70
ekstrak ubi jalar dan hasil olahan  cookies ubi jalar dan SPF secara in vitro dapat dilihat pada Lampiran 24.
Karena  L.  casei  Rhamnosus  tumbuh  paling  baik  dalam  media  yang mengandung  ekstrak  SPF,  maka  BAL  tersebut  dipilih  untuk  digunakan  dalam
pengujian  berikutnya  yaitu  pengujian    kompetisi  antara  L.  casei  Rhamnosus dengan  patogen  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  SPF  secara  in  vitro
maupun pengujian potensi prebiotik SPF secara in vivo.
2.  Kompetisi  patogen  dengan  BAL  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak SPF
Pertumbuhan  E.  coli  pada  uji  kompetisi  dengan  L.  casei  Rhamnosus  dalam media  yang  mengandung  ekstrak  SPF  dapat  dilihat  pada  Gambar  22.  Pengujian
kompetisi bertujuan untuk melihat kemampuan BAL L. casei Rhamnosus dalam menghambat  pertumbuhan  bakteri  patogen  dengan  memanfaatkan  ekstrak  SPF
sebagai  sumber  gula.  Bakteri  patogen  yang  digunakan  adalah  E.  coli,  B.  cereus dan  Salmonella  sp.  Hasil  uji  kompetisi  antara  bakteri  E.  coli  dengan  L.  casei
Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  SPF  menunjukkan  bahwa L. casei
Rhamnosus dapat menekan jumlah E. coli sampai 3.9 log cfuml.
3.8 3.9
8.8 8.7
9.6
0.0
2 4
6 8
10 12
Kontrol + E.coli Kompetisi+ E.coli+
L.casei Rhamnosus
Perlakuan
J u
m la
h k
o lo
n i
l o
g c
fu m
l
0 jam 24 jam
48 jam
Gambar 22 Pertumbuhan E. coli yang dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF.
Sedangkan  pertumbuhan  E.  coli    dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  SPF kontrol meningkat sampai 5.0 log cfuml setelah diinkubasi selama 24 jam dan
71
5.8  log  cfuml  setelah  diinkubasi  selama  48  jam.  Tabel  12  menunjukkan perubahan  jumlah  E.  coli  setelah  dikompetisikan  dengan  L.casei  Rhamnosus.
Hasil  pengamatan  lengkap  jumlah  E.  coli  yang  dikompetisikan  dengan  L.casei Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  SPF  dapat  dilihat  pada
Lampiran 25. Tabel  12.  Perubahan  jumlah  E.  coli  setelah  dikompetisikan  dengan  L.  casei
Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF
Perlakuan Jumlah E. coli log cfuml
Pada inkubasi hari ke- Kenaikan penurunan
E. coli log cfuml
H0 0 jam
H1 24 jam
H2 48 jam
Setelah 24 jam
Setelah 48jam
Kontrol Ekstrak SPF+ E. coli 3.8
8.8 9.6
5.0 5.8
Kompetisi Ekstrak SPF+ E. coli+ L. casei
Rhamnosus 3.9
8.7 0.0
4.9 -3.9
Pertumbuhan  B. cereus yang  dikompetisikan  dengan  L.  casei  Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil
uji  kompetisi  antara  bakteri  B.  cereus  dengan  L.  casei  Rhamnosus  dalam  media yang  mengandung  ekstrak  SPF  menunjukkan  bahwa  L.  casei  Rhamnosus  dapat
menekan  jumlah  B.  cereus  sampai  3.1  log  cfuml.  Sedangkan  pertumbuhan B.cereus
yang  tidak  dikompetisikan  dengan  L.  casei  Rhamnosus  kontrol mengalami peningkatan sampai 3.0 log cfuml setelah diinkubasi selama 24 jam
dan  3.4  log  cfuml  setelah  diinkubasi  selama  48  jam.  Tabel  13  menunjukkan perubahan  jumlah  B.cereus  setelah  dikompetisikan  dengan  L.  casei  Rhamnosus.
Hasil pengamatan lengkap jumlah B. cereus yang dikompetisikan dengan L. casei
3.0 3.4
6.0
0.5 6.3
0.4 2
4 6
8 10
12
Kontrol +B.cereus Kompetisi + B.cereus +
L.casei Rhamnosus
Perlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
Gambar  23  Pertumbuhan  B.  cereus  yang  dikompetisikan  dengan  L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung  ekstrak SPF.
