84.6 84.0 82.5 82.6 58.6 62.4 56.4 60.3 62.9 56.8 54.3 59.9 60.4 57.0 52.5 58.9 66.5 65.1 61.5 Bahan organik 63.6 62.7 59.8 60.8 32.8 36.7 29.4 34.3 34.3 34.0 28.3 33.8 33.2 27.9 26.3 29.2 40.9 40.3 35.9 Protein 3.7 3.6 3.7 2.0 1.7 1.9 1.9 2.2

54 Tabel 12 Kandungan bahan kering, bahan organik dan protein media tumbuh jamur dengan waktu fermentasi dan dosis Mn yang berbeda Waktu Dosis Mn ppm Dosis Mn ppm 0 200 400 600 Rataan 0 200 400 600 Rataan Bahan kering Bahan kering g SF 90.9 90.5 BP 80.7 85.9 85.3 83.8 83.9 b

79.5 84.6 84.0 82.5 82.6

b P1 70.5 64.7 67.4 62.4 66.2 a

63.8 58.6 62.4 56.4 60.3

a P2 68.9 64.8 64.2 64.3 65.6 a

66.5 62.9 56.8 54.3 59.9

a P3 58.4 66.8 63.0 65.2 63.3 a

65.6 60.4 57.0 52.5 58.9

a Rataan 69.6 70.5 69.9 68.9

68.8 66.5 65.1 61.5 Bahan organik

Bahan organik g SF 84.01 76.0 BP 71.0 75.1 74.7 72.2 73.3 c

56.9 63.6 62.7 59.8 60.8

c P1 59.9 55.7 58.9 51.9 56.6 b

38.2 32.8 36.7 29.4 34.3

b P2 57.9 54.5 59.7 52.1 56.1 b

38.6 34.3 34.0 28.3 33.8

b P3 45.1 54.6 48.9 49.9 49.6 a

29.4 33.2 27.9 26.3 29.2

a Rataan 58.5 59.9 60.5 56.6

40.8 40.9 40.3 35.9 Protein

Protein g SF 2.5 2.3 BP 4.7 4.4 4.6 4.4 4.5 b 3.8 3.7 3.8 3.6 3.7 c P1 3.3 3.4 2.8 3.4 3.3 a

2.1 2.0 1.7 1.9 1.9

b P2 2.8 3.5 3.1 3.1 3.1 a 1.9 2.2 1.9 1.6 1.8 b P3 2.7 3.3 3.4 2.6 3.0 a

1.5 1.9 1.9 1.3 1.6

a Rataan 3.4 3.7 3.5 3.4 2.3 2.5 2.3 2.1 Keterangan : 1SF= sebelum fermentasi, BP= belum panen pembentukan miselium selesai, P1 = panen pertama, P2 = panen kedua, P3 = panen ketiga; 2 Nilai dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama dan peubah yang sama menunjukkan berbeda nyata P0.05; 3 NDF = neutral detergent fibre, ADF= acid detergent fibre. enzim yang terinduksi. Dekomposisi bahan organik akan lebih banyak terjadi apabila lebih banyak tubuh buah yang terbentuk. Indikasi tersebut dikemukan oleh Zadrazil dan Kurtzman Jr 1984 bahwa kehilangan bahan organik akibat fermentasi oleh jamur tiram putih sangat besar terjadi pada saat pertumbuhan jamur. Penurunnya ini juga sejalan dengan penurunan komponen serat, dimana pada Tabel 13 terlihat baik NDF, ADF maupun selulosa makin menurun dengan bertambahnya waktu fementasi. Rataan kadar ”protein” ampas sagu hasil biofermentasi jamur tiram tidak dipengaruhi oleh dosis Mn, tetapi nyata P0.05 dipengaruhi oleh waktu fermentasi Tabel 12. Demikian juga tidak terdapat interaksi antara kedua faktor tersebut. Kadar protein tertinggi adalah pada perlakuan BP 4.53 kemudian diikuti oleh P1 3.15, P2 2.99 dan P3 2.95. Terjadi peningkatan protein sampai 2.05 pada waktu belum panen. Penelitian yang dilakukan oleh Fazaeli et al . 2006, mendapatkan hasil yang serupa dengan penelitian ini yaitu kadar protein dari 3.2 menjadi 5.1 1.9 meningkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar protein mencapai puncaknya pada waktu pertumbuhan miselium selesai, kemudian menurun pada panen pertama dan seterusnya. Pertumbuhan adalah pertambahan jumlah massa sel atau organisme Fardiaz 1987, dengan meningkatnya jumlah massa sel akan meningkatkan kadar protein substrat Wang et al. 1979. Peningkatan protein juga disebabkan karena jamur tiram dapat mengambil nitrogen dari udara. Jamur tiram mempunyai kesanggupan untuk menarik nitrogen dari udara sebanyak 0.312 Ginterova and Maxianova 1975. Angka yang kecil ini dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan protein pada substrat yang difermentasi dengan jamur tiram yang tidak akan terlalu tinggi pada setiap penelitian. Miselium juga akan menghasilkan enzim yang berfungsi untuk mendegradasi substrat dan meningkatkan nitrogen Chang Miles 1989. Setelah pertumbuhan miselium selesai maka protein akan dimanfaatkan untuk pembentukan tubuh buah, sehingga kadar protein substrat yang semakin lama terfermentasi semakin berkurang Tabel 12. Jamur tiram tidak mengeluarkan enzim protease ke dalam media tumbuh, tetapi enzim ini akan disimpan sebagai cadangan Sainos et al. 2006. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kenaikan protein pada substrat yang menggunakan Pleurotus ostreatus dalam proses fermentasi tidak akan terlalu tinggi. Kenaikan protein pada penelitian ini tidak terlalu banyak, karena ampas sagu mengandung pati dalam jumlah yang kecil dan tidak ada sumber nitrogen lain yang ditambahkan, sehingga kenaikan protein yang terjadi hanya berasal dari sumbangan mikroba.

