BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan pada bab 2, penelitian ini mempunyai kerangka penelitian sebagai berikut: Kondisi
pengembangan sapi potong saat ini , khususnya usaha penggemukan sapi potong didorong oleh permintaan daging yang terus-menerus
meningkat dari tahun ke tahun dan timbulnya keinginan sebagian peternak sapi untuk menjual ternaknya dengan harga yang lebih pantas.
Perkembangan usaha penggemukan sapi juga tidak terlepas dari upaya pemerintah yang telah berupaya mendukung usaha ini yang salah satunya
adalah menyebarkan kredit penggemukan sapi. Kebutuhan daging sapi nasional setiap tahun setara dengan
2.000.000 ekor sapi hidup, dimana sebanyak 70 telah terpenuhi oleh peternakan sapi rakyat. Sedangkan sisanya 600 – 700 ribu ekor masih
diimpor. Program Swasembada Daging Sapi 2014 adalah upaya untuk
memenuhi kebutuhan daging sapi dari produksi sapi dalam negeri sebesar 90 atau lebih. Program swasembada daging sapi mulai digulirkan tahun
2009 dengan berbagai aktivitasnya. Diawali dengan pembahasan tentang blue print kegiatan swasembada daging sapi, kemudian muncul isu
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
tentang kebijakan “stop impor” dagingjeroan dan pembatasan terhadap izin rekomendasi impor sapi hidup. Semua kebijakan tersebut temyata
menuai kritik terhadap data, cara berpikir, hingga pola kaji tindak para pemangku kepentingan terhadap pemerintah.
Pada tahun 1999 hingga tahun 2001 pasokan daging sapi asal impor di Indonesia telah mencapai 15-22 dari kebutuhan daging sapi Dirjen
Bina Produksi Peternakan, 2002. Ketergantungan impor daging dan sapi potong antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan permintaan daging dari pemotongan sapi lokal yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan daging. Pemenuhan
permintaan daging sapi bila hanya dipenuhi melalui pemotongan sapi lokal, maka dapat berakibat terjadi pengurasan populasi sapi lokal karena
terjadi pemotongan terhadap sapi muda yang ukurannya masih kecil dan terhadap sapi betina produktif. Kondisi sangat berbahaya jika kita
mengacu pada keinginan pemerintah untuk berswasembada daging pada tahun 2014 Dirjen Peternakan, 2009.
Mengingat sistem peternakan rakyat masih dilaksanakan secara tidak terstruktur dan bersifat “subsisten tradisional”, ukuran yang
digunakan pun tidak mengacu kepada orientasi pasar. Akibatnya, bisnis peternakan rakyat akan selalu dihadapkan kepada kerugian bila dihitung
secara komersial. Contohnya, peternak rakyat selalu menggunakan sistem taksir dalam menyediakan bakalan dan sarana produksinya. Sementara
itu pemasaran dilakukan dengan sistem timbangan karkas atau timbangan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
hidup. Kenyataan ini yang selalu menyulitkan peternak rakyat dalam pemasaran yang tidak memiliki standardisasi dan juga tidak berorientasi
ekonomi.
Gambar 2. Kerangka Penelitian
USAHA SAPI POTONG
Usaha Penggemukan Sapi Pot ong
Analisis Usaha: -Biaya
produksi, - Pendapatan
Kotor Usaha - Pendapatan
Bersih Usaha
Usaha Pembibit an Sapi Pot ong
Kinerja Sistem Agribisnis hulu – hilir
Kebijakan Pemerintah
Usaha Pengembangan Sapi Potong Berbasis Agribisnis
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
3.2. Hipotesis