72
Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  SPF  dapat  dilihat  pada Lampiran 26.
Tabel 13. Perubahan jumlah B. cereus setelah dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF
Perlakuan Jumlah B. cereus log cfuml
Pada inkubasi hari ke- Kenaikan penurunan
B. cereus log cfu ml
H0 0 jam
H1 24 jam
H2 48 jam
Setelah 24 jam
Setelah 48jam
Kontrol Ekstrak SPF +B. cereus 3.0
6.0 6.3
3.0 3.4
Kompetisi Ekstrak SPF +B. cereus + L. casei
Rhamnosus 3.4
0.5 0.4
-3.0 -3.1
Hasil  uji  kompetisi  antara  bakteri  Salmonella  sp  dengan  L.  casei Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  SPF  menunjukkan  bahwa
L.casei Rhamnosus  dapat  menekan  jumlah  Salmonella  sp  sebesar  1.5  log  cfuml
inkubasi 24 jam dan 3.9 log cfuml inkubasi 48 jam. Sedangkan dalam media yang mengandung ekstrak SPF kontrol jumlah Salmonella sp meningkat  sampai
5.2  log  cfuml  inkubasi 24  jam  dan  5.4 log  cfuml  inkubasi  48 jam.  Tabel  14 menunjukkan  perubahan  jumlah  Salmonella  setelah  dikompetisikan  dengan
L.casei Rhamnosus.  Hasil  pengamatan  lengkap  jumlah  Salmonella  yang
dikompetisikan  dengan  L.  casei  Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung ekstrak SPF dapat dilihat pada Lampiran 27.
3.8 3.9
9.0
2.4 9.2
0.0 2
4 6
8 10
12
Kontrol + Salmonella Kompetisi+Salmonella+
L.casei Rhamnosus
Perlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
Gambar  24  Pertumbuhan  Salmonella  sp  yang  dikompetisikan  dengan  L.  casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF.
73
Tabel 14 Perubahan jumlah Salmonella sp setelah dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF
Perlakuan Jumlah Salmonella sp
log CFUml Pada inkubasi hari ke-
Kenaikan penurunan
Salmonella sp log CFUml
H0 0 jam
H1 24 jam
H2 48 jam
Setelah 24 jam
Setelah 48jam
Kontrol Ekstrak SPF+Salmonella sp 3.8
9.0 9.2
5.2 5.4
Kompetisi Ekstrak SPF+Salmonella sp + L. casei Rhamnosus
3.9 2.4
0.0 -1.5
-3.9
Dari  ketiga  jenis  patogen  yang  digunakan  pada  uji  kompetisi  dengan L.  casei
Rhamnosus  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  SPF  menunjukkan bahwa  penurunan  jumlah  B.  cereus  paling  rendah  dibandingkan  dengan
penurunan  jumlah  E.  coli  dan  Salmonella.  Hal  ini  dikarenakan  B.  cereus merupakan  bakteri  yang  membentuk  spora  sehingga  lebih  tahan  dibandingkan
E.  coli dan  Salmonella.  Batt  1999
a
,  menyatakan  bahwa  B.  cereus    merupakan spesies  yang  membentuk  spora  yang  tahan  terhadap  suhu  pemasakan.  Todar
2005  menyatakan  bahwa  B. cereus    merupakan  spesies  yang  membentuk  spora ellipsoid.  Pada  saat  kandungan  nutrisi  dalam  media  berkurang  maka  bakteri  ini
akan membentuk endospora yang lebih tahan terhadap bahan kimia. Tabel  15  Perubahan  jumlah  L.casei  Rhamnosus  setelah  dikompetisikan  dengan
patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF
Perlakuan H0
log cfuml
H1 log cfu
cfu ml H2
log cfu cfu ml
Kenaikan atau penurunan jumlah BAL
log cfu cfu ml Setelah 24
jam Setelah 48
jam Kontrol Ekstrak SPF +L.casei
Rhamnosus 8.4
8.6 8.3
0.2 -0.2
Kompetisi Ekstrak SPF+E.coli+L. casei
Rhamnosus 8.5
8.7 8.4
0.2 -0.1
Kompetisi Ekstrak SPF+Salmonella sp
+L.casei Rhamnosus 8.4
8.6 8.3
0.1 -0.2
Kompetisi Ekstrak SPF+B.cereus+L.casei Rhamnosus
8.3 8.5
8.1 0.2
-0.2
Hasil  uji  kompetisi  antara  L.  casei  Rhamnosus  dengan  patogen  dalam media  yang  mengandung  ekstrak  SPF,  menunjukkan  bahwa  patogen  tidak
