14
3. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam hal ini melalui lembaga swadaya masyarakat LSM di bidang lingkungan tentang penataan ruang di
Kota Pematangsiantar.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis yaitu :
1. Secara teoritis,hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan pada penegakan hukum positif bidang
lingkungan hidup pada penyelenggaraan pemerintahan era desentralisasi. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan
masukan bagi Pemerintah Kota Pematangsiantar sehingga kebijakan yang dilakukan dalam pengelolaan tata ruang dan wilayah agar tetap
mempertimbangkan aspek lingkungan hidup sebagai wujud pembangunan yang berkelanjutan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan dan secara khusus di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai “Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiatar “ belum
pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
15
Obyek penelitian yang di lakukan merupakan suatu kajian ilmiah dan belum pernah dianalisis secara komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah
sehingga penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan azas- azas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan transparan untuk kritikan yang bersifat membangun sesuai dengan topik, permasalahan dan lokasinya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Salah satu hal yang mendasar dalam penyelenggaran pemerintahan di era desentralisasi ini yaitu bagaimana memulihkan kepercayaan rakyat kepada sistem
pemerintahan dan pelayanan birokrasi. Hal ini menyangkut keinginan politik pengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan accountable kepada
rakyat sebagai penerima pelayanan publik melalui Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah dibuat sebagai landasan kebijakan.Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 136 ayat 2 disebutkan : “ Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah provinsi kabupaten kota dan tugas pembantuan.” Selanjutnya pada ayat 3 disebutkan : “ Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
masing-masing daerah.”
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
16
Hal ini berarti juga bahwa setiap Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya dalam hierarkhi perundang-undangan. Menurut politik hukum, kegiatan
perundang-undangan dimulai dari penetapan garis policy-nya kemudian disusun legislasi dan penerapan hukumnya mengenal dua pilihan untuk penerapannya
yaitu secara mendasar grounded dan pragmatis.
9
Pada saat penerapannya, kedua pilihan itu mempunyai kelemahan dan kebaikan masing-masing.
10
. Pembuatan Peraturan Daerah secara khusus menyangkut penataan ruang dan
kebijakan lingkungan juga harus memperhatikan kaedah-kaedah hukum yang bersifat imperative dan fakultatif. Isi kaedah hukum dihubungkan dengan sifatnya
maka kaedah-kaedah hukum yang berisikan suruhan dan larangan adalah imperative, sedangkan kaedah hukum yang berisikan kebolehan adalah
fakultatif.
11
Setiap pembangunan diperkirakan akan menghasilkan dampak dari kegiatan yang dilakukan, sehingga perlu melakukan telaah berbagai kebijakan
lingkungan nasional dalam perspektif daerah otonom.
9
M.Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung : CV Mandar Maju, 2000, hal 18 disebutkan secara mendasar atau grounded disebut juga secara dogmatic yakni
sungguh-sungguh dahulu diteliti ius constituendum apa yang berkembang sebagai embrio aturan hukum itu dalam masyarakat, yang biasa disebut aspirasi masyarakat untuk diangkat kepermukaan
menjadi aturan hukum; secara pragmatis yaitu dibuat saja lebih dahulu berhubung situasi dan kondisi yang mendesak, atau karena ada kepentingan politik tertentu yang melatarbelakanginya
untuk segera diundangkan tanpa menghiraukan apakah produk legislative itu kelak akan akseptabel oleh seluruh masyarakat secara merata.
