48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. TEPUNG UBI GARUT, UBI JALAR, SPF DAN COOKIES
Tepung ubi garut yang dihasilkan berwarna putih dengan rendemen rata- rata sebesar 22.62 Lampiran 5. Tepung ubi jalar yang dihasilkan berwarna
putih dengan rendemen rata-rata sebesar 29.71 Lampiran 6 dan kadar air 4.98. Hasil analisa proksimat tepung ubi garut dapat dilihat pada Tabel 6.
Komposisi kimia tepung SPF yang diperoleh dari Seafast Center SPF dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 Komposisi kimia tepung ubi garut
Komposisi Protein
8.50 Lemak
4.04 Serat
3.18 Air
7.13 Mineral
3.19 Karbohidrat
73.96
Tabel 7 Komposisi kimia tepung SPF
Komposisi Protein
10.08 Lemak
5.66 Serat
8.52 Air
2.84 Mineral
2.84 Karbohidrat
78.58
Dari 280 g tepung ubi garutubi jalar, 180 g mentega Blue Band
TM
, 80 g sukrosa dan 2 butir kuning telur, berat cookies ubi garut yang diperoleh sebanyak
510 g, sedangkan berat cookies ubi jalar sebanyak 518 g. Meskipun formulasi cookies
yang digunakan sama namun rendemen cookies ubi garut lebih kecil dibandingkan dengan cookies ubi jalar. Hal ini dikarenakan kadar air tepung ubi
garut 7.13 lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air tepung ubi jalar 4.98.
49
B. POTENSI PREBIOTIK COOKIES UBI GARUT SECARA IN VITRO 1.
Pertumbuhan BAL dalam Media yang Mengandung Ekstrak Cookies Ubi Ubi Garut
Jenis BAL yang digunakan dalam pengujian ini adalah L.casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1, B. bifidum dan
B. longum. Dari hasil uji pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung
ekstrak ubi garut dan cookies ubi garut dapat dilihat bahwa keenam jenis BAL yang digunakan dapat memanfaatkan ekstrak ubi garut dan cookies ubi garut
sebagai sumber gula Gambar 12. Dengan kromatografi kertas terhadap ekstrak ubi garut, Krisnayudha 2007 berhasil mengidentifikasi rafinosa, oligofruktosa,
sukrosa, glukosa dan fruktosa. Disamping itu ditunjukkan pula bahwa dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut, L. casei Rhamnosus dapat tumbuh
lebih baik, daripada Lactobacillus G3, F1, B. bifidum dan B.longum. Penelitian yang dilakukan oleh Suryadjaja 2005, menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL
L. casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus F1 dan G3 dalam media yang mengandung glukosa atau fruktosa lebih baik dibandingkan dengan media
yang mengandung sukrosa, rafinosa dan maltosa. Glukosa dan fruktosa merupakan golongan gula sederhana yang tidak berikatan dengan gugus lainnya
dan tidak memiliki ikatan glikosidik sehingga BAL tidak menemukan kesulitan dalam menggunakan glukosa sebagai sumber gula untuk pertumbuhannya.
Gambar 12 menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL uji yang digunakan lebih baik dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dibandingkan dalam
media yang mengandung ekstrak cookies ubi garut. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Krisnayudha 2007, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan
Lactobacillus G3 pada ekstrak ubi garut hasil olahan pengukusan dan
pemanggangan tepung ubi garut lebih baik dibandingkan dalam ekstrak tepung ubi garut non olahan. Perbedaan tersebut kemungkinan dikarenakan dalam
pembuatan cookies ubi garut ditambahkan sukrosa sebanyak 30 dari berat adonan. Adanya gula yang relatif tinggi, protein yang berasal dari telur dan
dilakukan proses pemanggangan pada suhu 150 C terhadap cookies ubi garut
dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard pada sebagian gula, sehingga gula sederhana yang sudah mengalami reaksi Maillard tidak dapat digunakan oleh
50
BAL. Menurut Winarno 1989, reaksi Maillard adalah reaksi-reaksi karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Menurut Belitz dan
7.2 7.2
7.3 7.1
9.7 8.2
9.0 7.9
2.6 1.0
1.7 0.8
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies Glukosa Kontrol
Jenis gula
J u
m la
h k
o lo
n i
L o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
Kenaikan
a
7.8 7.7
7.8 7.8
9.3 8.9
8.9 8.2
1.5 1.2
1.1 0.5
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies Glukosa Kontrol
Jenis gula
J u
m la
h k
o lo
n i
L o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
Kenaikan
b
7.9 7.9
7.9 7.7
9.5 9.2
9.1 8.6
1.6 1.3
1.3 0.9
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies Glukosa Kontrol
Jenis gula
J u
m la
h k
o lo
n i
L o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
Kenaikan
c
8.2 8.1
8.2 8.1
9.9 9.0
9.2 8.8
1.7 0.9
1.0 0.7
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies
Glukosa Kontrol
Jenis gula
J u
m la
h k
o lo
n i
L o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
Kenaikan
d
8.1 7.6
7.4 7.1
8.9 8.4
9.1 8.0
0.8 0.8
1.7 1.0
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies
Glukosa Kontrol
Jenis gula J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
Kenaikan
e
7.7 7.8
8.1 7.7
8.9 8.9
8.4 8.6
1.1 0.4
0.9 1.2
2 4
6 8
10 12
Ubi garut Cookies
Glukosa Kontrol
Jenis gula J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
Kenaikan
f
Gambar 12 Pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi garut segar dan cookies ubi garut: a L. casei Rhamnosus, b L. casei Shirota,
c Lactobacillus F1, d Lactobacillus G3, e B. longum, f B. bifidum.
