Jamur Tiram Putih Pleurotus ostreatus dan Peranannya dalam

dikarenakan sifat katabolik dan anabolik mikroorganisme sehingga mampu memecah komponen yang lebih kompleks menjadi mudah tercerna. Proses biofermentasi diharapkan akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignosellulosa dan penurunan kadar lignin.

2.5 Jamur Tiram Putih Pleurotus ostreatus dan Peranannya dalam

Perbaikan Mutu Pakan Telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbaikan mutu pakan dapat dilakukan dengan bantuan mikroba dalam proses fermentasi. Keberhasilannya ditentukan oleh jenis mikroba yang digunakan dalam metode fermentasi. Umumnya jenis mikroba yang digunakan adalah yang mempunyai aktifitas selulolitik yang tinggi serta mampu meningkatkan kadar protein bahan. Sedangkan proses fermentasi yang banyak digunakan adalah fermentasi padat atau semi padat. Ada tiga jenis jamur yang dapat mendegradasi komponen serat lignin, selulosa dan hemiselulosa, yaitu jamur pembusuk putih white-rot fungi, jamur pembusuk coklat brown-rot fungi, dan jamur pelapuk lunak soft-rot fungi. Dari ketiga jenis jamur tersebut, jamur pembusuk putih, yang sebagian besar termasuk kelas Basidiomycetes, lebih efektif dalam mendegradasi lignin Crawford 1981. Pleurotus ostreatus atau jamur pembusuk putih merupakan jamur genus Pleurotus , famili Agaricaceae Tricholomata, ordo Agaricales, subdivisi Basidiomycotae , divisi Amastigomycota. Jamur ini biasanya disebut jamur tiram atau jamur mutiara. Budidayanya relatif mudah dan tidak memerlukan lahan yang luas, serta tidak membutuhkan modal yang besar. Secara alami jamur ini tumbuh dan berkembang pada kayu yang sudah lapuk dengan kandungan nutrisi dan mineral yang sedikit. Bahan-bahan seperti bongkol jagung, jerami, merang, serbuk gergajian, kayu dan sisa pemintalan kapas dapat dijadikan substrat pertumbuhannya Lukitasari 2003. Selanjutnya dikatakan bahwa jamur tiram putih dapat tumbuh pada kayu karena dapat menguraikan lignin yang terdapat pada substrat yang terikat dengan polisakarida pada dinding sel kedua lamella intraselluler. Untuk pertumbuhannya, jamur tiram putih memerlukan lingkungan dan nutrisi yang sesuai. Suhu yang dikehendaki berkisar antara 20-30 o C, namun suhu optimum untuk pertumbuhan miselium adalah 22 o C Kelembaban relatif tidak begitu penting bagi pertumbuhan miselium selama substrat difermentasikan didalam kantong plastik, karena kelembaban minimum sebesar 80 dapat dicapai apabila difermentasikan dalam kantong plastik dan cukup untuk menjaga permukaan substrat dari kekeringan Tripathi Yadav 1992. Selanjutnya Tripathi dan Yadav 1992 menyatakan bahwa faktor-faktor yang saling berhubungan terhadap pertumbuhan miselium antara lain ukuran partikel dan kadar air substrat. Besarnya ruang udara antara partikel-partikel substrat akan mengganggu pertumbuhan miselium. Oleh sebab itu untuk limbah pertanian ukuran partikel substrat diusahakan 2-3 cm, dan kadar air sekitar 75 merupakan kondisi ideal bagi budidaya jamur tiram putih. Pleurotus ostreatus dapat diidentifikasi dengan memperhatikan ciri-cirinya yaitu pertumbuhan miseliumnya cepat dan berkolonisasi tinggi. Miselium yang berumur 30-40 hari warnanya seputih kapas, padat, kompak dan mengeluarkan enzim kedalam substrat. Lapisan miselium pada media yang akan membentuk tubuh buah menunjukkan konsistensi seperti lemak. Tubuh buah dimulai dari bintil-bintil bakal tubuh buah, mula-mula membentuk batang, kemudian ujungnya membulat Chang Miles 1989. Untuk meningkatkan aktifitas beberapa enzim yang dikeluarkan oleh miselium jamur tiram putih diperlukan beberapa mineral tambahan seperti potasium, sodium, fosfor, kalsium, magnesium dan mangan Chang Miles 1989; Kerem et al. 1995. Mineral-mineral tersebut juga penting bagi stabilitas pH substrat dimana pH substrat yang optimum untuk pertumbuhan miselium adalah 5.5 Suriawiria 1997. Menurut Tripathi Yadav 1992 gipsum juga dibutuhkan untuk meningkatkan struktur substrat yang lebih bergranular sehingga dapat mengikat air lebih baik untuk keperluan pertumbuhan miselium. Beberapa jenis vitamin yang essensial diperlukan untuk pertumbuhan jamur tiram putih diantaranya thiamin vitamin B 1 , biotin vitamin H atau vitamin B 7 , dan vitamin B kompleks. Sumber-sumber vitamin tersebut dapat dipenuhi dari bekatul atau dedak padi Suriawiria 1977; Chang Miles 1989. Jamur tiram putih mensekresikan enzim-enzim ekstraseluler dan intraseluler yang berperan dalam degradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa, terutama enzim-enzim endoglukonase, silanase, fenoloksidase yang terdiri atas lakase dan peroksidase, enzim aril alkohol oksidase, Mn-oksidase, aril alkohol dehidrogenase yang sebelumnya dikenal sebagai aril aldehida reduktase, dan veratril alkohol oksidase Sannia et al. 1991; Kerem et al. 1992. Kerusakan substrat dimulai pada saat disekresikannya enzim yang dapat mengubah substansi dalam bahan berselulosa yang tidak larut menjadi bentuk yang larut. Akibatnya miselium jamur akan terpenetrasi ke dalam dinding sel melalui lubang-lubang kecil yang terbentuk. Lignin dapat didegradasi tanpa terjadinya kehilangan selulosa, tetapi secara simultan hemiselulosa juga akan didegradasi Crawford 1981. Lignoselulosa terutama lignin