Faktor Lingkungan Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders MSDs

35 35 Menurut penelitian Hendra S. Rahardjo 2009 pekerja yang bekerja selama lebih dari 4 tahun akan beresiko 2,755 kali mengalami CTDs dibandingkan dengan pekerja yang bekerja kurang dari 4 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cindyastira, et.al. 2014 pekerja produksi paving block PT. Sumber Galian Makassar, distribusi responden berdasarkan masa kerja yaitu jumlah pekerja yang telah bekerja di atas 3 tahun sebanyak 26 responden atau sebanyak 65,0 dan jumlah pekerja yang masa kerjanya kurang dari 3 tahun sebanyak 14 responden atau sebanyak 35,0. Hasil analisis berdasarkan masa kerja menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs.

2.4.3 Faktor Lingkungan

1. Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada otot Sum a’mur 1995 dalam Tarwaka, 2004. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cindyastira, et.al. 2014 pekerja produksi paving block PT.Sumber Galian Makassar, tidak ada pengaruh atau hubungan antara getaran dengan kejadian MSDs pada pekerja. 2. Mikroklimat Mikroklimat di tempat kerja terdiri dari unsur suhu udara, kelembaban, panas radiasi dan kecepatan gerak udara Tarwaka, 2004. Suhu nikmat dalam melakukan kerja berada antara 24 C – 26 C. Paparan suhu dingin yang berlebihan Universitas Sumatera Utara 36 36 dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot Astrand Rodhl, 1972; Pulat, 1992; Wilson Corlet, 1992; dalam Tarwaka, 2004. Demikian juga dengan paparan suhu panas. Beda suhu lingkungan dengan suhut tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan dimanfaatkan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menibulkan rasa nyeri Suma’mur, 1982; Grandjen, 1993; dalam Tarwaka, 2004. 2.5 Metode Penilaian Risiko Ergonomi 2.5.1 Risiko Faktor Pekerjaan dengan Metode REBA Rapid Entire Body Assessment Rapid Entire Body Assissment REBA adalah suatu metode dalam bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator Mc Atamney, 2000. Data yang dikumpulkan terdiri dari data postur badan, kekuatan yang digunakan, tipe dari pergerakan, gerakan berulang, dan gerakan berangkai. Skor Universitas Sumatera Utara 37 37 akhir REBA diberikan untuk memberi sebuah indikasi pada tingkat risiko mana dan pada bagian mana yang harus dilakukan tindakan penanggulangan. Apabila postur bergerak dari posisi netral maka nilai risiko akan meningkat. Tabel tersedia untuk 144 kombinasi perubahan postur yang dimasukan kedalam skor tunggal yang mewakili tingkat risiko muskuloskeletal. Skor ini kemudian dimasukan kedalam lima tingkat tindakan apakah penting untuk dicegah atau dikurangi . Perubahan nilai-nilai disediakan untuk setiap bagian tubuh yang dimaksudkan untuk memodifikasi nilai dasar jika terjadi perubahan atau penambahan faktor risiko dari setiap pergerakan yang dilakukan. Kelebihan dari metode REBA adalah : a. Metode ini dapat menganalisa pekerjaan berasarkan posisi tubuh dengan cepat. b. Menganalisa faktor-faktor risiko yang ada dalam melakukan pekerjaan. c. Metode ini cukup peka untuk menganalisa pekerjaan dan beban kerja berdasarkan posisi tubuh ketika bekerja. d. Teknik penilaian membagi tubuh kedalam bagian-bagian tertentu yang kemudian diberi kode-kode secara individual berdasarkan bidang-bidang geraknya untuk kemudian diberikan nilai. e. Hasil akhir dari penilaian REBA dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, untuk menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan. f. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari analisa yang telah dilakukan. Universitas Sumatera Utara 38 38 Metode ini juga memiliki kelemahan yaitu Staton et al, 2005 : a. Hanya menilai aspek postur dari pekerja. b. Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama yang berkaitan dengan faktor psikososial. c. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan vibrasi, temperatur, dan jarak pandang. Prosedur Penilaian Metode REBA: a. Observasi Pekerjaan Mengobservasi pekerjaan untuk mendapatkan formula yang tepat dalam pengkajian faktor ergonomi ditempat kerja, termasuk dampak dari desain tempat kerja dan lingkungan kerja, penggunaan peralatan, dan perilaku pekerja yang mengabaikan risiko. Jika memungkinkan, data disimpan dalam bentuk foto atau video. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail valid, sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya. b. Menentukan Postur yang akan Dinilai Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung batang tubuh, leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Postur yang akan dinilai ditentukan berdasarkan observasi dengan mempertimbangkan kriteria antara lain seperti postur berulang yang paling sering dilakukan, postur statis dalam jangka waktu paling lama, postur tidak Universitas Sumatera Utara 39 39 alamiahjanggal, postur ekstrim atau tidak stabil jika bekerja dengan tenaga lebih, dan postur yang dapat diperbaiki dengan mengadakan tindakan pengendalian. c. Memberikan Penilaian pada Postur Pada metode REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Grup A : punggung, leher, kaki 2. Grup B : Lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan. Postur grup B dinilai terpisah untuk sisi kiri dan kanan. Sebagai catatan poin tambahan dapat dimasukan atau dikurangi, tergantung dari posisinya. Contoh, dalam grup B, lengan atas dapat disangga dalam posisi tersebut terdapat sandaran lengan, sehingga 1 nilai dikurangi dari poinnya. Skor loadforce score, coupling score, dan activity score disediakan pada tahapan ini. Proses ini dapat diulangi pada setiap sisi tubuh dan untuk postur lainnya. d. Proses Penilaian Proses penilaian risiko pekerjaan dengan menggunakan metode REBA dilakukan dengan menggabungkan antara nilai dari table A dengan nilai dari table B. Gunakan tabel A untuk menghasilkan skor tunggal dari badan, leher, dan kaki. Kemudian dicatat dalam table dan dimasukan ke dalam loadforce score untuk menghasilkan skor A. Sama seperti sebelumnya penilaian lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan digunakan untuk menghasilkan nilai tunggal yang menggunakan tabel B. Penilaian ini akan kembali dilakukan apabila risiko terhadap muskuloskeletal berbeda. Penilaian kemudian dimasukan kedalam nilai gabungan untuk menghasilkan nilai B. Nilai A dan B dimasukan kedalam Tabel C Universitas Sumatera Utara 40 40 dan kemudian nilai tunggal didapatkan. Nilai tunggal ini adalah skor C atau skor keseluruhan. Gambar 2.2 Tabel Score A Gambar 2.3 Tabel Score B Universitas Sumatera Utara 41 41 Gambar 2.4 Tabel Score C e. Menetapkan Tingkatan Tindakan Nilai REBA yang sudah ada kemudian di cocokan dengan table tingkat aktivitas. Tabel ini merupakan kumpulan dari beberapa tingkatan nilai yang mengindikasikan apakah posisi tersebut harus dirubah atau tidak. Hasil Perhitungan akhir REBA dari penilaian adalah REBA Decision yaitu tingkat risiko berupa skoring dengan kriteria: 1 Skor 1 masih dapat diterima 2 Skor 2 – 3 mempunyai tingkat risiko MSDs rendah 3 Skor 4 – 7 mempunyai tingkat risiko MSDs sedang 4 Skor 8 – 10 mempunyai tingkat risiko MSDs tinggi 5 Skor 11 – 15 mempunyai tingkat risiko MSDs sangat tinggi Universitas Sumatera Utara 42 42

2.5.2 Risiko Faktor Pekerjaan dengan Metode RULA Rapid Upper Limb Assessment

Dokumen yang terkait

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Sales Promotion Girl (SPG) Pengguna Sepatu Hak Tinggi di Suzuya Medan Plaza pada Tahun 2015

33 205 129

Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan musculosletal disorders pada welder di bagian fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia

2 14 120

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

0 15 205

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013

2 28 147

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 1 20

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 0 10

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 1 36

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 2 3

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 0 60