Deskripsi Teori KAJIAN PUSTAKA
12 apakah kesimpulan tersebut benar atau salah. Oleh karena itu, penggunaan kata
“mungkin” atau “barangkali” akan mengurangi risiko yang terjadi. b.
Strategi deduktif Strategi ini memiliki peran penting dalam hal pembuktian, karena berisi
argumen yang saling berkaitan. Peserta didik dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep yang belum ia ketahui sebelumnya dengan strategi deduktif. Strategi
ini juga mengendaki kemampuan melakukan deduksi yang logis atas dasar pengetahuan yang diperoleh sebelumnya Hosnan, 2014.
Belajar penemuan discovery learning dibedakan menjadi dua, yaitu penemuan bebas free discovery dan penemuan terpaduterpimpin guided
discovery. Dalam pelaksanaannya, guided discovery lebih sering diterapkan oleh guru, karena dengan petunjuk guru peserta didik akan bekerja lebih terarah dalam
upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guru akan memberikan arahan yang berupa prosedur kerja, sehingga peserta didik dapat menemukan suatu pengetahuan
secara mandiri. Dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan guided discovery peserta didik melibatkan tangan hands-on dan pikiran minds-on dalam setiap
kegiatannya Suprihatiningrum, 2014. Petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan
terbimbing guided discovery learning yaitu menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh peserta didik, memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan,
menentukan lembar pengamatan data untuk peserta didik, menyiapkan alat dan bahan secara lengkap, menentukan dengan cermat apakah peserta didik akan bekerja secara
13 individu atau secara berkelompok yang terdiri dari 2-5 peserta didik, dan mencoba
terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh peserta didik untuk mengetahui kesulitan
yang mungkin
timbul atau
kemungkinan untuk
modifikasi Suprihatiningrum, 2014.
Guided discovery learning merupakan pendekatan yang dilakukan oleh guru untuk menyajikan contoh dari topik tertentu dan membimbing peserta didik agar
dapat memahami topik yang akan ia pelajari. Model ini efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi peserta didik dalam memahami topik yang mereka palajari
secara mendalam Eggen Kauchak, 2012. Pembelajaran dengan model Guided discovery learning membantu peserta didik memperoleh pengetahuan yang unik
secara mandiri. Melalui guided discovery learning, peserta didik secara perlahan akan belajar bagaimana mengorganisir dan melakukan penelitian. Salah satu hasil yang
terbaik dari guided discovery learning ialah meningkatkan daya ingat peserta didik menjadi lebih baik Carin Sund, 1989.
Tujuan dari model discovery learning ialah mengembangkan potensi intelektual peserta didik, sehingga peserta didik yang awal mulanya lambat dalam
menangkap suatu konsep akan menjadi lebih mudah dalam menangkap suatu konsep, serta ingatan peserta didik menjadi lebih tahan lama. Hal tersebut dikarenakan peserta
didik dilibatkan secara langsung dalam proses menemukan suatu konsep. Selain itu peserta didik juga dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca,
melihat, dan berfikir, sehingga akan tercipta student centered dibandingkan teacher centered Suprihatiningrum, 2014. Model discovery learning akan mendorong
14 peserta didik untuk berfikir dan merumuskan hipotesis sendiri Saefuddin Ika,
2015. Jerome Bruner menyatakan terdapat kelebihan dari model discovery yaitu peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan, peserta
didik akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik, membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru,
mendorong peserta didik untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesis sendiri Sholeh, 2014.
Model discovery learning memiliki tahap penyajian atau sintaks yang berupa stimulasipemberian rangsangan, pernyataanidentifikasi masalah, pengumpulan data,
pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi Ratumanan, 2015. Uraian dari sintkas model discovery learning sebagai berikut:
1 Stimulasipemberian rangsangan
Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan masalah, teka-teki, atau kontradiksipertentangan. Sehingga, peserta didik akan tertantang untuk
mengembangkan permasalahan tersebut. 2
Pernyataanidentifikasi masalah Peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang relevan
dengan materi pembalajaran. Setelah peserta didik dapat mengidentifikasi masalah, peserta didik merumuskan masalah dalam bentuk hipotesis.