4.1.4 Komponen Serat Ampas Sagu Hasil Biofermentasi

Kadar ”NDF” tidak dipengaruhi oleh dosis Mn, tetapi dipengaruhi oleh waktu fermentasi dan tidak ada interaksi antara kedua faktor tersebut. Pada Tabel 13 terlihat bahwa jamur tiram putih mampu mendegradasi NDF, dimana tingkat degradasinya berbeda antar perlakuan. Kadar NDF pada perlakuan BP nyata lebih tinggi P0.05 dari perlakuan lainnya. Penurunan NDF tertinggi juga didapatkan pada waktu panen pertama P1. Kemungkinan yang terjadi adalah pada panen pertama lebih banyak hemiselulase yang dihasilkan jamur tiram sehingga lebih banyak NDF yang didegradasi. Salah satu komponen NDF adalah hemiselulosa yang mudah didegradasi, sisanya adalah selulosa yang terikat dengan lignin sebagai lignoselulosa di dalam ADF. Kadar ”ADF” terendah pada perlakuan P3 39.2 kemudian P2 40.4, P1 40.5 dan BP 43.1. Degradasi ADF ada hubungannya dengan kandungan NDF dan degradasi terhadap hemiselulosa. Keberlangsungan degradasi nilai NDF pada tingkat ADF yang tetap memungkinkan terjadinya peningkatan kelarutan hemiselulosa Molina et al. 1983 , karena ADF merupakan selisih dari NDF dan hemiselulosa Goering ang Van Soest, 1970. Fenomena ini akan menyebabkan jumlah material dapat larut dalam sel meningkat, dan pada gilirannnya sebagai akibat dari penguraian, struktur ampas sagu menjadi empuk dibandingkan sebelum fermentasi. Penurunan NDF dan ADF yang terjadi masing-masing 26.5 dan 19 Tabel 13, selama 50-60 hari waktu inkubasi dan angka ini lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan oleh Jafari et al. 2007 pada jerami padi yaitu 20.8 dan 9.9. Perbedaan penurunan NDF dan ADF pada kedua penelitian ini mungkin disebabkan oleh jenis, struktur dan tekstur substrat; jenis dan dosis inokulum jamur; pra-perlakuan fisik substrat sebelum dilakukan biofermentasi. Sejalan dengan kadar NDF dan ADF kadar ”hemiselulosa” hanya dipengaruhi oleh waktu fermentasi. Pada Tabel 13 terlihat hemiselulosa pada perlakuan BP nyata lebih tinggi P0.05 dari perlakuan lainnya. Tingginya senyawa tersebut pada perlakuan BP disebabkan belum banyak hemiselulosa substrat yang didegradasi enzim yang dihasilkan oleh jamur tiram. Kadar hemiselulosa terendah pada waktu panen pertama P1 yaitu 3.8. Hasil ini mengindikasikan bahwa dengadasi hemiselulosa paling banyak terjadi pada fase setelah pembentukan miselium, dan ini sejalan dengan pendapat Nicolini et al. 1987, bahwa degradasi tertinggi terhadap ikatan hemiselulosa terjadi setelah fase pembentukan miselium. Hemiselulosa mudah didegradasi menjadi gula sederhana dan produk lainnya serta lebih siap dicerna daripada selulosa Crowder dan Chheda 1982. Pada proses fermentasi ini hemiselulosa akan didegradasi oleh hemiselulase menjadi polimer-polimer yang lebih sederhana, bahkan menjadi monosakarida seperti glukosa, fruktosa, manosa, galaktosa, dan arabinosa Paterson 1989. Penurunan hemiselulosa yang terjadi pada penelitian ini lebih banyak dari selulosa dan lignin yaitu berturut-turut 63.3, 50 dan 50. Kerem et al. 1992, menyatakan bahwa jamur tiram putih mengekskresi enzim- enzim ekstraseluler dan intraseluler yang berperan dalam degradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa, dan cenderung akan mendegradasi hemiselulosa lebih banyak karena hemiselulosa lebih mudah didegradasi. Pada Tabel 13 juga terlihat bahwa kandungan ”selulosa” menurun sejalan dengan waktu fermentasi. Hasil ini menunjukkan terjadi peningkatan degradasi selulosa selama waktu fermentasi. Kandungan selulosa nyata P0.05 lebih tinggi pada waktu belum panen dibandingkan dengan P1, P2 dan P3. Semakin lama waktu panen semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk pembentukan tubuh buah. Energi yang dibutuhkan berasal dari hasil degradasi rantai polimer glukosa yaitu selulosa dengan adanya enzim selulase. Pada proses fermentasi substrat padat, mikroba dengan enzim ekstraselulernya akan menghidrolisis struktur polimerik bahan dasar menjadi struktur sederhana seperti glukosa. Jamur penghasil enzim selulolitik dapat mendegradasi senyawa selulosa pada daerah kristalin. 58 Tabel 13 Komponen serat media tumbuh jamur pada waktu fermentasi dan dosis Mn yang berbeda Waktu Dosis Mn ppm Dosis Mn ppm 0 200 400 600 Rataan 200 400 600 Rataan NDF NDF g SF 60.2

