membutuhkan perencanaan yang baik termasuk pemanfaatan tanah perkotaan, daerah resapan air, baku mutu lingkungan, kawasan jalur hijau dan lain sebagainya.
2. Implementasi Kebijakan Lingkungan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus
sendiri pemerintahannya dan juga mengelola kekayan daerah. Di sisi lain Pemerintah Daerah juga mempunyai kewajiban di bidang lingkungan yakni melestarikan
lingkungan hidup. Mengacu kepada Program Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam
kurun waktu 2000-2004, program pembangunan sosial budaya dikelompokkan dalam program kesehatan dan kesejahteraan sosial, budaya, kesenian dan pariwisata. Salah
satu program tersebut adalah program lingkungan sehat dan pemberdayaan masyarakat. Program ini bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang
sehat mendukung tumbuh kembang anak dan remaja, memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat dan memungkinkan interaksi sosial serta melindungi masyarakat
dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga tercapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang optimal. Lingkungan yang
diharapkan adalah yang konduktif bagi terwujudnya keadaan sehat fisik, mental, sosial dan spiritual. Berbagai aspek lingkungan yang membutuhkan perhatian adalah
tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
pemukiman yang sehat dan lingkungan yang memiliki kecukupan ruang gerak untuk interaksi di masyarakat. Perlunya antisipasi terhadap pembukaan lahan baru,
pemukiman pengungsi dan urbanisasi sangat erat kaitannya dengan penyebaran penyakit melalui vektor, perubahan kualitas udara karena pencemaran dan paparan
bahan berbahaya lainnya. Peningkatan mutu lingkungan mensyaratkan kerjasama dan perencanaan lintas sektor bahkan lintas negara yang berwawasan kesehatan.
36
Selama kurun waktu 15 tahun terakhir penyelenggaraan pemerintahan Kota Pematangsiantar, salah satu kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan hidup
tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar adalah Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1992 tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban
Umum dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Selanjutnya penulis akan menganalisis beberapa pasal dalam batang tubuh Peraturan Daerah tersebut dalam kaitannya dengan kebijakan lingkungan hidup
nasional. Pasal 2 Peraturan Daerah Kotamadya Pematangsiantar Nomor 9 Tahun 1992
menyebutkan bahwa “ semua bangunan yang berada di daerah baik berupa tempat tinggal maupun sebagai tempat usaha, harus ditata dan dibersihkan serta dikapur atau
dicat bagian luar dan dalam paling sedikit sekali dalam satu tahun oleh pemilik penghuninya.”
36
Hapsara Habib Rachmat R, Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press, 2004 hal 66
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
Ketentuan ini lebih menunjukkan estetika bangunan bukan merupakan perlindungan sumber daya buatan yang meliputi perumahan dan pemukiman.
Selanjutnya pada
Pasal 3 disebutkan : 1 Pekarangan halaman setiap bangunan sebagaimana tersebut pada Pasal 2
peraturan daerah ini harus dibersihkan setiap hari oleh penghuni pemakainya ; 2
Setiap tanah kosong harus dibersihkan oleh pemiliknya atau yang memanfaatkannya ;
3 Di setiap pekarangan halaman tidak dibenarkan ada air tergenang, jika ada harus segera dialirkan atau ditimbun sampai kering ;
4 Untuk mengalirkan air yang berasal dari pekarangan halaman itu harus diperbuat parit yang mudah dibersihkan, dan pengalirannya menuju ke parit
tertentu yang telah disediakan baik oleh pemerintah daerah maupun oleh badan lain di tempat itu.
Ketentuan ini tidak lebih daripada sekedar mengatur aliran air, agar tidak menggenangi pekarangan baik yang berasal dari air hujan ataupun air yang
bersumber dari pencucian kendaraan dan penyiraman bunga atau tanaman. Seyogyanya khusus tanah kosong yang dimiliki warga dimungkinkan untuk
diwajibkan agar menanami dengan tanaman ataupun pohon yang mampu memberikan kontribusi pelestarian lingkungan atau daerah resapan air bahkan
sumbangsihnya terhadap pengurangan gas rumah kaca,
37
dan hal ini juga sangat
37
Gas Rumah Kaca yang terpenting adalah CO2, CFC, Ozon, Metan, dan N2O dan potensi terbesar berasal dari CO2 yang berasal dari pembakaran misalnya pembakaran kayu, batubara dan
bahan baker minyak. Dissamping itu juga CO2 dihasilkan oleh pernafasan mahluk hidup. CFC merupakan gas buatan manusia yang banyak digunakan dalam industri dan dalam mesin pendingin
AC. Ozon terbentuk dalam alam antara lain dari beberapa jenis gas buangan mobil. Metan juga terbentuk dalam alam yaitu dalam rawa, sawah, laut dan oleh rayap serta ternak. Sumber N2O ialah
aktivitas mikroba antara lain dalam proses penguraian pupuk N. Lihat Otto Soemarwoto Opcit hal 30.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
berpengaruh kepada aktivitas mahluk hidup yang terkena dampak akibat pemanasan global.
