Amonia yang dihasilkan dari degradasi protein tidak semuanya disintesis menjadi protein mikroba, namun sebagian lagi akan diserap ke dalam saluran
darah dan kemudian diangkut ke hati untuk diubah menjadi urea. Urea yang terbentuk akan dikeluarkan melalui urine dan sebagian lagi masuk kembali ke
dalam rumen melalui saliva atau diserap oleh dinding rumen. Hal ini yang membantu ternak ruminansia untuk mempertahankan diri pada saat kritis
Hungate 1966; Arora 1995. Preston dan Leng 1987 menyatakan bahwa ada hubungan antara
konsentrasi amonia dalam rumen dengan sintesis protein mikroorganisme. Jika protein yang dikonsumsi sedikit atau degradasi protein oleh mikroorganisme
sedikit maka produksi amonia akan kurang dan kemudian sintesis protein mikroba terbatas. Sintesis protein mikroorganisme tergantung kepada kecepatan
pemecahan nitrogen makanan, kecepatan absorbsi amonia dan asam-asam amino, kecepatan aliran digesta dari rumen, kebutuhan asam-asam amino dan jenis
fermentasi berdasarkan jenis makanan Arora 1995. Shirley 1986 pada percobaannya secara in vivo menunjukkan bahwa
pertumbuhan mikroba rumen akan maksimal pada konsentrasi amonia mendekati 90 mgL. Menurut Preston dan Leng 1987, level kritis konsentrasi amonia untuk
pertumbuhan mikroorganisme berkisar antara 50–250 mgL. Pada level tersebut diharapkan dapat membantu kecernaan ransum yang optimal.
Retensi nitrogen merupakan salah satu metode untuk menilai suatu kualitas protein ransum dengan jalan mengukur konsumsi nitrogen dan
pengeluaran nitrogen, sehingga dapat diketahui banyaknya nitrogen yang tertinggal dalam tubuh Lyoid et al. 1978. Pengukuran neraca nitrogen menurut
Tillman et al. 1991 dilakukan dengan menghitung selisih antara jumlah nitrogen yang dikonsumsi dengan jumlah nitrogen yang keluar melalui feses dan urine,
sehingga dapat diketahui jumlah nitrogen yang tertinggal dalam tubuh.
2.8 Peranan Serat Terhadap Kolesterol
Ada suatu mekanisme haemostatis kolesterol plasma pada beberapa mamalia Parakkasi 1995. Kolesterol dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan
antara kolesterol yang masuk input dan keluar output. Kolesterol yang masuk bersumber pada penyerapan dari usus dan sintesis kolesterol dari berbagai organ
tubuh. Kolesterol disintesis dalam banyak jaringan tubuh dan semua jaringan yang mengandung sel bernukleus seperti kortek adrenal, kulit, usus, testes dan
aorta. Selanjutnya Davis et al. 1985 menyatakan bahwa hati dan usus adalah dua jaringan yang paling aktif memproduksi kolesterol pada manusia.
Pengeluaran kolesterol dari tubuh melalui beberapa jalan yaitu: kolesterol hati membentuk cairan empedu, dikeluarkan ke dalam usus dan selanjutnya hilang
bersama feses, hilang dalam mukosa usus dan kulit, bergabung dengan hormon- hormon steroid dan dikeluarkan dari tubuh bersama urine.
Kandungan kolesterol dalam tubuh berasal dari dua sumber yaitu dari makanan yang dimakan atau disebut kolesterol eksogenous dan hasil biosintesis di
dalam tubuh yang disebut kolesterol endogenous. Pada ternak ruminansia dengan ransum bebas kolesterol, maka semua kolesterol dalam usus halus adalah murni
kolesterol endogenous. Kolesterol pada usus halus dapat diabsorbsi atau disekresikan bersama dengan feses.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa rendahnya kadar kolesterol dalam darah ada hubungannya dengan tingginya kandungan serat dalam makanan.
Serat kasar dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum dengan cara meningkatkan ekskresi asam empedu yang merupakan produk metabolisme
kolesterol. Serat kasar juga dapat mengurangi waktu transit makanan yang dicerna melalui saluran pencernaan, maka absorbsi kolesterol dan zat-zat lain juga
akan menurun dalam tubuh Piliang Djojosubagio 2006.
3. MATERI DAN METODE 3.1
Waktu dan Lokasi Pelaksanaan
Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU, IPB, laboratorium Biologi Hewan PAU, IPB, di laboratorium Teknologi
Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, kebun jamur rakyat bertempat di Pondok Pesantren
Tarbiyatunnisa Kelurahan Bantar Kambing Kabupaten Bogor, kandang peternakan rakyat di Depok Jakarta dan Laboratorium Makanan Balitnak Ciawi.
Pelaksanaannya mulai dari bulan Mei 2006 sampai dengan April 2008.
3.2 Materi Percobaan
Bahan-bahan percobaan yang digunakan meliputi ampas sagu, yang berasal dari tempat-tempat pengolahan sagu di kabupaten Pandegelang Propinsi
Banten; serbuk kayu; bibit tanam jamur tiram putih Pleurotus ostreatus yang dibuat dari jamur segar yang baru dipanen, alkohol 70, zat-zat makanan
tambahan seperti dedak , kapur CaCO
3
, mineral Mn serta air bersih. Ternak sapi sebanyak 15 ekor umur ± 1.5 tahun, rumput lapangan dan konsentrat.
3.3 Tahap 1 Biofermentasi Ampas Sagu dengan Jamur Tiram Pleurotus
ostreatus tanpa atau dengan Mineral Mn dengan Masa Inkubasi Berbeda
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh level Mn dan waktu inkubasi yang tepat untuk digunakan dalam fermentasi ampas sagu dengan jamur tiram.
Biofermentasi Ampas Sagu dengan Pleurotus ostreatus
a. Persiapan proses fermentasi ampas sagu Ampas sagu AS yang digunakan dijemur matahari sampai kering kadar
air ± 20 agar tidak berjamur, dipotong halus sesuai dengan ukuran partikel yang dikehendaki ± 3 mm untuk proses fermentasi. Pembuatan bibit tanam
menggunakan jamur tiram dari kebun jamur. Jamur dibelah dan diambil sepotong kecil jaringan bagian dalam. Bagian ini dipindahkan dengan pinset dan
diletakkan pada media Potato Dextrose Agar PDA, dibiarkan sampai miselium tumbuh memenuhi cawan petri ± 1 minggu. Pemurniaan dilakukan dengan
mengambil satu plug potongan agar yang berisi miselium dan ditanam kembali