Deskripsi Teori KAJIAN PUSTAKA

12 apakah kesimpulan tersebut benar atau salah. Oleh karena itu, penggunaan kata “mungkin” atau “barangkali” akan mengurangi risiko yang terjadi. b. Strategi deduktif Strategi ini memiliki peran penting dalam hal pembuktian, karena berisi argumen yang saling berkaitan. Peserta didik dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep yang belum ia ketahui sebelumnya dengan strategi deduktif. Strategi ini juga mengendaki kemampuan melakukan deduksi yang logis atas dasar pengetahuan yang diperoleh sebelumnya Hosnan, 2014. Belajar penemuan discovery learning dibedakan menjadi dua, yaitu penemuan bebas free discovery dan penemuan terpaduterpimpin guided discovery. Dalam pelaksanaannya, guided discovery lebih sering diterapkan oleh guru, karena dengan petunjuk guru peserta didik akan bekerja lebih terarah dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guru akan memberikan arahan yang berupa prosedur kerja, sehingga peserta didik dapat menemukan suatu pengetahuan secara mandiri. Dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan guided discovery peserta didik melibatkan tangan hands-on dan pikiran minds-on dalam setiap kegiatannya Suprihatiningrum, 2014. Petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing guided discovery learning yaitu menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh peserta didik, memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan, menentukan lembar pengamatan data untuk peserta didik, menyiapkan alat dan bahan secara lengkap, menentukan dengan cermat apakah peserta didik akan bekerja secara 13 individu atau secara berkelompok yang terdiri dari 2-5 peserta didik, dan mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh peserta didik untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi Suprihatiningrum, 2014. Guided discovery learning merupakan pendekatan yang dilakukan oleh guru untuk menyajikan contoh dari topik tertentu dan membimbing peserta didik agar dapat memahami topik yang akan ia pelajari. Model ini efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi peserta didik dalam memahami topik yang mereka palajari secara mendalam Eggen Kauchak, 2012. Pembelajaran dengan model Guided discovery learning membantu peserta didik memperoleh pengetahuan yang unik secara mandiri. Melalui guided discovery learning, peserta didik secara perlahan akan belajar bagaimana mengorganisir dan melakukan penelitian. Salah satu hasil yang terbaik dari guided discovery learning ialah meningkatkan daya ingat peserta didik menjadi lebih baik Carin Sund, 1989. Tujuan dari model discovery learning ialah mengembangkan potensi intelektual peserta didik, sehingga peserta didik yang awal mulanya lambat dalam menangkap suatu konsep akan menjadi lebih mudah dalam menangkap suatu konsep, serta ingatan peserta didik menjadi lebih tahan lama. Hal tersebut dikarenakan peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses menemukan suatu konsep. Selain itu peserta didik juga dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat, dan berfikir, sehingga akan tercipta student centered dibandingkan teacher centered Suprihatiningrum, 2014. Model discovery learning akan mendorong 14 peserta didik untuk berfikir dan merumuskan hipotesis sendiri Saefuddin Ika, 2015. Jerome Bruner menyatakan terdapat kelebihan dari model discovery yaitu peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan, peserta didik akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik, membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru, mendorong peserta didik untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesis sendiri Sholeh, 2014. Model discovery learning memiliki tahap penyajian atau sintaks yang berupa stimulasipemberian rangsangan, pernyataanidentifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi Ratumanan, 2015. Uraian dari sintkas model discovery learning sebagai berikut: 1 Stimulasipemberian rangsangan Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan masalah, teka-teki, atau kontradiksipertentangan. Sehingga, peserta didik akan tertantang untuk mengembangkan permasalahan tersebut. 2 Pernyataanidentifikasi masalah Peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang relevan dengan materi pembalajaran. Setelah peserta didik dapat mengidentifikasi masalah, peserta didik merumuskan masalah dalam bentuk hipotesis. 15 3 Pengumpulan data Peserta didik melakukan penelusuran dan pencarian dengan melakukan prosedur kerja tertentu untuk mengumpulkan informasi yang relevan untuk membuktikaan hipotesis yang telah dibuat. 4 Pengolahan data Peserta didik mengolah data dan informasi yang diperoleh. Kemudian data tersebut direduksi, diklasifikasikan, daitabulasi, dan dianalisis. Data yang diolah peserta didik dapat diperoleh dari wawancara, observasi, dan sebagainya Abidin, 2014. 