38
Selanjutnya pada Pasal 4 peraturan daerah ini disebutkan bahwa : 1 Setiap bangunan rumah pemukiman, kantor, sekolah perguruan tinggi, pasar
pusat perbelanjaan, pertokoan, terminal, stasiun kereta api, hotel rumah penginapan, rumah ibadah, tempat pertemuan dan lain-lain bangunan yang
selalu dikunjungi orang harus memiliki jamban kakus ;
2 Setiap jamban kakus yang terletak di luar bangunan rumah harus memakai dinding, atap dan lobang kakus tempat jongkok harus memakai tutup ;
3 Tempat penampungan penyimpanan najis dari kakus jamban harus tertutup sehingga tidak mengeluarkan bau dan atau lalat dapat keluar masuk ke dalam
lubang tempat penampungan penyimpanan najis ; 4 letak kakus jamban yang berada di luar bangunan rumah jaraknya baik dari
sumur sendiri maupun dari sumur milik orang lain paling dekat 10 sepuluh meter.
Beberapa tempat seperti pusat perbelanjaan, pertokoan maupun tempat pertemuan yang baru didirikan setelah Peraturan Daerah ini antara lain Megaland
sebagai pusat bisnis dan hunian yang memiliki luas di atas lahan 5 hektar, Siantar Business Centre merupakan rumah toko yang dibangun dengan luas 10.000 meter
persegi, Ramayana Departemen Store sebagai pusat perbelanjaan dengan luas bangunan 10.000 meter persegi, dan International Convention Hall dengan luas
bangunan 10.000 meter persegi sebagai tempat pertemuan dan berada di sekitar daerah pemukiman penduduk ternyata memiliki izin mendirikan bangunan padahal
menurut ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
38
Ibid hal 25 ; disebutkan juga bahwa suhu mempunyai pengaruh yang besar pada mahluk hidup sehingga perlu untuk menyesuaikan diri kepada perubahan suhu. Pemanasan global juga akan
menyebabkan kepunahan jenis yang jauh lebih parah daripada kerusakan hutan tropik walaupun cagar alam dan perlindungan lain yang sangat baikpun tidak banyak gunanya menangkal kepunahan ini.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
tentang Jenis dan Rencana Usaha dan Kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal, hal itu merupakan conditio sine qua non dalam penerbitan perizinan.
Pasal 5 dikatakan : 1 Semua sampah harus dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara kecuali
sampah yang berasal dari rumah bangunan yang di lingkungannya tidak ada tempat pembuangan sampah sementara, diperbolehkan mengumpulkannya dalam
tempat sampah tertutup di pekarangan depan rumah bangunan masing-masing ;
2 Sebelum sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara atau dikumpulkan dalam tempat sampah tertutup di pekarangan depan rumah terlebih
dahulu harus diwadahi dengan pembungkug yang tahan air seperti kantong plastik dan yang sejenis dengan itu ;
3 Pembuangan sampah ke tempat pembuangan sampah sementara harus sesuai dengan waktu yang ditentukan kemudian dalam keputusan kepala daerah ;
4 Tempat pembuangan akhir sampah harus tertutup atau terlindungi dan letaknya paling sedikit 500 meter dari tempat tinggal pemukiman penduduk terdekat ;
5 Sampah yang ada di tempat pembuangan akhir harus dimusnahkan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga tidak mengganggu
kesehatan dan ketertiban umum.