15 3
Pengumpulan data Peserta didik melakukan penelusuran dan pencarian dengan melakukan
prosedur kerja tertentu untuk mengumpulkan informasi yang relevan untuk membuktikaan hipotesis yang telah dibuat.
4 Pengolahan data
Peserta didik mengolah data dan informasi yang diperoleh. Kemudian data tersebut direduksi, diklasifikasikan, daitabulasi, dan dianalisis. Data yang diolah
peserta didik dapat diperoleh dari wawancara, observasi, dan sebagainya Abidin, 2014.
5 Verifikasi
Peserta didik melakukan pemeriksaan hasil pengolahan data secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Kemudian, temuan alternative
peserta didik dihubungkan dengan hasil pengolahan data Abidin, 2014. 6
Generalisasi Peserta didik menarik kesimpulan yang disesuaikan dengan hasil verifikasi.
Kesimpulan yang diperoleh dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan menyesuaikan hasil verifikasi Abidin,
2014. Model discovery learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah guided
discovery learning. Sintaks yang digunakan meliputi stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi.
16 3.
Peranan guru dalam model discovery learning Guru memegang peran penting dalam setiap proses pembelajaran yang
berlangsung. Selama ini guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan di kelas. Sehingga mengakibatkan guru menjadi lebih dominan saat di kelas, peserta didik pun
diposisikan sebagai objek bukan sebagai subjek belajar. Peserta didik hanya lebih pasif, tugas peserta ddidik hanya duduk sembari mendengarkan penjelasan guru,
mencatat dan mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru Ratumanan, 2015. Pada Kurikulum 2013 edisi revisi, guru tidak lagi menjadi pusat perhatian
peserta didik. Namun, guru memiliki peran sabagai fasilitator, sehingga guru hanya membimbing peserta didik ketika ia diperlukan. Guru bertindak sebagai penunjuk
jalan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Guru sebagai fasilitator ialah guru yang memberikan fasilitas belajar bagi peserta didik agar peserta didik dapat
mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Peserta didik akan diberi kesempatan lebih besar oleh guru untuk memperoleh pengalaman belajar sebagai subjek belajar, tidak
hanya sebagai pendengar, melainkan peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuannya dari hasil aktivitas, interaksi, dan negosiasi di kelas Ratumanan,
2015. Pada penelitian ini, guru berperan sebagai fasilitator. Sehingga pada saat penelitian, guru hanya mendampingi peserta didik dan membimbing peserta didik
ketika ia diperlukan. Pada model discovery learning peran guru lebih banyak memberikan fasilitas
peserta didik untuk menemukan suatu konsep. Peran guru dimulai dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran, media, dan sumber belajar yang diperlukan,
17 melakukan pendampingan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam
penggunaan model discovery learning terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses pembelajarannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan guru yaitu:
a. Tidak semua materi dapat menggunakan model discovery learning, sehingga
guru harus menyesuaikan materi yang akan disampaikan dengan model pembelajaran yang akan digunakan.
b. Guru mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah yang dihadapinya
secara mandiri Ratumanan, 2015. 4.
Model Kooperatif Model kooperatif adalah model pembelajaran yang membagi peserta didik
dalam beberapa kelompok, dimana peserta didik saling bekerjasama dalam satu kelompok untuk memecahkan masalah Hartono, 2013. Pembelajaran kooperatif
termasuk dalam teori konstruktivis. Peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep jika mereka saling berdiskusi dengan temannya secara rutin.
Penggunaan model kooperatif membutuhkan kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4-6 peserta yang sederajat tapi heterogen kemampuan, jenis kelamin, sukuras
agar terciptanya rasa saling membutuhkan satu sama lain Trianto, 2013. Model kooperatif bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar berupa prestasi akademik,
toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial Suprijono, 2011.