mempengaruhi pertumbuhan L.casei Rhamnosus Gambar 25, akan tetapi L casei Rhamnosus mampu menghambat E. coli dan Salmonella sp  sampai 3.9 log cfuml
74
serta  menghambat  B.  cereus  sampai  3.1  log  cfuml.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa L.  casei
Rhamnosus  dapat  berkompetisi  dengan  baik    untuk  mengambil substrat. Adanya gula-gula sederhana dan oligosakarida yang terdapat dalam ekstrak SPF
8.3 8.2
8.4 8.6
8.2 8.2
-2 2
4 6
8 10
12
Kontrol+L.casei Rhamnosus
Kompetisi+E.coli+L.casei Rhamnosus
Pe rlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
a
8.4 8.4
8.6 8.6
8.3 8.3
-2 2
4 6
8 10
12
Kontrol+ L.casei Rhamnosus
Kompetisi+Salmonella +L.casei Rhamnosus
Perlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
b
8.4 8.3
8.6 8.5
8.3 8.1
-2 2
4 6
8 10
12
Kontrol+ L.casei Rhamnosus
Kompetisi+B.cereus +L.casei Rhamnosus
Pe rlakuan J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
m l
0 jam 24 jam
48 jam
c Gambar  25  Pertumbuhan  L.  casei  Rhamnosus  yang  dikompetisikan  dengan
patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF.
75
akan  menstimulir  pertumbuhan  BAL  L.  casei  Rhamnosus.  L.  casei  Rhamnosus akan  menghasilkan  asam  laktat  Scheinbach  1998;  Makinen  dan  Bigret  2004;
Ouwehand  dan  Vesterlund  2004  menyebabkan  pH  media  turun  sehingga pertumbuhan  bakteri  patogen  terhambat.  Hasil  pengamatan  lengkap  jumlah  BAL
yang dikompetisikan dengan patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF
dapat dilihat pada Lampiran 28. E. PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK SPF SECARA IN VIVO
Pengujian  in  vivo  dilakukan  untuk  mengetahui  sifat  prebiotik  sweet  potato flakes
SPF,  L.  casei  Rhamnosus  sebagai  probiotik  dan  kombinasi  pemberian ransum    SPF  dengan  L.  casei  Rhamnosus  sebagai  sinbiotik.  Jumlah  SPF  yang
disubstitusikan  dalam  ransum    SPF  sebesar  35.  Jumlah  L.  casei  Rhamnosus yang  diberikan  sebesar  10
10
CFUml.  Komposisi  ransum  standar,  metode pengujian dan parameter yang diuji sama dengan  yang digunakan pada pengujian
potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo. Adapun perhitungan komposisi ransum  SPF yang diberikan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Keadaan  Tikus  Selama  Penelitian.  Grafik  peningkatan  berat  badan  tikus
tersebut  dapat  dilihat  pada  Gambar  26.  Selama  masa  pemeliharaan,  berat  badan tikus  semua  kelompok  meningkat,  baik  pada  masa  adaptasi,  perlakuan  maupun
pada  pasca  perlakuan.  Hal  tersebut  menunjukkan  bahwa  selama  penelitian  tikus dalam  kondisi  yang  sehat.  Kelompok  kontrol  mengalami  peningkatan  sebanyak
40.8 g, kelompok probiotik meningkat sebanyak 50 g, kelompok prebiotik SPF mengalami peningkatan sebanyak 46.1 g dan kelompok sinbiotik SPF meningkat
sebanyak 45.3 g. Pemberian  perlakuan  tidak  mempengaruhi  kenaikan  berat  badan  tikus
secara  nyata,  peningkatan  berat  badan  tertinggi  terjadi  pada  kelompok  probiotik, sedangkan  peningkatan  terendah  terjadi  pada  kelompok  kontrol.  Rata-rata
perubahan  berat  badan  tikus  pada  pengujian  potensi  prebiotik  SPF  dapat  dilihat pada Lampiran 29. Analisis ragam peningkatan berat badan tikus pada pengujian
potensi prebiotik SPF dapat dilihat pada Lampiran 30.