Pengelolaan sampah yang berasal dari rumah tangga dapat dimanfaatkan kembali menjadi pupuk kompos melalui recyling, mengingat sungai yang membelah
daerah perkotaan dihindarkan sebagai tempat pembuangan sampah yang pada akhirnya dapat merusak ekosistem air sungai. Sangat disayangkan, tidak disebutkan
secara nyata bagaimana metode yang digunakan untuk pemusnahan sampah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana halnya dalam penjelasan Pasal
5 disebut cukup jelas. Melihat peristiwa yang terjadi sehari-hari bahwa sampah rumah tangga ada yang
dibakar ataupun ditanam di pekarangan, apakah ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku? Bagaimana pula bagi masyarakat yang tinggal di sempadan daerah aliran
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
sungai yang tidak memiliki pekarangan, sedangkan tempat pembuangan sampah sementara tidak memadai ? Sungai adalah tempat yang dianggap tepat walaupun
sanksi terhadap perbutan tersebut sudah mengatur, sangat sulit untuk ditegakkan mengingat kebiasaan-kebiasaan yang telah berlangsung lama dan dapat diterima oleh
komunitas warga. Data
tahun 2006,
39
pemanfaatan air sungai termasuk mata air oleh penduduk rata-rata 50 – 70 kepala keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa instalasi Perusahaan
Daerah Air Minum PDAM lebih dipergunakan untuk keperluan dapur sedangkan mandi, cuci dan kakus MCK menggunakan mata air. Pemanfaatan air sungai yang
demikian dapat meningkatkan angka kesakitan dan penurunan derajat kesehatan di samping menurunnya kualitas lingkungan air. Pencanangan Program Kali Bersih
Prokasih tidak menyentuh sampai ke daerah-daerah yang disebabkan minimalnya penyuluhan baik oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Ketika
melakukan wawancara kepada salah satu anggota DPRD yang membidangi kesejahteraan rakyat
40
, justru mengembalikan persoalan tersebut kepada eksekutif yang seharusnya bertanggung jawab tidak adanya kebijakan yang mengatur
pemanfaatan dan pengendalian air sungai. Menurut penelusuran data pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Pematangsiantar
41
, ternyata Peraturan Daerah yang ada sejak zaman orde baru sampai dengan sekarang merupakan usulan dari pihak
39
Laporan ; op.cit hal 40
40
Wawancara dengan Ir. Daud sebagai Sekretaris Komisi II juga Ketua KTNA Kota Pematangsiantar pada tanggal 5 Juli 2007
41
Wawancara dengan Robert Irianto, SH Kasubag Perundang-undangan pada Bagian Hukum Sekretariat Kota pematangsiantar tanggal 5 Juli 2007
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
eksekutif. Hak Inisiatif DPRD belum pernah digunakan sama sekali sehingga tanpa disadari terkesan adanya budaya menunggu .
Faktor lain yang dianggap penulis mempengaruhi minimnya legislasi dalam bidang lingkungan hidup kemungkinan bisa dilihat dari latar belakang pendidikan
dan profesi anggota legislatif saat ini. Dari 28 anggota DPRD Kota Pematangsiantar, sebanyak 4 orang dengan pendidikan sarjana hukum, 2 orang insinyur pertanian, 4
orang sarjana bidang pendidikan, 2 orang dari Teknik Non Lingkungan, 2 orang sarjana sosial politik, 2 orang sarjana ekonomi, 2 orang dari keagamaan dan
selebihnya tingkat sekolah lanjutan tingkat atas dengan profesi sebelumnya adalah wiraswasta dan pengajar di swasta.
Sumber daya manusia merupakan faktor penentu kemajuan suatu negara. Negara yang mempunyai SDM yang berkualitas tinggi dapat menjadi negara maju
dengan rakyatnya yang makmur meskipun tidak memiliki kekayaan sumber daya alam. Hal ini dapat dilihat melalui media elektronik seperti televisi maupun informasi
di internet, Jepang di Asia ataupun Swiss dan Belanda di Eropah sudah disebut sebagai negara maju. Sebaliknya negara yang kaya sumber daya alamnya seperti
Indonesia masih disebut sebagai negara berkembang dan angka kemiskinan masih tinggi yang dibuktikan dengan angka pengangguran, pemberian bantuan tunai
langsung ataupun asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin. Secara tidak langsung, penghambat perkembangan sumber daya manusia itu sendiri bisa disebabkan faktor
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
lingkungan yakni pencemaran yang berdampak kepada kesehatan manusia seperti contoh pembuangan sampah ke sungai.
