35 perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, dan peningkatan hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah sesuai dengan pertumbuhan kehidupan demokrasi nasional.
29
Namun yang terpenting sebagai langkah awal daerah otonom baru adalah dengan berusaha mewujudkan distribusi pertumbuhan ekonomi yang yang serasi
dan merata antar daerah, mewujudkan distribusi kewenangan yang sesuai dengan kesiapan pemerintah dan masyarakat lokal, menciptakan ruang politik bagi
pemberdayaan dan partisipasi politik institusi-institusi politik lokal, serta mewujudkan distribusi layanan publik yang mudah dijangkau oleh masyarakat,
dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi fungsi pemerintahan daerah.
30
E. Syarat Dan Aturan Hukum Pemekaran Wilayah
Secara normatif, segala sesuatu yang berhubungan dengan Negara dan politik tertanam sebuah syarat dan aturan hukum yang sifatnya mengikat untuk
dillaksanakan oleh siapapun, terlebih lagi terkait dengan pemekaran wilayah yang sifatnya lebih urgen. Karena dalam beberapa kasus wilayah perbatasan saja bisa
menyulut konflik antar daerah. Oleh karena itu, dalam hal ini hadirlah UU No. 32 dan 33 tahun 2004, dan PP No. 78 tahun 2007, sebagaimana dijelaskan dalam UU
29
Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Ms, Pemaparan lanjutan Suplemen Penelitian Studi Kelayakan pemekaran Wilayah Tangerang Selatan, Ciputat: pemerintah Daerah kabupaten
Tangerang, 2007, h. 2.
30
M. Zaki Mubarak, dkk, Blue Print “Otonomi Daerah Di Indonesia”, Jakarta: The YHB center, 2008, h. 170-172. Dan dalam buku ini pula dijelaskan tentang tujuan pemekaran wilayah,
yang dikutip dari PP No. 1292000, yang menyatakan bahwa kebijakan pembentukan, penghapusan dan penggabungan harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
melalui enam point penting sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat 2. Percepatan kehidupan pertumbuhan kehidupan demokrasi
3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah 4. Percepatan pengelolaan potensi daerah
5. Peningkatan keamanan dan ketertiban
6.
Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
36 No. 322004, Pasal 5, bahwa pembentukkan daerah harus memenuhi syarat
adminstratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif untuk kabupaten atau kota meliputi adanya persetujuan DPR-D kabupaten atau kota dan Bupati
atau Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPR-D provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri dalam Negeri. Sementara itu, syarat teknis meliputi
faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,
pertahanan, keamanan dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan syarat fisik meliputi sedikitnya ada
lima kabupaten atau kota untuk pembentukan provinsi, lima kabupaten atau kota untuk pembentukan kabupaten, dan lima kecamatan untuk pembentukan kota, dan
wilayah yang akan menjadi ibu kota, beserta sarana dan prasarana pemerintah.
31
Kajian terhadap prosedur pemekaran wilayah dalam penjabarannya telah tertuang dalam PP No. 1292000 yang meliputi beberapa aspek penting yang
harus dilaksanakan dalam pemekaran wilayah otonom. Prosedur pertama yang harus dilakukan adalah, aspirasi masyarakat, karena dampak dan akibat dari
pemekaran wilayah ini pula yang kemudian akan dikembalikan atau berdampak pada masyarakat itu sendiri, adanya dukungan dari beberapa orang anggota
pemerintahan daerah dan masyarakat daerah setempat untuk memekarkan diri dari daerah otonom induknya. Dan keinginan politik pemerintah daerah cukup
direpresantikan dengan persetujuan kepala daerah dan DPR-D, sedangkan keinginan politik masyarakat yang direpresentasikan dengan berbagai tanda
tangan dari tokoh masyarakat dianggap telah cukup memperlihatkan adanya
31
Ibid, Blue Print Otonomi Daerah Di Indonesia, Jakarta: The YHB center, 2008, h. 180-182.