51
Grosch 1987 menyatakan bahwa hasil reaksi Maillard menghasilkan pigmen berwarna coklat, yang dikenal sebagai melanoidin. Dalam reaksi Maillard akan
dihasilkan beberapa komponen, yaitu : 1 4-hydroxy-5-methyl-2,3-dihidrofuran, 2 methylene reductonic acid dan dihydro- -pyrone, 3 maltol dari disakarida
dan dihydropyranone dari monosakarida. Kenaikan jumlah BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut
berturut-turut adalah 2.6 log cfuml L. casei Rhamnosus, 1.7 log cfuml Lactobacillus G3, 1.6 log cfuml Lactobacillus F1, 1.5 log cfuml L. casei
Shirota, 1.2 log cfuml B. bifidum, 0.8 log cfuml B. longum. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa pertumbuhan genus Lactobacillus lebih baik daripada
pertumbuhan genus Bifidobacterium sp didalam media yang mengandung ekstrak ubi garut. Hal ini disebabkan genus Lactobacillus sp cenderung lebih mudah
menggunakan gula-gula sederhana yang terdapat dalam ekstrak ubi garut daripada genus Bifidobacterium sp. Adanya gula-gula sederhana dan kandungan
oligosakarida yang relatif sedikit dalam ekstrak ubi garut, maka Lactobacillus akan lebih mudah menggunakan gula-gula sederhana dibandingkan oligosakarida
untuk mendukung pertumbuhannya. Batt 1999
b
mengemukakan bahwa bakteri dari genus Lactobacillus dapat tumbuh dengan baik pada media yang kaya akan
molekul kompleks dengan nutrisi berupa gula-gula sederhana seperti xylose dan ribose karena Lactobacillus dapat langsung menggunakannya sebagai sumber
karbon.
Kelompok Bifidobacterium yang digunakan menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok Lactobacillus,
hal ini dikarenakan beberapa genus Bifidobacterium dikategorikan slow grower, yaitu genus bakteri dengan laju pertumbuhan yang lambat bila dibandingkan
dengan bakteri-bakteri
lainnya. Dallas
1999, menyatakan
bahwa Bifidobacterium
di dalam usus besar berkembang tidak secepat bakteri lain pada umumnya. Pertumbuhan B. bifidum dalam media yang mengandung glukosa lebih
rendah dibandingkan dengan B. longum. Menurut Petuely 1930 dan Gyorgy 1953 diacu dalam Ballongue 2004, B. bifidum kurang baik dalam
memanfaatkan glukosa sebagai sumber gula. B. bifidum akan tumbuh dengan baik ketika terdapat gula-gula yang menyerupai gula-gula yang terdapat dalam susu ibu
52
ASI. ASI mengandung laktoferin, laktulosa dan kandungan laktose yang tinggi. Jumlah BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dan cookies ubi
garut dapat dilihat pada Lampiran 8.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap pertumbuhan BAL uji pada ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus tumbuh paling baik dalam
media yang mengandung ekstrak ubi garut, oleh karena itu jenis BAL yang digunakan dalam pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo
adalah L. casei Rhamnosus.
2. Kompetisi Bakteri Patogen dengan BAL dalam Media yang Mengandung Ekstrak Ubi Garut
Pengujian kompetisi bakteri patogen dengan BAL bertujuan untuk melihat kemampuan BAL L. casei Rhamnosus dalam menghambat pertumbuhan bakteri
patogen dengan memanfaatkan ekstrak ubi garut sebagai sumber gula. Bakteri patogen yang digunakan adalah E. coli, B. cereus dan Salmonella sp. Jumlah
E.coli pada uji kompetisi dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang
mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil uji kompetisi antara bakteri E. coli dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung
ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat menekan jumlah E. coli
sampai 1.5 log cfuml setelah diinkubasi selama 24 jam dan 1.9 log cfuml setelah diinkubasi 48 jam. Sedangkan pada kontrol pertumbuhan E.coli dalam
media yang mengandung ekstrak ubi garut meningkatkan jumlah E.coli sampai 4.9 log cfuml setelah diinkubasi selama 24 jam dan 0,3 log cfuml setelah
inkubasi 48 jam. Hal ini menunjukkan ekstrak ubi garut dapat pula mendukung pertumbuhan E. coli karena bakteri tersebut dapat memanfaatkan ekstrak ubi
garut sebagai sumber gula. Pada pengujian ini juga menunjukkan bahwa gula-gula Tabel 8 Kenaikan atau penurunan jumlah E. coli pada uji kompetisi dengan
L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut
Perlakuan Jumlah E. coli log cfuml
Pada inkubasi hari ke- Kenaikan penurunan
E. coli log cfuml
H0 0 jam
H1 24 jam
H2 48 jam
Setelah 24 jam
Setelah 48jam
Kontrol Ekstrak garut + E. coli 4.0
8.9 9.2
4.9 0.3
Kompetisi Ekstrak garut+ E. coli +L.caseiRhamnosus
4.0 8.0
0.7 4.0
-3.2
53
sederhana glukosa, fruktosa dan sukrosa yang terdapat dalam ekstrak ubi garut lebih mudah dimanfaatkan oleh L. casei Rhamnosus maupun E. coli. Tabel 8
menunjukkan kenaikan atau penurunan E. coli setelah dikompetisikan dengan L.casei
Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut. Hasil lengkap pengamatan jumlah E. coli pada uji kompetisi bakteri patogen dengan
BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 9.
