Pengembangan Perikanan Giob Pengembangan perikanan giob yang berkelanjutan di Kayoa, Halmahera Selatan

pertama adalah sumberdaya ikan akan terbuang sia-sia karena terlambat mengeksploitasi dan kedua adalah sumberdaya dieksploitasi pada kondisi belum mempunyai kemampuan yang cukup untuk regenrasi. Sebagai sumberdaya ikan yang masa hidupnya relatif pendek, ikan julung- julung akan mati secara alami jika tidak tereksploitasi pada waktunya. Diduga kuat hal ini telah terjadi pada sumberdaya ikan julung-julung di perairan Kayoa yang ditunjukkan dengan variabel kematian alami M relatif lebih besar walaupun masih lebih besar kematian karena penangkapan F. Disamping itu berdasarkan tingkat kematangan gonad, ikan julung-julung di perairan Kayoa dalam kondisi baik karena lebih dari 50 sampel ikan adalah matang gonad. Prediksi pola pergerakan gerombolan ikan menurut Wooton 1990 adalah tiga macam, yaitu 1 habitat tempat tinggal, 2 habitat tempat makan, dan 3 habitat tempat bertelur. Ikan julung-julung di perairan Kayoa secara bergeromol melakukan pergerakan melintasi perairan selat diantara pulau-pulau kecil dan memasuki kawasan teluk tertentu pada sore hari. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa pengoperasian giob dilakukan bersamaan dengan pergerakan julung-julung tersebut yaitu pada sore hari. Berdasarkan pengamatan, diduga bahwa ruaya ikan julung-julung bertujuan untuk bertelur maupun mencari makan. Hasil penelitian membuktikan bahwa banyaknya jumlah ikan tertangkap pada TKG IV dan V diduga perairan Kayoa merupakan tempak bertelur julung-julung, sedangkan ruaya dilakukan pada waktu sore hari dapat diinterpretasikan bahwa waktu pemijahan julung-julung berlangsung pada sore menjelang malam hari. Hasil penelitian juga menginformasikan bahwa salah satu makanan kesukaan julung- julung adalah serasah atau daun mangrove atau daun lamun yang telah mengalami proses pelapukan. Fakta di lokasi menunjukkan bahwa mangrove dan lamun merupakan potensi sumberdaya fisik lingkungan di wilayah peisisir Kayoa.

8.4 Pengembangan Perikanan Giob

Sebagaimana telah dikemukakan pada bab pendahuluan disertasi ini, bahwa tujuan umum penelitian yang dilakukan adalah untuk merumuskan strategi pengembangan perikanan giob yang berkelanjutan di Kayoa, Halmahera Selatan. Wujud dari tujuan ini adalah menghasilkan lima strategi yang urutannya sebagai berikut: 1 pengawasan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan julung-julung, 2 pelatihan terhadap nelayan perikanan giob, 3 inovasi teknologi alat tangkap giob, 4 kerjasama untuk membentuk wadah pengelolaan, 5 optimasi tangkapan ikan julung-julung. 1 Pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan julung-julung Pengawasan terhadap sumberdaya ikan julung-julung dilakukan terutama terkait dengan pengaturan waktu penangkapan dan ukuran ikan yang tertangkap. Hal ini didasarkan pada aspek bioekologi ikan yang meliputi TKG, ukuran ikan pertama kali matang gonad, perbandingan mortalitas penangkapan dan mortalitas alami, tingkat pemanfaatan dan jenis dan jumlah makanan dari ikan julung-julung yang tertangkap. Mengingat sumberdaya ikan julung-julung dieksploitasi dengan intensitas yang tinggi maka dianggap akan mempengaruhi keberlanjutan populasi ini dimasa yang akan datang. Tindak lanjut dari pengawasan itu sendiri harus didorong oleh pemerintah dengan menyusun aturan tentang waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan ikan dan kapan waktu yang tidak dapat dilakukan penangkapan. Pengaturan tersebut diharapkan kontinuitas sumberdaya pada tahun-tahun berikutnya tetap terjaga. Perlu adanya koordinasi yang baik dan kebijakan pengelolaan antara pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Selatan dengan pemerintah Provinsi Maluku Utara. Pengawasan terhadap daerah penangkapan ikan terutama diarahkan pada kondisi habitat wilayah pesisir. Kayoa sebagai wilayah kepulauan yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil dimana posisirnya rentan terhadap