Bagaimana Kepedulian Masyarakat Kelurahan Sumur Batu Kecamatan

Menurut masyarakat yang sudah bertempat tinggal lama di pemukiman itu atau sekitar 40 lebih, mereka menyatakan bahwa kondisi lingkungan di sekitar mereka memang cukup kotor dan berbau tidak sedap. Seperti yang di ungkapkan oleh bapak Suparman, “Hidup berdampingan dengan Tempat Pembuangan Akhir TPA memang bukanlah hal yang mudah, banyak resiko dan dampak yang dialami. Mungkin hanya sekedar membersihkan halaman sekitar rumah sudah cukup untuk mengurangi sampah yang berserakan. ” Warga mengaku bahwa masyarakat sekitar tidak banyak melakukan kegiatan yang bersifat peduli lingkungan. Saat ditanya mengenai kegiatan apa yang dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan, mereka menjawab hanya sekedar membersihkan sekitar lingkungan rumah. Serta adanya pemulung yang bertugas mengangkut sampah yang berada di sekitar pemukiman membuat warga semakin merasa lepas dri tanggung jawab mereka untuk tetap peduli terhadap lingkungan dan hanya berpangku tangan. Bentuk partisipasi yang dilakukan masyarakatpun sebatas kerja bakti dan gotong royong yang di canangkan oleh pihak kelurahan yang masih kurang intensif pelaksanaan setiap minggunya. Karna seharusnya melakukan kegiatan kerja bakti dan gotong royong untuk membersihkan jalan, selokan, gorong-gorong dari sampah dan rumput liar yang paling bagus dilakukan rutin setiap seminggu sekali. Peneliti juga mencari tahu, apakah terdapat suatu perkumpulan atau komunitas daur ulang sampah di tengah-tengah warga, ternyata tidak ada. Tempat daur ulang atau komunitas itu sudah diambil alih oleh perusahaan-perusahaan lokal yang sudah berdiri di dalam TPA nya, padahal apabila terdapat komunitas atau kegiatan ini akan sangat membantu tentunya. Dari segi peningkatan produktifitas bagi warga yang menganggur dan dapat menjadi mata pencaharian yang bernilai ekonomi. Dan tak kalah pentingnya, tentu saja akan semakin meningkatkan kepedulian masyarakatnya akan pentingnya mengelola kembali sampah yang awalnya tidak mempunyai nilai apa-apa menjadi barang yang bernilai ekonomi bahkan bisa di gunakan kembali. Pengakuan masyarakat yang sudah terbiasa hidup dengan lingkungan yang kotor dan berbau, dibalik kepasrahan mereka akan hal ini, mereka masih sangat mengharapkan adanya perubahan di lingkungan mereka. Suatu saat TPA yang menggunung ini bisa menjadi taman dan juga destinasi wisata yang bermanfaat dan kembali hijau sebagaimana semestinya. Hal yang sama diungkapkan oleh narasumber lain, 20 tahun hidup di daerah Kelurahan Sumur Batu yang berdampingan dengan TPA. Mengeluh akan adanya bau tidak sedap dan cuaca yang panas dan berdebu membuatnya membuat warga melakukan tanam pohon di sekitar rumah mereka, hal ini dilakukan untuk mengurangi udara yang panas dan bau tidak sedap yang ditimbulkan dari TPA tersebut. Permasalahan sampah memang bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakatnya saja, tetapi juga tanggung jawab pemerintah daerah. Bagaimana proses pengelolaan sampah bisa dilakukan tanpa adanya campur tangan pemerintah. Pemerintah atau pejabat mendukung akan adanya program tetapi jika tidak merealisasikannya bersama dengan masyarakat, maka akan menjadi isapan jempol belaka. Peneliti juga mendapatkan responden yang kebetulan sudah berumur 50 tahun lebih dan sudah tinggal di daerah itu sejak kecil, tetapi narasumber mengaku tidak mengetahui banyak bagaimana kepedulian terhadap lingkungan itu. Menurutnya, hanya sekedar membersihkan sekitaran rumah sudah menjadi kegiatan yang dilakukan sehari-hari dan cukup untuk menjaga lingkungan agar tetap. Masyarakat lebih memilih diam dengan apa yang sudah terjadi, program yang di canangkan oleh pihak kelurahan senantiasa dilakukan bersama-sama tetapi tidaklah rutin. Pemahaman tentang cara hidup bersih pun dirasa masih sangat minim, karna kurangnya sosialisasi mengenai hal tersebut.