Terdapat enam langkah utama dalam model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah dalam model kooperatif sebagai berikut Trianto, 2013:
18 a.
Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik Peserta didik diberi penjelasan tujuan peserta didik terlebih dahulu. Hal ini
penting dilakukan karena peserta didik harus memahami prosedur dan aturan dalam pembelajaran yang akan dilakukan Suprijono, 2011. Kemudian, guru juga perlu
memberikan motivasi kepada peserta didik, agar peserta didik tertarik dengan penyampaian materi guru.
b. Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran Suprijono, 2011. Tahap ini sangat penting dalam kegiatan pembalajaran, karena
informasi yang disajikan mampu menambah pengetahuan bagi peserta didik. c.
Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok kooperatif Pada tahap ini kekacauan kemungkinan dapat terjadi, karena perpindahan
penyampaian informasi oleh guru menuju pembagian kelompok Suprijono, 2011. Kekacauan yang tidak diinginkan ialah ketergantungan salah satu anggota kelompok,
sehingga tugas kelompok hanya dikerjakan oleh beberapa peserta didik saja. Kemudian, tidak terciptanya diskusi yang baik, sehingga tugas kelompok menjdai
terbengkalai. Oleh karena itu, guru perlu menjelaskan aturan dalam kelompok, agar kekacauan yang tidak diinginkan tidak dapat terjadi.
d. Membimbing kelompok belajar dan belajar
Guru perlu mendampingi setiap kelompok, agar peserta didik tidak merasa bingung dalam mengerjakan tugas. Selain itu, guru memberikan petunjuk ataupun
19 arahan agar peserta didik tidak salah dalam mengerjakan tugas maupun memecahkan
suatu masalah Suprijono, 2011. e.
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil diskusi kelompok yang dapat berupa presentasi hasil
kerja maupun mengumpulkan tugas kepada guru Trianto, 2013. Evaluasi disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dibuat oleh guru Suprijono, 2011.
f. Memberi penghargaan.
Guru memberikan penghargaan kepada individu peserta didik maupun kelompok Trianto, 2013. Penghargaan tidak hanya memberikan hadiah, namun
pemberian pujian juga termasuk dalam memberikan penghargaan. 5.
Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan keterampilan ilmiah yang terarah baik
kognititf maupun psikomotor untuk menemukan suatu konsep dan untuk mengembangkan konsep yang telah didapatkan sebelumnya Trianto, 2010.
Keterampilan proses mampu membekali peserta didik untuk berpikir logis dan sistematis dalam meghadapi suatu masalah Suprihatiningrum, 2014. Keterampilan
proses sains digunakan para ilmuwan untuk dapat memecahkan suatu permasalahan dunia sains, dimulai dari memahami masalah, merumuskan hipotesis, merancang
percobaan, membuktikan hipotesis, mengumpulkan data serta merumuskan kesimpulan Heru Richie, 2015.
Keterampilan proses sains peserta didik akan lebih terbentuk jika proses pembelajaran dilakukan secara berulang-ulang. Peserta didik akan terampil dalam
20 melaksanakan percobaan apabila peserta didik memiliki peluang untuk melakukannya
sendiri secara terus menerus. Sehingga, keterampilan proses sains peserta didik perlu dilatih secara terus menerus. Melatih keterampilan proses sains pada peserta didik
merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan keberhasilan belajar peserta didik secara optimal. Peserta didik akan merasa lebih mudah memahami, menghayati,
mempelajari suatu materi, dan mengingat dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, motivasi peserta didik akan meningkat, karena peserta didik berperan
secara aktif dalam proses pembelajaran Trianto, 2010. Menurut Moh Uzer Usman dan Lilis Setiawati 1993, kemampuan yang
dikembangkan dalam keterampilan proses sains adalah pengamatan, menggolongkan mengklasifikasikan, menafsirkan menginterpretasikan, meramalkan, menerapkan
aplikasi, merencanakan penelitian, dan mengomunikasikan. Menurut Ratna Wilis Dahar 1986, keterampilan proses sains di pendidikan
kimia terdiri dari 8 keterampilan, yaitu mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan
percobaanpenelitian, mengomunikasikan, dan mengajukan pertanyaan. Keterampilan proses sains terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan
proses sains dasar basic science process skill dan keterampilan proses sains terintergrasi intergrated science process skill. Keterampilan proses sains dasar
terdiri dari observasi, komunikasi, klasifikasi, prediksi, infersi, dan mengukur. Sedangkan keterampilan proses sains terintegrasi yaitu mengidentifikasi variabel,
menyusun tabel data dan grafik, menggambarkan hubungan antara variabel,
21 memperoleh dan pengolahan data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis,
mendefinisikan variabel operasional, merancang penyelidikan dan eksperimen Trianto, 2010.