76
150 200
250
1 3
5 7
9 11
13 15
17 19
21 23
25 27
29 31
Pemeliharaan hari ke- B
er a
t b
a d
a n
t ik
u s
g ra
m
Rata2 Kontrol Rata2 Probiotik
Rata2 Prebiotik SPF Rata2 Sinbiotik SPF
Gambar 26  Peningkatan berat badan tikus SPF dengan L. casei Rhamnosus.
Pengaruh  Perlakuan  Terhadap  Jumlah  Total  Mikroba  Feses  Tikus.
Perubahan  jumlah  total  mikroba  pada  feses  tikus  dapat  dilihat  pada  Gambar  27. Pada kelompok kontrol, jumlah total mikroba awal sampai H-10 perlakuan relatif
sama 8.9 log cfug, pada H-1 pasca perlakuan mengalami kenaikan sebesar 0.2 log  cfug  kemudian  turun  pada  hari-hari  berikutnya.  Dibandingkan  dengan
kontrol, jumlah total mikroba feses selama perlakuan sampai H1 pasca perlakuan pada kelompok probiotik dan sinbiotik mengalami kenaikan secara nyata, namun
setelah perlakuan dihentikan maka jumlahnya menurun secara nyata.  Jumlah total mikroba  feses  pada  kelompok  prebiotik  memiliki  pola  yang  sama  dengan
kelompok  probiotik  dan  sinbiotik,  meskipun  tidak  berbeda  nyata  dibandingkan dengan  kontrol.  Pada  perlakuan  probiotik  terjadi  kenaikan  jumlah  total  mikroba
feses  1.6  log  cfug  secara  nyata  dibandingkan  dengan  kelompok  lainnya  dan menurun secara nyata setelah perlakuan dihentikan. Menurut Hong et al. 2004,
jenis  bakteri  dominan  yang  terdapat  dalam  usus  besar  dan  usus  halus  adalah Lactobacillus
,  Streptococcus,  Enterobacteria,  Bifidobacteria,  Bacteroides, Clostridia  dan  Bacillus.
BAL  berkontribusi  menghasilkan  enzim  dalam  usus, seperti  -galaktosidase  laktase.  Asupan  oligosakarida  dari  SPF  meningkatkan
ketersediaan  oligosakarida  dalam  kolon  sehingga  meningkatkan  jumlah  total mikroba.  Sementara  itu  pemberian  BAL  secara  langsung  meningkatkan  jumlah
77
total  mikroba  dalam  feses.  Hasil  pengamatan  jumlah  total  mikroba  feses  pada pengujian  potensi  prebiotik  SPF  secara  in  vivo  dapat  dilihat  pada  Lampiran  31.
Analisis  ragam  perubahan  jumlah  total  mikroba  feses  pada  pengujian  potensi
prebiotik SPF secara in vivo dapat dilihat pada Lampiran 32.
7 8
9 10
11 12
H0 H1 H5
H5 H10
Pengujian pada J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
g
Kontrol Probiotik
Prebiotik Sinbiotik
Perlakuan Pasca perlakuan
H10 H1
Gambar 27 Perubahan jumlah total mikroba feses tikus pada kelompok: a Kontrol, b Prebiotik SPF, c Probiotik L. casei
Rhamnosus, d Sinbiotik SPF dan L. casei Rhamnosus.
Pengaruh  Perlakuan  Terhadap  Jumlah  BAL  Feses  Tikus.  Perubahan
jumlah  BAL  dalam  feses  tikus  dapat  dilihat  pada  Gambar  28.  Pada  kelompok kontrol,  jumlah  BAL  dalam  feses  pada  awal  sampai  H-10  perlakuan  jumlahnya
relatif  sama  yaitu  8.7  log  cfug,  kemudian  pada  H-1  pasca  perlakuan  mengalami penurunan  sebesar  0.5  log  cfuml  kemudian  semakin  berkurang  pada  hari-hari
berikutnya. Jumlah BAL dalam feses pada awal pada perlakuan untuk kelompok prebiotik  8.3  log  cfug,  selama  perlakuan  pemberian  ransum  perlakuan  SPF
mengalami  kenaikan  sampai  H-10 perlakuan  mencapai  9.1  log cfug,  akan  tetapi setelah  H-10  perlakuan  jumlah  BAL  menurun.  Jumlah  BAL  dalam  feses  pada
awal  perlakuan  untuk  kelompok  probiotik  8.3  log  cfug,  kemudian  terus
78
mengalami  peningkatan  sampai  10.0  log  cfug  selama  masa  perlakuan  dan menurun setelah H-1 pasca perlakuan. Jumlah BAL dalam feses pada awal untuk
kelompok sinbiotik 8.3 log cfug, kemudian terus mengalami peningkatan sampai 9.7  log  cfug  selama  masa  perlakuan  dan  menurun  setelah  H-1  pasca  perlakuan.
