12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di bagi dalam daerah, provinsi, kabupaten, dan kota diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus segala bentuk kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Sampai pada tahun 1998, wilayah NKRI dibagi kedalam 27 Provinsi.
Namun demikian, berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat mengenai demokratisasi dan pemekaran wilayah, saat ini di Indonesia telah di bagi dalam 33
Provinsi baru juga di ikuti dengan adanya 349 daerah kabupaten dan 91 kota dalam satu provinsi yang mengalami pemekaran. Dengan demikian daerah dapat
berprakarsa sesuai dengan potensi daerah yang dimiliki dan dapat mengembangkan semua yang menjadi potensi daerah dalam rangka memajukan
kesejahteraan masyarakat dengan tetap mengedepankan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
1
. Salah satu topik sentral pasca reformasi yang menjadi perdebatan adalah
permasalahan otonomi daerah. Karena adanya desakan dari daerah yang menuntut untuk mendapatkan kewenangan yang lebih luas, maka pemerintah pusat
mengeluarkan UU No. 221999 tentang Pemerintahan Daerah. UU tersebut telah menghadirkan paradigma baru terhadap Pemerintah Daerah, untuk bisa mengurus
1
Hasil penelitian dari Bappenas dan Litbang KOMPAS, yang kemudian diposting oleh Iqbal salah satu peneliti dari CDT Center for Democracy and Transparency, dalam situs
http:www.cdt31.orgopini6.htm.
13 dan menyelenggarakan pemerintahan daerah di Indonesia yang berbasis otonomi
luas. Karena terdapatnya kebebasan bagi daerah dalam mengatur dan menggali potensi daerah-daerah tersebut, hal ini dilakukan dalam rangka menyelenggarakan
nilai-nilai demokrasi, yang menghargai pluralitas yang di dalamnya terdapat keanekaragaman pemerintahan dan berbagai macam ide-ide briliant dari para
pemerintah daerah guna membangun Indonesia yang lebih maju.
2
Berawal dari perdebatan panjang mengenai Pemerintahan Daerah yang tercantum dalam Undang-undang tersebut, kini perdebatan mengenai otonomi
daerah menghasilkan sebuah proses aspirasi dari masyarakat untuk mendapatkan otonomi penuh bagi daerah pemerintahannya. Proses pemekaran terjadi begitu
pesat dan cenderung tidak terkendali.
3
Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan
kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan
pemerintah daerah dalam memberikan kemudahan layanan pemerintah sehingga meningkatkan
efektifitas penyelenggaraan
pemerintah dan
pengelolaan pembangunan.
4
Penambahan daerah otonom ini merupakan fenomena yang layak dikaji ulang. Sebab, pemekaran atau penambahan daerah otonom yang banyak terjadi di
beberapa daerah di Indonesia sekarang ini tidak di dukung oleh Sumber Daya
2
Eko Prasojo dkk, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, dalam M. Zaki Mubarak dkk, jakarta: Yayasan Harkat Bangsa, PGRI, dan European Union, 2006, h. 117-119. Lihat juga Prof.
Dr. Djohermansyah Djohan, lanskap Otonomi Daerah: Analisa dan Kritik, Dalam Indra J. Piliang dkk, jakarta: Yayasan Harkat Bangsa bekerjasama dengan European Union, 2007, h. 153-154.
3
Terdapat 7 propinsi, 135 Kabupaten dan 32 kota yang terbentuk sebagai hasil pemekaran sesuai dengan daftar yang dikeluarkan oleh DPD pada September 2007DRSP, 2007
.
4
Ermaya Suradinata, Pelaksanaan otonomi daerah dalam kerangka untuk meningkatkan integrasi bangsa, Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, Departemen Pertahanan, 2000, h. 10.
14 manusia SDM yang baik, akibatnya yang terjadi adalah tersendatnya roda
pemerintahan daerah dan carut-marutnya tata pemerintahan, mencermati fenomena pemekaran wilayah di Indonesia pasca pemerintahan Orde Baru hingga
memasuki pemerintahan sekarang. Secara teoritis, harus diakui bahwa kebijakan pemerintah untuk memekarkan beberapa daerah di Indonesia telah menambah
angka permasalahan baru terutama dalam proses penyusunan Undang-undang dan sistem ketatanegaraan kita saat ini. Kebijakan untuk melakukan pemekaran daerah
merupakan suatu tuntutan masyarakat yang merasa daerahnya dieksplorasi dan di eksploitasi pusat secara berlebihan. Oleh karena itu, hal ini lah yang
melatarbelakangi dan juga bisa dikatakan memaksa masyarakat dan pemerintah daerah untuk segera melakukan dan menyelenggarakan pemekaran wilayah,
dengan segera mengajukan proposal dan berkas-berkas yang berkaitan dengan pemekaran daerahnya.
5
Pemekaran wilayah di beberapa daerah di Indonesia harus diakui sebagian besar lebih bernuansa politik, hal ini terjadi karena beberapa alasan, sebagian
berpendapat sebagai ekspansif kekuasaan politik saja, ada sebagian juga yang beralasan sebagai perluasan karir politik. Selebihnya bisa dikatakan dalam rangka
mengibarkan bendera partai yang dianut. Jika mau dikatakan, hal ini lah yang sebenarnya menghambat proses pemekaran wilayah itu sendiri, karena penilaian
layak atau tidaknya sebuah calon daerah otonom baru selama ini dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah DPOD, namun oknum dan para elit
politik daerah tersebut justru ditengarai menjadi konsultan pemekaran daerah otonom baru yang sebenarnya tak layak. Karena itu, restrukturisasi DPOD dan
5
Wendra Yunaldi, SH, MH, Analisis Pemekaran Daerah, di muat pada tanggal 18 Mei 2008,
artikel ini
di akses
pada tanggal
15 februari,
2010 dari
http:butontengah.blogspot.com200909opini-pemekaran-daerah-ambisi-elit-atau.html .