Pasal-pasal selanjutnya pada peraturan Daerah ini merupakan pengaturan mengenai larangan-larangan tentang ukuran tembok pagar rumah dan sanksi pidana terhadap
pelanggarannya serta kewenangan penyidik pegawai negeri sipil, yang menurut hemat penulis kurang urgen untuk dianalisis.
Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dalam beberapa pasalnya bersentuhan dengan
kebijakan lingkungan hidup nasional dalam administrasi perizinan. Pasal 4 berbunyi :
1 Kepala Daerah berwenang : a.
Menerbitkan izin sepanjang persyaratan teknis dan administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;
b. Memberikan izin atau menentukan lain dari ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini dengan mempertimbangkan ketertiban umum, keserasian lingkungan, keselamatan dan keamanan jiwa manusia setelah
mendengar pendapat para ahli badan penasehat teknis bangunan ;
c. Menghentikan atau menyegel kegiatan yang dilakukan dalam bangunan
yang tidak sesuai dengan fungsi yang ditetapkan sesuai dengan perizinan, sampai dengan yang bertanggung jawab atas bangunan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan ;
d. Memerintahkan untuk melakukan perbaikan terhadap bangunan atau bagian
bangunan, bangunan-bangunan dan pekarangan lingkungan untuk pencegahan terhadap gangguan kesehatan dan atau keselamatan manusia
lingkungan setelah mendengar pendapat ahli badan penasehat teknis bangunan ;
e. Memerintahkan, menyetujui atau menolak dilakukannya pembangunan,
perbaikan, atau pembongkaran prasarana dan sarana lingkungan oleh pemilik bangunan tanah.
f. Dapat menetapkan kebijakan terhadap bangunan dan atau lingkungan
khusus dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dengan mempertimbangkan keserasian lingkungan dan atau keselamatan
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
masyarakat dan atau keamanan Negara setelah mendengar pendapat para ahli atau penasehat teknis bangunan.
2 Kepala Daerah atau petugas yang ditunjuk menjalankan tugasnya, berwenang memasuki halaman, pekarangan dan atau bangunan dalam rangka melakukan
pemeriksaan kesesuaian pelaksanaan pembangunan atau pemanfaatan bangunan sesuai dengan fungsinya.
Pengelolaan lingkungan hidup yang berhasil biasanya selalu dikaitkan dengan pemberian izin secara efektif dan terpadu untuk mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan dan keanekaragaman sistem perizinan dalam prosedurnya pada masing- masing daerah membuat rumit bagi dunia usaha . Belakangan ini Pemerintah Kota
Pematangsiantar sudah memunculkan wacana untuk menyelenggarakan sistem perizinan satu atap, untuk memudahkan dan merupakan debirokratisasi. Hal ini
sangat penting mengingat pertumbuhan ekonomi suatu daerah khususnya dalam sektor bisnis perdagangan tidak terlepas dari mudah tidaknya memperoleh izin.
Bentuk dari izin merupakan suatu penetapan, sehingga izin yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan lingkungan akan
mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologis yang sulit dipulihkan, artinya izin merupakan instrumen penting dalam pengelolaan lingkungan hidup
42
. Sampai saat ini Ordonansi Gangguan HO masih berlaku di kota Pematangsiantar yang
berkaitan erat dengan masalah pencemaran lingkungan dimana hal-hal yang dilarang dilakukan dalam pendirian suatu usaha yang merugikan, membahayakan atau
gangguan.
42
Rapat Koordinasi Pembangunan Pemerintah Kota Pematangsiantar di Ruang Data, bulan Mei 2007 dengan materi rapat rencana pengurusan dan penerbitan perizinan sistem satu atap one stop
service
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
Pemberian izin oleh kepala daerah dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 memasukkan kalimat yang berbunyi :”… setelah mendengar pendapat para ahli
badan penasehat teknis bangunan “. Bukankah pendapat yang diharapkan adalah dari ahli lingkungan hidup ?
Keselamatan dan kesehatan manusia lingkungan tidak semata membutuhkan pendapat ahli bangunan saja untuk mendirikan bangunan.