tekanan penduduk untuk memenuhi segala kebutuhannya. Wilayah pesisir pulau-pulau Kayoa memiliki karakteristik seperti ditumbuhi mangrove, karang dan lamun merupakan penghasil komponen pendukung produktivitas primer di wilayah pesisir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan matang gonad sepanjang tahun diduga bahwa wilayah pesisir merupakan tempat memijahnya ikan julung-julung. Sebagaimana telah dilaporkan oleh Talwar 1967, bahwa kawasan bertelur bagi julung-julung spesies Hemiramphus marginatus berada di garis pantai pada kondisi kawasan yang berbatu dan mengandung rumput laut. Selain itu hasil penelitian juga mengungkap bahwa salah satu jenis makanan utama julung-julung adalah serasah yaitu daun mangove atau lamun yang lapuk mengidikasikan bahwa wilayah perairan kayoa merupakan tempat makan bagi julung-julung. Tindak lanjut dalam pengawasan ini dilakukan untuk mengatur wilayah yang dapat dimanfaatkan dan wilayah mana yang tidak dapat dimanfaatkan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tindakan pengrusakan terhadap ekosistem pesisir yang dapat mempengaruhi habitat julung-julung. Pengawasan terhadap penangkapan illegal lebih ditekankan pada penggunaan bahan dan alat tangkap terlarang yang dapat menyebabkan rusaknya lingkungan perairan. Kayoa sebagai wilayah yang relatif jauh dari pusat pemerintahan provinsi maupun kabupaten berpeluang untuk dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan alat dan bahan yang ilegal untuk menguras potensi yang tersedia. Kondisi wilayah ini juga sangat strategis karena terdiri dari pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan sebagai tempat berlindung untuk melakukan tindakan yang ilegal. Pengawasan terhadap pengolahan hasil tangkapan menjadi ikan asap kering galafea terutama terhadap penggunaan mangrove sebagai bahan kayu bakar. Hal ini disebabkan karena ada anggapan bahwa pengasapan dengan menggunakan kayu mangrove akan menghasilkan kualitas produk yang prima. Hingga saat ini belum ada bahan kayu bakar pengganti mangrove. Jika kondisi ini tidak diantisipasi maka tindakan penebangan pohon mangrove terjadi setiap saat, sehingga dikhwatirkan akan dapat mengancam ekosistem mangrove. Tindakan untuk menghentikan kegiatan ini tidak mungkin karena tidak ada pilihan lain. Untuk itu solusinya adalah adanya pengawasan untuk mengatur wilayah yang seharusnya ditebang, jumlah yang harus di ambil, jenis yang diambil, ukuran yang diambil. Pengawasan terhadap jaringan pemasaran produk ikan julung-julung terutama produk dalam bentuk asap kering perlu mendapat perhatian. Tujuan pemasaran produk julung-julung kering secara khusus merata di wilayah Provinsi Maluku Utara, tetapi secara nasional tujuan pemasaran hanya terbatas di beberapa wilayah di kawasan Timur Indonesia. Tercatat beberapa wilayah tujuan pemasaran adalah Manado, Bitung, Gorontalo, Kendari, Makassar dan Surabaya. Jaringan pemasaran selama ini dikendalikan oleh beberapa pengusaha di Kota Ternate, dan Kota Tidore. Status para pelaku pemasaran bukan merupakan pengusaha giob, tetapi memanfaatkan modal mereka untuk membeli dan mengumpulkan hingga pada jumlah ukuran tertentu kemudian mengirimkan ke tujuan pemasaran. Para pelaku jugu memberikan pinjaman berupa uang maupun bahan bakar minyak BBM kepada pemiliki giob, sebagai ikatan bisnis untuk mendapatkan hasil dari pemilik giob. Cara ini dianggap membantu dan mempermudah para pemilik giob dalam mengoperasikan giobnya, tetapi pemiliki giob tidak leluasa untuk menentukan harga produk julung-julung. Kondisi ini menyebabkan jaringan pemasaran menjadi panjang dan proporsi nelayan berkurang atau jauh dari yang diharapkan. Sehingga solusinya adalah harus dirancang regulasi untuk sistem pemasaran julung-julung. 