15 Tim pemekaran wilayah setempat diperlukan dengan mengisinya dari kalangan
profesional dan yang independen dan memiliki kemampuan luas tentang otonomi daerah, dengan demikian hal ini diharapkan mampu merekomendasikan kepada
DPR dan Presiden tentang layak tidaknya sebuah calon daerah baru disahkan. Proses ini juga untuk menghindari dijadikannya isu pemekaran wilayah sebagai
alat politik untuk bagi-bagi kekuasaan di daerah.
6
Banyaknya pemekaran wilayah yang didorong oleh derasnya tekanan politik dan perebutan kekuasaan. Tekanan kuat dari daerah itu di respon positif
oleh pemerintah pusat, padahal dalam taraf proses pemekaran tersebut, setidaknya telah banyak memberikan beban terhadap pemerintahan pusat, beban yang
fundamental adalah beban finansial penyelenggaraan pemerintahannya. Di setujuinya pemekaran wilayah dapat juga dimaknai bahwa akan adanya sebuah
keharusan pemerintah pusat untuk mengalirkan dana ke pemerintah daerah yang baru. Dengan tersedianya jaminan politik bahwa pemerintah pusat akan
mencukupi segala kebutuhan setidaknya pemerintahan daerah yang baru di bentuk, karena daerah tersebut mendapatkan dana perimbangan, dan dalam hal
khusus tertentu, berhak pula mendapatkan dana otonomi khusus. Pemaknaan sempit ini lah yang kini sebenarnya menjadi beban dan problem bagi pemerintah
daerah baru juga bagi pemerintah pusat. Seharusnya jika ingin ditinjau secara politik, para pemerintah daerah yang baru di bentuk tersebut dapat menjadikan
daerahnya sebagai arena baru bagi perjuangan eksponen politik setempat, seperti tokoh agama, pewaris pemerintahan tradisional, dan meningkatkan pelayanan
6
Menata Ulang Pemekaran Daerah, dalam M. Zaid Wahyudi dan Susie berindra, di akses dari
situs http:cetak.compas.comreadxml2010010703264345menata.ulang.pemekaran.daerah
. Pada
tanggal 15 Februari 2010, dan di posting pada tanggal 07 januari 2010.
16 publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, di samping
sebagai sarana pendidikan politik di tingkat daerah.
7
Tangerang selatan, sebagai kota otonom baru yang tengah berkembang ditengah gejolak globalisasi, sebuah pemekaran yang natural berkembang atas
dasar segenap aspirasi masyarakat, penulis mencoba berangkat memberanikan diri untuk sedikit mengurai keindahan dalam pemekaran Tangerang Selatan, berangkat
dari kesadaran akan kebutuhan daerah, Tangerang Selatan mencoba mempromosikan diri untuk layak menjadi sebuah kota otonom, bukan berangkat
atas dasar kekecewaan yang pernah ada dari salah satu pihak tentunya, seperti yang banyak dilakukan oleh daerah pemekaran lainnya, semoga saja apa yang
dilakukan oleh masyarakat Tangerang Selatan berbuah layak Gorontalo yang lebih dulu menjadi daerah otonom.
Kota Tangerang Selatan adalah wilayah otonom di Provinsi Banten. Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Berawal dari
keinginan warga di wilayah selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut
Cipasera sebagai wilayah otonom, namun karena sosialisasi yang mungkin kurang maksimal di lingkungan masyarakat dan sama sekali tidak mendapatkan dukungan
pemerintah kabupaten Tangerang pada saat itu, serta Provinsi Banten. Dan pada 27 Desember 2006 dengan segenap upaya dan memanfaatkan momentum
PILKADA Tangerang, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom
ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok
7
Lihat esai Jumadi, Problem Pemekaran Wilayah dan Pembagian Kewenangan, dalam Indra J. Piliang, Blue Print Otonomi Daerah Indonesia, Jakarta, Penerbit YHB Center, 2006,
H. 235-237.
17 Aren, Cisauk, dan Setu. Wilayah ini berpenduduk sekitar 966.037 jiwa. Sebagai
sebuah kota otonom baru, yang telah diresmikan pada tanggal 29 September 2008, melalui Undang-undang nomor 51 tahun 2008, dan dengan menggunakan sistem
“self ditermined” diharapkan mampu menjadi sebuah kota otonom baru yang benar, yang berusaha membangun daerahnya secara merata, dan juga bisa
memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya, dan diharapkan mampu menjadi contoh bagi daerah-daerah yang serupa dengan Tangerang Selatan.
Selama ini, Tangerang Selatan telah menyumbang sekitar 50 dari Pendapatan asli Daerah PAD yang dihasilkan oleh kabupaten Tangerang. Sebut
saja, PAD kabupaten Tangerang pada tahun 2006 sebesar Rp 180 Miliar. Separuhnya, sekitar Rp 90 Miliar di sumbang oleh Tangerang Selatan. Kini pusat
pemerintahan Tangerang Selatan telah ditetapkan di kecamatan Ciputat. Alasannya, secara historis dan letak geografis, Ciputat adalah aset besar bagi PAD
Tangerang selatan. Selain itu, Ciputat dulunya juga memiliki kantor Wedana yang menempati area seluas dua hektar di jalan Maruga, kelurahan Serua Indah
8
. Dari uraian di atas, penulis melihat ini adalah sebuah permasalahan yang menarik yg
layak untuk dikaji dan dikembang untuk bahan skripsi.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah