43
bahasa Batak Toba dan pihak perempuan parboru. Perkawinan mengikat kedua belah pihak tersebut dalam suatu ikatan kekerabatan yang baru, yang juga berarti
membentuk satu dalihan na tolu tungku nan tiga yang baru juga. Dalihan Na Tolu muncul karena perkawinan yang menghubungkan dua buah keluarga besar, dimana
akan terbentuk sistem kekerabatan baru. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Uba Sinambela Lk, 42 Tahun berikut ini:
“kalau laki-laki dan perempuan sudah kawin berarti mereka sudah membentuk keluarga baru dan pastilah saling mengikat
antara keluaga laki-laki dan keluarga si perempuan. Jadi laki- laki haruslah menghormati hula-hula seperti yang dikatakan
dalam Dalihan Na Tolu ikkon Somba do Marhula-hula.” Dalam perkawinan masyarakat batak Toba memiliki tujuan untuk
meneruskan keturunan marga dari pihak laki-laki, memperkuat tali persaudaraan kekerabatan serta hak waris jatuh kepada laki-laki.
4.6.2 Tahapan Adat Perkawinan Suku Batak Toba
Dalam adat Batak Toba perkawinan adalah suatu yang sakral, karena berkaitan juga dengan nilai-nilai keagamaan. Perkawinan suku Batak Toba memiliki
nuansa tersendiri dan juga sangat di hormati oleh masyarakatnya. Upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba merupakan serangkaian akitivitas yang
terdiri dari beberapa tahap, mulai dari pemilihan jodoh oleh tiap individunya, Martuppol, Marhata Sinamot, hingga upacara adat perkawinan adat Batak Toba
dalam peresmiannya. Seperti yang di ungkapkan oleh Uba Sinambela Lk, 42 Tahun berikut ini:
“melangsungkan perkawinan harus dilakukan secara adat dan agama, supaya perkawinan itu sah dimata agama dan adat
44
Batak Toba. Kalau secara agama perkawinan di resmikan di Gereja dan secara adat melalui beberapa tahapan lah mulai
dari martandang, manjalo tanda, marhusip, marhata Sinamot dan adat perkawinan tanpa ada pengurangan sedikitpun dalam
upacara adat perkawinan tersebut” Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Mangatur Sirait Lk, 52 Tahun
berikut ini: “rangkaian proses atau tahapannya perkawinan kita adat Batak
Toba ini yang pertama martandang, setlah itu mangalehon tanda, marhusip, marhata Sinamot, martonggo raja, sampai ke
adat perkawinan nanti.” Semua tahapan yang ada dalam perkawinan adat Batak Toba harus
dilaksanakan dan wajib untuk di patuhi peraturannya. Tidak ada kata tidak bisa dan tidak mampu, karena menurut masyarakat suku Batak Toba Kecamatan Sidikalang
semua itu adalah warisan dari leluhur mereka. Seperti yang di ungkapkan oleh SHP Siregar Lk, 56 tahun berikut ini:
“sude na hombar tu ulaon i ikkon do di ihutton. Sian mulai ulaon sahat na tu sidung ulaon i. dang adong hata mandok dang
sanggup dang boi mangihutton alana hita halak Batak ikkon do mengikuti jalur sude alana sude na i warisan sian oppu ta si
jolo-jolo tubu. Dang alani ribur ni ulaon i, metmet pe ulaon i alai sian serep ni roha i do naum balga di hita halak Batak.”
Artinya:
“Segala yang berkaitan dengan acara adat perkawinan itu harus lah di ikuti. Tidak ada alasan mengatakan tidak sanggup
untuk mengikuti, karena kita adalah orang Batak. Semua harus lah mengikuti jalur karena itu adalah warisan dari nenek
moyang. Bukan karena meriahnya acara adat perkawinan itu akan tetapi walaupun dengan sederhana namun dari
kerendahan hati itu lebih besar bagi kita orang Batak.”
45
4.6.3 Syarat Perkawinan Masyarakat Suku Batak Toba