54.5 BP

54.6 55.1 53.7 54.2 54.4

b 43.5 46.6 45.2 44.8 45.0 b P1 40.2 45.7 50.2 40.8 44.2 a 25.6 26.8 31.3 24.4 26.7 a P2 44.9 47.3 46.0 46.0 46.0 a 29.7 29.3 26.1 25.0 27.5 a P3 46.2 45.5 47.7 50.8 47.6 a 30.5 27.6 27.2 26.7 28.0 a Rataan 46.5 48.4 49.4 47.9

32.3 32.6 32.4 29.9

ADF ADF g SF 44.5 40.3 BP 44.3 38.6 46.6 42.7 43.1 b 35.5 32.6 39.2 35.0 35.6 b P1 38.9 40.7 42.1 40.2 40.5 ab 24.8 23.9 26.2 23.7 24.6 a P2 38.5 40.2 41.1 41.9 40.4 ab 25.6 25.0 23.3 22.8 24.2 a P3 39.8 35.7 41.4 39.9 39.2 a 26.1 21.6 23.6 21.0 23.1 a Rataan 40.0 38.8 42.8 41.2

28.0 25.8 28.1 25.6

Hemiselulosa Hemiselulosa g SF 15.7 14.2 BP 10.3 16.4 7.1

11.5 11.3

c 7.9 13.9 6.0 9.5 9.4 b P1 3.4 5.0 8.2 0.7 3.8 a 1.7 2.9 5.1 0.8 2.6 a P2 6.4 7.0 4.9 4.1 5.6 ab 4.1 4.4 2.8 2.2 3.4 a P3 6.4 9.9 6.3 10.9 8.4 bc 4.4 6.0 3.6 5.7 4.9 a Rataan 6.1 9.6 6.6 6.8

4.5 6.8 4.4 4.6

Selulosa Selulosa g SF 34.9 31.6 BP 29.5 22.5 28.7 29.0 27.4 b 23.6 19.0 24.1 23.8 22.7 b P1 19.8 20.9 21.5 21.7 21.0 a 12.6 12.3 13.4 12.2 12.6 a P2 21.1 19.7 21.2 20.6 20.7 a 14.0 12.3 13.4 11.2 12.6 a P3 19.3 20.6 17.3 18.6 19.0 a 12.8 12.5 9.9 9.8 11.2 a Rataan 22.4 21.0 22.2 22.5

15.8 14.0 14.9

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu Dan Pemberian Pupuk NPK

5 81 121

Perencanaan usahatani karet dan kelapa sawit berkelanjutan di DAS batang pelepat kabupaten Bungo provinsi Jambi

0 9 337

PEMANFAATAN JAMUR TIRAM ( Pleurotus ostreatus ) DAN Pemanfaatan Jamur Tiram ( pleurotus ostreatus ) dan Ekstrak Daun Kelor sebagai Inovasi Bahan Tambahan Pembuatan Permen Jelly dengan Pewarna Alami Kulit Buah Naga.

0 3 9

PEMANFAATAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PEMANFAATAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus.Jacq ).

0 1 13

PENDAHULUAN PEMANFAATAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus.Jacq ).

0 1 5

PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI CAMPURAN MEDIA TANAM TERHADAP KECEPATAN WAKTU TUMBUH JAMUR TIRAM PUTIH Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Campuran Media Tanam Terhadap Kecepatan Waktu Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus).

0 0 16

PENDAHULUAN Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Campuran Media Tanam Terhadap Kecepatan Waktu Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus).

1 12 5

Efek Dosis dan Lama Biokonversi Ampas Tebu sebagai Pakan oleh Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) terhadap Kadar Protein dan Komponen Serat.

0 0 15

Peningkatan Kualitas Pakan Serat Ampas Tebu Melalui Fermentasi Dengan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).

0 1 9

Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus spp.)

0 1 5