4.0 4.0
8.9 8.0
9.2
0.7 2
4 6
8 10
12
Kontrol + E. coli Kompetisi+E.coli+
L.casei Rhamnosus
Perlakuan
J u
m la
h k
o lo
n i
l o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
48 jam
Gambar 13 Jumlah E. coli yang dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.
Gambar 14 menunjukkan jumlah B. cereus pada uji kompetisi dengan L.casei
Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut. Pada uji kompetisi antara bakteri B. cereus dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang
mengandung ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat menekan jumlah B. cereus sampai 1.5 log cfuml setelah diinkubasi selama 24 jam
dan 1.9 log cfuml setelah diinkubasi 48 jam. Sedangkan pada kontrol pertumbuhan B.cereus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut jumlah
B.cereus meningkat sampai 3.6 log cfuml setelah diinkubasi selama 24 jam
maupun 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak ubi garut dapat pula mendukung pertumbuhan B. cereus karena bakteri tersebut dapat memanfaatkan
ekstrak ubi garut sebagai sumber gula. Kenaikan atau penurunan jumlah B. cereus pada uji kompetisi dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung
ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil lengkap pengamatan jumlah
54
B.cereus pada uji kompetisi bakteri patogen dengan BAL dalam media yang
mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 10.
3.4 3.4
7.1
1.9 7.1
1.5 2
4 6
8 10
12
Kontrol+B.cereus Kompetisi + B.cereus +
L.casei Rhamnosus
Perlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
Gambar14 Jumlah B. cereus yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.
Tabel 9 Kenaikan atau penurunan jumlah B. cereus pada uji kompetisi dengan L.casei
Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut
Perlakuan Jumlah B. cereus log cfuml
Pada inkubasi hari ke- Kenaikan penurunan
B. cereus log cfuml
H0 0 jam
H1 24 jam
H2 48 jam
Setelah 24 jam
Setelah 48jam
Kontrol Ekstrak garut +B.cereus 3.4
7.1 7.1
3.7 3.6
Kompetisi Ekstrak garut+B.cereus+L.casei Rhamnosus
3.4 1.9
1.5 -1.5
-1.9
Gambar 15 menunjukkan jumlah Salmonella pada uji kompetisi dengan L.casei
Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut. Pada uji tersebut menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat menekan jumlah
Salmonella sp sampai 3.5 log cfuml. Sedangkan pada kontrol pertumbuhan
Salmonella sp dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut jumlah
Salmonella sp meningkat sampai 1.8 log cfuml setelah diinkubasi selama 24
jam dan 4.0 log cfuml setelah diinkubasi selama 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa Salmonella sp mampu memanfaatkan ekstrak ubi garut sebagai sumber
gula. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vuyst 2005, menunjukkan bahwa secara in vitro, beberapa Lactobacillus mampu menghambat Salmonella enterica
serovar Typimurium dan bakteri gram negatif lainnya yang dapat menyebabkan gastroenteritis
. Kenaikan atau penurunan jumlah Salmonella pada uji kompetisi
55
dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil pengamatan jumlah Salmonella sp pada uji
kompetisi bakteri patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 11.
3.9 9.0
2.5 9.1
0.4 4.0
2 4
6 8
10 12
Kontrol + Salmonella Kompetisi+Salmonella+
L.casei Rhamnosus
Perlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
Gambar15 Jumlah Salmonella sp yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.
Tabel 10 Kenaikan atau penurunan jumlah Salmonella sp pada uji kompetisi dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak
ubi garut
Perlakuan Jumlah Salmonella sp
log cfuml Pada inkubasi hari ke-
Kenaikan penurunan Salmonella sp
log cfuml H0
0 jam H1
24 jam H2
48 jam Setelah
24 jam Setelah
48jam Kontrol Ekstrak
garut+Salmonella 4.0
9.0 9.1
4.9 5.0
Kompetisi Ekstrak garut+Salmonella+rhamnosus
3.9 2.5
0.4 -1.4
-3.5
Pertumbuhan L. casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan bakteri patogen dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada
Gambar 16. Pada uji kompetisi antara bakteri E. coli dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa jumlah
BAL setelah diinkubasi 24 jam naik 0.4 log cfuml dan tidak terjadi kenaikan
setelah diinkubasi 48 jam. Hasil uji kompetisi antara bakteri Salmonella sp dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut
56
8.3 8.2
8.4 8.6
8.2 8.2
-2 2
4 6
8 10
12
Kontrol+L.casei Rhamnosus
Kompetisi+E.coli+L.casei Rhamnosus
Pe rlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
a
8.3 8.4
8.4 8.4
8.2 8.2
-2 2
4 6
8 10
12
Kontrol+L.casei Rhamnosus
Kompetisi+Salmonella +L.casei Rhamnosus
Pe rlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
b
8.3 8.3
8.4 8.3
8.2 8.0
-2 2
4 6
8 10
12
Kontrol+L.cas ei Rhamnosus
Kompetisi+B.cereus +L.casei Rhamnosus
Pe rlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
c Gambar 16 Pertumbuhan L.casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan bakteri
patogen: E. coli, b Salmonella sp, c B. cereus pada media yang mengandung ekstrak ubi garut segar.