Pada  kelompok  prebiotik  terjadi  kenaikan  jumlah  BAL  dalam  feses  secara  nyata dibandingkan dengan kontrol selama masa perlakuan, namun jumlah BAL dalam
feses  menurun  ketika  pemberian  perlakuan  dihentikan.  Dibandingkan  dengan kelompok kontrol dan prebiotik maka selama masa perlakuan terjadi peningkatan
jumlah BAL dalam feses secara nyata pada kelompok probiotik dan sinbiotik dan terjadi penurunan secara nyata ketika perlakuan dihentikan. Hal ini menunjukkan
bahwa  pemberian  prebiotik  ransum  SPF  meningkatkan  jumlah  BAL  pada saluran  pencernaan,  dan  kenaikan  lebih  nyata  bila  ransum    SPF  diberikan
bersama-sama  dengan  L.  casei  Rhamnosus  sinbiotik.  Sebagaimana  disebutkan sebelumnya  bahwa  dalam  SPF  terdapat  maltotriosa,  rafinosa,  dan  stakiosa  yang
dapat  bertindak  sebagai  prebiotik.  Adanya  oligosakarida  tersebut  memberikan sumber  energi  kepada  BAL  sehingga  jumlahnya  meningkat.  Penurunan  jumlah
BAL  dalam  feses  setelah  perlakuan  karena  jumlah  substrat  berkurang,  akibatnya laju  pertumbuhan  BAL  terhambat.  Dari  ketiga  perlakuan,  menunjukkan  bahwa
perlakuan  probiotik  pemberian  suspensi  L.  casei  Rhamnosus  dapat meningkatkan  jumlah  BAL  dalam  tertinggi  selama  perlakuan.  Hal  ini  sesuai
dengan  hasil  pengamatan  jumlah  total  mikroba  dalam  feses  tikus.  Hasil pengamatan perubahan jumlah BAL dalam feses pada pengujian potensi prebiotik
SPF  dapat  dilihat  pada  Lampiran  33.  Analisis  ragam  perubahan  jumlah  BAL dalam feses pada pengujian potensi prebiotik SPF dapat dilihat pada Lampiran 34.
Terjadinya  kenaikan  jumlah  BAL  pada  perlakuan  prebiotik  dan  sinbiotik menunjukkan  bahwa  pemberian  ransum    SPF  dapat  meningkatkan  jumlah  BAL
selama  perlakuan.  Dalam  produk  SPF  mengandung  oligosakarida  yang  berasal dari kedelai yaitu rafinosa dan stakiosa  Smiricky et al. 2001   maupun dari ubi
jalar  kukus  yaitu  0.2    rafinosa  dan  0.14    maltotriosa  Marlis  2008,  belum dipublikasikan.  Oligosakarida  dalam  ubi  jalar  mampu  mendukung  pertumbuhan
Lactobacillus Nuraida et al. 2004. Rafinosa dan stakiosa tidak diserap oleh usus
79
halus  dan  masuk  ke  dalam  usus  besar.  Dalam  usus  besar  oligosakarida  tersebut dimetabolisme oleh BAL untuk berkolonisasi Manning et al. 2004.
6 7
8 9
10 11
12
Pengujian pada J
u m
la h
k o
lo n
i L
o g
c fu
g Kontrol
Probiotik Prebiotik
Sinbiotik
Perlakuan Pasca perlakuan
H0  H1 H5
H5 H10    H1
H10
Gambar 28 Perubahan jumlah BAL pada feses tikus  pada kelompok: a. Kontrol, b Prebiotik SPF, c Probiotik L. casei
Rhamnosus, d Sinbiotik SPF dan  L. casei Rhamnosus. Dalam  100  g  ubi  jalar  tergelatinisasi  diasumsikan  mengandung  0.2
rafinosa  dan  0.14    maltotriosa  Marlis  2008,  belum  dipublikasikan.  Asumsi kadar air ubi jalar tergelatinisasi 70 , maka dalam 100 g tepung ubi jalar kering
akan mengandung 0.007 g rafinosa dan 0.005 g maltotriosa. Menurut Parson et al. 2001,  oligosakarida  kedelai  terdiri  dari  0.58  rafinosa  dan  3.23  stakiosa.