37 keinginan politik dari masyarakat yang bersangkutan, yang dipermudah dengan
tidak dipersyaratkannya jajak pendapat cara plebisit atau kajian akademis untuk melakukan pemekaran wilayah, karena dianggap cara plebisit terlalu rumit, mahal
dan beresiko untuk dijadikan sebagai media menggalang pendapat masyarakat. Oleh karena itu, syarat-syarat dan ketentuan diatas telah dianggap sah-sah saja.
Akan tetapi hal inilah justru yang menjadi unsur kelemahan PP No. 1292000, dengan prosedur pemekaran yang terlalu longgar menyebabkan keinginan politik
masyarakat dengan mudah saja dipolitisir sebagai kemauan orang banyak atau masyarakat daerah.
32
Unsur kedua, dengan membentuk badan atau lembaga yang dengan siap segera mempersiapkan segala kebutuhan untuk pemekaran wilayah tersebut, yang
beranggotakan para tokoh masyarakat dan para penggagas pemekaran. Dalam banyak hal lembaga ini lah yang kemudian hari menjadi sebuah bentuk
representasi dari keinginan politik masyarakat untuk mengusulkan pemekaran, dan lembaga ini pulalah yang kemudian berurusan langsung keatas, kebawah, dan
yang berhubungan langsung dengan pihak eksekutif, legislatif daerah maupun pusat. Walaupun hadirnya badan atau lembaga ini dalam sejumlah daerah
pemekaran tidak tercantum dalam PP No. 1292000, namun hal tersebut bukan berarti larangan akan adanya lembaga tersebut.
33
Unsur ketiga yang harus ditempuh dalam prosedur pemekaran wilayah adalah harus di dukung oleh penelitian awal yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah, dari segi pengamatan lapangan, yang kemudian akan
32
Ibid, Blue Print Otonomi Daerah Di Indonesia, Jakarta: The YHB center, 2008, h. 146-147.
33
Ibid, Blue Print Otonomi Daerah Di Indonesia, Jakarta: The YHB center, 2008 h. 148
38 menjelaskan tentang kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,
sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, rentang kendali dan lain-lain. Unsur keempat, bagian final dan kesimpulan dari segenap penelitian yang
ada dalam unsur ketiga, yang kemudian dapat merumuskan persetujuan pemekaran wilayah, yang dilakukan secara bersama-sama dalam praktiknya, oleh
DPR-D, pemerintah daerah dan masyarakat daerah, dan dalam selanjutnya hal ini dilakukan untuk menghidari konflik politik antara pemerintah daerah dengan
masyarakatnya, akibat dari prosedur pemekaran wilayah ini, karena memang hal ini sangat sensitif dan rawan konflik. Oleh karena itu hal ini diperlukannya sikap
kebersamaan antara DPR-D, Pemerintah daerah dan masyarakat.
34
Sejujurnya, memang banyak ketentuan yang mengindikasikan gahwa prosedur yang harus ditempuh untuk menetapkan pemekaran wilayah harus
melalui proses panjang dan rumit, yang melibatkan banyak orang, juga banyak kalangan, yang menuntut akurasi persyaratan teknis subtantif, seperti kelayakan
pembangunan ekonomi, pelayanan publik dan lain-lain. Dari beberapa syarat dan aturan hukum tentang pembentukan daerah
otonom baru, maka syarat yang lebih penting kemudian adalah dapat menjamin adanya peningkatan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat daerah dan dapat
menjamin keselarasan hubungan antara daerah melalui kerja sama antara daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencegah ketimpangan antar
daerah, mencegah disintegrasi, serta tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selebihnya mengenai persyaratan pemekaran wilayah yang
telah diatur oleh UU No 322004 akan penulis cantumkan dalam lembar lampiran.
34
Ibid, Blue Print Otonomi Daerah Di Indonesia, Jakarta: The YHB center, 2008h. 134 dan 149.
39
F. Manfaaat Pemekaran Wilayah