16. Jika perkembangan jumlah alat tangkap pukat cincin mengalami peningkatan selama tahun 2007-2011, namun sebaliknya informasi yang diperoleh
dari nelayan, alat tangkap giob di Kayoa cenderung mengalami penurunan yaitu pada tahun 20072008 jumlah giob di Kayoa berjumlah 30 unit menurun menjadi
12 unit pada tahun 2011.
3.5 Kesimpulan
1 Periode tahun 2007-2011, secara keseluruhan jumlah kapal penangkap ikan menurun sebesar 4,39. Penurunan terjadi pada jenis perahu tanpa motor
sebesar 9,74 dan motor tempel sebesar 14,43, sedangkan jenis kapal motor mengalami peningkatan.
2 Tahun 2011, alat tangkap yang dioperasikan di Halmahera Selatan terdiri dari 13 jenis, yang didominasi oleh jenis alat tangkap huhate 43,42, kemudian
oleh alat tangkap pancing tonda 29,63, dan pukat cincin 18,75. 3 Perkembangan produksi rata-rata tahunan perikanan tangkap di Halmahera
Selatan meningkat sebesar 18,07. Pada tahun 2010-2011, rata-rata jenis perlakuan terhadap produksi perikanan tangkap menurun kecuali pengasapan
meningkat sebesar 8,3. 4 Pada tahun 2007-2011 jumlah alat tangkap pukat cincin mengalami
peningkatan sebesar 26,77, sebaliknya perikanan giob di Kayoa mengalami penurunan sebesar 60.
4 BIOLOGI IKAN JULUNG-JULUNG
4.1 Pendahuluan
Sumberdaya ikan julung-julung di Maluku Utara merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang bernilai ekonomis penting. Khusunya di perairan Kayoa,
penangkapan ikan ini menggunakan alat tangkap giob dan dilakukan dalam skala usaha. Perkembangan produksi ikan julung-julung akhi-akhir ini cenderung
menurung dari tahun ke tahun. Penurunan volume produksi mengindikasikan terjadinya penurunan kelimpahan stok julung-julung di perairan. Penurunan stok
tersebut diduga akibat terjadinya peningkatan intensitas eksploitasi terhadap sumberdaya
julung-julung, sehingga mengakibatkan tangkap lebih over
exploited. Umumnya masyarakat Maluku Utara memanfaatkan ikan julung-julung
sebagai kebutuhan pangan secara langsung dalam keadaan segar ataupun diolah dalam bentuk ikan asap kering. Produksi julung-julung segar dipasarkan untuk
memenuhi pasar lokal. Pemasaran produk julung-julung olahan asap kering tersebar di pasar lokal maupun dipasarkan antar daerah seperti Sulawesi dan Jawa.
Bagi sebagian masyarakat, komoditi julung-julung sangat berperan penting dalam menunjang perekonomian terutama bagi mereka yang tinggal di daerah pulau-
pulau kecil. Hal ini disebabkan karena pengolahan julung-julung dalam bentuk asap kering dianggap sederhana, selain harga jual relatif stabil sepanjang tahun.
Penangkapan ikan julung-julung menggunakan alat tangkap giob dimana giob merupakan pukat cincin berukuran kecil mini purse seine. Prinsip
penangkapan giob adalah melingkari gerombolan ikan secara horizontal dan mengurung secara vertikal dengan menarik tali cincin, sehingga ikan tidak
berpeluang untuk meloloskan diri. Ukuran mata jaring pada bagian kantong relatif kecil berpeluang menangkap ikan dalam berbagai ukuran. Target tangkapan sering
ditujukan pada ikan julung-julung dalam gerombolan besar yang beruaya melintasi selat-selat yang relatif sempit diantara pulau-pulau kecil tanpa
memastikan kondisi biologi ikan. Kondisi ini jika berlansung terus menerus maka akan berdampak terhadap keberlangsungan julung-julung di perairan.
Julung-julung termasuk dalam kategori ikan pelagis kecil small pelagic species, memiliki tubuh yang kecil dengan panjang rata-rata 18 cm. Ikan julung-
julung menyenangi air yang tenang, dimana mereka suka bergerombol di perairan yang dangkal ketika matahari bersinar terang. Tapi kalau ada angin yang sangat
kencang yang mengakibatkan ombak yang pecah maka gerombolan ikan julung akan lari ke perairan yang dalam Yusron Sumadhiharga 1987.
Secara morfologi Peristiwady 2006 menggambarkan ikan julung-julung memiliki tubuh yang simetris memanjang dan agak mampat ke bagian samping.
Memiliki rahang atas pendek membentuk paruh sedangkan rahang bawah panjang dan membentuk segitiga. Selain itu, ikan julung-julung juga memiliki sirip
punggung dan sirip dubur terletak jauh di belakang, sedangkan sirip dada pendek dan garis rusuk tertetak di bagian bawah Gambar 2.