C. Kegiatan Masyarakat Kelurahan Sumur Batu dalam Pengelolaan

Sampah Menurut Azwar pada bukunya di tahun 1990, sampah refuse adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia termasuk kegiatan industri, tetapi bukan biologis karena human waste tidak termasuk kedalam dan umumnya bersifat padat. Sumber sampah biasa bermacam-macam, diantaranya adalah; sampah dari rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalanan. Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80 merupakan sampah organik, dan diperkirakan sekitar 78 dari sampah tersebut dapat digunakan kembali. Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Menurut Kaetikawan di tahun 2007, secara garis besar kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengelolaan dan pembuangan sampah sebagai berikut : 1. Penimbulan sampah solid waste generated Dari definisinya dapat di simpulkan bahwa pada dasarnya sampah itu tidak diproduksi, tetapi ditimbulkan solid waste is generated, not produced. Oleh karena itu dalam menentukan metode penggunaan yang tepat, penentuanbesarnya timbulan sampah sangat ditentukan oleh jumlah pelaku dan jenis kegiatannya. Idealnya, untuk mengetahui besarnya timbulan sampah yang terjadi, harus dilakukan dengan suatu studi. Tetapi untuk keperluan praktis, telah ditetapkan suatu standar yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum, salah satunya adalah SK SNI S-04-1993-03 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah untuk kota kecil dan kota sedang. Dimana besarnya timbulan sampah untuk kota sedang adalah sebesar 2,75-3,25 literorangperhari atau 0,7-0,8 kgperorangperhari. 2. Penanganan di tempat on site handling Penanganan sampah pada sumbernya adalah semua perlakuan terhadap sampah yang dilakukan sebelum sampah di tempatkan di tempat pembuangan. Kegiatan ini bertolak dari kondisi dimana suatu material yang sudah dibuang atau ekonomis. Penanganan sampah di tempat, dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap selanjutnya. Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi pemilihan shorting, pemanfaatan kembali refuse dan daur ulang recycle. Tujuan utama dan kegiatan ditahap ini adalah untuk mereduksi besarnya timbulan sampah reduse. 3. Pengumpulan collecting Adalah kegiatan pengumpulan sampah dan sumbernya menuju ke lokasi TPS. Umumnya dilakukan dengan menggunakan gerobak dorong dari rumah-rumah menuju TPS. 4. Pengangkutan transfer and transport Adalah kegiatan pemindahan sampah dari TPS menuju lokasi pembuangan pengolahan sampah atau lokasi pembuangan akhir. 5. Pengolahan treatment Bergantung dari jenis komposisinya, sampah dapat diolah. Berbagai alternatif yang tersedia dalam pengelolaan sampah diantaranya; transformasi fisik, pembakaran incenerate, pembuatan kompos composing, energy recorvery. 6. Pembuangan Akhir Pada prinsipnya, pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat- syarat kesehatan dan kelestarian lingkungan. Teknik yang saat ini dilakukan adalah dengan open dumping, dimana sampah yang ada hanya ditempatkan di tempat tertentu, hingga kapasitasnya tidak lagi memenuhi. Teknik sangat berpotensi untuk menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Teknik yang direkomendasikan adalah dengan sanitary landfill. Dimana pada lokasi TPA dilakukan kegiatan- kegiatan untuk mengolah timbunan sampah. 