menunjukkan jumlah BAL setelah inkubasi 24 jam tidak terjadi kenaikan dan setelah inkubasi 48 jam terjadi penurunan 0.2 log cfuml. Hal yang sama terjadi
pula pada hasil uji kompetisi antara bakteri B. cereus dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut menunjukkan bahwa jumlah
BAL setelah inkubasi 24 jam juga tidak terjadi kenaikan dan setelah inkubasi 48 jam terjadi penurunan 0.3 log cfuml. Hasil pengamatan jumlah BAL pada uji
57
kompetisi bakteri patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dapat dilihat pada Lampiran 12.
Penurunan jumlah patogen E. coli, B. cereus dan Salmonella yang dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus dikarenakan L. casei Rhamnosus
mampu berkompetisi dengan patogen untuk mengambil substrat dan menghasilkan asam laktat. Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang
menunjukkan bahwa BAL mampu menghasilkan asam-asam organik sebagai hasil fermentasi gula seperti asam asetat dan laktat Scheinbach 1998, Makinen dan
Bigret 2004, asam propionat, diasetil, reuterin Ouwehand dan Vesterlund 2004. Asam laktat dan asetat dapat menghambat bakteri lain patogen sedangkan asam
propionat lebih baik dalam menghambat pertumbuhan yeast dan kapang. Senyawa penghambat lainnya yang dihasilkan BAL dalam jumlah kecil adalah hidrogen
peroksida Scheinbach 1998, Ouwehand dan Vesterlund 2004, diasetil dan reuterin Ouwehand dan Vesterlund 2004, bakteriosin Ouwehand dan
Vesterlund 2004, Scheinbach 1998, Makinen dan Bigret 2004. Proses penghambatan yang dilakukan oleh bakteri-bakteri baik terhadap bakteri patogen
dengan melakukan kompetisi untuk mengambil substrat atau sumber nutrisi Scheinbach 1998 dan alterasi pH Makinen dan Bigret 2004. Kelompok
Lactobacilli dapat mengurangi konstipasi dan diare, membantu meningkatkan
pertahanan terhadap serangan Salmonella, mencegah diare bawaan atau traveller’s diarrhea Manning et al. 2004.
Berdasarkan hasil uji kompetisi menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus mampu berkompetisi dengan patogen Salmonella sp, E. coli dan B. cereus untuk
mengambil substrat dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat merupakan salah satu asam lemah dan sebagai asam organik yang merupakan hasil fermentasi
gula. Asam laktat memiliki sifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, hal ini dibuktikan dengan terjadinya penurunan jumlah patogen Salmonella sp,
E.coli dan B. cereus. Mekanisme penghambatan pertumbuhan patogen oleh asam
lemah dikarenakan terjadinya akumulasi anion dalam sel akan menghambat pertumbuhan mikroba karena kecepatan sintesa makromolekul menurun Eklund
1980, 1985 dan Russell 1992 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004. Asam lemah yang tidak terdissosiasi bersifat lebih toksik dibandingkan dalam
58
bentuk terdissosiasi sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Asam lemah yang tidak terdissosiasi mampu menembus dinding sel mikroba karena
asam tersebut larut dalam lemak. Di dalam sel mikroba yang memiliki pH netral,
maka asam organik terdissosiasiterurai menjadi RCOO
-
dan H
+
Padan et al. 1981 dan Slonczewski et al. 1981 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004.
Lepasnya proton dalam sitoplasma menyebabkan pH di dalam sel turun sehingga terjadi pH gradien akibatnya pertumbuhan mikroba terhambat. Menurut Eklund
1985 diacu dalam Ouwehand dan Vesterlund 2004, menyatakan bahwa penghambatan pertumbuhan mikroba bukan karena adanya pelepasan proton
melainkan terjadinya akumulasi anion dalam sel.
Dari ketiga jenis patogen yang digunakan dalam uji kompetisi dengan L. casei
Rhamnosus menunjukkan bahwa penurunan jumlah B.cereus paling rendah dibandingkan dengan penurunan jumlah E. coli dan Salmonella. Hal ini
dikarenakan B.cereus merupakan bakteri yang membentuk spora sehingga lebih tahan dibandingkan E. coli dan Salmonella. Todar 2005 menyatakan bahwa
B.cereus merupakan spesies yang membentuk spora ellipsoid. Pada saat
kandungan nutrisi dalam media berkurang maka bakteri ini akan membentuk endospora yang lebih tahan terhadap bahan kimia. Sedangkan pertumbuhan
L.casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan patogen menunjukkan bahwa
L.casei Rhamnosus masih dapat tumbuh dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa
L. casei Rhamnosus mampu bersaing dengan patogen untuk mengambil substrat
atau sumber nutrisi.
