diharapkan untuk menghasilkan daging yang berkualitas baik dan kalau dijual tentu harganya relatif murah. Para peternak sapi umumnya menjual
sapi-sapinya kepada pedagang-pedagang ternak yang didasarkan pada kondisi dan bobot badan. Atas dasar itulah maka peternak untuk
mengupayakan harga penjualan sapi yang lebih mahal dengan menggemukkannya terlebih dahulu selama beberapa bulan sebelum dijual
ke pasar atau kepada pedagang ternak. Penggemukan ini ternyata mendatangkan nilai tambah bagi para peternak karena harga penjualan
sapi yang lebih mahal dibandingkan dengan harga penjualan sapi tanpa melalui proses penggemukan terlebih dahulu.
Usaha penggemukan sapi mendatangkan keuntungan ganda berupa keuntungan dari pertambahan bobot badan dan kotoran sapi
berupa pupuk kandang. Jumlah keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan sapi yang digemukkan tergantung pada pertambahan bobot
badan yang telah dicapai dalam proses penggemukan, lama penggemukan dan harga daging.
2.2.7 Karakteristik Sapi Madura
Morfologi
Sapi Madura merupakan salah satu sapi potong lokal indigenus yang berkembang di Indonesia, dan termasuk sapi potong type kecil. Sapi
Madura dalam perjalanan perkembangannya merupakan hasil pembauran berbagai bangsa type sapi potong yaitu antara sapi Bali Bos sondaicus
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
dengan Zebu Bos indicus. Keunggulan itu antara lain, memiliki
kemampuan daya adaptasi yang baik terhadap stress pada lingkungan tropis, mampu hidup dalam keadaan pakan yang kurang baik, tumbuh dan
berkembang dengan baik, serta tahan terhadap investasi serangan caplak dan memiliki kualitas karkasnya yang tinggi dan ketahanannya terhadap
parasit tertentu. Hingga kini beberapa sumber menyebutkan bahwa sapi madura telah mengalami degradasi produktivitas karena seleksi negatif
dan inbreeding Soehadji,1993.
Upaya untuk memperbaiki pertumbuhan sapi Madura menurut Wijono dan Setiadi 2007, telah dilakukan persilangan dengan pejantan
unggul termasuk bangsa Bos taurus antara lain Red Denis, Santa Gestrudis dan pejantan persilangan antara Shorthorn dengan Brahman
yang kesemuanya memiliki warna merah kecoklatan. Komunitas yang dihasilkan melalui isolasi dan seleksi alamiah yang ketat menghasilkan
sapi yang relatif memberikan keseragaman genotipe yang mantap dan berkembang sebagai sapi Madura sekarang ini. Bahkan sapi potong
Limousin juga diperkenalkan sebagai pejantan unggul dalam upaya meningkatkan produktivitas sapi Madura Soehadji, 1993 dan
Soerjoatmodjo, 2002. Strategi pemasukan genotipe baru tidak jelas kelanjutannya dan merupakan tindakan langkah-langkah jangka pendek
atau produksi sesaat, tidak mempunyai arah, sasaran dan target yang jelas yang ingin dicapai maupun permasalahan yang akan timbul dari
akibat perkawinan silang.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Komformasi sapi Madura pada bagian kepala bertanduk yang mengarah dorsolateral, berdasar tanduk besar dan pada sapi jantan
memiliki gumba punuk sedangkan yang betina tidak tampak adanya punuk kecil. Warna bulu merah bata–merah coklat, warna sapi jantan
dan betina sama sejak lahir sampai dewasa; garis punggung linea spinosum kehitaman-coklat tua masih ditemukan, warna keputih-putihan
pada daerah bawah kaki metacarpus–phalanx dan twistsekitar pantat Anonimus, 2001.
Populasi sapi Madura di pulau Madura dari tahun ketahun relatif statis dengan kisaran 600.000–700.000 ekor dan populasi tertinggi terjadi
pada tahun 1932 sebanyak 735.922 ekor. Populasi sapi Madura di Indonesia hingga tahun 1991 dilaporkan sebanyak 1.279.000 ekor atau
sekitar 12 dari populasi sapi potong di Indonesia, sebanyak 691.092 ekor 54 terdapat di Pulau Madura dengan tingkat pertumbuhan
mencapai 1,7 pertahun Soehadji, 1992. Penyebarannya hampir di seluruh Nusantara, ditemukan mencapai sekitar 18 propinsi yaitu di
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, NTT dan NTB. Pengembangannya di luar pulau Madura, tidak menunjukkan adanya perkembangan yang signifikan
walaupun wilayahnya memiliki kondisi lingkungan yang hampir sama. Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Produktivitas Sapi Madura Sapi Madura adalah salah satu bangsa sapi asli Indonesia, banyak
didapatkan di Pulau Madura. Salah satu kelebihan sapi Madura adalah tahan terhadap kondisi-pakan yang berkualitas rendah dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik; serta tahan terhadap infestasi caplak.. Namun ada kecenderungan bahwa mutu sapi Madura menurun produktivitasnya
atau terjadi pergeseran nilai produktivitas dari waktu ke waktu, yang sampai saat ini penyebabnya belum diketahui dengan jelas Soehadji,
2001. Sebagai sapi potong tipe kecil memiliki variasi berat badan sekitar 300 kg dan pemeliharaan yang baik dengan pemenuhan kebutuhan pakan
dengan pakan yang baik mampu mencapai berat badan ≥ 500 kg,
ditemukan pada sapi Madura yang menang kontes Soehadji, 2001. Pengaruh nilai sosiobudaya masyarakat Madura terhadap ternak
sapi Madura memiliki nilai tersendiri terutama terhadap tradisi sapi betina pajangan yang dikenal sebagai sapi Sonok dan lomba sapi jantan yang
dikenal sebagai Kerapan. Sapi yang dilombakan merupakan sapi pilihan yang memiliki tampilan performans yang sangat baik. Selain itu peranan
pemeliharaan sapi Madura seperti pemeliharaan sapi potong lainnya yaitu sebagai sumber penghasil daging, tenaga kerja, dan kebutuhan ekonomi.
Pola pemeliharaan sapi Madura jantan dari hasil pengamatan Wahyono dan Yusran 1992 sebanyak 94 dimanfaatkan sebagai tabungan yang
diharapkan mampu mendukung kebutuhan ekonomi dan nilai jual cepat atau pemeliharaan rearing pembesaraan sampai rataan 25,5 bulan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
2.2.8 Kebutuhan Pokok Keluarga Peternak