5 Verifikasi Peserta didik melakukan pemeriksaan hasil pengolahan data secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Kemudian, temuan alternative peserta didik dihubungkan dengan hasil pengolahan data Abidin, 2014. 6 Generalisasi Peserta didik menarik kesimpulan yang disesuaikan dengan hasil verifikasi. Kesimpulan yang diperoleh dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan menyesuaikan hasil verifikasi Abidin, 2014. Model discovery learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah guided discovery learning. Sintaks yang digunakan meliputi stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi. 16 3. Peranan guru dalam model discovery learning Guru memegang peran penting dalam setiap proses pembelajaran yang berlangsung. Selama ini guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan di kelas. Sehingga mengakibatkan guru menjadi lebih dominan saat di kelas, peserta didik pun diposisikan sebagai objek bukan sebagai subjek belajar. Peserta didik hanya lebih pasif, tugas peserta ddidik hanya duduk sembari mendengarkan penjelasan guru, mencatat dan mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru Ratumanan, 2015. Pada Kurikulum 2013 edisi revisi, guru tidak lagi menjadi pusat perhatian peserta didik. Namun, guru memiliki peran sabagai fasilitator, sehingga guru hanya membimbing peserta didik ketika ia diperlukan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Guru sebagai fasilitator ialah guru yang memberikan fasilitas belajar bagi peserta didik agar peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Peserta didik akan diberi kesempatan lebih besar oleh guru untuk memperoleh pengalaman belajar sebagai subjek belajar, tidak hanya sebagai pendengar, melainkan peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuannya dari hasil aktivitas, interaksi, dan negosiasi di kelas Ratumanan, 2015. Pada penelitian ini, guru berperan sebagai fasilitator. Sehingga pada saat penelitian, guru hanya mendampingi peserta didik dan membimbing peserta didik ketika ia diperlukan. Pada model discovery learning peran guru lebih banyak memberikan fasilitas peserta didik untuk menemukan suatu konsep. Peran guru dimulai dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran, media, dan sumber belajar yang diperlukan, 17 melakukan pendampingan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam penggunaan model discovery learning terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses pembelajarannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan guru yaitu: a. Tidak semua materi dapat menggunakan model discovery learning, sehingga guru harus menyesuaikan materi yang akan disampaikan dengan model pembelajaran yang akan digunakan. b. Guru mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah yang dihadapinya secara mandiri Ratumanan, 2015. 4. Model Kooperatif Model kooperatif adalah model pembelajaran yang membagi peserta didik dalam beberapa kelompok, dimana peserta didik saling bekerjasama dalam satu kelompok untuk memecahkan masalah Hartono, 2013. Pembelajaran kooperatif termasuk dalam teori konstruktivis. Peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep jika mereka saling berdiskusi dengan temannya secara rutin. Penggunaan model kooperatif membutuhkan kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4-6 peserta yang sederajat tapi heterogen kemampuan, jenis kelamin, sukuras agar terciptanya rasa saling membutuhkan satu sama lain Trianto, 2013. Model kooperatif bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial Suprijono, 2011. Terdapat enam langkah utama dalam model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah dalam model kooperatif sebagai berikut Trianto, 2013: 18 a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik Peserta didik diberi penjelasan tujuan peserta didik terlebih dahulu. Hal ini penting dilakukan karena peserta didik harus memahami prosedur dan aturan dalam pembelajaran yang akan dilakukan Suprijono, 2011. Kemudian, guru juga perlu memberikan motivasi kepada peserta didik, agar peserta didik tertarik dengan penyampaian materi guru. b. Menyajikan informasi Guru menyampaikan informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran Suprijono, 2011. Tahap ini sangat penting dalam kegiatan pembalajaran, karena informasi yang disajikan mampu menambah pengetahuan bagi peserta didik. c. Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok kooperatif Pada tahap ini kekacauan kemungkinan dapat terjadi, karena perpindahan penyampaian informasi oleh guru menuju pembagian kelompok Suprijono, 2011. Kekacauan yang tidak diinginkan ialah ketergantungan salah satu anggota kelompok, sehingga tugas kelompok hanya dikerjakan oleh beberapa peserta didik saja. Kemudian, tidak terciptanya diskusi yang baik, sehingga tugas kelompok menjdai terbengkalai. Oleh karena itu, guru perlu menjelaskan aturan dalam kelompok, agar kekacauan yang tidak diinginkan tidak dapat terjadi. d. Membimbing kelompok belajar dan belajar Guru perlu mendampingi setiap kelompok, agar peserta didik tidak merasa bingung dalam mengerjakan tugas. Selain itu, guru memberikan petunjuk ataupun 19 arahan agar peserta didik tidak salah dalam mengerjakan tugas maupun memecahkan suatu masalah Suprijono, 2011. e. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil diskusi kelompok yang dapat berupa presentasi hasil kerja maupun mengumpulkan tugas kepada guru Trianto, 2013. Evaluasi disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dibuat oleh guru Suprijono, 2011. f. Memberi penghargaan. Guru memberikan penghargaan kepada individu peserta didik maupun kelompok Trianto, 2013. Penghargaan tidak hanya memberikan hadiah, namun pemberian pujian juga termasuk dalam memberikan penghargaan. 5. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan keterampilan ilmiah yang terarah baik kognititf maupun psikomotor untuk menemukan suatu konsep dan untuk mengembangkan konsep yang telah didapatkan sebelumnya Trianto, 2010. Keterampilan proses mampu membekali peserta didik untuk berpikir logis dan sistematis dalam meghadapi suatu masalah Suprihatiningrum, 2014. Keterampilan proses sains digunakan para ilmuwan untuk dapat memecahkan suatu permasalahan dunia sains, dimulai dari memahami masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, membuktikan hipotesis, mengumpulkan data serta merumuskan kesimpulan Heru Richie, 2015. Keterampilan proses sains peserta didik akan lebih terbentuk jika proses pembelajaran dilakukan secara berulang-ulang. Peserta didik akan terampil dalam 20 melaksanakan percobaan apabila peserta didik memiliki peluang untuk melakukannya sendiri secara terus menerus. Sehingga, keterampilan proses sains peserta didik perlu dilatih secara terus menerus. Melatih keterampilan proses sains pada peserta didik merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan keberhasilan belajar peserta didik secara optimal. Peserta didik akan merasa lebih mudah memahami, menghayati, mempelajari suatu materi, dan mengingat dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, motivasi peserta didik akan meningkat, karena peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran Trianto, 2010. Menurut Moh Uzer Usman dan Lilis Setiawati 1993, kemampuan yang dikembangkan dalam keterampilan proses sains adalah pengamatan, menggolongkan mengklasifikasikan, menafsirkan menginterpretasikan, meramalkan, menerapkan aplikasi, merencanakan penelitian, dan mengomunikasikan. Menurut Ratna Wilis Dahar 1986, keterampilan proses sains di pendidikan kimia terdiri dari 8 keterampilan, yaitu mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan percobaanpenelitian, mengomunikasikan, dan mengajukan pertanyaan. Keterampilan proses sains terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan proses sains dasar basic science process skill dan keterampilan proses sains terintergrasi intergrated science process skill. Keterampilan proses sains dasar terdiri dari observasi, komunikasi, klasifikasi, prediksi, infersi, dan mengukur. Sedangkan keterampilan proses sains terintegrasi yaitu mengidentifikasi variabel, menyusun tabel data dan grafik, menggambarkan hubungan antara variabel, 21 memperoleh dan pengolahan data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel operasional, merancang penyelidikan dan eksperimen Trianto, 2010. Upaya dalam memperoleh keberhasilan belajar yang optimal yaitu dengan megembangkan keterampilan proses sains. Keterampilan proses memungkinkan peserta didik untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Dengan keterampilan proses yang dilatihkan, peserta didik akan lebih mudah menguasai dan memahami materi pelajaran karena peserta didik belajar dengan berbuat learning by doing. Selain itu, juga bertujuan untuk memotivasi belajar peserta didik untuk senantiasa aktif dalam proses pembelajaran dan melatih peserta didik untuk berpikir logis dalam memecahkan masalah Suprihatiningrum, 2014. Dengan mengembangkan keterampilan proses sains, peserta didik akan menemukan dan mengembangkan fakta dan konsep dengan sendirinya, serta mengembangkan sikap ilmiah yang dimiliki peserta didik Trianto, 2010. Penerapan keterampilan proses sains dalam proses pembelajaran mampu mengembangkan kepribadian peserta didik, terutama pada sikap ilmiahnya. Agar kepribadian peserta didik dapat dikembangkan, keterampilan proses sains perlu dilakukan secara berkala. Keterampilan peserta didik dalam merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan, melakukan percobaan, melakukan pengukuran, mengolah data, dan menarik kesimpulan tidak dapat diperoleh jika tidak dilakukan secara berkala. Dengan penerapan