26 Saat ini Negara
Kesatuan Republik Indonesia NKRI sejak diberlakukannya UU No. 221999 telah terdapat 4 provinsi, 98 kabupaten atau
kota daerah otonom. Dan tepat pada tahun 2009, genap sewindu sudah kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal digulirkan di Tanah Air, namun dalam
prakteknya hanya menyisakan segudang persoalan. Terdapat beberapa provinsi dan kabupatenkota yang menunjukkan kinerja yang mengagumkan high
performers dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia IPM.
15
Akan tetapi, untuk wilayah-wilayah otonom lain, kondisi sebaliknya yang terjadi.
Angka kemiskinan tak banyak berubah, dari seluruh jumlah provinsi yang ada di Indonesia, ada 15 provinsi yang mengalami penurunan kemiskinan, sementara 18
provinsi mencatat peningkatan persentase penduduk miskin, namun penurunannya hanya bersifat fluktuatif “ada masa dimana kemiskinan kembali terulang diangka
semula”. Sebuah distorsi dari segi pemaknaan dan praktek telah menodai nama “otonomi daerah”, oleh karena itu penulis melihat hal ini penting untuk dikaji
kembali, terutama mengenai pemaknaan otonomi daerah dan pemekaran wilayah. Agar tidak terjadinya distorsi otonomi kembali dalam pemahaman kita saat ini.
1. Pengertian Otonomi Daerah
Masyarakat indonesia sebenarnya tidak asing dengan otonomi daerah. Sejak zaman kemerdekaan, para pendiri republik Indonesia ini telah merumuskan
tentang desentralisasi dan otonomi daerah untuk mengelola indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan masyarakat yang majemuk dan menjalin keberbedaan jenis.
Oleh karena itu, konsep otonomi daerah sedari merdeka telah dirumuskan secara
15
“Sewindu Otonomi Daerah Masih Jauh dari Tujuan”, Kompas, Jumat-22- Mei-2009. H 15.
27 matang, walaupun dalam perkembangannya mengalami perubahan definisi,
namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi nilai-nilai subtantif. Otonomi daerah secara luas memiliki arti kewenangan sisa residu berada di tangan pusat
seperti pada negara federal. Sedangkan secara nyata otonomi berarti kewenangan menyangkut hal-hal yang diperlukan, tumbuh dan hidup, serta
berkembang, dan akhirnya disebut bertanggung jawab, karena kewenangan yang diserahkan harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi, yaitu dengan
peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat agar semakin baik, serta menjaga hubungan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.
16
Dalam pengertian secara teoritis, otonomi daerah adalah sesuatu yang memberi wujud khas pada kelompok masyarakat tertentu, menjadi bagian integral
dari organisasi negara yang berada di bawah hukum pemerintah daerah dengan batas-batas geografis tertentu. Namun dalam dimensi politik, otonomi daerah
mencakup aspek-aspek geografis, sosial, dan demografi yang membedakan suatu komunitas secara konkrit atau abstrak yang membentuk identitas dan landasan
bersama sebagai suatu kesatuan atau entitas politik. Dan dalam kacamata ekonomi, Faisal H. Basri menambahkan, bahwa otonomi yang hakiki adalah
berpijak pada landasan kerangka negara federal, yang memungkinkan daerah mampu memanfaatkan segenap keunikan dan keunggulan semaksimal mungkin,
sehingga daerah tersebut mampu menghadapi persaingan global, mengingat otonomi yang hakiki niscaya akan memberikan peluang bagi daerah untuk
memiliki tempat dalam pasar bebas. Semakin mampu suatu daerah menopang terbentuknya kompetensi yyang semakin kuat di bidang harga dan kualitas pada
16
Prajarta Dirdjosantoso, dan Herudjati Purwoko, Desentraliasi Dalam Perspektif Lokal, Salatiga: Pustaka Percik, 2004. h. 9.
28 kalangan pengusahanya, semakin mampu daerah tersebut menyejahterakan
rakyatnya melalui pengaktualisasian potensi keunikan dan keunggulan yang dimiliki daerahnya.
17
Sedangkan dalam perspektif demokrasi pada era reformasi otonomi daerah telah mendorong perubahan paradigma otonomi daerah, yang jauh lebih baik dan
lebih maju, ketimbang pardigma lama yang dibangun secara sentralistik oleh Orde Baru. Namun demikian, paradigma yang baru, masih berjalan formalistik di atas
kertas, yang notabene diikuti dengan meluasnya pemahaman keliru terhadap konsep otonomi daerah, sehingga menyebabkan praktik otonomi daerah yang
bermasalah.
18
Diawali dengan mengkaji ulang konsep otonomi daerah menuju otonomi daerah yang original dan authentic sekaligus bermakna, bukan sekedar otonomi
yang legal formal, akan tetapi lebih pada ke arah yang subtantif. Otonomi daerah adalah arena kemandirian dan tanggung jawab bukan semata kesewenangan
daerah dalam mengelola rumah tangga daerah yang berbasis pada masyarakat lokal, kemandirian untuk membentuk pemerintahan sendiri bukan dalam artian
negara federal, mengambil keputusan sendiri, dan mengelola sumber daya sendiri. Dengan kata lain, otonomi daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan
daerah secara mandiri yang di kelola secara demokratis. Oleh karena itu, otonomi daerah tidak bisa dianggap sederhana menjadi masalah penyerahan urusan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, karena otonomi daerah sebetulnya berarti otonomi masyarakat di daerah-daerah, sehingga
17
Indra J. Piliang, Dendi Ramdani. Dkk, Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi, Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, 2003. H. ix-x.
18
Drs. H Syaukani, HR. Dkk, Otonomi Daerah dalam Negara kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. H, 145-146.
29 diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang sejumlah prakarsa dan
kemandirian dalam iklim demokrasi. Namun demikian, pelaksanaan otonomi daerah ini harus juga dilakukan secara bersama-sama dengan pemahaman atas
esensi dan pengertian otonomi masyarakat di daerah.
19
2. Pengertian Pemekaran Wilayah