HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

c. Uji Hipotesis Setelah melakukan uji normalitas dan uji linearitas pada data yang diperoleh, selanjutnya peneliti melakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik analisis korelasi Pearson dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows untuk melihat hubungan harga diri dan ketiga manajemen konflik yaitu kompromi, kolaborasi dan menghindar. Hal ini dikarenakan keempat variabel tersebut datanya terdistribusi normal dan antara tiap manajemen konflik tersebut jika dihubungkan dengan harga diri memiliki hubungan yang linear. Selain itu teknik analisis korelasi Spearman dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows juga digunakan untuk melihat hubungan pada harga diri dan manajemen konflik yaitu akomodasi dan kompetisi. Hal ini dikarenakan data dari kedua manajemen konflik ini tidak terdistribusi normal. Dalam melakukan uji hipotesis, peneliti menggunakan uji hipotesisi satu ekor one-tailed disesuaikan dengan hipotesis penelitian yang telah dinyatakan diawal. Setelah dilakukan pengujian, didapatkan hasil sebagi berikut : Tabel 15 Hasil skor korelasi antara harga diri dan manajemen konflik kompromi, kolaborasi, menghindari Correlations HARGA DIRI Pearson KOMPROMI Pearson Correlation .385 Sig. 1-tailed .001 N 50 KOLABORASI Pearson Correlation .323 Sig. 1-tailed .006 N 50 MENGHINDA RI Pearson Correlation -.347 Sig. 1-tailed .005 N 50 . Correlation is significant at the 0.01 level 1-tailed. Dari hasil yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa ada hubungan positif yang siginifikan antara harga diri dan manajemen konflik kompromi dan kolaborasi. Hal ini ditujukkan dengan skor signifikansi dari keduanya yang lebih kecil dari 0.05 p 0.05. Skor korelasi antara harga diri dan manajemen konflik kompromi menunjukkan angka sebesar 0.385 dengan signifikansi sebesar 0.001 dan skor korelasi antara harga diri dan manajemen konflik kolaborasi sebesar 0.323 dengan signifikansi sebesar 0.006. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi harga diri yang dimiliki individu, semakin tinggi pula penggunaan manajemen konflik kompetisi maupun kolaborasi oleh individu tersebut dan sebaliknya. Disisi lain, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik menghindari. Hal ini ditunjukkan oleh skor korelasi antara kedua variabel tersebut sebesar -0.347 dengan signifikansi sebesar 0.005. Hasil yang telah disebutkan itu, menunjukkan bahwa semakin tinggi harga diri yang dimiliki individu maka semakin rendah penggunaan manajemen konflik menghindari dan sebaliknya. Tabel 16 Hasil skor korelasi antara harga diri dan manajemen konflik akomodasi dan kompetisi Correlations HARGA DIRI Spearmans rho AKOMODASI Correlation Coefficient -.053 Sig. 1-tailed .356 N 50 KOMPETISI Correlation Coefficient .060 Sig. 1-tailed .339 N 50 Dari hasil perhitungan diatas didapatkan skor korelasi antara harga diri dan manajemen konflik skor korelasi antara harga diri dan manajemen konflik akomodasi sebesar -0.053. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang lemah antara harga diri dan manajemen konflik akomodasi dengan signifikansi sebesar 0.356. Walaupun skor korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang lemah, namun dikarenakan angka signifikansinya lebih dari 0.05 maka tidak dapat dikatakan bahwa kedua hal tersebut memiliki hubungan yang negatif. Skor signifikansi yang melebihi batas tersebut hanya menunjukkan bahwa keduanya memiliki korelasi hanya pada subjek yang ada di penelitian ini dan tidak dapat digeneralisasikan pada populasi atau dengan kata lain tidak dapat menggambarkan keadaan populasi. Hal tersebut berarti tidak dapat dikatakan bahwa harga diri yang tinggi berhubungan dengan rendahnya penggunaan manajemen konflik akomodasi oleh subjek atau sebaliknya. Disisi lain, hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa skor korelasi antara harga diri dan manajemen konflik kompetisi sebesar 0.060. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang lemah antara harga diri dan manajemen konflik kompetisi dengan signifikansi sebesar 0.339. Walaupun skor korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang lemah, namun dikarenakan angka signifikansinya lebih dari 0,05 maka tidak dapat dikatakan bahwa kedua hal tersebut memiliki hubungan yang positif. Skor signifikansi yang melebihi batas tersebut hanya menunjukkan bahwa keduanya memiliki korelasi hanya pada subjek yang ada di penelitian ini dan tidak dapat digeneralisasikan pada populasi atau dengan kata lain tidak dapat menggambarkan keadaan populasi. Hal tersebut berarti tidak dapat dikatakan bahwa harga diri yang tinggi berhubungan dengan tingginya penggunaan manajemen konflik kompetisi oleh subjek dan sebaliknya. 