Dalam  100  g  ransum    SPF  mengandung  35  g  tepung  SPF.  Dalam  100  g  SPF mengandung 33 g tepung ubi jalar, 15 g tepung kedelai, 12 g tepung tapioka dan
40 g bahan lain gula, garam dan air. Maka dalam 100 g SPF mengandung 0.38 g oligosakarida  ubi  jalar  0.22  g  rafinosa  dan  0.16  g  maltotriosa  dan  0.57  g
oligosakarida  kedelai  0.09  g  rafinosa  dan  0.48  g  stakiosa.  Dengan  kata  lain dalam 100 g SPF mengandung 0.95 g oligosakarida atau 1 g oligosakarida.
Rata-rata  jumlah  ransum  yang  dikonsumsi  tikus sebesar  15  g200  g  berat badan  tikus.  Maka  setiap  tikushari  rata-rata  mengkonsumsi  0.05  g
80
oligosakarida200  g  BB  tikus.  Dengan  kata  lain  jumlah  oligosakarida  yang dikonsumsi oleh tikus sebesar 0.26 g oligosakaridakg BB. Menurut Manning dan
Gibson  2004,  konsumsi  4  sampai  8  g  FOS  dapat  menaikkan  jumlah Bifidobacteria
dalam  pencernaan  manusia.  Penelitian  yang  dilakukan  oleh Konsumsi  10  ghari  oligosakarida  kedelai  dapat  meningkatkan  jumlah
bifidobacteria  dan  secara  bersamaan  akan  menurunkan  jumlah  bakteri  patogen dalam feses manusia secara nyata. Ketika rata-rata berat minimum orang dewasa
50  kg  Bender  dan  Bender  2001,  maka  konsumsi  oligosakarida  kedelai  sebesar 0.2  gkg  BB  manusiahari  dapat  meningkatkan  jumlah  Bifidobacteria  dan
menekan  pertumbuhan  patogen.  Apabila  diasumsikan  konsumsi  oligosakarida SPF  4  -  8  ghari  maka  untuk  memenuhi  kebutuhan  tersebut  dapat  diperoleh  dari
400 - 800 g SPFhari.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah E. coli Feses Tikus. Perubahan
jumlah  E. coli    dalam feses  tikus  SPF  dengan  L.casei  Rhamnosus  dapat  dilihat pada  Gambar  29.  Jumlah  E.  coli    dalam  feses  awal  pada  kelompok  kontrol,
perlakuan  prebiotik  dan  probiotik  sama  yaitu  8.6  log  cfug,  sedangkan  jumlah awal E. coli feses pada perlakuan sinbiotik sebesar 8.4 log cfug. Pada kelompok
kontrol  jumlah  E.  coli    selama  masa  perlakuan  dan  pasca  perlakuan  mengalami kenaikan.  Pada  perlakuan  prebiotik  pemberian  ransum  perlakuan  SPF  selama
masa  perlakuan  jumlah  E.  coli  dalam  feses  mengalami  penurunan  sampai  H-1 pasca  perlakuan  mencapai  7.4  log  cfug  turun  hingga  1.2  log  cfug,  namun
setelah H-1 pasca perlakuan jumlah E. coli  dalam feses mengalami peningkatan. Pola  yang  sama  ditunjukkan  pula  pada  perlakuan  probiotik  dan  sinbiotik.  Pada
perlakuan  probiotik  penurunan  jumlah  E.  coli    dalam  feses  sampai  H-1  pasca perlakuan  mencapai  7.0  log  cfug  turun  1.6  log  cfug  dan  pada  perlakuan
sinbiotik  mencapai  7.2  log  cfug  1.2  log  cfug.  Dari  ketiga  perlakuan, menunjukkan  bahwa  pemberian  probiotik  suspensi  L.  casei  Rhamnosus  dapat
menurunkan  jumlah  E.  coli  dalam  feses  tertinggi  selama  perlakuan,  penurunan E.coli
dalam  feses    mencapai  1.6  log  cfug.  Pemberian  perlakuan  prebiotik  dan sinbiotik  juga  dapat  menurunkan  jumlah  E.  coli.  Hasil  pengamatan  perubahan
jumlah  E.  coli  feses  pada  pengujian  potensi  prebiotik  SPF  dapat  dilihat  pada
81
Lampiran  35.  Analisis  ragam  perubahan  jumlah  E.  coli  feses  pada  pengujian potensi prebiotik SPF dapat dilihat pada Lampiran 36.