C. POTENSI PREBIOTIK EKSTRAK UBI GARUT SECARA IN VIVO
Dalam pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo, digunakan L. casei Rhamnosus sebagai probiotik, dan kombinasi pemberian
ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus sebagai sinbiotik. Jumlah L. casei Rhamnosus yang diberikan sebesar 10
10
sel. Pemilihan L. casei Rhamnosus sebagai probiotik karena bakteri ini dapat tumbuh paling baik dalam media yang
mengandung ekstrak ubi garut Gambar 12. Jumlah ekstrak ubi garut yang diberikan sebanyak 0.26 mltikushari dengan konsentrasi ekstrak 20.34 TPT.
Jumlah ransum yang dikonsumsihariekor tikus sebesar 15 g. Perhitungan
59
komposisi ransum standar yang diberikan dapat dilihat pada Lampiran 1. Data pengamatan dan perhitungan jumlah L. casei Rhamnosus yang diberikan dapat
dilihat pada Lampiran 13. Perhitungan jumlah ekstrak ubi garut untuk sonde pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus dapat
dilihat pada Lampiran 14. Berat badan tikus ditimbang setiap dua hari sekali
Lampiran 15. Keadaan Tikus Selama Penelitian. Sebanyak dua puluh empat ekor tikus
dibagi ke dalam empat kelompok, sehingga setiap kelompok terdiri dari enam ekor tikus. Grafik peningkatan berat badan tikus tersebut dapat dilihat pada
Gambar 17. Selama penelitian baik kontrol, perlakuan prebiotik, probiotik maupun sinbiotik secara umum menunjukkan berat badan tikus mengalami
kenaikan. Total peningkatan berat badan masing-masing kelompok diukur dari selisih antara rata-rata berat badan tikus pada akhir masa penelitian dengan awal
penelitian. Kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 40.8 g, kelompok prebiotik garut mengalami peningkatan sebanyak 43.7 g, kelompok probiotik
meningkat berat badannya sebanyak 50 g dan kelompok sinbiotik meningkat sebanyak 52.8 g. Peningkatan berat badan tertinggi terjadi pada kelompok
sinbiotik, sedangkan peningkatan terendah terjadi pada kelompok kontrol. Peningkatan berat badan tikus menunjukkan bahwa tikus dalam kondisi sehat
selama penelitian. Berdasarkan peningkatan berat badan tikus
selama penelitian, menunjukkan bahwa pemberian perlakuan dapat meningkatkan berat badan tikus
secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Kenaikan berat badan tikus pada perlakuan prebiotik ekstrak ubi garut tidak berbeda nyata dibandingkan dengan
kontrol. Sedangkan kenaikan berat badan tikus pada perlakuan probiotik suspensi L. casei
Rhamnosus maupun sinbiotik campuran ekstrak ubi garut dan suspensi L. casei
Rhamnosus mengalami kenaikan secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Kenaikan berat badan tikus untuk perlakuan prebiotik dibandingkan
dengan perlakuan probiotik tidak berbeda nyata, akan tetapi berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik. Kenaikan berat badan tikus untuk
perlakuan probiotik dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik tidak berbeda nyata. Analisis ragam peningkatan berat badan tikus pada pengujian potensi prebiotik
60
ekstrak ubi garut secara in vivo dengan L. casei Rhamnosus dituangkan dalam Lampiran 16.
150 200
250
1 3
5 7
9 11
13 15
17 19
21 23
25 27
29 31
Pemeliharaan hari ke- B
er a
t b
a d
a n
t ik
u s
g ra
m
Rata2 Kontrol Rata2 Prebiotik garut
Rata2 Probiotik Rata2 Sinbiotik garut
Gambar 17 Peningkatan berat badan tikus ekstrak ubi garut dengan
L. casei Rhamnosus.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Total Mikroba Feses Tikus.
Dibandingkan dengan kontrol, jumlah total mikroba feses pada kelompok probiotik dan sinbiotik selama dilakukan penelitian mengalami kenaikan secara
nyata sampai H1 pasca perlakuan kemudian mengalami penurunan jumlah total mikroba feses secara nyata ketika pemberian perlakuan dihentikan. Begitu pula
pada perlakuan prebiotik, pola perubahan jumlah total mikroba feses sama dengan perlakuan probiotik dan sinbiotik, meskipun bila dibandingkan dengan kontrol
perubahan jumlah total mikroba feses tidak berbeda nyata. Sedangkan pada perlakuan kontrol perubahan jumlah total mikroba naik turun dari waktu ke
waktu, meskipun kenaikan atau penurunannya antara 0.1 - 0.2 log cfug. Mikroba yang berkontribusi dalam perhitungan jumlah total mikroba
merupakan mikroflora normal usus seperti Enterococcus, Enterobacteriaceae termasuk E. coli, Lactococcus, Leuconostoc dan Lactobacillus. Grafik
perubahan jumlah total mikroba feses keempat kelompok tikus dapat dilihat pada Gambar 18. Sebelum perlakuan seluruh kelompok memiliki jumlah total mikroba
yang relatif sama, yaitu antara 8.7 - 8.9 log cfug. Pada perlakuan probiotik dan
61
sinbiotik, terjadi peningkatan jumlah total mikroba selama perlakuan sampai H1 pasca perlakuan. Peningkatan jumlah total mikroba diduga karena pada perlakuan
7 8
9 10
11 12
H0 H1 H5
H5 H10
Pengujian pada J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
g
Kontrol Prebiotik
Probiotik Sinbiotik
Perlakuan Pasca Perlakuan
H10 H1
Gambar 18 Perubahan jumlah total mikroba feses tikus pada kelompok: a Kontrol, b Prebiotik ekstrak ubi garut, c Probiotik
L.casei Rhamnosus, d Sinbiotik ekstrak ubi garut dan L.casei Rhamnosus.