secara berkala diharapkan peserta didik dapat memahami 22 sains secara lebih mendalam dan dapat diingat dalam jangka waktu yang lama Trianto, 2010. Secara umum, Keterampilan proses sains mengacu pada proses kognitif atau proses berpikir Sheeba, 2013. Keterampilan Proses Sains yang diamati dalam penelitian ini merupakan keterampilan proses yang termasuk dalam keterampilan kognitif keterampilan proses sains yang berhubungan dengan proses berpikir. Sehingga, indikator keterampilan proses sains yang digunakan yaitu : a. Observasi Pengamatan dilakukan dengan menggunakan indera-indera peserta didik. Peserta didik akan mengamati melalui pengelihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan Trianto, 2010 . Observasi terdiri dari dua tipe yaitu kualitatif dan kuantitatif. Observasi kualitatif berupa menggambarkan, sedangkan observasi kuantitatif berupa perhitungan Bailer, dkk, 2006. b. Komunikasi Keterampilan peserta didik dalam mengungkapkan kata-kata dalam bentuk tulisan, gambar demonstrasi, atau grafik dengan bahasa yang komunikatif Trianto, 2010 . Tidak hanya mengungkapkan dalam bentuk lisan, komunikasi juga dapat diungkapkan dengan tulisan yang berupa penyusunan laporan kegiatan secara sistematis, dan mampu menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilakukan dengan menggunakan bahasa yang baik dan tepat Dahar, 1986. 23 c. Klasifikasi Klasifikasi merupakan keterampilan yang berupa mengelompokkan objek pengamatan berdasarkan sifat-sifatnya Trianto, 2010 . Klasifikasi dapat berupa mengidentifikasi suatu sifat secara umum dan mengelompokkan beberapa benda berdasarkan karakteristiknya Sani, 2016. d. Prediksi Prediksi merupakan keterampilan yang berupa meramalkan hasil-hasil yang mungkin terjadi dari suatu percobaan. Peramalan tersebut dapat diperoleh dari pengamatan dan inferensi sebelumnya Trianto, 2010. Peserta didik mengolah pola- pola berdasarkan hasil pengamatannya untuk menemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya . e. Inferensi Inferensi merupakan kesimpulan sementara yang sering dilakukan oleh ilmuwan setiap melakukan penelitian. Perilaku dari keterampilan inferensi meliputi mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya dan mengajukan penjelasan untuk melaksanakan pengamatan Trianto, 2010 . f. Mengorganisasikan data dan tabel Keterampilan ini berupa menyajikan data ke dalam bentuk tabel dan m engorganisasikan informasi yang diperoleh dari percobaan. Dengan demikian, data yang diperoleh dapat dimaknai dengan mudah. 24 g. Menganalisis data Agar peserta didik data mudah dipahami, peserta didik perlu mencatat setiap pengamatan secara terpisah. Kemudian, menghubungkan pengamatan terpisah secara tepat agar dapat menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan, sehingga peserta didik dapat mengambil kesimpulan Dahar, 1986. h. Merancang eksperimen Peserta didik harus mengetahui alat dan bahan yang sesuai dalam melaksanakan kegiatan praktikum, dapat menentukan variabel-variabel yang dibuat tetap dan berubah, dapat menentukan apa yang akan diamati, diukur atau ditulis, dapat menentukan langkah kerja, dan dapat menentukan cara pengolahan hasil pengamatan Dahar, 1986. Tugas peserta didik ialah merancang percobaan atau investigasi sesuai tujuan percobaan atau pertanyaan yang diajukan Sani, 2016. 6. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Larutan adalah campuran homogen yang terdiri atas sebuah zat pelarut dan satu atau lebih zat terlarut. Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan elektrolit adalah suatu senyawa yang bila dilarutkan dalam pelarut misalnya air akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik Bird, 1987. Contoh dari larutan elektrolit adalah NaCl, HCl, asam cuka, dll. Sedangkan, Larutan non- elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh dari larutan non-elektrolit adalah CH 4 , C 12 H 22 O 11 , CO, CH 3 COCH 3 , dll Sastrohamidjojo, 2008. 25 Air yang murni tidak akan menghantarkan listrik. Tetapi jika zat yang bersifat asam, basa, maupun garam telah dilarutkan di dalamnya, larutan yang dihasilkan akan mampu menghantarkan arus listrik Bird, 1987. Secara sederhana, kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan listrik dapat diuji dengan alat uji elektrolit. Alat uji elektrolit tersebut terdiri atas sebuah bejana yang dihubungkan dengan dua buah elektrode. Elektrode-elektrode tersebut dihubungkan pada sumber listrik. Jika larutan elektrolit dimasukkan ke dalam bejana, lampu akan menyala. Sedangkan jika larutan nonelektrolit yang dimasukkan, lampu tidak akan menyala. Arus listrik dalam larutan elektrolit dihantarkan oleh migrasi partikel-partikel bermuatan McMurry, 2010. Selain ditandai dengan menyalanya lampu, pada larutan elektrolit juga terdapat perubahan-perubahan kimia yang dapat diamati yaitu timbulnya gelembung- gelembung