sukar dihidrolisis baik oleh asam maupun enzim disebabkan : 1 struktur kristalin selulosa; 2 asosiasinya dengan molekul lignin dan hemiselulosa yang membuat sisi serang enzim menjadi terbatas. Kedua hambatan tersebut juga akan mengurangi penetrasi enzim ke dalam molekul- molekul selulosa, sehingga enzim tidak dapat menghidrolisis selulosa dengan sempurna Marsden Gray 1986. Beberapa jenis jamur penghasil enzim selulolitik dapat mendegradasi senyawa selulosa pada daerah kristalin. Rantai selulosa mengikat air dan mengembang sehingga mudah didegradasi oleh selulase yang dihasilkan oleh jamur atau fungi. Jamur tiram putih juga menghasilkan enzim hidrolitik dan enzim oksidatif untuk mendegradasi selulosa. Selain itu juga dihasilkan enzim selobiose quinon oksidoreduktase Hollaender 1981. Degradasi selulosa secara enzimatis terjadi karena adanya selulase sebagai agen perombak bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik dari rantai selulosa dan derivatnya. Enzim selulase kompleks umumnya terdiri dari tiga unit yaitu : 1 endo- β-1,4 glukanase C x , berperan secara acak menghidrolisis ikatan glikosida- β-1,4 sepanjang rantai selulosa. Enzim ini tidak menghidrolisis selobiosa, tetapi menghidrolisis selodekstrin yang telah direnggangkan oleh asam fosfat. Terbukanya ujung terminal selulosa memberi kesempatan kepada ekso- β- 1,4 glukanase mereduksi ujung rantai selulosa non-pereduksi untuk menghasilkan selobiosa; 2 ekso- β-1,4 glukanase C 1 atau selobio-hidrolase, berperan pada pemecahan selodekstrin yaitu selulosa yang telah direnggangkan oleh asam fosfat. Enzim ini mereduksi ujung rantai selulosa non-pereduksi dan melepaskan satu unit selobiosa. Enzim C 1 bekerja pada daerah kristalin dari serat, tidak menghidrolisis selobiosa dan selulosa yang tersubstitusi, tetapi dapat mereduksi selodekstrin; 3 β-1,4 glukosidase menurunkan unit enzim yang penting untuk mereduksi selobiosa dan selodekstrin menghasilkan produk glukosa serta asam selobionat menjadi glukosa dan glukanolakton Hollaender 1981. Hemiselulosa didegradasi oleh enzim: 1 silanase, merupakan kelompok enzim endo- dan ekso- β-1,4-D-silanase yang menyerang rantai silan secara acak, menyebabkan turunnya derajat polimerisasi dari substrat. Hasil utamanya adalah silosa, silobiosa termasuk oligomer silosa dan L-arabinosa; 2 β-silosidase, mereduksi silooligosakarida serta mengeluarkannya dari satu ujung rantai polimer menjadi silosa; 3 α-glukonase, dibutuhkan untuk memecahkan terminal 4-0-asam metil-glikoronik rantai sisi menyebabkan oligomer mudah direduksi oleh β- silosidase; 4 mannase, mereduksi rantai β-1,4-D-mannapiranosil dan manna; 5 esterase, merupakan asetil silan esterase yang membebaskan kelompok O-asetil dari posisi C 2 dan C 3 pada silosa di dalam silooligomer Puls Poutanen 1981. Degradasi hemiselulosa seperti halnya pada selulosa dan pati, yaitu dengan memutuskan ikatan kimia diantara gugus gula dan menghasilkan silosa, arabinosa dan glukosa Linko 1977. Pada prinsipnya degradasi lignin oleh jamur pembusuk putih terdiri dari tiga proses utama yaitu : 1 oksidasi rantai samping dengan membebaskan cincin aromatik, terutama asam vanilat; 2 oksidasi karbon- α pada rantai samping fenilpropana; dan 3 pemutusan cincin aromatik yang terikat pada polimer. Ketiga proses tersebut dilakukan oleh enzim-enzim fenoloksidase, yaitu enzim peroksidase dan lakase, serta enzim aril alkohol oksidase AAO Kerem et al. 1992 Putusnya ikatan lignin kristalin selulosa dalam bentuk ikatan ester dengan koniferil, sinapil dan p-kumaril alkohol memudahkan penetrasi selulase yang dihasilkan mikroba rumen. Terputusnya ikatan tersebut ditandai dengan meningkatnya kelarutan masing-masing komponen serat hemiselulosa, selulosa, lignin. Hal ini menurunkan persentase kandungan komponen serat, sehingga kecernaan in vitro komponen serat pakan meningkat Maynard et al. 1980. Mekanisme degradasi lignin dijelaskan pada Gambar 7. Gambar 7 Mekanisme degradasi lignin Gutierrez et al. 1996 Menurut Nout 1995 substrat bekas dari penanaman jamur tiram putih pada media jerami gandum setelah 12 minggu biokonversi dapat menurunkan lignin sekitar separuhnya, dan dapat meningkatkan kecernaan. Pada penelitian lain yang menggunakan substrat jerami gandum, media bekas penanaman jamur tiram putih dapat meningkatkan kecernaan nitrogen sebesar 84.4 dan substansi organik sebesar 74.4. Disamping itu miselium jamur tersebut dapat menyum- bangkan asam-asam amino yang lengkap, kecuali fenilalanin dan metionin yang agak rendah. Media bekas penanaman jamur tiram putih menunjukkan peningkatan kandungan protein kasar sebesar 22.4, lemak 0.06, dan abu 4.7. Peningkatan yang besar pada protein tersebut akibat meningkatnya kandungan asam-asam amino Sova Cibuka 1990. Penelitian yang dilakukan oleh Adamovic et al. 1998 menunjukkan bahwa jerami yang didegradasi oleh enzim-enzim yang diproduksi selama produksi jamur dapat lebih mudah dicerna oleh ruminansia, sehingga meningkatkan bobot badan, konsumsi bahan kering dan efisiensi penggunaan bahan makanan. Jerami tersebut mengandung gula bebas, protein yang tinggi, sedikit selulosa dan lignin, dengan peningkatan kandungan mineral dibandingkan dengan jerami sebelum perlakuan dengan jamur.

