R2 sangat nyata lebih tinggi P0.01 dibandingkan R3 dan nyata lebih tinggi P0.05 dari R0, R1, R4, sedangkan R0 sama dengan R1, R3 dan R4.
Tabel 17 Rataan perhitungan ekonomis pakan terhadap pertambahan bobot badan sapi
Uraian Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4
Biaya Pakan Rpeh 5 759.7
7 377.5 10 133.4
5 779.7 6 099.0
Nilai PBB Rpeh 10 685.7
10 057.1 14 457.1
9 219.0 13 409.5
Nilai Jamur Rpeh 0.0
4 033.2 8 738.6
0.0 0.0
IOFC Rpeh 4 926.1
ab
6 712.8
ab
13 062.4
C
3 439.4
a
7 310.6
b
Keterangan: 1 Harga rumput lapangan Rp100kg,;ampas sagu fermentasi Rp3 715kg; ampas sagu amoniasi Rp1 000kg; konsentrat Rp2 570kg,; harga sapi hidup Rp22 000kg; harga
jamur tiram Rp12 000kg; 2 superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata P0.05.
Perbedaan IOFC ini disebabkan karena adanya tambahan harga jamur tiram pada perlakuan yang mengandung ampas sagu fermentasi. Income Over
Feed Cost semakin tinggi seiring dengan makin bertambahnya penggunaan ampas sagu fermentasi dalam ransum. Hal ini menunjukkan bahwa ransum yang
mengandung ampas sagu fermentasi lebih efisien untuk digunakan sebagai pakan sapi sehingga menguntungkan peternak. Penggunaan ampas sagu amoniasi akan
memberikan keuntungan yang lebih besar dari sapi yang diberi perlakuan kontrol apabila digunakan sampai 30 dalam ransum Tabel 17.
4.3.2 Kecernaan Nutrien, Retensi Nitrogen dan Kolesterol Feses
”Kecernaan” ransum dipengaruhi oleh komposisi pakan, kandungan nutrien serta proses pencernaan di dalam rumen dan saluran pascarumen Beever
Mould, 2000. Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein dan NDF pada sapi Bali tidak dipengaruhi oleh jenis ransum. Penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan ampas sagu hasil yang diolah dalam ransum sapi Bali untuk menggantikan rumput memberikan efek yang sama dengan kontrol R0.
Sumber serat pada perlakuan R0 adalah rumput lapangan yang kualitasnya jauh lebih baik dibandingkan ampas sagu. Berdasarkan data Tabel 18 ternyata ada
indikasi bahwa perlakuan fermentasi dan amoniasi dapat meningkatkan kualitas serat ampas sagu, sehingga bisa menghasilkan respon kecernaan yang sama.
Tabel 18 Rataan kecernaan nutrien pada sapi Bali
Peubah Ransum perlakuan
R0 R1
R2 R3
R4 Kecernaan
Bahan kering 76.5 ± 1.4
70.1 ± 4.9 72.6 ± 0.7
74.4 ± 0.7 72.6 ± 2.5
Bahan organik 73.4 ± 2.6
69.5 ± 3.8 70.3 ± 6.6
72.4 ± 1.1 71.7 ± 1.7
Protein 79.8 ± 2.3
75.4 ± 7.8 75.3 ± 0.7
79.5 ± 1.0 75.7 ± 3.8
Neutral detergent fibre 58.9 ± 1.1
55.1 ± 7.8 56.7 ± 0.9
59.1 ± 2.3 58.5 ± 2.7
Acid detergent fibre 54.4 ± 6.1
ab
60.4 ± 3.7
b
60.3 ± 1.5
b
59.9 ± 3.3
b
51.8 ± 2.3
a
Selulosa 66.4 ± 2.2
63.4 ± 9.8 67.9 ± 10.4
69.5 ± 2.8 58.3 ± 1.2
Keterangan : superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata P0.05; R0= ransum kontrol; R1=45 rumput lapangan + 15 ampas sagu fermentasi + 40 konsentrat; R2 = 30 rumput lapangan + 30 ampas sagu fermentasi + 40 konsentrat; R3= 45 rumput lapangan +
15 ampas sagu amoniasi + 40 konsentrat; R4= 30 rumput lapangan + 30 ampas sagu amoniasi + 40 konsentrat.
Putusnya ikatan lignin kristalin selulosa dalam bentuk ikatan ester dengan koniferil, sinapil dan p-kumaril alkohol pada perlakuan fermentasi maupun
amoniasi memudahkan penetrasi selulase yang dihasilkan mikroba rumen. Terputusnya ikatan tersebut ditandai dengan meningkatnya kelarutan masing-
masing komponen serat hemiselulosa, selulosa, lignin. Hal ini menurunkan persentase kandungan komponen serat, sehingga kecernaan in vivo komponen
serat pakan meningkat Maynard et al. 1980. Rataan kecernaan bahan kering pada penelitian ini lebih tinggi dari
penelitian yang dilakukan oleh Li et al. 2001 pada sapi yang menggunakan kulit biji kapas hasil fermentasi jamur tiram yaitu 52.3. Penelitian yang
dilakukan oleh Prasetiyono et al. 2007 terhadap sapi potong yang diberi pakan jerami padi dengan penambahan CASREA Cassava urea juga memperlihatkan
hasil yang lebih rendah yaitu 50.42.
