Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah

2.1.3 Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah

Permasalahan UKM di Indonesia dikelompokkan atas 3 tiga kategori Hubeis 2009 : 1. Permasalahan klasik dan mendasar, misalnya keterbatasan modal, SDM, pengembangan produk dan akses pemasaran. 2. Permasalahan pada umumnya, misalnya antara peran dan fungsi instansi terkait dalam menyelesaikan masalah dasar yang berhubungan dengan masalah lanjutan seperti prosedur perizinan, perpajakan, agunan dan hukum. 3. Permasalahan lanjutan, misalnya pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut perizinan, hak paten dan prosedur kontrak. Menurut Urata 2000, secara umum UKM menghadapi dua permasalahan utama, yaitu masalah finansial dan masalah non finansial. Masalah yang termasuk dalam masalah finansial Urata 2000 di antaranya adalah : 1. Kurangnya kesesuaian antara dana yang tersedia dan dana yang dapat diakses oleh UKM. 2. Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UKM. 3. Biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang dikucurkan kecil. 4. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai. 5. Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi. 6. Banyak UKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan manajerial dan finansial. Termasuk dalam masalah organisasi manajemen non-finansial di antaranya adalah : 1. Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi, serta kurangnya pendidikan dan pelatihan diklat. 2. Kurangnya pengetahuan pemasaran, yang disebabkan oleb terbatasnya informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena keterbatasan kemampuan UKM untuk menyediakan produkjasa yang sesuai dengan keinginan pasar. 3. Keterbatasan pendidikan sumber daya manusia SDM. 4. Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi. Di samping 2 dua permasalahan utama di atas, UKM juga menghadapi permasalahan linkage dengan perusahaan dan ekspor. Permasalahan yang terkait dengan linkage antar perusahaan, di antaranya sebagai berikut : 1. Industri pendukung yang lemah. 2. UKM yang memanfaatkanmenggunakan sistem cluster dalam bisnis belum banyak. Keterbatasan SDM ini merupakan adalah satu hambatan struktural yang dialami oleh UKM Urata 2000. Sekitar 70 tenaga kerja UKM hanya SD, dan alasan tidak melanjutkan sekolah sebagian dikarenakan ketiadaan biaya kemiskinan. Sedangkan permasalahan yang terkait dengan ekspor, di antaranya sebagai berikut : 1. Kurangnya informasi mengenai pasar ekspor yang dapat dimanfaatkan. 2. Kurangnya lembaga yang dapat membantu mengembangkan ekspor. 3. Sulitnya mendapatkan sumber dana untuk ekspor. 4. Pengurusan dokumen yang diperlukan untuk ekspor yang birokratis. Beberapa hal yang ditengarai menjadi faktor penyebab permasalahan- permasalahan di atas adalah 1 pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan UKM, termasuk masalah perpajakan yang belum memadai; 2 masih terjadinya ketidaksesuaian antara fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dan kebutuhan UKM; 3 serta kurangnya linkage antar UKM sendiri atau antara UKM dengan industri yang lebih besar Urata 2000. Hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang serius serta terkait erat dengan kebijakan pemerintah yang dibuat untuk mengembangkan UKM.

2.2 Lembaga Intermediasi

2.2.1 Definisi

Intermediasi atau intermediary makna secara harfiahnya adalah perantara atau penengah. Dalam pembangunan ekonomi biasanya intermediasi merupakan lembaga yang menjadi penghubung antara pemodal dengan pengusahaindustri. Dalam hal ini lembaga perbankan merupakan Lembaga Intermediasi LI yang berkaitan dengan konteks pembangunan ekonomi. Dalam konteks kajian ini, LI yang dimaksud lebih ditekankan kepada LI iptek, yakni suatu lembaga atau institusi yang menghubungkan atau menjembatani interaksi antara lembaga penghasil teknologi dan pengguna teknologi. Didalam menjalankan peran dan fungsinya LI ini tidak saja memberikan layanan pengembangan teknologi tetapi juga layanan pengembangan SDM, intermediasi jejaring bisnispasar dan fasilitasi akses pembiayaan, yang menjadi pokok kebutuhan dalam meningkatkan daya saing UKM. LI merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai lembaga penghubung mediatory dari sumber-sumber produktif pengembangan usaha maupun pengembangan teknologi dengan pengguna baik masyarakat maupun UKM . Lembaga ini dapat berupa unit khusus yang independen memiliki otonomi kewenangan pengelolaan organisasi yang relatif tinggi. Contoh dari bentuk ini berupa suatu lembagaorganisasi, misal “Pusat Center” sebagai suatu organisasi yang sepenuhnya berdiri sendiri otonom, walaupun implementasinya dalam koordinasi institusi lain di bawah suatu kementeriannon kementerian pemerintah tertentu, ataupun suatu lembaga berupa konsorsium atau bentukan dari kerjasama beragam pihak, misalnya inkubator, pusat-pusat teknologi, dunia usaha dan pemerintah. Secara legal terminologi intermediasi muncul secara eksplisit dalam Peraturan Presiden PP No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM 2004-2009 Bab 22 mengenai pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi iptek. Dalam RPJM 2004-2009 menyatakan bahwa pembangunan iptek merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas SDM, yang pada gilirannya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi.