Latar Belakang Pengembangan perikanan giob yang berkelanjutan di Kayoa, Halmahera Selatan

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Maluku Utara memiliki potensi perikanan yang besar diantaranya adalah perikanan pelagis. Berdasarkan statistik perikanan Provinsi Maluku Utara tahun 2010, terdapat enam jenis ikan pelagis kecil yang bernilai ekonomis penting. Urutan berdasarkan proporsi ke enam jenis ikan pelagis kecil yaitu layang 50, teri 20, tongkol 17, selar 6, kembung 4 dan julung- julung 3. Kondisi riil di Maluku Utara menunjukkan bahwa enam jenis ikan pelagis ini selalu ditemukan di pasar setiap saat. Di pasar lokal jenis-jenis ikan tersebut sebagian besar diperdagangkan dalam bentuk segar, kecuali teri dan julung-julung lebih banyak di perdagangkan dalam bentuk olahan. Khususnya ikan julung-julung diperdagangkan di pasar lokal maupun ke luar daerah dalam bentuk olahan asap kering diperkiran mencapai 90. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara 2011, perkembangan produksi ikan julung-julung lima tahun terakhir cenderung menurun yakni tahun 2006 sebesar 5.177 ton menjadi 2.013 ton pada tahun 2010. Penurunan volume produksi diikuti pula oleh penurunan CPUE yakni pada tahun 2006 sebesar 743,92 kgtrip menjadi 180,52 kgtrip pada tahun 2010, mengindikasikan terjadinya penurunan kelimpahan stok julung-julung di perairan. Penurunan stok tersebut diduga akibat terjadinya peningkatan intensitas eksploitasi terhadap sumberdaya julung-julung, sehingga mengakibatkan tangkap lebih. Kondisi ini jika berlangsung terus menerus maka akan berdampak terhadap keberlangsungan julung-julung di perairan. Keberlanjutan perikanan mengandung empat indikator, yaitu: keberlanjutan ekologis, sosial ekonomi, komunitas dan kelembagaan. Terkait dengan keberlanjutan ekologis ecological sustainability, secara umum ditentukan oleh tiga parameter utama, yaitu: 1 menjamin keberlanjutanketersediaan stok sumberdaya ikan untuk dimanfaatkan, 2 menjamin ketersedian stok sumberdaya dan spesies ikan pada tingkat yang aman hingga generasi mendatang, 3 mempertahankan atau jika mungkin meningkatkan daya lenting resilence dan kesehatan seluruh komponen ekosistem Charles 2001; Taurusman 2011. Keberlanjutan sosial ekonomi berfokus pada tingkat makro, yaitu mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi jangka panjang secara keseluruhan. Kesejahteraan sosial ekonomi ini didasarkan pada campuran indikator ekonomi dan sosial yang relevan. Setiap indikator dalam pengelompokan ini biasanya diukur pada tingkat individu, dan diakumulasikan pada sistem perikanan. Keberlanjutan kelembagaan melibatkan kemampuan keuangan, administratif, dan organisasi yang sesuai dalam jangka panjang, sebagai prasyarat untuk ketiga komponen keberlanjutan. Keberlanjutan kelembagaan mengacu pada sekumpulan aturan pengelolaan yang mengatur perikanan, dan organisasi yang menerapkan aturan-aturan tersebut seperti badan dan lembaga yang mengelola perikanan, baik di tingkat pemerintahan, nelayan, atau masyarakat, baik secara formal misalnya sistem hukum dan lembaga- lembaga pemerintahan maupun informal seperti asosiasi nelayan dan organisasi non-pemerintah Charles 2001. Dalam penelitian pengembangan perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan ini yang menjadi pokok utama kajian yaitu terkait dengan aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomis. Penelitian tentang aspek biologi ikan kaitannya dengan keberlanjutan sumberdaya ikan sudah pernah dilakukan oleh peneliti- peneliti sebelumnya. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Bintoro 2005, yaitu terkait aspek biolgi ikan tembang Sardinella fimbriata Valenciennes,1847 di Selat Madura Jawa Timur. Wujdi et al. 2012a, Wujdi et al. 2012b menggunakan parameter populasi untuk menilai keberlanjutan ikan lemuru Sardinella lemuru Bleeker,1853 di perairan Selat Bali. Pengunaan parameter pertumbuhan juga dilakukan oleh Nurdin et al. 2012 untuk mengetahui pola pertumbuhan dan faktor kondisi ikan tuna yang tertangkap di sekitar rumpon. Penerapan model produksi Cobb Douglas dilakukan pada perikanan jaring arad di pantai utara Jawa yang berbasis di Pekalongan oleh Triharyuni dan Trihargiyatno 2012. Dalam penelitian tersebut dapat dilaporkan bahwa kekuatan mesin penggerak, panjang headrope dan lamanya penarikan jaring merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi jaring arad. Selain itu, penelitian dengan menggunakan pendekatan model produksi dan laju tangkap kapal bouke ami yang berbasis di PPN Kejawanan, Cirebon Barat dengan pendekatan metode Cobb Douglas dilakukan oleh Triharyuni et al. 2012, dimana ukuran kapal dapat berpengaruh secara nyata pada kapal bouke ami. Penelitian terkait aspek pengembangan pada kegiatan perikanan juga telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya dengan menggunakan beberapa metode penelitian yang dianggap relevan, diantaranya RAPFISH, fungsi produksi, SWOT. Penelitian yang dilakukan oleh Suyasa 2007 pada perikanan pelagis kecil berbasis di pantai utara Jawa misalnya, mencoba membuat pola pengembangan kegiatan perikanan pelagis kecil dengan menyandingkan dengan analisis faktor determinan dan efisiensi model fungsi produksi dan model fungsi keuntungan dan analisis SWOT strengths, weaknesses, opportunities, threats. Penelitian yang berkenaan dengan keberlanjutan perikanan tangkap di Maluku Utara dilakukan melalui beberapa kegiatan. Implementasi status keberlanjutan perikanan tangkap di Ternate khusunya perikanan pelagis telah dilakukan oleh Abdullah 2011. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merumuskan suatu kegiatan yang terencana dalam mengembangkan keberlanjutan perikanan pelagis berdasarkan status perikanan pelagis yang dihasilkan melalui analisis RAPFISH. Penelitian pengembangan perikanan mini purse seine di Maluku Utara telah dilakukan oleh Irham 2006 dan secara khusus untuk Kota Tidore dilakukan oleh Namsa 2006. Penelitian terkait telah dilakukan pula oleh Yulistyo 2006 dan Karman 2008 yang mengkaji tentang keberlanjutan sosial, ekonomi, teknologi, hukum dan kelembagaan dalam pengembangan perikanan. Penelitian lebih spesifik terhadap sumberdaya ikan julung-julung dan alat tangkap giob relatif belum banyak dilakukan, apalagi terpublikasi dalam jurnal- jurnal ilmiah. Reppie dan Sitanggang 2011 meneliti tentang pendugaan potensi dan musim penangkapan ikan julung-julung di Selat Bangka Sulawesi Utara. Yusron dan Sumadhiharga 1987, meneliti perikanan julung-julung yang tertangkap dengan giob di perairan Teluk Piru, Maluku Tengah. Berkeley et al. 1975, meneliti perkembangan populasi julung-julung di perairan pantai Florida Selatan. Talwar 1967; Talwar 1962, meneliti tentang durasi bertelur, sex-ratio, fekunditas dan larva ikan julung-julung Hemirhamphus marginatus di Teluk Mandapan India. Bila hasil-hasil kajian yang tersebut dibandingkan dengan apa yang dikaji dalam disertasi ini, maka aspek yang dikaji dalam disertasi ini merupakan hal yang belum pernah diteliti pada penelitian terdahulu, baik yang terkait dengan aplikasi metode terhadap objek kajian maupun yang menjadikan Kayoa sebagai objek atau wilayah studi.

1.2 Perumusan Masalah