gas. Ditinjau dari jenis ikatannya, larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar. Senyawa ion berupa larutan elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik, sedangkan senyawa kovalen ada yang merupakan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non-elektrolit. Untuk menyatakan seberapa kuatnya suatu senyawa kimia terionisasi menjadi bersifat elektrolit perlu digunakan suatu besaran atau ukuran tetentu. Besaran yang digunakan adalah persen disosiasi. Persen disosiasi dapat ditentukan dengan pengukuran daya hantar listrik dan pengukuran terhadapa penurunan titik beku Sastrohamidjojo, 2008. Berdasarkan daya hantar listriknya, elektrolit dibagi menjadi dua yaitu: 26 1. Elektrolit kuat Larutan elektrolit kuat memberikan daya hantar listrik yang baik. Larutan elektrolit kuat merupakan senyawa yang terionisasi secara sempurna ketika dilarutkan ke dalam air McMurry, 2010. Contoh larutan elektrolit kuat adalah HCl, NaOH, NaCl, KCN, BaSO 4 Sastrohamidjojo, 2008. 2. Elektrolit lemah Larutan elektrolit lemah memberikan daya hantar listrik kecil. Larutan elektrolit lemah merupakan senyawa yang terionisasi sebagian ketika dilarutkan ke dalam air McMurry, 2010. Contoh larutan elektrolit lemah adalah CH 3 COOH, HgCl 2 , HCN, NH 4 OH, C 6 H 5 NH 2 Sastrohamidjojo, 2008.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki Dwi Astuti 2016 yang berjudul “Pengembangan Instrumen Penilaian Terintegrasi untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Kimia Siswa SMA Kelas X pada Materi Larutan Elektrolit” menunjukkan bahwa karakterisitik instrumen penilaian terintegrasi untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains pada materi larutan elektrolit terdiri atas 8 butir soal uraian yang sesuai dengan PCM 1-PL, dinyatakan valid secara validitas isi dan secara konstruk terbukti hanya mengukur satu dimensi yaitu pengetahuan kimia, memiliki tingkat kesukaran butir soal yang tergolong baik, serta dinyatakan reliabel untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains kimia. 27 Penelitian yang dilakukan oleh Ali Gunay Balim 2009 yang berjudul “The Effects of Discovery Learning on Students’ Succes and Inquiry Learning Skills” menunjukkan bahwa model discovery learning mampu membentuk karakter peserta didik menjadi lebih aktif ketika berpendapat dan berdiskusi mengenai konsep yang sedang dipelajari, aktif bertanya, dan mencari informasi dengan sendiri. Dengan kata lain, model discovery learning merupakan salah satu model yang dapat meningkatkan keaktifan peserta didik. Model ini melatih peserta didik untuk mencari dan menemukan solusi dari suatu permasalahan. Oleh karena itu, peserta didik harus ikut berpartisipasi dengan aktif ketika proses pembelajaran berlangsung. Penelitian yang dilakukan oleh Akanmu, M. Alex dan Fajemidagba, M. Olubusuyi 2013 yang berjudul “Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Students Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria” menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam kinerja peserta didik dengan menggunakan Guided-discovery Learning dibandingkan yang tidak menggunakan Guided-discovery Learning. Nilai rata-rata dari Guided-discovery Learning 14,0667 lebih besar dari nilai rata-rata 10,7143 non Guided-discovery Learning. Sehingga, Guided-discovery Learning mampu meningkatkan potensi kinerja peserta didik dengan sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Udo, Mfon Effiong 2010 yang berjudul “Effect of Guided-Discovery, Student- Centred Demonstration and the Expository Instructional Strategies on Students’ Performance in Chemistry” menunjukkan bahwa peserta didik yang menggunakan Guided-discovery Learning memiliki rata-rata skor 28 gain 22,10; peserta didik yang menggunakan model demonstrasi student centred dalam kegiatan pembelajaran memperoleh rata-rata skor gain 17,83; dan peserta didik yang diajarkan menggunakan metode konvensional memperoleh rata-rata skor gain 16,35. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik yang menggunakan Guided- discovery Learning dalam kegiatan pembelajaran memiliki kinerja terbaik dibandingkan menggunakan metode konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Hilal Aktamis Omer Ergin 2008 yang berjudul “The Effect of Scientific Process Skills Education on Students’ Scientific Creativity, Science Att itudes and Academic Achievements” menunjukkan bahwa keterampilan proses sains pada peserta didik merupakan salah satu tujuan dari pendidikan sains. Dengan kata lain, peserta didik dapat menentukan masalah di sekitar mereka, mengamati, menganalisis, berhipotesis, bereksperimen, menyimpulkan, menggeneralisasi, dan menerapkan informasi yang mereka miliki dengan keterampilan yang mereka perlukan. keterampilan ini dapat diperoleh peserta didik melalui kegiatan penelitian ilmiah.

