II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Kecil dan Menengah
2.1.1 Definisi
Di Indonesia, terdapat beberapa definisi yang berbeda-beda tentang Usaha Kecil dan Menengah UKM. Pendefinisian ini antara lain oleh Badan Pusat
Statistik, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kesehatan. Definisi
UKM menurut lembaga-lembaga tersebut diatas adalah sebagai berikut Hubeis 2009 :
1. Badan Pusat Statistik BPS : UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5
– 19 orang. 2. Bank Indonesia BI : UKM adalah perusahaan atau industri dengan
karakteristik berupa; a modal kurang dari 20 juta rupiah; b untuk satu putaran usahanya hanya membutuhkan dana 5 juta rupiah; c memiliki asset
maksimal 600 juta rupiah di luar tanah dan bangunan; d omzet tahunan ≥ 1
miliar rupiah. 3. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Undang-Undang
No. 9 Tahun 1995 : UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih 50 juta
– 200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan omzet
tahunan ≥ 1 miliar rupiah; dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008 dengan kekayaaan bersih
50 juta – 500 juta rupiah dan penjualan bersih tahunan 300 juta – 2,5 miliar
rupiah. 4. Kementerian Perindustrian :
a. Perusahaan memiliki aset maksimum 600 juta rupiah di luar tanah dan bangunan.
b. Perusahaan memiliki modal kerja di bawah 25 juta rupiah. 5. Kementerian Keuangan : UKM adalah perusahaan yang memiliki omzet
maksimum 600 juta rupiah per tahun an atau aset maksimum 600 juta rupiah diluar tanah dan bangunan.
6. Kementerian Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan SP, Merk Dalam Negeri MD, dan Merk Luar
Negeri ML. Adanya berbagai macam penetapan definisi mengenai UKM di atas
membawa berbagai konsekuensi yang strategis. Definisi merupakan konsensus terhadap entitas UKM sebagai dasar formulasi kebijakan yang akan diambil,
sehingga paling tidak, ada 2 dua tujuan adanya definisi yang jelas mengenai UKM, yaitu pertama, untuk tujuan administratif dan pengaturan; serta kedua,
tujuan yang berkaitan dengan pembinaan Adiningsih 2000. Tujuan pertama berkaitan dengan ketentuan yang mengharuskan suatu
perusahaan memenuhi kewajibannya, seperti membayar pajak, melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta mematuhi ketentuan ketenagekerjaan
seperti keamanan dan hak pekerja lainnya. Sementara tujuan kedua lebih pada pembuatan kebijakan yang terarah seperti upaya pembinaan, peningkatan
kemampuan teknis, serta kebijakan pembiayaan untuk UKM. Meskipun perbedaan-perbedaan ini bisa dipahami dari segi tujuan masing-
masing lembaga, namun kalangan yang terlibat dengan kelompok UKM seperti pembuat kebijakan, konsultan, dan para pengambil keputusan akan menghadapi
kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Seperti halnya, kesulitan dalam mendata yang akurat dan konsisten, mengukur sumbangan UKM bagi perekonomian, dan
merancang regulasikebijakan yang fokus dan terarah. Oleh karena itulah, upaya untuk membuat kriteria yang lebih relevan dengan kondisi saat ini perlu
dilakukan.
2.1.2 Kinerja Usaha Kecil dan Menengah