Upaya dalam memperoleh keberhasilan belajar yang optimal yaitu dengan megembangkan keterampilan proses sains. Keterampilan proses memungkinkan
peserta didik untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Dengan keterampilan proses yang dilatihkan, peserta didik akan lebih mudah menguasai dan
memahami materi pelajaran karena peserta didik belajar dengan berbuat learning by doing. Selain itu, juga bertujuan untuk memotivasi belajar peserta didik untuk
senantiasa aktif dalam proses pembelajaran dan melatih peserta didik untuk berpikir logis
dalam memecahkan
masalah Suprihatiningrum,
2014. Dengan
mengembangkan keterampilan proses sains, peserta didik akan menemukan dan mengembangkan fakta dan konsep dengan sendirinya, serta mengembangkan sikap
ilmiah yang dimiliki peserta didik Trianto, 2010. Penerapan keterampilan proses sains dalam proses pembelajaran mampu
mengembangkan kepribadian peserta didik, terutama pada sikap ilmiahnya. Agar kepribadian peserta didik dapat dikembangkan, keterampilan proses sains perlu
dilakukan secara berkala. Keterampilan peserta didik dalam merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan, melakukan percobaan, melakukan pengukuran, mengolah
data, dan menarik kesimpulan tidak dapat diperoleh jika tidak dilakukan secara berkala. Dengan penerapan secara berkala diharapkan peserta didik dapat memahami
22 sains secara lebih mendalam dan dapat diingat dalam jangka waktu yang lama
Trianto, 2010. Secara umum, Keterampilan proses sains mengacu pada proses kognitif atau
proses berpikir Sheeba, 2013. Keterampilan Proses Sains yang diamati dalam penelitian ini merupakan keterampilan proses yang termasuk dalam keterampilan
kognitif keterampilan proses sains yang berhubungan dengan proses berpikir. Sehingga, indikator keterampilan proses sains yang digunakan yaitu :
a. Observasi
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan indera-indera peserta didik. Peserta didik akan mengamati melalui pengelihatan, pendengaran, pengecapan,
perabaan, dan pembauan Trianto, 2010
. Observasi terdiri dari dua tipe yaitu kualitatif dan kuantitatif. Observasi kualitatif berupa menggambarkan, sedangkan
observasi kuantitatif berupa perhitungan Bailer, dkk, 2006. b.
Komunikasi Keterampilan peserta didik dalam mengungkapkan kata-kata dalam bentuk
tulisan, gambar demonstrasi, atau grafik dengan bahasa yang komunikatif Trianto,
2010 . Tidak hanya mengungkapkan dalam bentuk lisan, komunikasi juga dapat
diungkapkan dengan tulisan yang berupa penyusunan laporan kegiatan secara
sistematis, dan mampu menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilakukan dengan menggunakan bahasa yang baik dan tepat Dahar, 1986.
23 c.