tersebut tikus diberi suspensi L. casei Rhamnosus BAL. BAL bersama-sama mikroflora usus dapat memfermentasi oligosakarida yang terdapat dalam ekstrak
ubi garut tersebut dan dapat berkolonisasi sehingga jumlah total mikroba feses naik. Hasil pengamatan perubahanjumlah total mikroba feses pada pengujian
potensi prebiotik ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran 17. Analisis ragam perubahan jumlah total mikroba feses pada
pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran 18.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah BAL Feses Tikus. Grafik
perubahan jumlah BAL feses keempat kelompok tikus selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 19. Perubahan jumlah BAL tidak selalu diikuti dengan
62
perubahan jumlah total mikroba. Hal tersebut dapat disebabkan karena populasi mikroba dalam feses tikus tidak hanya terdiri dari BAL saja. Berdasarkan Gambar
19, pada hari ke-0 sebelum pemberian perlakuan, kandungan BAL dalam feses untuk kelompok kontrol 8.7 log cfug, sedangkan kelompok prebiotik, probiotik
dan sinbiotik 8.3 log cfug. Pada H-1 perlakuan terjadi peningkatan jumlah BAL feses, untuk kelompok kontrol dan prebiotik sebesar 0.1 log cfug, kelompok
probiotik sebesar 0.4 log cfug dan kelompok sinbiotik sebesar 0.8 log cfug. Selama masa perlakuan jumlah BAL feses pada kelompok probiotik dan
sinbiotik mengalami peningkatan secara nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol dan prebiotik, akan tetapi ketika pemberian perlakuan dihentikan jumlah
BAL feses mengalami penurunan secara nyata. Data ini juga menunjukkan bahwa L. casei
Rhamnosus mampu bertahan pada kondisi ekstrim saluran pencernaan dan dapat mencapai usus. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, kelompok
prebiotik mengalami kenaikan jumlah BAL feses secara nyata selama masa perlakuan, namun jumlah BAL feses menurun ketika pemberian perlakuan
6 7
8 9
10 11
12
Pengujian pada J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
g Kontrol
Prebiotik Probiotik
Sinbiotik
Perlakuan Pasca perlakuan
H0 H1 H5
H1 H10
H5 H10
Gambar 19 Perubahan jumlah BAL dalam feses tikus pada kelompok: a Kontrol, b Prebiotik ekstrak ubi garut, c Probiotik
L.casei Rhamnosus, d Sinbiotik ekstrak ubi garut dan L.casei
Rhamnosus.
63
dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian prebiotik ekstrak ubi garut dapat menaikkan jumlah BAL pada saluran pencernaan, dan kenaikan lebih nyata
bila ekstrak ubi garut diberikan bersama-sama dengan L. casei Rhamnosus sinbiotik. Menurut Surono 2004, pola diet dapat mempengaruhi komposisi
bakteri dalam usus dan penelitian membuktikan bahwa populasi bakteri jahat dalam tinja pengkonsumsi makanan tinggi lemak dan protein tetapi rendah serat
akan lebih tinggi dibandingkan konsumen yang mengkonsumsi lebih banyak sayuran. Menurut Gibson 2004, adanya prebiotik menyebabkan sebagian
komposisi flora usus berubah akibat terjadinya fermentasi prebiotik, termasuk perubahan strain Bifidobacterium spp, Lactobacillus spp, dan bakteri representatif
lainnya seperti Bacteroides spp, Clostridium spp dan Escherichia coli. Hasil
pengamatan perubahan jumlah BAL feses pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran 19.
Analisis ragam perubahan jumlah BAL feses pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada
Lampiran 20. Hasil penelitian Krisnayudha 2007, menunjukkan ekstrak ubi garut
mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan oligofruktosa. Adanya rafinosa dan oligofruktosa pada ekstrak ubi garut maka ekstrak ubi garut dapat
berfungsi sebagai prebiotik sehingga diduga ekstrak ubi garut dapat menstimulasi bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan probiotik. Laktulosa,
oligofruktosa, galaktooligosakarida,
oligosakarida kedelai,
laktosukrosa, isomaltooligosakarida, glukooligosakarida, xylooligosakarida, dan palatinosa juga
merupakan oligosakarida yang berpotensi sebagai prebiotik Manning et al. 2004. Buddington et al. 2002 diacu dalam Manning et al. 2004, menunjukkan bahwa
tikus yang diberi FOS dan inulin dapat mencegah masuknya patogen enterik dan sistemik termasuk E. coli O157:H7 dan Campylobacters maupun tumor inducer.
