Kebijakan Pengembangan Tata Ruang

1. Kebijakan Pengembangan Tata Ruang

Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003 menentukan kebijakan dasar pengembangan tata ruang dengan meletakkan pengembangan di wilayahnya sampai dengan hinterland. 61 Pengembangan ini didasarkan juga kepada konsep pembangunannya dalam pemanfaatan ruang yakni konsep unit lingkungan. Bagaimana maksud konsep unit lingkungan ini tidak dijabarkan dalam penjelasan peraturan daerah ini. Setiap penetapan pusat-pusat pengembangan, misalnya pusat kota atau sub pusat kota atau juga dalam pengembangan industri, tidak dimaksudkan untuk membatasi layanan cakupannya kota semata tetapi juga menghiraukan layanan bagi wilayah luar kota. Pada perencanaan pusat-pusat pengembangan tersebut, selain lokasi mudah dijangkau juga perlu perencanaan tata letak dan tata hubungan antar kegiatan yang efisien dan kompak, untuk itu perlu rencana tata letak bagi setiap 61 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003 Pasal 5 berbunyi : Kebijakan dasar pengembangan tata ruang ditentukan sebagai berikut : a. Penentuan pusat-pusat pengembangan harus mampu mendukung terwujudnya spread effecttrickle down effect ke wilayah buritan. Pusat-pusat pengembangan harus mampu melayani kebutuhan penduduk di wilayah pengembangannya ; b. Penentuan pusat-pusat pelayanan akan ditentukan berdasarkan efisiensi pelayanan pusat-pusat pengembangan ; c. Wilayah pengembangan pusat-pusat pelayanan diusahakan merupakan wilayah pengembangan yang utuh dan mencakup kawasan budi daya dan lindung ; d. Struktur ruang yang direncanakan harus mampu mendukung penduduk yang bermukim di lokasi setempat dan menjamin kelancaran interaksi antar wilayah terutama kegiatan produksi dan interaksi sosial ; e. Penentuan kawasan lindung mengikuti kriteria-kriteria alam sebagaimana diatur dalam perundang- undangan yang berlaku ; f. Distribusi fasilitas dan prasarana wilayah dilakukan secara merata sesuai dengan kebutuhan setiap wilayah ; g. Pengembangan sistem transportasi diutamakan untuk peningkatan ekonomi wilayah dan diarahklan terutama pada daerah-daerah kantong produksi, pusat-pusat permukiman dan membuka wilayah serta meningkatkan aksebilitas internal dan eksternal sehingga keseimbangan pembangunan dapat ditingkatkan. Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008. prakarsa pengembangan pusat layanan kota. Setiap prakarsa pengembangan mencakup luas lebih dari 200 ha, maka perlu unsur-unsur pelestarian lingkungan dan tidak selalu berada dalam kawasan yang direncanakan tetapi bisa juga berada di luar kawasan apabila terkait dengan kawasan yang dikembangkan. Prakarsa dimaksud tidak boleh mengganggu atau mengurangi kelancaran mobilitas penduduk dan barang namun justru sebaliknya dapat meningkatkan mobilitasnya. Pada pendistribuasian fasilitas dan sarana yang merata bukan berarti semua daerah sama tetapi didasarkan kepada kebutuhan ataupun proporsionalitas. Pengembangan dan pemerataan ke setiap arah berarti memprioritaskan kawasan-kawasan yang belum berkembang sehingga tercipta intensitas pembangunan yang merata dan seimbang. Merencanakan tata ruang dalam Pasal 7 Peraturan Daerah ini menggunakan asas-asas yang meliputi 62 : a. Kawasan lingkungan hidup yang manusiawi, yaitu suatu lingkungan yang memiliki kenyamanan, tenang, aman, menyenangkan, hubungan kekerabatan yang erat dan bersahabat ; b. Tingkat kemudahan, yaitu suatu lingkungan yang mudah pencapaiannya ; c. Alokasi ruang yang terstruktur, yaitu suatu lingkungan yang tidak terlalu padat dengan alokasi penyediaan prasarana dan sarana sesuai dengan tingkat kepadatannya; d. Kesesuaian fisik, yaitu suatu lingkungan yang terbentuk sesuai dengan topografi kawasan. Asas-asas perencanaan tata ruang tersebut lebih tepat sebagai kondisi yang diharapkan pada wujud dari perencanaan dan bukan principle atau beginsel sehingga apabila tidak terwujud tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi terhadap peraturan 62 Lihat Pasal 7, Ibid Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008. daerah ini. Kawasan lingkungan yang sedemikian pada butir a sampai dengan d