Selanjutnya pada Pasal 5 mengenai perizinan yang diterbitkan oleh Kepala Daerah dapat diberikan sepanjang maksud penerbitannya untuk memberikan jaminan
lingkungan
43
. Penelusuran yang dilakukan pada arsip Lembaran Daerah Kota Pematangsiantar, hanya kedua Peraturan Daerah ini yaitu Nomor 9 Tahun 1992
tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum dan Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin mendirikan Bangunan yang menyinggung secara
konkrit kebijakan penyelenggaraan pembangunan berwawasan lingkungan. Padahal sangat ideal bila ada suatu Peraturan Daerah yang berdiri sendiri secara khusus
43
Lihat Pasal 5 Peraturan Daerah Kota pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ; kegiatan membangun atau membongkar bangunan baru
memperoleh izin dari kepala daerah guna menjamin kesehatan, keamanan pemilik bangunan, ketertiban dan keselamatan masyarakat dan lingkungan serta keserasian lingkungan dan kesesuaian
fungsi peruntukannya.. Persyaratan lingkungan telah dimasukkan ke dalam proses penerbitannya yaitu 1. Setiap bangunan tidak diperbolehkan menghalangi pandangan lalu lintas ;
2. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolahkan mengganggu atau menimbulkan
gangguan keamanan, keselamatan umum, keseimbangan pelestarian lingkungan dan kesehatan lingkungan ;
3. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan dibangun berada di atas sungai saluran selokan parit pengairan ;
4. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan, dan untuk bangunan tertentu harus dilengkapi dengan Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan AMDAL
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
mengatur bidang lingkungan hidup sebagai sub sistem
44
yang mendukung sistem pemerintahan. Peran aparatur juga tidak dipungkiri dapat dijadikan sebagai pelaku
lingkungan yang mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan, maksudnya walaupun tidak ada usulan dari pihak lesgislatif untuk penyusunan ketentuan
peraturan di daerah tentang pelestarian lingkungan hidup, sangat memungkinkan usulan itu datang dari perangkat daerah seperti Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan ataupun Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah BAPEDALDA. Hanya saja untuk Badan yang terakhir disebutkan belakangan, baru
disahkan kelembagaannya pada tahun 2006 yang lalu sehingga tidak dapat berbuat sehubungan kondisi pada saat ini sumber daya manusianya sangat tidak memadai.
Kenyataan yang ada, bahwa Kota Pematangsiantar telah berhasil memperoleh piala Adipura sebanyak enam kali dengan kriteria kota sedang, bersama-sama dengan
kota lainnya di Indonesia dengan penghargaan yang terakhir baru saja diterima tanggal 6 Juni 2007 lalu dari Presiden Republik Indonesia di Istana Negara. Sasaran
penilaian yang dilakukan tim verifikasi penilai dari instansi pusat adalah kebersihan dan keindahan lokasi- lokasi yang sudah ditentukan sebelumnya.
Penting sekali apabila pemberian penghargaan yang demikian agar tetap mempertimbangkan atau memasukkan salah satu indikator berupa administrasi
44
Otje Salman, H.R. dkk , Teori Hukum , Bandung ; Refika Aditama, Tahun 2004 hal 85 mengutip pendapat Elias M. Awad bahwa sistem itu bersifat terbuka jika berinteraksi dengan
lingkungannya dan tertutup bila mengisolasikan diri dari pengaruh apapun. Sistem itu terbagi atas sub sistem dan sub sistem itu terdiri lagi dari sub sistem dan saling bergantung satu sama lainnya dan
saling memerlukan sehingga mampunyai kemampuan mengatur diri sendiri self regulation serta memiliki tujuan dan sasaran.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
pemerintahan yaitu sejauh mana kebijakan yang telah dilakukan oleh setiap daerah di bidang lingkungan hidup. Manfaat kebersihan dan keindahan merupakan lingkup
lingkungan hidup, sehingga unsur-unsurnya saling bertautan satu dengan yang lainnya dan semuanya itu adalah terwujudnya proses interaksi dengan potensi yang
ada. Tanggung jawab Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam upaya lingkungan,
selain Peraturan Daerah dapat dilihat juga dilihat pada tugas pokok dan fungsi pada tata kerja dinas-dinas daerah.
45
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Dinas Kesehatan di daerah kabupaten dan kota, mengacu kepada visi dan misi
Indonesia Sehat 2010
46
mempunyai sasaran program yang akan dicapai antara lain : 1.Tersusunnya kebijakan dan peningkatan kualitas lingkungan di tingkat lokal,
regional dan nasional 2.Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial, budaya masyarakat
dengan memaksimalkan potensi sumber daya secara mandiri 3.Meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk memelihara
lingkungan sehat 4.Meningkatnya cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap air bersih yang
memenuhi kualitas bakteriologis dan sanitasi lingkungan di perkotaan dan pedesaan
5.Tercapainya pemukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan di pedesaan dan perkotaan termasuk penanganan daerah kumuh
6.Terpenuhinya syarat-syarat kesehatan di tempat-tempat umum termasuk sarana dan cara pengelolaannya
7.Terpenuhinya lingkungan sekolah dengan ruang yang memadai dan kondusif untuk menciptakan interaksi sosial dan mendukung perilaku hidup sehat
45
Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 2 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah, menjelaskan juga adanya tanggung jawab dinas-dinas tertentu
yang memiliki tanggung jawab dalam bidang lingkungan dan sampai saat ini belum mengalami revisi sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan , Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
46
Hapsara Habib Rachmat R, loc.cit hal.67
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
8.Terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat kerja, perkantoran dan industri termasuk bebas radiasi
9.Terpenuhinya syarat kesehatan di seluruh rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain termasuk pengelolaan limbah
10.Terlaksananya pengolahan limbah industri dan polusi udara oleh industri maupun sarana transportasi
11.Menurunnya tingkat paparan pestisida dan insektisida di lingkungan kerja pertanian dan industri serta pengawasan terhadap produk-produknya untuk
keamanan konsumen
Sasaran program pembangunan kesehatan tersebut di atas menurut penulis telah memasuki wilayah administrasi kebijakan lingkungan hidup tentang baku mutu
lingkungan dan perlindungan sumber daya buatan dan sumber daya alam non hayati seperti pencegahan kerusakan atas pemanfaatan tanah atas penggunaan insektidida
maupun desinfektan, penanggulangan limbah, pencemaran udara dan polusi kebisingan. Dibandingkan dengan tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan menyangkut kebijakan lingkungan juga melakukan pengawasan terhadap sampah cair dan padat, pengelolaan pohon-pohon pelindung seperti mahoni di
sepanjang beram jalan, pertamanan, kebersihan tempat-tempat umum dan pencemaran lingkungan akibat proses industri dan kelestarian lingkungan hidup.
Dilihat dari segi tanggung jawab, kedua instansi ini sepertinya melakukan kewenangan yang tumpang tindih dan belum terkoordinasi secara optimal. Melihat
keadaan yang demikian, penulis mencoba melihat sejarah terbentuknya instansi yang membidangi lingkungan hidup ini. Pada tahun 2001 setelah digulirkannya
desentralisasi, ternyata istilah lingkungan menjadi hal yang menarik untuk diperhatikan dengan perlunya membentuk suatu kelembagaan di daerah yang
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
menangani langsung lingkungan hidup. Saat itu Pemerintah Daerah memberikan solusi agar kantor lingkungan hidup belum saatnya berdiri sendiri karena
membutuhkan biaya operasional dan waktu yang cukup, sehingga terdapat 2 pilihan yaitu menggabungkannya dengan Dinas Kebersihan atau Dinas Kesehatan.
Kenyataan yang terjadi, pengambil keputusan menyatukannya dengan Dinas Kebersihan dengan nomenklatur Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan. Kendala
yang muncul kemudian yaitu menyangkut SDM atau personalia yang memiliki disiplin ilmu lingkungan hanya dimiliki oleh Dinas Kesehatan. Hal ini muncul ketika
adanya laporan masyarakat yang masuk ke legislatif diduga adanya pencemaran air sungai di kawasan padat penduduk oleh limbah sebuah rumah sakit dan gilingan padi.
Pihak DPRD setempat melakukan kunjungan ke lokasi dimaksud dan segera memanggil instansi yang berwenang. Ketika itu muncul pertanyaan, instansi manakah
yang bertanggung jawab atas pencemaran tersebut ? Akhirnya kedua instansi di atas saling melemparkan tanggung jawab dengan alasan bahwa Dinas Kesehatan
bertanggung jawab apabila limbah itu menyangkut limbah medis sedangkan Dinas Lingkungan Hidup menyatakan bahwa tidak memiliki SDM dengan keahlian biologi
ataupun kimia untuk menyelidiki pencemaran. Gambaran seperti ini tidak akan pernah menyelesaikan persoalan lingkungan hidup di tengah-tengah masyarakat.