C. Kerangka Berpikir

Guru memegang peran penting dalam setiap proses pembelajaran yang berlangsung. Pada Kurikulum 2013 edisi revisi guru tidak lagi menjadi pusat perhatian peserta didik. Namun, guru memiliki peran sabagai fasilitator, sehingga guru hanya membimbing peserta didik ketika ia diperlukan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan pada saat proses pembelajaran berlangsung Ratumanan, 2015. 29 SMA Negeri 11 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 edisi revisi dalam proses pembelajarannya. Kurikulum 2013 edisi revisi baru diterapkan pada kelas X. Berdasarkan susunan materi pelajaran kimia kelas X di silabus Kurikulum 2013 edisi revisi masih didominasi dengan teori yang abstrak. Sehingga, guru hanya dapat menggunakan metode ceramah, penugasan, tanya jawab, dan diskusi. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru juga masih kurang variatif. Contohnya, penggunaan model discovery learning belum pernah diterapkan. Selain itu, kegiatan praktikum di kelas X juga belum banyak dilakukan oleh guru. Sehingga, peserta didik belum dilatih untuk menemukan konsep dengan sendirinya dan peserta didik tidak dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiahnya. Model discovery learning merupakan model yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses menemukan suatu konsep. Selain itu peserta didik juga dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat, dan berfikir, sehingga akan tercipta student centered dibandingkan teacher centered Suprihatiningrum, 2014. Model discovery learning juga akan mendorong peserta didik untuk berfikir dan merumuskan hipotesisnya sendiri Saefuddin Ika, 2015. Diterapkannya model discovery learning pada proses pembelajaran akan menumbuhkan keterampilan proses sains peserta didik. Karena, keterampilan proses sains dapat diperoleh melalui kegiatan praktikum. Salah satu tujuan pendidikan sains adalah membentuk keterampilan proses sains peserta didik. Dengan kata lain, peserta didik dapat menentukan masalah di sekitar mereka, mengamati, menganalisis,

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

ANALISIS SISTEM TEBANG ANGKUT DAN RENDEMEN PADA PEMANENAN TEBU DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (Persero) PABRIK GULA DJOMBANG BARU

36 327 27

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

A DESCRIPTIVE STUDY ON THE TENTH YEAR STUDENTS’ RECOUNT TEXT WRITING ABILITY AT MAN 2 SITUBONDO IN THE 2012/2013 ACADEMIC YEAR

5 197 17

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Integrated Food Therapy Minuman Fungsional Nutrafosin Pada Penyandang Diabetes Mellitus (Dm) Tipe 2 Dan Dislipidemia

5 149 3