Penurunan  jumlah  E.  coli  dalam  feses  selama  masa  perlakuan  pada kelompok  sinbiotik  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  kelompok  prebiotik.
Adanya  prebiotik  SPF    maltotriosa,  rafinosa,  stakiosa  dan  suspensi  L.  casei Rhamnosus  dalam  perlakuan  sinbiotik  membantu  menekan  jumlah  E.  coli.
Menurut Gibson 2004, adanya prebiotik menyebabkan sebagian komposisi flora usus  berubah  akibat  terjadinya  fermentasi,  termasuk  perubahan  strain
Bifidobacterium spp,  Lactobacillus  spp,  dan  bakteri  representatif  lainnya  seperti
Bacteroides spp, Clostridium spp dan Escherichia coli.
Penelitian yang dilakukan oleh
Hirano  et  al.  2003,  menunjukkan  bahwa  secara  in  vitro  penempelan  dan kolonisasi Escherichia coli enterohemorrhagic EHEC dalam sel epitel usus besar
tidak dipengaruhi oleh hadirnya strain Lactobacillus L. rhamnosus, L.gasseri, L. casei
dan  L.  plantarum,  akan  tetapi  L.rhamnosus  dapat  menekan  internalisasi EHEC dalam sel epitel. Pengujian secara in vivo yang dilakukan oleh Suryadjaya
2005  menunjukkan  bahwa  pemberian  ekstrak  ubi  jalar  pada  tikus  SD  mampu menekan  jumlah  E.  coli  dalam  feses,  namun  meningkatkan  jumlah  BAL  feses.
Efek  lebih  besar  diperoleh  ketika  pemberian  ekstrak  ubi  jalar  disertai  dengan pemberian  L.casei  Rhamnosus.  Penelitian-penelitian  ini  menunjukkan  bahwa  ubi
jalar  berpotensi  untuk  mendukung  pertumbuhan  BAL  dan  menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
Hasil uji potensi prebiotik ekstrak SPF secara in vitro kompetisi antara     L. casei Rhamnosus  dengan  patogen  menunjukkan  pertumbuhan  patogen  uji          E.  coli,
B.cereus dan  Salmonella  menurun  bila  dikompetisikan  dengan  L.  casei
Rhamnosus  yang  ditumbuhkan  dalam  media  yang  mengandung  ekstrak  SPF. Adanya  maltotriosa,  rafinosa  dan  stakiosa  yang  terkandung  dalam  SPF  dapat
menaikkan  jumlah  BAL  Gambar  28  dan  menurunkan  jumlah  E.  coli  Gambar 29 pada feses  tikus. Penelitian tentang pengaruh oligosakarida kedelai terhadap
mikroba  pada  feses  manusia  Hayakawa  et  al.  1990  menunjukkan  bahwa  fraksi stakiosa  dan  rafinosa  dari  oligosakarida  kedelai  dapat  difermentasi  oleh
Bifidobacterim spp secara in vitro. Konsumsi oligosakarida kedelai sebanyak 10 g
82
per  hari  telah  dilaporkan  meningkatkan  jumlah  Bifidobacteria  dalam  feses manusia secara nyata, dan secara bersamaan menurunkan jumlah bakteri patogen.
6 7
8 9
10 11
12
Pengujian pada
J u
m la
h k
o lo
n i
L o
g c
fu g
Kontrol Probiotik
Prebiotik Sinbiotik
Pasca perlakuan Perlakuan
H0 H1 H5
H10 H1
H5 H10
Gambar 29 Perubahan jumlah E. coli  feses tikus  pada kelompok: a. Kontrol, b Prebiotik  SPF,  c  Probiotik  L.casei  Rhamnosus,  d  Sinbiotik
SPF dan L.casei Rhamnosus.
Pengaruh  Pemberian  Perlakuan  Terhadap  Keberadaan  Salmonella sp.  Rekapitulasi  hasil  uji  Salmonella  dalam  feses  dapat  dilihat  pada  Tabel  16.
Pada kelompok kontrol, sebelum masa perlakuan, H-5 dan H-10 pasca perlakuan terdapat  1  sampel  yang  positif  dari  3  sampel  yang  diujikan.  Pada  kelompok
probiotik  menunjukkan  sebelum  perlakuan  tidak  ada  sampel  yang  positif  pada pengujian  Salmonella,  namun  pada  H1  perlakuan  terdapat  1  sampel  yang  positif
dari 3 sampel yang diujikan, dan selama masa perlakuan maupun pasca perlakuan hasil  uji  Salmonella  negatif.  Pada  kelompok  prebiotik  menunjukkan  pada  H-0
perlakuan  terdapat  1  sampel  yang  positif  dari  3  sampel  yang  diujikan  dan  pada H-5  terdapat  2  sampel  positif  dari  3  sampel  yang  diuji,  kemudian  pada  hari
selanjutnya  hasil  uji  Salmonella  negatif.  Pada  kelompok  sinbiotik  menunjukkan uji Salmonella positif atau terdapat 1 sampel positif dari 3 sampel yang diuji pada
H-0, kemudian pada H-1 dan H-5 masa perlakuan, H-1 dan H-5 pasca  perlakuan
83
masing-masing  terdapat  2  sampel  positif  Salmonella  dari  3  sampel  yang  diuji, sedangkan pada  H-10 pasca perlakuan hasil uji Salmonella negatif. Data lengkap
hasil  pengamatan  keberadaan Salmonella  sp  dalam  feses  tikus  dapat  dilihat  pada Lampiran 37.
Tabel  16  Hasil  uji  Salmonella  dalam  feses  secara  kualitatif    pada  pengujian potensi prebiotik SPF dengan L. casei Rhamnosus
Kelompok Dugaan Salmonella
Pra perlakuan
Periode perlakuan, hari ke- Periode pasca perlakuan, hari ke-
1 5
10 1
5 10
Kontrol 13
03 03
03 03
13 13
Probiotik 03
13 03
03 03
03 03
Prebiotik 13
03 23
03 03
03 03
Sinbiotik 13
23 23
03 23
13 03
jumlah sampel yang menunjukan hasil positif Salmonellajumlah sampel yang diuji.
Meskipun  secara in  vitro  menunjukkan bahwa  L. casei    Rhamnosus yang dikompetisikan  dengan  Salmonella  dapat  menekan  pertumbuhan  Salmonela,
namun  secara  in  vivo  pemberian  perlakuan  belum  nampak  pengaruhnya  dalam menekan  pertumbuhan  Salmonella.  Hirano  et  al.  2003,  menemukan  bahwa
L.casei Rhamnosus  yang  digunakan  secara  in  vivo  tidak  mempengaruhi  invasi
Salmonella enteritidis yang berpotensi invasif.
Menurut  Gallan  dan  Curtiss  1991  diacu  dalam  Hirano  et  al.  2003, Salmonella
mampu  menginvasi  epitelium  dan  dapat  hidup  dalam  lingkungan intracelluler. Menurut Giannella 2006, patogenesis Salmonella dipengaruhi oleh
atribut  yang  dimilikinya  yaitu  faktor  virulen,  yang  meliputi:  1  kemampuannya menginvasi  sel,  2  dinding  polisakarida  yang  lengkap,  3  kemampuannya
bereplikasi dalam  intraselluler  dan  4  kemungkinan  berelaborasi  dengan  toksin.
Setelah  menginfeksi,  maka Salmonella
berkolonisasi  dalam  ileum  dan  kolon kemudian  menginvasi  epitelium  usus.  Setelah  menginvasi  epitelium,  Salmonella
berkolonisasi  dalam  intraselluler  dan  menyebar  ke  limposit  kemudian  dibawa  ke seluruh  tubuh  oleh  sel  reticuloendothelial.  Gambar  30  menunjukkan  terjadinya
invasi Salmonella pada mucosa usus.
84
Gambar 30 Invasi Salmonella pada mucosa usus Giannella 2006.
F. PEMBAHASAN UMUM