Gibson et al. 2000 didalam Manning et al 2004, membuktikan bahwa pemberian FOS, GOS dan laktulosa dalam jangka waktu pendek dapat mengubah
komposisi mikroflora usus dan meningkatkan jumlah Bifidobacteria. Menurut Bouhnik et al. 1996 diacu dalam Manning et al 2004, menunjukkan bahwa
pemberian FOS dapat menurunkan enzim-enzim genotoksik sebagai akibat dari
64
meningkatkan jumlah Bifidobacteria. Menurut Manning et al. 2004, pemberian FOS sebanyak 4 – 8 ghari dapat menaikkan secara nyata jumlah Bifidobacteria
dalam pencernaan manusia. Dengan demikian diduga kenaikan jumlah BAL pada perlakuan prebiotik dan sinbiotik menunjukkan bahwa ekstrak ubi garut memiliki
potensi sebagai prebiotik. Penurunan BAL feces pada pasca perlakuan diduga karena laju pertumbuhan BAL akan menurun ketika pemberian perlakuan
dihentikan sehingga jumlah substrat berkurang, akibatnya laju pertumbuhan BAL akan terhambat.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah E. coli Feses Tikus. Grafik
perubahan jumlah E.coli keempat kelompok tikus selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 20. Jumlah awal E.coli feses tikus pada awal perlakuan untuk
seluruh perlakuan hampir sama yaitu antara 8.4 – 8.6 log cfug. Pada kelompok kontrol jumlah E.coli selama penelitian baik sebelum perlakuan, masa perlakuan
dan pasca perlakuan mengalami peningkatan secara nyata. Dibandingkan dengan
6 7
8 9
10 11
12
Pengujian pada J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
g Kontrol
Prebiotik Probiotik
Sinbiotik
Perlakuan Pasca perlakuan
H0 H1 H5
H10 H1
H5 H10
Gambar 20 Perubahan jumlah E. coli pada feses tikus pada kelompok: a Kontrol, b Prebiotik ekstrak ubi garut, c Probiotik
L.casei Rhamnosus, d Sinbiotik ekstrak ubi garut dan L.casei Rhamnosus.
65
kontrol, maka pada kelompok prebiotik, probiotik dan sinbiotik terjadi penurunan jumlah E. coli feses secara nyata selama masa perlakuan sampai H1 pasca
perlakuan, dan naik kembali ketika perlakuan dihentikan. Pada kelompok prebiotik, selama masa perlakuan sampai H-1 pasca perlakuan terjadi penurunan
E. coli sampai 1.4 log cfug, setelah itu jumlah E. coli feses kembali naik. Pada
kelompok probiotik, selama masa perlakuan sampai H-1 pasca perlakuan terjadi penurunan jumlah E.coli feses sampai 1.6 log cfug, setelah itu jumlah E. coli
feses kembali naik. Pada kelompok sinbiotik, selama masa perlakuan sampai H-1 pasca perlakuan terjadi penurunan jumlah E. coli feses sampai 1.7 log cfug,
setelah itu jumlah E.coli feses kembali naik. Data lengkap hasil pengamatan perubahan jumlah E.coli feses pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut
dapat dilihat pada Lampiran 21. Analisis ragam perubahan jumlah E.coli feses pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo dapat dilihat
pada Lampiran 22. Penurunan jumlah E. coli feses pada kelompok prebiotik, probiotik dan
sinbiotik selama masa perlakuan sampai H-1 pasca perlakuan diduga karena terjadi kenaikan jumlah metabolit BAL seperti asam laktat dan asam asetat yang
dihasilkan meningkat, sehingga pH usus menjadi turun. Penurunan pH menyebabkan pertumbuhan E. coli terhambat. Asam laktat dan asetat yang
merupakan asam organik tersebut dapat bersifat anti mikroba sehingga pertumbuhan patogen seperti E. coli terhambat. Hal ini juga didukung oleh data
pengujian kompetisi antara bakteri patogen E. coli, B. cereus dan Salmonella sp dengan L.casei Rhamnosus yang menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat
menekan pertumbuhan E. coli sampai 3.5 log cfuml setelah diinkubasi selama 48 jam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Buddington et al. 2002 diacu
dalam Manning et al. 2004, membuktikan bahwa pemberian FOS dan inulin prebiotik pada tikus dapat mencegah masuknya tumor inducer dan patogen
termasuk E.coli O157:H7 dan campylobacter. Hasil-hasil penelitian terdahulu Hayakawa et al. 1990 diacu dalam Manning et al. 1998, Hidaka et al. 1986,
Gibson et al. 1995 diacu dalam Manning et al. 1998, membuktikan bahwa prebiotik dapat meningkatkan ketahanan inang terhadap serangan patogen karena
kemampuannya dalam meningkatkan jumlah Bifidobacteria maupun Lactobacilli.