2 Pelatihan dan penyuluhan terhadap nelayan perikanan giob Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengembangkan kepribadian nelayan, menigkatkan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan nelayan, meningkatkan kemampuan berkarya nelayan, dan meningkatkan kemampuan nelayan dalam menyikapi dan berperilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri, menilai dan mengambil keputusan dalam mengolah usaha perikanan secara bertanggung jawab. Dasar dilakukan pelatihan dan penyuluhan adalah menjaga dan mempertahankan keberlangsungan sumberdaya ikan julung-julung. Kegiatan ini dilakukan di desa-desa basis perikanan giob. Metode pelatihan ini melibatkan nelayan, pemilik giob, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan perempuan. Materi pelatihan ini meliputi 1 upaya menjaga dan mempertahankan keberlangsungan sumberdaya ikan julung- julung, 2 kesadaran akan pentingnya menjaga dan mempertahankan ekosistem pesisir, 2 undang-undang ketenagakerjaan, 3 kelayakan usaha perikanan. Bahan dan materi dalam pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari hasil kajian pada bab-bab sebelumnya. Membangun kesadaran nelayan akan pentingnya menjaga dan mempertahankan keberlanjutan sumberdaya ikan julung-julung ditanamkan kepada nelayan akan berguna terutama dalam pengaturan waktu penangkapan dan daerah penangkapan. Hasil kajian tentang isi lambung ikan julung-julung menginformasikan bahwa serasah merupakan salah satu jenis makanan kesukaan julung-julung. Informasi ini dapat dijadikan dasar materi pelatihan yang berkaitan dengan kesadaran akan pentingnya menjaga dan mempertahankan ekosistem peisir. Dalam prakteknya, operasi pelepasan jaring dilakukan dengan menerjunkan salah satu anggota ABK ke laut bersamaan dengan pelampung tanda, sebenarnya membahayakan. Anggota ABK yang bertugas seperti ini direkrut dari anak-anak sisiwa SD atau putus sekolah. Walaupun belum ada informasi tentang kecelakaan akibat penerapan metode ini, tetapi peluang terbelit oleh tali dan badan jaring dapat mengakibatkan kecelakaan. Solusinya adalah membangun pengetahuan yang terkait dengan penerapan undang-undang ketenagakerjaan sangat penting untuk nelayan giob. Usaha perikanan giob, sepeti usaha perikanan tradisional lainnya tidak memiliki standar usaha yang jelas. Nelayan yang memiliki kelebihan finasial cenderung memperbesar ukuran kapal dan alat tangkapnya dengan harapan akan mendapatkan hasil yang lebih banyak. Sebaliknya nelayan yang tidak memiliki modal yang cukup terkesan sangat memaksakan untuk mempertahankan keberlanjutan usahnya. Hasil kajian tentang kelayakan usaha dengan membandingkan ukuran kapal miliki nelayan di Kayoa, mendapatkan bahwa kapal berukuran 10 GT memiliki tingkat kelayakan yang lebih baik dari ukuran yang lain. Hasil kajian ini perlu disampaikan kepada nelayan melalui penyuluhan, sehingga diharapkan usaha perikanan giob tetap berkelanjutan. 3 Inovasi teknologi perikanan giob Strategi ini bertujuan untuk merubah sikap dan alih teknologi penangkapan nelayan giob. Perikanan giob merupakan salah satu bentuk perikanan yang mempertahankan nilai-nilai tradisional yang dianggap sulit untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Nilai-nilai tradisional ini mulai dari pembuatan kapal dan alat tangkap, spesifikasi nelayan, operasi penangkapan ikan, pembagian hasil, pengolahan hasil dan pemasaran hasil. Penerapan nilai-nilai tradisional ini dianggap sangat sesuai dengan perkembangan dunia perikanan. Walaupun demikian setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terkait perkembangan dunia perikanan yaitu: 1 spesifikasi nelayan dalan operasi penangkapan ikan dan pembagian hasil, 2 pengguaan alat bantu rumpon, 3 pengolahan dan pemasaran. Dalam pengoperasian alat tangkap, nelayan giob tidak mengenal pembagian pekerjaan yang sepesifik. Sistem yang diterapkan adalah saling melengkapi jika suatu bagian dianggap lebih berat untuk ditangani. Hal yang menarik dan menjadi perhatian adalah saat mengejar gerombolan ikan, giob tidak memiliki satu komando yang menyebabkan kapal selalu bergerak mengikuti banyak petunjuk, sehingga terkesan terjadinya pemborosan waktu dan pemborosan penggunaan bahan bakar minyak. Penerapan sistem kerja