Menurut informasi yang diperoleh pada saat wawancara dengan beberapa responden di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
47
, bahwa istilah limbah
47
Wawancara dengan Ir. Robert , Kasi Tempat Pembuangan Akhir pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pematangsiantar, tanggal 10 Juli 2007
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
selama ini hanya dikaitkan dengan pengelolaan sampah dan kelestarian lingkungan merupakan persoalan keindahan dan pertamanan. Perspektif demikian menunjukan
betapa kurangnya pemahaman aparatur tentang pembangunan berkelanjutan sustainability development. Pada tahun 2006, telah dibentuk Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Daerah Kota Pematangsiantar dimana tugas pokoknya akan diurai lebih lanjut terhadap konteks kebijakan lingkungan.
Fungsi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Pematangsiantar sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 yaitu
48
: Dalam
melaksanakan tugas,
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah mempunyai fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis dalam lingkup pengendalian dampak lingkungan daerah ;
b. Pelayanan penunjang penyelenggaraan pengendalian dampak lingkungan daerah ; c. Perumusan kebijakan operasional pencegahan dan penanggulangan pencemaran,
kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan d. Pengembangan program kelembagaan dan peningkatan kualitas dan kapasitas
serta pengendalian dampak lingkungan e. Pembinaan dan pengendalian teknis analisis mengenai dampak lingkungan
f. Pengawasan pengendalian teknis analisis mengenai dampak lingkungan
Dari ketentuan tersebut di atas, penulis perlu menjabarkan kembali fungsi- fungsi tersebut ke dalam tugas pokok dan fungsi masing-masing tingkatan
adminstrasi. Fungsi yang pertama yaitu menyangkut penyusunan kebijakan teknis dalam
lingkup pengendalian dampak lingkungan daerah hampir sama dengan fungsi yang
48
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
ketiga yaitu perumusan kebijakan operasional pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan. Perbedaan
hanya penggunaan istilah teknis dan operasional, padahal keduanya tidak terlepas satu dengan yang lainnya dalam perumusan kebijakan atau biasa disebut sebagai
teknis operasional, atau dengan pendapat lain yakni apakah kebijakan operasional bisa terlaksana apabila secara teknis kebijakan belum tersusun.
Selanjutnya pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan dan pemulihan kualitas merupakan lingkup pengendalian dampak lingkungan, artinya
fungsi ketiga dan kedua merupakan bagian dari fungsi pertama. Fungsi keempat dan kelima merupakan tindak lanjut dari penyusunan
kebijakan baik pembinaan dan pengendalian maupun bentuk pengawasannya yang menyangkut analisis mengenai dampak lingkungan.
Kelima fungsi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Pematangsiantar hanya menyangkut pengendalian akibat dampak lingkungan.
Sebagaimana diketahui bahwa analisis mengenai dampak lingkungan atau sering disebut dengan Amdal, hanya dibicarakan apabila adanya suatu rencana kegiatan
dan atau usaha yang wajib Amdal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Akhirnya, keberadaan Bappedalda ini nantinya hanya lebih bersifat menunggu
pembangunan proyek yang dikenakan wajib Amdal dan juga menyusun kebijakan dan penerapan sanksi apabila terjadinya penyimpangan.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
Kenyataan menunjukkan bahwa izin mendirikan bangunan terus saja diterbitkan karena rekomendasi dari Bapedalda tidak menjadi persyaratan yang
diminta untuk penerbitan izin. Hal ini terjadi disebabkan faktor SDM yang tidak memadai dalam arti ketidaksiapan itu justru dari pihak pemerintah daerah sendiri
bukan di pihak pemrakarsa. Analisis mengenai dampak lingkungan dapat dikategorikan sebagai bentuk
studi, sehingga studi yang baik akan dihasilkan oleh tim yang baik pula. Baik atau buruknya suatu tim tergantung bagaimana cara menyusun dan mengelolanya karena
terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang saling terpadu integrated
49
. Menurut keahliannya tim Amdal mencakup 3 bidang keahlian pokok, yaitu
50
: a. Bidang lingkungan fisika atau geofisik dan kimia
b. Bidang lingkungan biologis c. Bidang sosial ekonomi dan sosial budaya atau bidang sosial