2.6 Peranan Amoniasi terhadap Perbaikan Mutu Pakan

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu Dan Pemberian Pupuk NPK

5 81 121

Perencanaan usahatani karet dan kelapa sawit berkelanjutan di DAS batang pelepat kabupaten Bungo provinsi Jambi

0 9 337

PEMANFAATAN JAMUR TIRAM ( Pleurotus ostreatus ) DAN Pemanfaatan Jamur Tiram ( pleurotus ostreatus ) dan Ekstrak Daun Kelor sebagai Inovasi Bahan Tambahan Pembuatan Permen Jelly dengan Pewarna Alami Kulit Buah Naga.

0 3 9

PEMANFAATAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PEMANFAATAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus.Jacq ).

0 1 13

PENDAHULUAN PEMANFAATAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus.Jacq ).

0 1 5

PEMANFAATAN AMPAS TAHU SEBAGAI CAMPURAN MEDIA TANAM TERHADAP KECEPATAN WAKTU TUMBUH JAMUR TIRAM PUTIH Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Campuran Media Tanam Terhadap Kecepatan Waktu Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus).

0 0 16

PENDAHULUAN Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Campuran Media Tanam Terhadap Kecepatan Waktu Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus).

1 12 5

Efek Dosis dan Lama Biokonversi Ampas Tebu sebagai Pakan oleh Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) terhadap Kadar Protein dan Komponen Serat.

0 0 15

Peningkatan Kualitas Pakan Serat Ampas Tebu Melalui Fermentasi Dengan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).

0 1 9

Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus spp.)

0 1 5