merupakan keinginan yang ideal atau sesuatu yang positif dari perencanaan tata ruang. Selanjutnya dalam Pasal 8 disebutkan bahwa strategi pengembangan tata ruang yang dilakukan berupa pengendalian pertumbuhan pembangunan yang seimbang antar kawasan dalam kota, penyediaan prasarana yang menjamin mobilitas penduduk secara efisien, peningkatan fungsi prasarana kota agar lebih fungsional sebagai penunjang ekonomi kota, penetapan kawasan budidaya sesuai dengan kondisi lokasi untuk dimanfaatkan sebagai fungsi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, penetapan kawasan lindung sesuai dengan kondisi lokasi untuk pelestarian alam, mengendalikan kegiatan-kegiatan budidaya yang terlanjur berada di kawasan lindung serta pengendalian terhadap kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan terutama di sekitar hulu daerah aliran sungai 63 . Melihat strategi tersebut diperkirakan sebenarnya membutuhkan waktu yang cukup lama, mengingat penetapan kawasan-kawasan tertentu seperti kawasan budidaya atau lindung belum ditetapkan sehingga perangkat daerah yang digunakan untuk pengendalian lingkungan menjadi tidak efisien. Hal lainnya seperti pengendalian pertumbuhan pembangunan yang seimbang antar kawasan dalam kota serta penyediaan prasarana yang menjamin mobilitas penduduk lebih efisien akan mengalami kendala karena terlalu mudahnya izin diterbitkan dalam pemanfaatan ruang khususnya terhadap rencana usaha atau kegiatan yang wajib Amdal ataupun dokumen UPL dan UKL, yang tentunya Pemerintah Kota Pematangsiantar akan menghadapi masalah baru untuk masa mendatang. 63 Lihat Pasal 8, Ibid Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008. Pada Pasal 9 Peraturan Daerah ini, arah pemanfaatan ruang adalah melakukan pengamanan daerah aliran sungai DAS di kawasan permukiman yakni batas sempadan sungai dengan lebar 10 meter sampai dengan 15 meter di kiri kanan sungai, pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dengan daya dukung lingkungan dan menghindarkan konflik antar kegiatan dan sektor, pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan di lokasi-lokasi tertentu sehingga mampu menunjang fungsi layanan daerah-daerah buritan yang berada di luar kawasan kota serta pengembangan prasarana dan sarana kota yang menunjang struktur kota yang diinginkan serta pertumbuhan ekonomi kota 64 . Berdasarkan pengamatan langsung penulis terhadap obyek-obyek tersebut dan sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa masyarakat yang bermukim di sepanjang daerah aliran sungai berada pada 3 sampai dengan 5 meter dari sempadan sungai, bahkan dijumpai beberapa warga di sana adalah pejabat di pemerintahan bahkan keadaan bangunan pada umumnya sudah berbentuk permanen. Meskipun peraturan daerah juga memiliki sanksi pidana tetapi sangat kesulitan untuk penegakannya, hal ini disebabkan adanya benturan antara hak azasi manusia yakni warga telah puluhan tahun telah mendirikan rumah tanpa adanya larangan oleh pemerintahan terdahulu sebelum diterbitkannya berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang penataan ruang. Pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan juga hanya sebatas wacana, hal ini terlihat dengan Perda Nomor 5 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Wilayah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar juga telah mengatur tentang pusat-pusat pelayanan sampai dengan diberlakukannya Perda Nomor 7 Tahun 2003 ini, tidak ada diperoleh data yang menunjukkan telah dilakukan penyusunan pengembangan sistem dimaksud. Walaupun peraturan daerah ini digunakan untuk mengatur rencana- 64 Lihat Pasal 9, Ibid Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008. rencana yang lebih rinci, perumusan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan dalam kota dan daerah berbatasan dan pengarahan lokasi investasi perlu juga menerbitkan kebijakan yang mengatur sistem pengembangan kota sehingga perubahan-perubahan kawasan tidak harus merubah peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah agar produk perundang-undangan lebih tahan uji. Kota Pematangsiantar memiliki struktur ruang sebagai berikut 65 : a. Pusat Kota pusat pelayanan utama yang berfungsi dan berperan dalam melayani kebutuhan seluruh kota dan daerah sekitar kota wilayah buritan ; b. Pusat Bagian Wilayah Kota sub pusat pelayanan yaitu pusat pelayanan yang berfungsi dan berperan melayani kebutuhan penduduk bagian wilayah kota ; c. Pusat Lingkungan, yaitu pusat pelayanan lingkungan kecil yang berfungsi melayani kebutuhan masyarakat dalam lingkungannya sendiri untuk kebutuhan sehari-hari. Bagaimana fungsi dan peran pelayanan kebutuhan pusat kota dan apa yang dimaksudkan dengan pusat lingkungan tidak diuraikan secara detail termasuk dalam penjelasan hanya disebut cukup jelas saja. Ketentuan seperti ini bisa melahirkan berbagai penafsiran atau interpretasi yang ragam oleh kelompok masyarakat maupun investor yang mengembangkan usaha atau kegiatannya pada pusat kota. Pusat kota Pematangsiantar sendiri hanya berada di pintu masuk dan keluar kota dimana ada terlihat kesemrawutan semua jenis kenderaan yang berada di sana, rumah toko di sepanjang jalan protokol sepanjang 1700 meter sampai 2000 meter, pusat perbelanjaan modern berdekatan dengan pasar tradisional, sekolah-sekolah 65 Lihat Pasal 10, Ibid Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008. menegah, home industri, jumlah apotik dan toko obat yang berdampingan, rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta tidak terlalu jauh jarak keduanya hanya lebih kurang 300 meter dan lain sebagainya menunjukkan adanya multi penafsiran terhadap pusat kota dan tidak berjalannya strategi kebijakan rencana pengembangan pemanfaatan ruang. Sedangkan pusat bagian wilayah kota BWK dalam peraturan daerah ini telah ditentukan bagiannya. Ketentuan pada Pasal 11 berbunyi 66 : BWK sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 butir b peraturan daerah ini terdiri atas 5 bagian, yaitu : a. BWK A adalah seluruh pusat kota yang meliputi sebagian Kecamatan Siantar Barat, Kecamatan Siantar Utara, Kecamatan Siantar Selatan dan Kecamatan Siantar Timur ; b. BWK B meliputi sebagian Kecamatan Siantar Martoba, yaitu Kelurahan Sumber Jaya, Kelurahan Tambun Nabolon, Kelurahan Naga Pita, dan Kelurahan Pondok Sayur ; c. BWK C meliputi sebagian Kecamatan Siantar Martoba yaitu Kelurahan Gurilla dan Kelurahan Bah Kapul ; d. BWK D meliputi sebagian Kecamatan Siantar Marihat yaitu Kelurahan Pematang Marihat, Kelurahan Suka Maju, Kelurahan Pardamean, Kelurahan Suka Raja, dan Kelurahan Balai Pansur Nauli ; e. BWK E meliputi sebagian Kecamatan Siantar Martoba yaitu Kelurahan Setia Negara dan Kelurahan Bukit Sofa, sebagian Kecamatan Siantar Marihat yaitu Kelurahan Naga Huta dan Kelurahan Simarimbun. Selanjutnya apa-apa saja fungsi dari masing-masing bagian wilayah kota BWK dijabarkan yaitu : a. BWK A berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perkantoran, taman hiburan dan olahraga, permukiman, pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa ; 66 Ibid, Pasal 11 Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008. b.BWK B berfungsi sebagai pusat industri, perdagangan, terminal terpadu, pendidikan, rekreasi, permukiman dan pertanian ; c.BWK C berfungsi sebagai permukiman, sub pusat kota, industri dan pertanian ; d.BWK D berfungsi sebagai sub pusat kota, permukiman dan pertanian ; e.BWK E berfungsi sebagai sub pusat kota, hutan kota, permukiman dan pertanian. Ke 5 fungsi bagian wilayah kota tersebut di atas hanya BWK E yang langsung berbasis lingkungan yakni hutan kota, walaupun kenyataan di lapangan kondisinya sangat berbeda, dengan alasan bahwa pohon pelindung yang ditanam di sepanjang jalan di Kelurahan Simarimbun dan Naga Huta bukanlah hutan kota. Terkait dengan rencana pola pemanfaatan ruang yang mempertimbangkan aspek ekonomi, lingkungan dan kepentingan umum maka pengembangan fungsi menjadikan beberapa lokasi dengan kawasan antara lain kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan jasa, pelayanan umum, kawasan lindung dan kawasan pariwisata. Kita bisa melihat apakah dalam pembentukan kawasan ini memasukkan isu lingkungan ke dalamnya sehingga pemanfaatan ruang dapat dikatakan berbasis lingkungan.

2. PEMBAGIAN KAWASAN