Hasil uji beda nyata terhadap kecernaan ADF memperlihatkan adanya perbedaan antar perlakuan. Penggunaan ampas sagu amoniasi 30 dalam ransum
memberikan efek yang sama dengan perlakuan kontrol terhadap kecernaan ADF, tetapi menurun kecernaannya secara signifikan dibandingkan penggunaan ampas
sagu amoniasi 15, maupun ampas sagu fermentasi 15 dan 30. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan kadar ADF ransum perlakuan. Pada Tabel 9 terlihat
bahwa kadar ADF cenderung meningkat dengan bertambahnya penggunaan ampas sagu amoniasi dalam ransum 0.8 – 1.5.
Kecernaan nutrien semua perlakuan 50 Tabel 18 mengindikasikan bahwa ransum perlakuan dan kondisi rumen sapi menunjang aktivitas bakteri
rumen. Salah satu cara mengukur adanya aktivitas mikroba rumen adalah dari nilai kencernaan komponen nutrien dalam ransum. Meningkatnya aktivitas
mikroba rumen ini dipacu oleh ketersediaan amonia dan VFA dalam rumen, dimana konsentrasi kedua senyawa tersebut berada dalam kisaran normal untuk
menunjang pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen. Retensi nitrogen cenderung meningkat pada penggunaan ampas sagu
fermentasi 15 R1 dan mencapai level tertinggi pada penggunaan ampas sagu fermentasi 30 R2 walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol Tabel 19.
Tabel 19 Konsumsi nitrogen, nitrogen feses, nitrogen urine dan retensi nitrogen pada sapi Bali
Perlakuan
Peubah R0 R1 R2 R3 R4
........................................gramekorhari........................................ Kons. nitrogen
70.5 ± 2.7 65.1 ± 8.0
68.4 ± 1.4 69.2 ± 4.2
64.1 ± 8.9 Nitrogen feses
16.2 ± 1.1 15.0 ± 4.5
14.9 ± 1.8 16.6 ± 2.4
15.5 ± 2.4 Nitrogen urine
11.4 ± 1.1 9.8 ± 3.3
10.1 ± 1.0 11.5 ± 1.6
10.1 ± 2.5 Retensi Nitrogen 42.9 ± 2.1
40.3 ± 10.3 43.4 ± 4.1 41.1 ± 6.3
38.6 ± 6.5
Keterangan: Kons. =konsumsi; R0= ransum kontrol; R1= 45 rumput lapangan + 15 ampas sagu fermentasi + 40 konsentrat; R2 = 30 rumput lapangan + 30 ampas sagu
fermentasi + 40 konsentrat; R3= 45 rumput lapangan + 15 ampas sagu amoniasi + 40 konsentrat; R4= 30 rumput lapangan + 30 ampas sagu amoniasi
+ 40 konsentrat.
Demikian juga dengan penggunaan ampas sagu amoniasi sampai 30 tidak mempengaruhi retensi nitrogen. Tidak adanya perbedaan ini mungkin disebabkan
kualitas protein pakan untuk semua perlakuan hampir sama. Walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya tetapi tingginya retensi nitrogen pada
sapi yang diberi perlakuan ampas sagu fermentasi 30 R2 cukup mengindikasikan bahwa kualitas protein pada perlakuan R2 lebih baik dari yang
lain sehingga menyebabkan kenaikan bobot badan tertinggi pada sapi yang diberi perlakuan R2 Tabel 16. Fenomena ini diduga karena jamur tiram dapat
mengubah nitrogen bukan protein pada media tumbuh jamur menjadi protein dan asam amino. Sova dan Cibulka 1990 melaporkan bahwa jamur tiram dapat
mensintesis protein dari nitrogen organik maupun anorganik dan dapat menyumbangkan asam-asam amino yang lengkap kecuali fenilalanin dan
metionin yang agak rendah. Kolesterol terdapat dalam jaringan dan lipoprotein plasma, yang bisa
dalam bentuk kolesterol bebas atau gabungan dengan asam lemak rantai panjang sebagai ester kolesterol Mayes et al. 2003. Kolesterol yang tidak diperlukan
akan dikeluarkan bersama feses, dan lebih kurang setengahnya dalam bentuk garam-garam empedu dan sisanya dalam bentuk hormon-hormon steroid netral
Piliang Djojosoebagio 2006. Selanjutnya dinyatakan bahwa banyak penelitian membuktikan bahwa rendahnya kolesterol dalam darah ada
hubungannya dengan tingginya kandungan serat pada makanan. Serat pangan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum dengan cara meningkatkan
ekskresi asam empedu yang merupakan produk metabolisme kolesterol. Serat pangan juga dapat mengurangi waktu transit makanan yang dicerna melalui
saluran pencernaan, sehingga absorbsi kolesterol dan zat-zat lain juga akan menurun.
Kadar kolesterol feses sapi Bali pada penelitian berturut-turut adalah 1.32 geh R0, 1.12 geh R1, 1.03 geh R2, 0.87 geh R3 dan 0.79 geh R4.
Hasil ini menunjukkan bahwa kadar kolesterol feses pada sapi yang diberi perlakuan kontrol lebih tinggi walaupun secara statistik tidak berbeda nyata
dengan sapi yang diberi perlakun lain. Hasil tersebut didukung oleh kecernaan komponen serat terutama selulosa yang tidak berbeda antar perlakuan. Keadaan
ini membuktikan bahwa pengolahan ampas sagu baik secara fermentasi maupun amoniasi berhasil menurunkan kadar serat, sehingga kolesterol yang keluar
melalui feses sedikit. Kalau dihubungkan dengan kualitas daging, pengurangan kadar kolesterol daging melalui alur ini mungkin tidak dapat diharap. Grafik
kolesterol feses dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Kadar kolesterol feses sapi Bali yang diberi ransum mengandung ampas sagu fermentasi dan amoniasi.
4.3.3 Karakteristik Fermentasi Mikroba dalam Rumen.