Berdasarkan klasifikasi julung-julung yang dikemukakan oleh Gill 1859 diacu dalam Froese Pauly 2012 sebagai berikut:
Kerajaan: Animalia Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii Ordo: Beloniformes
Subordo: Belonoidei Superfamili: Exocoetoidea
Family: Hemiramphidae Genus: Hemiramphus
Species: Hemiramphus spp.
Ikan julung-julung memiliki banyak spesies yang tersebar pada hampir semua perairan, baik pada perairan tropis maupun pada perairan sub tropis.
Collette dan Parin 1979 diacu dalam Froese Pauly 2012 menggambarkan bahwa julung-julung jenis Hemiramphus archipelagicus menyebar di perairan
Gambar 2 Ikan julung-julung Hemiramphus sp..
Indo-Pacific yang meliputi perairan pantai India dan Sri Lanka, Teluk Thailand, Perairan Philipina, Kepulauan Indonesia, Utara Australia dan Papua Nugini
Gambar 3. Famili Hemiramphidae terbagi atas dua subfamili, yaitu Hemiramphinae
yang menghuni perairan laut dan Zenarchopterinae adalah penghuni air tawar atau estuari. Selain itu ikan ini terbagi atas 13 genera, dan 117 spesies Froese
Pauly 2012. Allen 2000 mencatat julung-julung yang tersebar di kawasan Asia Pasifik sebanyak 7 spesies yaitu, sebagai berikut: 1 Snub Nosed garfish
Arrhamphus sclerolepis, 2 Buffon s garfish Zenachopterus buffonis, 3 Barred garfish Hemiramphus far, 4 Robust garfish Hemiramphus robustus,
5 Tropical garfish Hyporhamphus affinis, 6 Quoy garfish Hyporhamphus quoyi, dan 7 Long finned garfish Euleptorhamphus viridis.
Sumber: Collette dan Parin 1979
Sampai saat ini data tentang pola pergerakan ikan julung-julung sulit diperoleh karena terbatasnya penelitian ikan julung-julung yang dilakukan. Reppie
dan Sitanggang 2001 telah melaporkan bahwa ikan julung-julung tergolong ikan pelagis hidup dan beruaya di perairan pantai dan lepas pantai. Yusron dan
Sumadhiharga 1987 menemukan ikan julung-julung hidup di daerah dangkal sampai dalam dan mencari makanan di permukaan, serta bergerombol,
mengeluarkan buih dan melompat-lompat ke atas permukaan air. Lokasi pemijahan ikan julung-julung diduga di perairan karang dangkal dan
laguna yang berpasir putih dan kualitas air baik. Ikan ini tidak terdeteksi pada masa ruaya pembesaran, memakan plankton dan juvenil, dimana hanya terlihat
bergerombol di sekitar perairan karang yang dangkal ketika sudah dewasa dan akan memijah. Habitat memijah ikan ini mirip dengan ikan malalugis biru
Gambar 3 Peta penyebaran julung-julung Hemiramphus archipelagicus.
Decapterus macarellus, yaitu bermigrasi ke perairan karang yang dangkal untuk memenuhi siklus hidupnya dalam hal memijah Reppie Luasunaung 2001.
Daerah pemijahan ikan julung-julung telah lama diketahui oleh nelayan, sehingga perairan sekitarnya menjadi target penangkapan. Jika penangkapan ikan
julung-julung pada suatu perairan merupakan indikator keberadaannya maka musim penangkapan memiliki kaitan dengan migrasi ikan. Yusron dan
Sumadhiharga 1987 mencatat musim penangkapan ikan julung-julung di perairan Teluk Piru pada bulan Desember, Januari dan Februari Musim Barat,
Maret, April dan Mei Musim Peralihan I, september, Oktober dan November Musim Peralihan II.