2. Analisis tambahan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, deskripsi data dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 17 Deskripsi data penelitian Variabel N Min Max Mean SD Harga Diri 50 199 293 244.68 22.717 Manajemen Konflik Kompromi 50 26 40 34.16 3.285 Manajemen Konflik Kolaborasi 50 31 40 35.32 2.369 Manajemen Konflik Menghindari 50 12 29 22.32 3.836 Manajemen Konflik Akomodasi 50 12 33 22.52 4.102 Manajemen Konflik Kompetisi 50 16 32 23.78 3.765 Untuk mengetahui tingkat harga diri dan kelima bentuk manajemen konflik, maka dilakukan perbandingan antara mean teoritis dan mean empiris dari masing-masing variabel penelitian. Berikut hasil perbandingan kedua hal tersebut : Tabel 18 Hasil Mean Teoritis dan Mean Empiris Skala Mean Teoritis Mean Empiris SD Harga Diri 200 244.68 22.717 Manajemen Konflik Kompromi 25 34.16 3.285 Manajemen Konflik Kolaborasi 25 35.32 2.369 Manajemen Konflik Menghindari 25 22.32 3.836 Manajemen Konflik Akomodasi 25 22.52 4.102 Manajemen Konflik Kompetisi 25 23.78 3.765 Mean teoritis adalah rata-rata skor alat penelitian. Mean teoritis diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian. Mean empiris diperoleh dari angka yang merupakan rata- rata dari data penelitian. Mean teoritik diperoleh melalui perhitungan manual sedangkan mean empiris diperoleh melalui perhitunga menggunakan teknik One-Sample Statictics dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Dari data tabel 18 dapat dilihat bahwa mean empiris pada skala harga diri lebih besar dari mean teoritisnya, hal ini menunjukkan bahwa subjek pada penelitian ini memiliki harga diri yang tinggi. Begitu pula dengan mean empirik dari skala manajemen konflik kompromi dan kompetisi. Hal ini menunjukkan bahwa subjek pada penelitian ini memiliki manajemen konflik kompromi dan kompetisi yang tinggi. Berbeda dengan hasil perbandingan mean empiris dan mean teoritik pada skala manajemen konflik menghindari, akomodasi dan kompetisi. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa mean empirik pada ketiga skala ini lebih kecil dibandingakan mean teoritiknya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian ini memiliki manajemen konflik menghindari, akomodasi dan kompetisi yang cenderung rendah. Dari hasil perhitungan yang dilakukan secara manual diketahui bahwa 54 subjek tergolong kategori individu yang memiliki harga diri tinggi, sedangkan 46 sisanya tergolong dalam kategori individu yang memiliki harga diri rendah.

E. PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil korelasi antara kedua variabel yaitu harga diri dan kelima bentuk manajemen konflik pada individu dewasa muda yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh. Pada hasil korelasi antara harga diri dan manajemen konflik kompromi sebesar 0,385 dengan signifikansi sebesar 0,001 p 0,01. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua hal tersebut memiliki hubungan positif yang signifikan. Hal ini berarti semakin tinggi harga diri yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula penggunaan manajemen konflik kompromi oleh individu tersebut. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis pertama penelitian ini yang menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik kompromi. Pada hasil korelasi antara harga diri dan manajemen konflik kolaborasi sebesar 0,323 dengan signifikansi sebesar 0,006 p 0,01. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua hal tersebut memiliki hubungan positif yang signifikan. Hal ini berarti semakin tinggi harga diri yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula penggunaan manajemen konflik kolaborasi oleh individu tersebut. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua penelitian ini diterima. Hubungan pacaran jarak jauh sama halnya dengan hubungan pacaran biasanya yang tidak selalu berjalan mulus. Hanya saja tantangan pada hubungan ini adalah ketika muncul konflik. Individu dan pasangannya tidak mampu atau tidak memungkinkan untuk dapat selalu menyelesaikan konflik secara langsung atau secara face to face. Jarak yang memisahkan individu dan pasangannya memaksa mereka untuk dapat menyelesaikan masalah yang terjadi secara tidak langsung seperti menggunakan alat komunikasi Reys, 2011. Maka dalam hal ini kemampuan individu dan pasangannya untuk menyelesaikan masalah yang terjadi menentukan bagaimana hubungan mereka berjalan Wood,2007. Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang menentukan bagaimana individu dapat membangun relasi dengan orang lain, terutama pasangannya. Ketika mengalami sebuah masalah, harga diri mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapinya. Dari penelitian ini diketahui bahwa harga diri yang dimiliki oleh seseorang berhubungan dengan kecenderungan penggunaan manajemen konflik konstruktif yaitu kompromi dan kolaborasi dalam menghadapi masalah. Pada penelitian ini individu dengan harga diri tinggi sebanyak 56. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa harga diri tinggi berhubungan positif dengan menggunakan manajemen konflik konstruktif yaitu kompromi dan kolaborasi khususnya pada dewasa awal yang sedang menjalin hubungan pacaran jarak jauh. Semakin tinggi tingkat harga diri seseorang makin tinggi pula penggunaan manajemen konflik konstruktif yang dilakukannya, begitu juga sebaliknya. Hal ini didukung oleh pendapat Clemens dan Bean dalam Simbolon 2009 yang menyatakan bahwa orang yang memiliki harga diri yang tinggi memiliki kemampuan untuk mampu memecahkan masalah dan mengatasi berbagai tekanan dengan efektif. Pemecahan masalah yang efektif dapat dilakukan ketika individu tersebut dapat mengatasi konflik dengan cara yang konstruktif. Hal ini dikarenakan pemecahan masalah yang dilakukan secara konstruktif membuat konflik yang terjadi justru dapat memberikan manfaat positif dalam hubungan yang dijalani Adam,1995. Konflik merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam sebuah hubungan. Saat dikelola dengan konstruktif, konflik memberi kesempatan bagi yang terlibat didalamnya untuk semakin tumbuh dan mampu memperkuat hubungan Wood,2007. Supratiknya 1995 berpendapat bahwa konflik sesungguhnya memiliki potensi untuk menunjang perkembangan pribadi maupun relasi dengan orang lain, jika individu yang berkonflik tersebut mampu menghadapi dan memecahkan konflik secara konstruktif. Orientasi konflik konstruktif menghasilnya solusi yang berguna bagi hubungan karena dapat memenuhi kebutuhan masing-masing individu yang berkonflik. Reys 2011 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pasangan yang berkonflik dan menyelesaikan dengan manajemen konflik konstruktif, maka hubungan yang terjalin akan semakin berkualitas. Hal ini dikarenakan ketika individu mampu memenuhi kebutuhan satu sama lain dengan baik, maka individu tersebut cenderung tetap mampu mempertahankan perasaan positifnya pasca konflik dengan pasangannya. Dalam pacaran jarak jauh, manajemen konflik konstruktif akan sangat membantu dalam upaya pemeliharaan hubungan. Keterbatasan individu dan pasangannya untuk dapat menyelesaikan konflik secara face to face membuat manajemen konflik konstruktif menjadi jalan untuk membuat hubungan mereka tetap berjalan dengan baik. Orang yang memiliki harga diri yang tinggi memiliki kompetensi dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya Coopersmith,1967. Individu yang punya harga diri tinggi akan mampu menerima dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dia miliki, memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu dan berharga. Hal ini menyebabkan individu itu cenderung memiliki perasaan positif serta mampu memandang sesuatu secara positif. Ketika ada masalah, individu dengan harga diri yang tinggi cenderung memecahkan masalah dengan lebih efektif. Manajemen konflik konstruktif tercipta ketika individu dan pasangannya mampu memahami kebutuhan masing-masing serta peka akan perasaan masing-masing. Hal tersebut terjadi ketika individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri. Beebe 2009 yang berpendapat bahwa harga diri mempengaruhi kemampuan seseorang untuk peka terhadap orang lain. Menurut Wood 2007, memahami apa yang diinginkan oleh masing-masing individu yang berkonflik adalah langkah penting untuk menemukan cara menangani konflik secara efektif. Manajemen konflik konstruktif tidak akan muncul ketika individu tidak dapat menghargai orang lain bahkan diri kita sendiri dari segi kebutuhan maupun perasaan Wood,2007. Ketika individu dan pasangannya masing-masing mampu menghargai dirinya sendiri, menghargai pasangan, saling peka akan perasaan dan kebutuhan satu sama lain, maka jarak tidak lagi menjadi sebuah masalah besar dalam hubungan mereka. Sekalipun ada konflik yang terjadi, mereka tetap mampu mengelolanya dengan baik. Hasil lain dari penelitian ini yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara harga diri dan manajemen konflik menghindari. Hal ini ditunjukkan oleh skor korelasi antara kedua variabel tersebut sebesar -0,347 dengan signifikansi sebesar 0,005 p 0,01. Hal tersebut memiliki arti bahwa semakin tinggi harga diri yang dimiliki indvidu, semakin rendah pula penggunakan manajemen konflik menghindar oleh individu tersebut. Hasil ini menunjukkan bawah hipotesis penelitian yang ketiga diterima. Pada penelitian ini individu dengan harga diri rendah sebanyak 46. Harga diri rendah yang dimiliki oleh seseorang berhubungan dengan