66
Asam laktat yang dihasilkan oleh Bifidobacteria dan Lactobacilli memiliki sifat inhibitory
penghambat, karena dapat menurunkan pH pencernaan sehingga patogen tidak mampu berkompetisi untuk hidup Manning et al. 2004. Hasil
penelitian yang dilakukan Todorov dan Dicks 2005 menunjukkan bahwa Lactobacillus rhamnosus
yang diisolasi dari minuman fermentasi cereal menggunakan yeast dan BAL boza dapat memproduksi bakteriosin ST461BZ
dan ST462BZ yang mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli, L. casei, Enterococcus faecalis
dan Pseudomonas aeruginosa. Pengaruh Pemberian Perlakuan Terhadap Keberadaan Salmonella sp
dalam Feses Tikus. Selain dilakukan pengujian mikrobiologis secara kuantitatif
dilakukan juga pengujian secara kualitatif terhadap feses tikus yaitu pengujian ada atau tidaknya kandungan Salmonella selama dan pasca perlakuan, hasil pengujian
Tabel 11. Hasil uji Salmonella, menunjukkan bahwa terdapat sampel yang positif mengandung c pada semua perlakuan. Pada kelompok kontrol, pada saat
sebelum perlakuan, H-5 dan H-10 pasca perlakuan terdapat 1 sampel yang positif Salmonella
dari 3 sampel yang diujikan. Pada kelompok prebiotik menunjukkan pada H-1 perlakuan terdapat 1 sampel yang positif Salmonella dari 3 sampel yang
diujikan, dan selama masa perlakuan maupun setelah pasca perlakuan hasil uji Salmonella
negatif. Pada kelompok probiotik menunjukkan bahwa sebelum perlakuan terdapat 1 sampel yang positif Salmonella dari 3 sampel yang diujikan,
dan selama masa perlakuan maupun setelah pasca perlakuan hasil uji Salmonella negatif. Sedangkan pada kelompok sinbiotik menunjukkan bahwa pada H-5
perlakuan dan H-10 pasca perlakuan, terdapat 1 sampel yang positif Salmonella dari 3 sampel yang diujikan. Meskipun secara in vitro menunjukkan bahwa
L.casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan Salmonella dapat menekan
pertumbuhan Salmonela, namun secara in vivo pemberian perlakuan belum nampak pengaruhnya dalam menekan pertumbuhan Salmonella. Diduga pada
tikus SD yang digunakan sudah mengandung Salmonella dalam pencernaannya sebelum tikus tersebut digunakan dalam penelitian. Karena tikus yang digunakan
tidak dipelihara sejak tikus tersebut dilahirkan sehingga jenis ransum yang diberikan dan tingkat sanitasi yang dilakukan sebelum tikus digunakan untuk
penelitian diabaikan. Menurut Gallan dan Curtiss 1991 diacu dalam Hirano et al.
67
2003, Salmonella mampu menginvasi epitelium dan dapat hidup dalam lingkungan intracelluler. Hirano et al. 2003, menemukan bahwa L. casei
Rhamnosus yang digunakan secara in vivo tidak dapat mempengaruhi invasi Salmonella
enteritidis yang berpotensi invasif. Data lengkap hasil pengamatan pengujian Salmonella sp dalam feses pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi
garut secara in vivo dengan L. casei Rhamnosus dapat dilihat pada Lampiran 23. Hasil pengujian keberadaan Salmonella sp dalam feses pada pengujian
potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo berbeda dengan hasil pengujian uji kompetisi antara L. casei Rhamnosus dengan patogen secara in vitro. Pada
pengujian secara in vitro, menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus mampu menekan jumlah Salmonella sp hingga 3.5 log cfug. Hal ini disebabkan pada
pengujian secara in vitro, adanya kandungan gula-gula sederhana glukosa, fruktosa dan sukrosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan oligosakarida yang
terdapat dalam ekstrak ubi garut. Gula-gula sederhana tersebut akan lebih mudah digunakan sebagai sumber energi oleh L. casei Rhamnosus dibandingkan dengan
oligosakarida. Sementara itu, pada pengujian secara in vivo, gula sederhana diserap oleh usus halus dan yang tersedia sebagai substrat BAL adalah
oligosakarida. Dengan hanya tersedia oligosakarida, metabolit yang dihasilkan lebih sedikit sehingga belum terlihat pemberian perlakuan dapat menekan
pertumbuhan Salmonella sp. Tabel 11 Hasil pengujian Salmonella dalam feses secara kualitatif pada pengujian
potensi prebiotik ekstrak ubi garut Kelompok
Dugaan Salmonella Periode perlakuan, hari ke-
Periode pasca perlakuan, hari ke- 1
5 10
1 5
10
Kontrol
13 03
03 03
03 13
13
Prebiotik
03 13
03 03
03 03
03
Probiotik
13 03
03 03
03 03
03
Sinbiotik
03 03
13 03
03 03
13 jumlah sampel yang menunjukan hasil positif Salmonella jumlah sampel yang diuji.
68
D. POTENSI PREBIOTIK EKSTRAK UBI JALAR DAN HASIL OLAHAN COOKIES UBI JALAR DAN SPF SECARA IN VITRO