Penelitian struktur jenis kelamin populasi sumberdaya ikan julung-julung di perairan Indonesia belum ditemukan, namun terdapat beberapa penelitian di luar
perairan Indonesia. Penelitian tentang parameter biologi ikan julung-julung spesies Hemiramphus marginatus, dilakukan di perairan kawasan Mandapam
India tahun 1957-1959 Talwar 1967. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa proporsi jumlah tangkapan jantan lebih banyak dibandingkan betina dan kegiatan
bertelur julung-julung hanya terjadi pada periode yang pendek dan waktu tertentu saja yaitu November-Desember sebaliknya spesies ini tidak melakukan kegiatan
bertelur lebih dari sekali dalam setahun. Effendie 1979, menyatakan bahwa tingkat kematangan gonad adalah tahap
tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pertumbuhan ikan akan menjadi lambat pada saat mulai matang gonad karena sebelum terjadi
pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad semakin bertambah berat bersamaan dengan semakin bertambah besar
ukurannya, termasuk diametar telur. Selanjutnya dikatakan bahwa berat gonad akan bertambah maksimum saat ikan berpijah, kemudian berat gonad akan
menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai. Untuk mengetahui perubahan gonad secara kuantitatif dinyatakan dengan indeks
kematangan gonad. Menurut Devados 1969 diacu dalam Soumokil 1996, pengetahuan
tentang tingkat kematangan gonad perlu untuk mengetahui musim-musim ikan memijah, sehingga penangkapannya dapat dikontrol. Salah satu cara untuk
mengetahui tingkat kematangan gonad ikan yaitu mengukur perbandingan panjang gonad dengan rongga tubuh body cavity, disamping mengetahui warna
gonad, pembuluh darah dan butir-butir di dalamnya Effendie 1979. Makanan adalah salah satu faktor dasar yang mempengaruhi kehidupan ikan
baik secara individu maupun populasinya Schreck dan Moyle 1990. Keterbatasan suplai makanan akan mengakibatkan kompetisi antar individu
bahkan antar spesies yang dapat menyebabkan penurunan rekruitmennya. Makanan, faktor ekologi dan kondisi fisiologi ikan dapat memberikan petunjuk
populasi suatu biomasa Holden dan Raitt 1975. Pergerakan dan migrasi populasi ikan terutama disebabkan oleh pencarian makanan dan tempat memijah.
Bal dan Rao 1990 menjelaskan bahwa berdasarkan kebiasaan makan, ikan dapat diklasifikasikan sebagai pemangsa predator, pemakan rumput grazers,
penyaring strainers, penghisap sucker dan parasit parasites. Perubahan kebiasaan makan ikan dapat terjadi sepanjang perubahan siklus hidup yang diikuti
perubahan organ tubuhnya atau tempat hidupnya. Penelitian tentang makanan ikan sebaiknya dapat menjelaskan habitat, penyebaran, migrasi dan faktor-faktor lain
yang berkaitan. Makanan adalah faktor penting dari setiap organisme untuk tumbuh, berkembang biak dan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan
energi makanan. Sparre dan Venema 1999, menjelaskan bahwa untuk mempelajari umur
dan pertumbuhan ikan age and growth dapat dilakukan melalui dua metode yaitu, metode langsung dan metode tidak langsung. Contoh metode langsung
adalah penandaan ikan tagging experiment. Pertumbuhan ikan dihitung berdasarkan ukuran dan lama waktu saat ikan dilepas sampai ditangkap kembali.
Metode penandaan ikan ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Metode tidak langsung dapat dibagi dalam dua cara, yaitu dengan pengukuran
distribusi panjang ikan bulanan atau bagian keras dari tubuh ikan seperti otolit. Penelitian dengan menggunakan metode tidak langsung melalui pengukuran
distribusi panjang ikan. Tujuan utama mempelajari umur dan pertumbuhan ikan adalah sebagai berikut: 1 untuk mendapatkan kelas umur yang masuk ke
perikanan, 2 untuk mengestimasi laju kematian ikan, 3 untuk mengetahui dan menjaga keberlangsugan stok perikanan.
Pertumbuhan ikan dapat dinyatakan sebagai perubahan ukuran tubuhnya sejalan dengan waktu, misalnya perubahan panjang ikan L sebagai fungsi waktu.
Pengetahuan mengenai pertumbuhan ikan ini penting karena kegiatan penilaian stok ikan diantaranya menggunakan data komposisi umur ikan. Pola
pertumbuhan ikan bermanfaat untuk memperkirakan panjang ikan ketika mencapai umur tertentu dan menentukan umur dari ikan ketika sudah mencapai
panjang tertentu. Berdasarkan umur ikan, kita dapat memperkirakan kapan ikan- ikan tersebut menetas dan kapan ikan induknya memijah sehingga musim
pemijahan spawning season dapat diperkirakan. Selanjutnya, berdasarkan pola pertumbuhan ikan, kita dapat memperkirakan kapan ikan-ikan ukuran tertentu
akan melimpah, yaitu dengan cara menambahkan umur ikan dan ukuran yang dimaksud terhadap waktu kapan pemijahan terjadi. Dengan pengetahuan tersebut,
nelayan dapat memperkirakan kapan waktu yang terbaik untuk menangkap ikan- ikan yang memiliki ukuran tertentu, misalnya ikan-ikan dewasa, atau menghindari
tertangkapnya ikan-ikan yang masih muda atau juvenil Sondita 2010. Mortalitas merupakan penurunan stok yang disebabkan oleh kematian alami
dan akibat penangkapan. Mortalitas total Z adalah merupakan jumlah semua kekuatan mortalitas dalam populasi yaitu terdiri dari mortalitas alami M dan
akibat penangkapan F. Laju mortalitas total ikan dapat ditentukan melalui pendekatan hasil data frekuensi panjang ikan contoh yang diperoleh secara
kontinyu selama satu tahun. Mortalitas alami disebabkan oleh predator, penyakit, parasit, karena tua dan lingkungan yang sebagian besar dipengaruhi keadaan yang
berubah-ubah sepanjang hidupnya. Menurut Pauly 1980 terdapat hubungan yang erat antara mortalitas alami ikan dengan suhu perairannya yaitu, semakin hangat
suhu lingkungan perairan semakin tinggi mortalitas alami. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa ikan yang tumbuh cepat mortalitas alaminya tinggi dan ikan yang
berukuran kecil mempunyai mortalitas alami yang tinggi. Mortalitas penangkapan cenderung bervariasi dari tahun ke tahun,
tergantung pada upaya penangkapan. Semakin besar upaya penangkapan maka semakin besar pula mortalitas penangkapan. Penangkapan ikan secara besar-
besaran eksploitasi yang berlebihan dapat menyebabkan lebih tangkap. Lebih
tangkap dimaksud berupa lebih tangkap pertumbuhan growth overfishing dan lebih tangkap rekruitmen recruitment overfishing Pauly 1980.
