demikian dapat dipahami bahwa kenaikan protein pada substrat yang menggunakan Pleurotus ostreatus dalam proses fermentasi tidak akan terlalu
tinggi. Kenaikan protein pada penelitian ini tidak terlalu banyak, karena ampas sagu mengandung pati dalam jumlah yang kecil dan tidak ada sumber nitrogen
lain yang ditambahkan, sehingga kenaikan protein yang terjadi hanya berasal dari sumbangan mikroba.
4.1.4 Komponen Serat Ampas Sagu Hasil Biofermentasi
Kadar ”NDF” tidak dipengaruhi oleh dosis Mn, tetapi dipengaruhi oleh waktu fermentasi dan tidak ada interaksi antara kedua faktor tersebut. Pada Tabel
13 terlihat bahwa jamur tiram putih mampu mendegradasi NDF, dimana tingkat degradasinya berbeda antar perlakuan. Kadar NDF pada perlakuan BP nyata lebih
tinggi P0.05 dari perlakuan lainnya. Penurunan NDF tertinggi juga didapatkan pada waktu panen pertama P1. Kemungkinan yang terjadi adalah pada panen
pertama lebih banyak hemiselulase yang dihasilkan jamur tiram sehingga lebih banyak NDF yang didegradasi. Salah satu komponen NDF adalah hemiselulosa
yang mudah didegradasi, sisanya adalah selulosa yang terikat dengan lignin sebagai lignoselulosa di dalam ADF.
Kadar ”ADF” terendah pada perlakuan P3 39.2 kemudian P2 40.4, P1 40.5 dan BP 43.1. Degradasi ADF ada hubungannya dengan
kandungan NDF dan degradasi terhadap hemiselulosa. Keberlangsungan degradasi nilai NDF pada tingkat ADF yang tetap memungkinkan terjadinya
peningkatan kelarutan hemiselulosa Molina et al. 1983 , karena ADF merupakan selisih dari NDF dan hemiselulosa Goering ang Van Soest, 1970. Fenomena ini
akan menyebabkan jumlah material dapat larut dalam sel meningkat, dan pada gilirannnya sebagai akibat dari penguraian, struktur ampas sagu menjadi empuk
dibandingkan sebelum fermentasi. Penurunan NDF dan ADF yang terjadi masing-masing 26.5 dan 19
Tabel 13, selama 50-60 hari waktu inkubasi dan angka ini lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan oleh Jafari et al. 2007 pada jerami padi yaitu 20.8
dan 9.9. Perbedaan penurunan NDF dan ADF pada kedua penelitian ini mungkin disebabkan oleh jenis, struktur dan tekstur substrat; jenis dan dosis
inokulum jamur; pra-perlakuan fisik substrat sebelum dilakukan biofermentasi.
Sejalan dengan kadar NDF dan ADF kadar ”hemiselulosa” hanya dipengaruhi oleh waktu fermentasi. Pada Tabel 13 terlihat hemiselulosa pada
perlakuan BP nyata lebih tinggi P0.05 dari perlakuan lainnya. Tingginya senyawa tersebut pada perlakuan BP disebabkan belum banyak hemiselulosa
substrat yang didegradasi enzim yang dihasilkan oleh jamur tiram. Kadar hemiselulosa terendah pada waktu panen pertama P1 yaitu 3.8. Hasil ini
mengindikasikan bahwa dengadasi hemiselulosa paling banyak terjadi pada fase setelah pembentukan miselium, dan ini sejalan dengan pendapat Nicolini et al.
1987, bahwa degradasi tertinggi terhadap ikatan hemiselulosa terjadi setelah fase pembentukan miselium. Hemiselulosa mudah didegradasi menjadi gula sederhana
dan produk lainnya serta lebih siap dicerna daripada selulosa Crowder dan Chheda 1982.
Pada proses fermentasi ini hemiselulosa akan didegradasi oleh hemiselulase menjadi polimer-polimer yang lebih sederhana, bahkan menjadi
monosakarida seperti glukosa, fruktosa, manosa, galaktosa, dan arabinosa Paterson 1989. Penurunan hemiselulosa yang terjadi pada penelitian ini lebih
banyak dari selulosa dan lignin yaitu berturut-turut 63.3, 50 dan 50. Kerem et al. 1992, menyatakan bahwa jamur tiram putih mengekskresi enzim-
enzim ekstraseluler dan intraseluler yang berperan dalam degradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa, dan cenderung akan mendegradasi hemiselulosa lebih
banyak karena hemiselulosa lebih mudah didegradasi. Pada Tabel 13 juga terlihat bahwa kandungan ”selulosa” menurun sejalan
dengan waktu fermentasi. Hasil ini menunjukkan terjadi peningkatan degradasi selulosa selama waktu fermentasi. Kandungan selulosa nyata P0.05 lebih
tinggi pada waktu belum panen dibandingkan dengan P1, P2 dan P3. Semakin lama waktu panen semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk pembentukan
tubuh buah. Energi yang dibutuhkan berasal dari hasil degradasi rantai polimer glukosa yaitu selulosa dengan adanya enzim selulase. Pada proses fermentasi
substrat padat, mikroba dengan enzim ekstraselulernya akan menghidrolisis struktur polimerik bahan dasar menjadi struktur sederhana seperti glukosa. Jamur
penghasil enzim selulolitik dapat mendegradasi senyawa selulosa pada daerah kristalin.
58
Tabel 13 Komponen serat media tumbuh jamur pada waktu fermentasi dan dosis Mn yang berbeda
Waktu Dosis Mn ppm
Dosis Mn ppm 0 200
400 600 Rataan 200
400 600 Rataan
NDF NDF g
SF 60.2
54.5 BP