jual adalah perkawinan yang dilaksanakan di
tempat kediaman pihak laki-laki biasanya sedikit dibandingkan alap jual. Masyarakat Batak Toba cenderung lebih menyukai upacara alap jual karena pada
upacara jenis ini, perempuan lebih terkesan berharga dan terhormat. Keputusan untuk pelaksanaan upacara perkawinan seperti apa yang akan di pilih adalah
berdasarkan kesepakatan bersama diantara kedua belah pihak pada saat diadakannya tradisi marhata sinamot atau pada saat membicarakan uang mahar yang akan
diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan Jurnal: Helga, Manik. 2011. Makna dan fungsi Sinamot dalam Adat Perkawinan Sukubangsa Batak Toba
di Perantauan Surabaya: Surabaya Diakses 12februari2014. Perkawinan dalam masyarakat Batak Toba tidak dapat dipisahkan dari
berlakunya dasar adat yaitu Dalihan Na Tolu. Konsep ini menentukan segalanya
15
termasuk tutur peraturan. Perkawinan dalam masyarakat Batak Toba dipandang sebagai suatu alat untuk mempersatukan dua buah keluarga atau dua buah marga
yang berbeda. Demikian juga dalam memberikan Mahar Sinamot yang dipandang sebagai suatu alat magis yang tidak dapat dipisahkan dari animisme kepercayaan.
Pemberian mahar ini suatu alat magis yang bertujuan untuk melepaskan ikatan seorang gadis dari klan ayahnnya untuk bergabung dengan klan suaminya dengan
maksud agar tidak terjadi gangguan dalam kesinambungan. Inilah yang membuat setiap anggota masyarakat Equal dalam berlakunya adat tersebut dalam masyarakat
Batak Toba salah satunya dalam hal Sinamot. Berbicara tentang perkawinan syarat yang paling penting dalam
perkawinan adalah mas kawin. Demikian juga bagi suku Batak Toba mas kawin lebih dikenal dengan sebutan Sinamot. Pembicaraan tentang berapa besarnya
sinamot telah dibicarakan sebelum perkawinan berlangsung, kedua belah pihak berunding untuk bersepakat dengan pelaksanaan pesta perkawinan. Pertemuan ini
disebut dengan marhata sinamot membicarakan sinamot dan akan ada transaksi tawar menawar besarnya sinamot yang akan disepakati oleh kedua belah pihak.
Pada saat berlangsungnya perkawinan sinamot diserahkan secara penuh kepada pihak keluarga perempuan dan pada saat upacara perkawinan berlangsung sinamot
dibagi-bagikan kepada pihak kerabat yang berhak. Suhut bagian orang tua dari perempuan Ayah dan Ibu, Si jalo Bara saudara laki-laki ayah dari perempuan
Amang Tua, atau Amang Uda, Sijalo Todoan sudara laki-laki perempuan Abang atau Adik, Tulang ”upa Tulang”saudara laki-laki dari ibu mertua perempuan,
Pariban ”upa pariban” bagian saudara perempuan dari ibu mertua atau bibi dari
16
pempelai perempuan anak ni Namboru dari pihak perempuan, dan para undangan pihak perempuan parboru yang hadir walaupun jumlah uang yang dibagikan
sedikit hanya untuk sebagai bukti tuhor ni boru Mangaraja Siahaan, 2004. Hal ini sebagai wujud dari sistem kemasyarakatan Batak Toba yang
masing-masing mempunyai status dan peran. Ketiga unsur kemasyarakatan mendapatkan bagian dari sinamot, sebaliknya mereka akan melaksanakan perannya
pada upacara adat perkawinan. Filosofi Somba marhula-hula, Manat mardongan sabutuha, Elek marboru masih dijaga sampai sekarang. Somba marhula-hula
artinya Hula-hula adalah keluarga yang harus dihormati karena mempunyai anugerah untuk memberikan berkat kehidupan kepada keluarga Boru. Manat
mardongan tubu artinya harus berhati-hati dalam hubungan sesama satu marga karena hubungannya sangat sensitif. Dan jika ada perselisihan, hubungan satu
marga diharapkan selalu bersatu bagaikan memotong air yang tidak akan putus. Elek marboru artinya keluarga boru yang selalu hormat kepada hulahula,
sebaliknya hula-hula juga harus sayang dan memanjakan serta menuruti kemauan pihak boru. Hula-hula dihormati dan berwibawa karena sikap hormat kelompok
boru yang selalau menopang, memberikan bantuan ketika melakukan suatu kegiatan Mangaraja Siahaan, 2004. Pemberian Sinamot pada masyarakat suku Batak Toba
memiliki falsafah dan makna simbolik yang mendalam sesuai dengan sistem nilai yang diwariskan secara turun-temurun dan berfungsi pada masyarakatnya.
2.2 Indikator Sinamot Mahar