Sebaiknya pemerintah juga memiliki pegwaia dengan keahlian yang memadai, karena Analisa Dampak Lingkungan Andal mempunyai manfaat yang menguntungkan
antara lain
51
: a. Untuk mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tersebut tidak
rusak khusus sumber daya alam yang dapat diperbaharui ; b. Mencegah rusaknya sumber daya alam lain yang berada di luar lokasi proyek baik
yang diolah proyek lain, diolah masyarakat ataupun yang belum diolah ;
49
Gunarwan Suratmo F , Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2004 hal 52
50
Ibid hal 53
51
Ibid hal 20
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
c. Menghindarkan perusakan lingkungan hidup seperti timbulnya pencemaranair, pencemaran udara, kebisingan dan lain sebagainya sehingga tidak menggangu
kesehatan, kenyamanan dan keselamatan masyarakat ; d. Menghindarkan pertentangan-pertentangan yang mungkin timbul khususnya
dengan masyarakat dan proyek-proyek lain ; e. Sesuai dengan rencana pembangunan daerah, nasional ataupun internasional serta
tidak mengganggu proyek lain ; f. Menjamin manfaat yang jelas bagi masyarakat umum ;
g. Sebagai alat pengambil keputusan pemerintah ;
Sebagaimana telah dijelaskan pada awal penulisan pada bab ini, bahwa berbagai kebijakan lingkungan hidup nasional setidak-tidaknya telah dilaksanakan
secara perlahan dan bertahap di daerah mengingat Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 telah berjalan selama 2 tahun dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Kelemahan Pemerintah
Kota Pematangsiantar dalam merumuskan kebijakan
lingkungan hidup terutama pada faktor sumber daya manusianya dimana rekruitmen tenaga untuk mengisi posisi tersebut selama 2 kali penyelenggaraan pengadaan
formasi sepertinya terlupakan. Kondisi lain yang tidak kalah penting yaitu terlambatnya pembentukan
organisasi atau kelembagaan pemerintah yang secara khusus menangani persoalan lingkungan secara holistik seperti Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Sebelum terbentuknya Bapedalda, koordinasi lembaga yang ada juga tidak optimal,
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
disamping rendahnya dan atau minimnya pengetahuan yang dimiliki aparatur di bidang lingkungan terhadap isu lingkungan yang bersifat universal, yang pada
gilirannya Indonesia secara umum akan tertinggal atau bisa saja dianggap kurang kooperatif dalam antisipasi persoalan-persoalan lingkungan seperti perubahan iklim
atau pemanasan global sebagaimana dalam beberapa kali pertemuan masyarakat internasional. Hal ini tidak akan terjadi berlarut-larut seandainya dibuka sebuah
forum kerja sama antar daerah FKSAD tentang lingkungan hidup yang langsung dikoordinir oleh Pemerintah Propinsi, agar tercipta suatu keseragaman di daerah
dalam pengelolaan lingkungan hidupnya.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.
BAB III PENGELOLAAN PENATAAN RUANG PADA PEMERINTAH
KOTA PEMATANGSIANTAR
A. Hukum Tata Ruang
Hukum adalah sebuah entitas sangat kompleks, meliputi kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase.
47
Berangkat dari masalah yang kompleksitas tersebut, hukum senantiasa tiada hentinya menarik perhatian dan
menjadi wacana yang sering diperdebatkan di semua kalangan. Hukum yang terbentuk tidak terlepas dari keinginan politik atau setidak-tidaknya suatu proses
politik law as a product of political process. Di Indonesia, politik dimaksud diartikan sebagai kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang
akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Mengkaji ilmu hukum bisa dibagikan ke dalam 2 kategori yang berbeda. Pertama, sebagai studi normatif yang objeknya adalah hukum yang dikonsepsikan
sebagai sistem kumpulan norma-norma positif di dalam kehidupan masyarakat.
47
Hukum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan politik, ekonomi, teknologi, keagamaan dan sebagainya, dibentuk dan iktu membentuk tatanan
masyarakat, bentuknya ditentukan oleh masyarakat dengan berbagai sifatnya, namun sekaligus ikut menentukan sifat masyarakat itu sendiri. Bernard Arief Sidharta, Refleksi Struktur Ilmu Hukum ;
Sebuah Penelitian tentang Fondasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia
, Bandung: Mandar Maju, 1999 hal.116
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.