Kegiatan penangkapan secara intensif tanpa mengetahui kondisi biologi ikan akan berdampak terhadap struktur ukuran ikan yang tertangkap. Tekanan
penangkapan yang dilakukan setiap saat terhadap ikan-ikan dewasa yang matang gonad maupun yang tidak matang gonad sangat mempengaruhi populasi ikan
julung-julung, sehingga pada suatu saat tidak cukup induk-induk ikan yang tersedia guna menghasilkan ikan-ikan muda. Demikian juga terhadap ikan-ikan
muda sudah tertangkap sebelum mereka dapat mencapai ukuran yang diperbolehkan untuk ditangkap menyebabkan lama kelamaan jumlah ikan makin
berkurang. Untuk itu suatu rencana pengelolaan perikanan khususnya julung- julung saat ini perlu untuk segera dibuat di wilayah perairan yang berpotensi. Hal
ini berkaitan dengan potensi yang semakin tereksploitasi dan peluang pemanfaatan cenderung meningkat.
Dalam upaya pemanfaatan julung-julung secara berkelanjutan maka sebelumnya perlu diketahui beberapa data pendukung. Data pendukung dimaksud
adalah data biologi ikan yaitu terdiri dari data reproduksi ikan, data isi lambung ikan, dan data parameter populasi julung-julung. Data reproduksi terdiri dari rasio
kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas. Parameter populasi meliputi parameter pertumbuhan koefisien pertumbuhan, panjang infiniti, umur pada saat
panjang ikan nol, koefisien kematian kematian alami, kematian akibat penangkapan dan kematian total, tingkat pemanfaatan, panjang pada saat pertama
kali ikan memasuki daerah penangkapan dan panjang ikan pada saat pertama kali tertangkap merupakan beberapa parameter biologi yang sangat erat hubungannya
dengan usaha pengembangan, pengelolaan dan pelestarian sumberdaya perikanan. Data reproduksi ikan akan digunakan untuk menduga waktumusim
penangkapan julung-julung secara efektif dan berkelanjutan. Isi lambung ikan diidentifikasi dan hasilnya berupa jenis makanan dan komposisinya akan
digunakan untuk menduga maksud kehadiran ikan julung-julung di perairan tersebut. Data parameter populasi akan memberikan informasi tentang jumlah dan
ukuran yang dapat ditangkap oleh usaha perikanan setiap tahun dengan tetap
menjaga kelestarian sumberdaya, selain itu bermanfaat untuk memperoleh gambaran mengenai intensitas penangkapan terhadap suatu stok.
Hingga saat ini belum banyak informasi tentang biologi ikan julung-julung. Informasi tersebut sangat penting sebagai landasan pemanfaatan julung-julung
secara berkelanjutan. Tujuan dilaksanakannya penelitian tentang biologi ikan julung-julung adalah untuk:
1 Menganalisis aspek biologi julung-julung yang meliputi distribusi nisbah
kelamin, distribusi tingkat kematangan gonad, dan ukuran ikan pertama kali matang gonad;
2 Menganalisis jenis makanan ikan julung-julung yang tertangkap di perairan
Kayoa; 3
Menganalisis hubungan panjang berat, laju pertumbuhan, mortalitas dan status eksploitasi;
Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan informasi terkait dengan aspek biologi ikan julung-julung dalam kaitan dengan efektivitas penangkapan, daerah
penangkapan, dan tingkat pemanfaatan julung-julung sebagai acuan dalam perumusan strategi pengembangan perikanan giob yang berkelanjutan di Kayoa,
Halmahera Selatan.
4.2 Metode Penelitian