8 Masyarakat Kelurahan Sumur Batu memiliki kegiatan gotong-royong yang dilakukan setiap hari sabtu, gotong royong itu berupa kerja bakti membersihkan selokan, gorong-gorong dan jalanan di sekitar rumah. Program ini dicanangkan oleh Kepala Kelurahan agar warga di sekitar TPA terutama seluruh Kelurahan Sumur Batu tetap menjaga dan peduli dengan lingkungan yang bersih. Namun salah seorang responden mengaku, bahwa program yang dicanangkan oleh kepala kelurahan ini belumlah maksimal, karena kegiatan ini terkadang dilakukan hanya 2 minggu sekali saja. Masih banyak rumput- rumput liar yang tumbuh di pinggiran jalan dan selokan dan juga bau yang tidak sedap akibat limbah tinja yang mengalir ke selokan warga akibat meluapnya tampungan kolam tinja di dalam TPA Sumur Batu. Masyarakat juga mengaku hanya sekedar melakukan kegiatan bersih-bersih ini saat ada kerja bakti saja. Dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak melakukannya. Tidak banyak warga yang peduli akan kebersihan lingkungannya, lagi-lagi dengan alasan hidup yang berdampingan dengan tempat pembuangan akhir. Meski begitu, tetap menjadi kewajiban kita untuk terus menjaga keadaan lingkungan dan kualitas lingkungannya agar tetap bersih dan layak di huni. Adanya petugas yang mengangkut sampah dan membersihkan sampah di sekitar mereka membuat tingkat kemalasan masyarakat semakin bertambah. Slogan K3 yang dikatakan oleh pejabat kelurahan yakni Kenyamanan, Kebersihan, dan Ketertiban pun rasanya tidak berjalan optimal. Hal ini perlu menjadi pembelajaran bagi aparat pemerintah dan khususnya bagi masyarakat itu sendiri untuk saling bahu membahu menyatuka semangat mereka untuk meningkatkan kepedulian agar lebih setiti lagi terhadap lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. 8 http:sites.google.comsistem pengelolaan sampah-TPA wisata edukasi. Diakses pada tanggal 23 Januari 2015 pukul 09.00 Analisis dari sekian wawancara diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa dari 10 responden yang bersedia diwawancarai, sebanyak 6 orang menjawab bahwa mereka tidak melakukan apapun yang bersifat peduli dengan lingkungan sekitar tempat mereka tinggal, dan 4 sisanya rata-rata menjawab dengan pernyataan yang sama. Dari beberapa pertanyaan yang ditanyakan mengenai kegiatan apa saja yang sudah mereka lakukan terhadap lingkungan, mereka mengaku hanya sekedar membersihkan lingkungan sekitar rumah saja dan ikut kerja bakti disaat pejabat kelurahan menghimbaukan untuk melakukan hal itu. Namun dengan adanya program K3 dari pihak Kelurahan, setidaknya masyarakat lebih mudah untuk di kendalikan dan dikondusifkan serta diarahkan bagaimana seharusnya menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat, terutama dalam mengelola sampah. Meski tidak terdapat komunitas atau kegiatan daur ulang sampah di tengah-tengah masyarakat, setidaknya sedikit adanya antusias dan niat yang baik. Kondisi lingkungan yang terbilang sudah tercemar dan rawan akan penyakit, apabila tidak di tindak lanjuti oleh masyarakatnya sendiri tentu saja akan menimbulkan masalah. Minimnya pengetahuan dan informasi yang di dapat masyarakat menjadi salah satu penghambat bagi masyarakat untuk melakukan aksi peduli lingkungan. Seharusnya pejabat daerah atau pihak kelurahan lebih gesit lagi dalam memberikan solusi berupa sosialisasi dan memahami karakteristik masyarakatnya agar menjadi masyarakat yang lebih peka terhadap lingkungan yang sehat, bersih, dan nyaman serta terbebas dari sampah. Seperti yang sudah di jelaskan pada bab-bab sebelumnya, bahwa faktor- faktor masyarakat bisa peduli dengan lingkungannya sangatlah berpengaruh. Kemudian kurangnya kegiatan diantara masyarakat yang bersifat membangun kesadaran, juga menjadi salah satu faktor tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Kemudian kurangnya fasilitas yang memadai seperti bak sampah pribadi yang biasa ditempatkan di rumah-rumah warga. Faktor pendidikan juga menjadi faktor yang penting sebagai pengendali pola pikir masyarakat.