saling melengkapi inilah dapat mempengaruhi pembagian hasil merata untuk semua ABK. Dalam rangka pengembangan perikanan giob yang sesuai dengan perkembangan dunia perikanan maka sistem ini harus dirubah, sehingga setiap ABK memiliki tugas dan tanggung jawab yang dijalankan sesuai dengan hasil yang akan diperoleh. Operasi penangkapan ikan menggunakan metode mengejar gerombolan ikan, sejak gerombolan ikan terdeteksi di daerah penangkapan ikan. Setelah giob berada pada area yang memungkinkan maka salah satu nelayan bertugas melepaskan potongan daun kelapa kering ke permukaan air laut yang berfungsi sebagai atraktor, sehingga dapat menghambat kecepatan gerak gerombolan julung-julung. Sebagai solusi untuk menghambat gerakan gerombolan julung- julung maka solusi yang ditawarkan adalah penggunaan rumpon laut dangkal. Jika metode ini diterapkan maka dapat diperkirakan akan menghemat waktu penangkapan dan penggunaan bahan bakar minyak. Pengolahan hasil tangkapan menjadi produk ikan julung-julung asap kering, hingga saat ini menjadi primadona dalam perikanan giob. Hal yang menjadi perhatian adalah penggunaan kayu mangrove sebagai bahan bakar dalam proses pengasapan dianggap menyebabkan semakin tereksploitasinya potensi kayu mangrov. Solusi yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah membangun ruang pendingin di Kayoa, sehingga hasil tangkapan di tampung kemudian dipasarkan dalam bentuk ikan segar atau beku. 4 Kerjasama untuk membentuk wadah pengelolaan Salah satu kendala yang dihadapi nelayan giob di Kayoa, Halmahera Selatan adalah lemahnya posisi tawar ketika dihadapkan pada permasalahan prosedural. Oleh karena itu dibutuhkan wadah untuk menyatukan segala potensi yang dimiliki. Implementasi wadah dapat diwujudkan melalui penumbuhan kelompok- kelompok nelayan giob di Kayoa yang secara bertahap diarahkan untuk bergabung dalam wadah koperasi. Agar keberadaan koperasi dapat dirasakan oleh anggotanya maka pembinaan koperasi diarahkan pada peningkatan akses pasar, perkuatan permodalan, peningkatan manajemen usaha, dan peningkatan teknologi. Strategi ini juga bertujuan agar perikanan giob berorientasi industri tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu. Dalam tahap awal, kelembagaan yang perlu lebih dikembangkan adalah kelompok nelayan, yang diharapkan dapat menjadi wadah bagi nelayan untuk mengkonsolidasikan dan mengaktualisasikan dirinya. Dengan jumlah nelayan giob yang relatif dominan serta tergabung dalam suatu organisasi akan dapat meningkatkan posisi tawar terhadap nelayan yang bersangkutan. Tahap berikutnya, kelompok nelayan tersebut secara bertahap dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi kelompok usaha bersama maupun koperasi untuk mendukung pengembangan usaha anggota kelompok yang bersangkutan. 5 Optimalisi tangkapan ikan julung-julung Secara internal kelemahan yang teridentifikasi pada stok julung-julung adalah 1 mortalitas penangkapan lebih tinggi dari mortalitas alami, 2 status eksploitasi di atas nilai optimal. Ancaman yang timbul karena campur tangan manusia adalah kegiatan penangkapan dengan intensitas yang relatif tinggi. Untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman maka strateginya yaitu optimalisasi penangkapan. Optimalisasi tersebut berkaitan dengan pengaturan waktu efektif dalam operasi penangkapan julung-julung dengan giob, dan jumlah hasil tangkapan optimal oleh nelayan. Pengaturan waktu penangkapan terutama penghentian sementara operasi penangkapan pada waktu musim pemijahan akan memberi kesempatan kepada induk ikan untuk memijah. Pada sisi lain penangkapan pada waktu di luar musim pemijahan harus dioptimalkan, karena pertimbangan usia hidup julung-julung yang terbatas. Hal ini jika tidak dimanfaatkan maka sumberdaya tersebut akan mati dengan sia-sia. Solusi ini dapat dijalankan melalui kesepakatan para nelayan, yang difasilitasi oleh pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan. 9 KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan