3 Interpretasi Pada tahap ini segera setelah kita mengorganisasikan stimuli, kita akan
memberikan interpretasi atau menyimpulkan dengan memberi makna terhadap stimuli tersebut. Persepsi sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu, seperti
tanggung jawab yang dimilikinya, kepribadian, kebutuhan, harapan, konsep diri, sikap dan sistem nilai, yang semuanya mengacu pada stimuli internal yang secara
nyata mempengaruhi interpretasi seseorang terhadap realitas.
2.3 Sampah 2.3.1 Pengertian Sampah
Sampah adalah semua jenis buangan atau kotoran padat yang berasal antara lain dari rumah tempat tinggal, perkantoran, rumah penginapan, hotel,
rumah makan, restoran, pasar, bangunan umum, pabrik, termasuk puing-puing, sisa bahan bangunan dan besi tua, kendaraan bermotor dan yang sejenis lainnya
Surat Menteri KLH tanggal 11 Juni 1993 No. B. 137I1993. Menurut keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 15 tahun 2002, sampah adalah jenis buangan dan atau
limbah padat domestik yang berasal dari proses alam, kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Sampah adalah hasil sampingan dari aktifitas dari manusia yang sudah tidak terpakai yang merupakan bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga,
peasar, perkantoran, rumah penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktifitas manusia lainnya. Bahkan, sampah dapat berasal dari puing-puing bahan
bangunan dan besi-besi tua bekas kendaraan bermotor Purwendro dan Nurhidayat
2007. Kemudian Purwendro dan Nurhidayat mengungkapkan besarnya sampah yang dihasilkan dari suatu daerah tertentu sebanding dengan jumlah penduduk,
jenis aktifitas, dan tingkat konsumsi penduduk tersebut terhadap barangmaterial. Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi terhadap barang semakin
besar pula volume sampah yang dihasilkan.
2.3.2 Jenis-jenis sampah
Pengelolaan sampah yang benar mensyaratkan adanya keterpaduan dari berbagai aspek, mulai dari hulu sampai hilir. Aspek hulu meliputi kegiatan
pengolahan sampah pada tingkat penghasil sampah tahap pertama, diantaranya
rumah tangga, hotel, maupun rumah makan. Langkah yang bisa diambil pada aspek hulu adalah pemilahan sampah berdasarkan jenisnya. Menurut Purwendro
dan Nurhidayat 2007 sampah dibagi menjadi tiga, yaitu : 1 Sampah Organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Sampah organik dibagi menjadi sampah organik basah dan
sampah organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Sementara bahan yang termasuk
sampah organik kering adalah bahan organik adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil.
2 Sampah Anorganik Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa
berasal dari bahan yang bisa diperbaharui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis yang termasuk ke dalam kategori bias didaur ulang recyle ini
misalnya bahan yang terbuat dari plastik dan logam. 3 Sampah B3 Bahan Berbahaya dan Beracun
Sampah B3 merupakan jenis sampah yang dikategorikan beracun dan berbahaya bagi manusia. Umumnya, sampah jenis ini mengandung merkuri
seperti kaleng bekas cat semprot atau minyak wangi.
2.3.3 Pengelolaan Sampah di Kota Besar
Menurut Purwendro dan Nurhidayat 2007
pengelolaan
sampah yang tidak dilaksanakan dengan baik akan menjadi sumber masalah, baik sosial maupun
lingkungan, yang muncul di masyarakat. Munculnya berbagai penyakit akibat pencemaran air, tanah, dan polusi udara hanya sebagian kecil akibat dari buruknya
pengelolaan sampah. Budaya masyarakat yang kurang disiplin dan masih rendahnya kesadaran menjaga lingkungan hidup. Ada pun kelemahan pengaturan
pemerintah bisa dilihat dari kurangnya koordinasi antar-instansi yang berkaitan dengan hal ini. Pengelolaan sampah di kota besar dapat dilakukan dengan dua
sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Kedua sistem ini dapat digunakan sebagai langkah pengelolaan.
1. Sistem Sentralisasi Sistem sentralisasi pengolahan sampah adalah pengolahan sampah
dilakukan di tingkat TPA Tempat Pembuangan Akhir. Di setiap sub-area tidak diadakan pengolahan sampah, hanya aktifitas pengumpulan sampah. Kelebihan
sistem ini ini terlihat dari bisa dikelolanya sampah dengan beberapa alternatif seperti sistem aerob terbuka dan anaerob tertutup. Kelemahan pada pengolahan
sampah sistem sentralisasi yaitu biaya pengangkutan sampah cukup besar dan lahan yang dibutuhkan untuk pengumpulan dan pengolahan sampah cukup luas.
Keterangan : TPA : Tempat Pembuangan Akhir, TPS : Tempat Penampungan Sampah, RT : Sampah Rumah
Tangga
Gambar 1. Bagan Pengelolaan Sampah Secara Sentralisasi Bagan pengelolaan sampah secara sentralisasi tersebut menunjukkan
bahwa sampah rumah tangga dikumpulkan di tempat penampungan sampah sementara. Setelah itu sampah akan diangkat menuju tempat pembuangan akhir.
Di TPA, kegiatan yang dilakukan di antaranya sebagai berikut : • Sanitary landfill. Sampah digunakan sebagai bahan pengisi tanah yang
akan diurug • Pembakaran sampah. Kegiatan ini dilakukan terutama untuk membakar
sampah organik kering dan sampah anorganik alat yang digunakan untuk membakar yaitu incinerator.
TPA
TPS TPS
RT RT
RT RT
RT RT
Proses Pengolahan Sampah
• Pengomposan composting. Pengomposan dilakukan untuk sampah organik. Kegiatan ini dilakukan secara terbuka aerob maupun tertutup
anaerob. • Recycling. Pemanfaatan kembali sampah-sampah yang masih dapat diolah
kembali seperti plastik, besi, atau alumunium. Pengelolaan dengan sistem ini membutuhkan banyak tenaga, teknologi
tinggi, serta biaya besar untuk menghindari adanya konflik antara pihak pengelola sampah dengan warga di sekitar TPA, karena keterlambatan pengolahan sampah
yang setiap hari harus bertumpuk dari berbagai daerah yang membuat lingkungan menjadi tidak nyaman untuk ditinggali.
2. Sistem Desentralisasi Sistem desentralisasi mensyaratkan pengolahan sampah pada area hulu
atau penghasil sampah pertama. Pada sistem ini, di setiap sub-area tidak hanya aktivitas pengumpulan sampah, tetapi juga pengolahannya sampai menjadi produk
yang bisa dimanfaatkan lagi. Kelebihan sistem desentralisasi memungkinkan luas lahan yang dibutuhkan untuk pengumpulan dan pengolahan tidak terlalu luas.
Selain itu, biaya pengangkutan sampah yang besarnya rata-rata 75 dari total biaya untuk mengolah sampah bisa dikurangi. Sentra pengumpulan dan
penampungan sampah dilakukan pada tingkat cakupan daerah yang lebih kecil, misalnya tingkat kelurahan, atau tingkat kecamatan.
Keterangan : TPA : Tempat Pembuangan Akhir, RT : Sampah Rumah Tangga
Gambar 2. Bagan Pengelolaan Sampah secara Desentralisasi
TPA TPA
RT RT
RT RT
RT RT
Proses Pengolahan
Sampah Proses
Pengolahan Sampah
Di TPA, kegiatan pengolahan sampah yang dilakukan tidak berbeda jauh dengan sistem sentralisasi. Namun, pada sistem ini jarang sekali dilakukan
sanitary landfill karena besarnya biaya, jumlah sampah yang relativ sedikit, dan lahan yang terbatas untuk melakukan aktivitas. Kegiatan pengomposan biasanya
dilakukan secara aerob. Sampah menjadi masalah penting untuk kota-kota besar. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : • Volume sampah sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung
tempat pembuangan sampah akhir atau TPA. • Lahan TPA semakin sempit karena tergeser tujuan penggunaan lain.
• Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat
membusuknya. Hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari pembusukannya. Oleh karena itu, selalu
diperlukan perluasan areal TPA baru. • Manajemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga sering kali menjadi
penyebab distorsi dengan masyarakat setempat. • Pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada
lingkungan. • Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam
memanfaatkan produk sampingan dari sampah sehingga menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di TPA.
Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial. Bahkan, sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena dampaknya terkena berbagai sisi
kehidupan. Sumber sampah yang terbanyak dari pemukiman dan pasar tradisional. Sampah pasar seperti pasar sayur mayur, pasar buah atau pasar ikan, jenisnya
relativ seragam, sebagian besar 95 berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat
beragam, tetapi secara umum minimal 75 terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik.
Kota Bogor menggunakan sistem sentralisasi. Karena tidak dilakukan pengolahan sampah di tingkat Tempat Pembuangan Sementara TPS, hanya
proses pengumpulan sampah yang kemudian diangkut Tempat Pembuangan Akhir TPA Galuga.
Menurut Zaenal, staf di Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan DLHK Kota Bogor diacu dalam Suara Pembaruan 2005,
“Karena jumlah truk sampah terbatas dan harus mengambil sampah dari satu TPS ke TPS lain yang jumlahnya sangat banyak.
Jarak tempuh ke TPS Galuga juga jauh. Akibatnya, meskipun truk-truk sampah sudah beroperasi dari pagi hari, mereka tidak
bisa segera kembali dari TPS Galuga karena jarak tempuhnya yang cukup jauh yakni sekitar 20 sampai 30 kilometer. Sampah
yang tak terangkut pun menumpuk di Kota Bogor.”
Deni W, staf DLHK yang lain mengatakan bahwa : “Kesadaran masyarakat terhadap kebersihan masih kurang. Tak
semua anggota masyarakat membuang sampah ke TPS. Banyak yang berceceran di luar TPS. Belum lagi sampah yang dihasilkan
para PKL, merusakkan tong-tong sampah.”
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Pemerintah Pusat dan Kota Bogor mempunyai program pencegahan pencemaran lingkungan yang melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
DLHK Kota Bogor mengadakan kegiatan “Pengadaan Sarana dan Prasarana Pencegahan Pencemaran Lingkungan” yang berupa bantuan tempat sampah,
gerobak sampah, dan papan-papan himbauan agar tidak membuang sampah ke sungai di daerah bantaran sungai. Tujuan dari program tersebut adalah
meningkatkan perbaikan kualitas lingkungan hidup terutama kualitas air sungai dengan cara mengatasi jumlah sampah yang dibuang ke Sungai Ciliwung dengan
menempatkan tempat sampah di daerah yang dekat dengan sungai, untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke sungai dan sikap masyarakat yang
membuang sampah ke sungai, memberikan gerobak sampah untuk mempermudah pengangkutan sampah dari tempat sampah rumah tangga ke Tempat
Penampungan Sementara TPS dan kemudian ke Tempat Pembuangan Akhir TPA, dan penempatan papan-papan himbauan agar tidak membuang sampah ke
sungai. Salah satu lokasi yang mendapatkan bantuan tempat sampah, yaitu Kelurahan Babakan Pasar.
Kelurahan Babakan Pasar merupakan salah satu Kelurahan yang mendapatkan bantuan dari kegiatan ini, terkait dengan masih ada masyarakat yang
membuang sampah di Sungai Ciliwung, terutama masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Keberadaan program tersebut akan menimbulkan persepsi
tertentu pada masyarakat penggunanya Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi umur responden, jumlah
tahun pendidikan formal responden, pendapatan responden, lama bermukim responden dan jarak rumah responden dari sungai, sedangkan faktor eksternal
berupa iuran pengangkutan sampah, fasilitas pengelolaan sampah dan tokoh penggerak.
Persepsi yang diterima masyarakat akan diberi arti melalui proses belajar, yaitu membandingkan pengalaman masa lampau dengan apa yang sedang
diamatinya. Dengan demikian, dari persepsi masyarakat bantaran sungai terhadap program dari DLHK, masyarakat akan memperoleh arti dari bantuan tersebut