10
Ibid, hal 19; kebaikan secara mendasar ialah lebih aspiratif dan lebih akomodatif dan sesuai dengan perasaan keadilan masyarakat tetapi kelemahnnya lambat dalam processingnya
sedangkan secara pragmatis dapat segera tercipta aturan hukum itu dengan catatan kalau ada keberatannya akan dikaji ulang; kelemahannya sering dirasa tidak aspiratif dan tidak akomodatif
menurut pendapat umum yang berlaku common sense
11
Purnadi Purbacaraka dkk, Perihal Kaedah Hukum, Bandung: Alumni , 1979 hal 49
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
17
Walaupun hal kebijakan lingkungan masih dalam tahap dini, akan tetapi setiap larangan dan kewajiban yang harus dipenuhi dan diatur sepenuhnya dalam
peraturan daerah atau peraturan kepala daerah dapat ditegakkan. Hal ini merupakan suatu kebutuhan untuk mengurangi resiko dan juga mencegah adanya
kerusakan kualitas lingkungan serta menjaga kelestariannya. UULH sebagaimana telah digantikan dengan UUPLH merupakan pedoman atau acuan secara umum
bagi pemerintahan di daerah sebagai pengendali setiap warganya agar tetap berada dalam batas-batas yang sesuai dengan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan
lingkungan untuk mendukung peri kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.
12
Syamsul Arifin menyebutkan kehadiran undang-undang ini merupakan awal pengembangan perangkat hukum sebagai dasar pengelolaan lingkungan
hidup Indonesia sebagai bagian integral upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
13
Saat ini, kewenangan pengelolaan lingkungan hidup di daerah sebagaimana Pasal 12 UUPLH disebutkan :
Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah berdasarkan
peraturan perundang-undangan dapat : a melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada
perangkat di wilayah b. mengikutsertakan peran pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah
12
Siti Sundari Rangkuti, op.cit hal 115
13
Arifin Syamsul, Penegakan Hukum Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan
, diucapkan pada pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Internasional pada Fakultas Hukum USU Medan : 5 Februari 2000, hal 3
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
18
Selanjutnya pada Pasal 13 dinyatakan : “Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah dapat
menyerahkan sebagian urusan kepada pemerintah daerah menjadi urusan rumah tangganya.”
Konsekuensi ketentuan tersebut di atas sebagaimana disebutkan pada penjelasan Pasal 12 sebagai berikut :”… pemerintah pusat dapat menetapkan
wewenang tertentu dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik potensi alam maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang
ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.” Pemerintah kabupaten kota berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan maka wewenang , pembiayaan, peralatan, dan tanggung jawab berada pada pemerintah yang
menugaskannya.
Perlunya keserasian dan kesinambungan dalam pengelolaan lingkungan hidup di daerah, maka sangat dibutuhkan peraturan-peraturan di daerah sebagai
penjabaran pemberian urusan kepada pemerintah daerah yang pada gilirannya dapat menyelesaikan berbagai aspek administratif, perdata dan pidana apabila
muncul sengketa dalam lingkungan hidup. Semakin kompleksnya kepentingan- kepentingan dalam pembangunan sangat memungkinkan adanya benturan bahkan
menjadi suatu konflik dalam pengembangan wilayah, sehingga hal ini juga menjadi alasan perlunya penyusunan tata ruang yang berwawasan lingkungan
sekaligus menjadi landasan hukum di daerah dalam pelaksanaan visi dan misinya. Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan tersebut di atas, maka
perlu diuraikan definisi secara operasional untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda dalam pelaksanaan penelitian ini, sebagai berikut :
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
19
Pertama, Pemerintah Daerah adalah Walikota Pematangsiantar beserta perangkat daerah sebagai penyelenggara pemerintahan daerah
14
Kedua, Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lainnya hidup
dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
15
Penelitian ini hanya membatasi ruang ini pada daratan di wilayah Kota Pematangsiantar.
Ketiga, lingkungan hidup berarti kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia dan mahluk lainnya yang berarti merupakan hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi satu dengan lainnya terhadap lingkungan hidupnya. Keempat, rencana tata ruang wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah
di kota Pematangsiantar berdasarkan aspek administrasi dan aspek fungsional yang telah ditetapkan.
Kelima, kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar masyarakat. Keenam, penatagunaan tanah adalah sama dengan pengelolaan tata guna tanah
yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait
dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.
14
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar
15
Undang Undang Nomor RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
20
Ketujuh, kebijaksanaan lingkungan adalah peraturan perundang-undangan serta ketentuan lainnya di bidang lingkungan hidup yang masih berlaku.
G. Metode Penelitian