Klasifikasi Klasifikasi merupakan keterampilan yang berupa mengelompokkan objek
pengamatan berdasarkan sifat-sifatnya Trianto, 2010
. Klasifikasi dapat berupa
mengidentifikasi suatu sifat secara umum dan mengelompokkan beberapa benda berdasarkan karakteristiknya Sani, 2016.
d. Prediksi
Prediksi merupakan keterampilan yang berupa meramalkan hasil-hasil yang mungkin terjadi dari
suatu percobaan. Peramalan tersebut dapat diperoleh dari pengamatan dan inferensi sebelumnya Trianto, 2010. Peserta didik mengolah pola-
pola berdasarkan hasil pengamatannya untuk menemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya
. e.
Inferensi Inferensi merupakan kesimpulan sementara yang sering dilakukan oleh
ilmuwan setiap melakukan penelitian. Perilaku dari keterampilan inferensi meliputi mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya dan
mengajukan penjelasan untuk melaksanakan pengamatan Trianto, 2010
. f.
Mengorganisasikan data dan tabel Keterampilan ini berupa menyajikan data ke dalam bentuk tabel dan
m engorganisasikan informasi yang diperoleh dari percobaan. Dengan demikian,
data yang diperoleh dapat dimaknai dengan mudah.
24 g.
Menganalisis data Agar peserta didik data mudah dipahami, peserta didik perlu mencatat setiap
pengamatan secara terpisah. Kemudian, menghubungkan pengamatan terpisah secara tepat agar dapat menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan, sehingga peserta
didik dapat mengambil kesimpulan Dahar, 1986. h.
Merancang eksperimen Peserta didik harus mengetahui alat dan bahan yang sesuai dalam
melaksanakan kegiatan praktikum, dapat menentukan variabel-variabel yang dibuat tetap dan berubah, dapat menentukan apa yang akan diamati, diukur atau ditulis,
dapat menentukan langkah kerja, dan dapat menentukan cara pengolahan hasil pengamatan Dahar, 1986. Tugas peserta didik ialah merancang percobaan atau
investigasi sesuai tujuan percobaan atau pertanyaan yang diajukan Sani, 2016. 6.
Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Larutan adalah campuran homogen yang terdiri atas sebuah zat pelarut dan
satu atau lebih zat terlarut. Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan
elektrolit adalah suatu senyawa yang bila dilarutkan dalam pelarut misalnya air akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik Bird, 1987. Contoh
dari larutan elektrolit adalah NaCl, HCl, asam cuka, dll. Sedangkan, Larutan non- elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh dari
larutan non-elektrolit adalah CH
4
, C
12
H
22
O
11
, CO, CH
3
COCH
3
, dll Sastrohamidjojo, 2008.
25 Air yang murni tidak akan menghantarkan listrik. Tetapi jika zat yang bersifat
asam, basa, maupun garam telah dilarutkan di dalamnya, larutan yang dihasilkan akan mampu menghantarkan arus listrik Bird, 1987. Secara sederhana, kemampuan suatu
larutan untuk menghantarkan listrik dapat diuji dengan alat uji elektrolit. Alat uji elektrolit tersebut terdiri atas sebuah bejana yang dihubungkan dengan dua buah
elektrode. Elektrode-elektrode tersebut dihubungkan pada sumber listrik. Jika larutan elektrolit dimasukkan ke dalam bejana, lampu akan menyala. Sedangkan jika larutan
nonelektrolit yang dimasukkan, lampu tidak akan menyala. Arus listrik dalam larutan elektrolit dihantarkan oleh migrasi partikel-partikel bermuatan McMurry, 2010.
Selain ditandai dengan menyalanya lampu, pada larutan elektrolit juga terdapat perubahan-perubahan kimia yang dapat diamati yaitu timbulnya gelembung-
gelembung gas. Ditinjau dari jenis ikatannya, larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar. Senyawa ion berupa larutan elektrolit yang dapat
menghantarkan arus listrik, sedangkan senyawa kovalen ada yang merupakan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non-elektrolit.
Untuk menyatakan seberapa kuatnya suatu senyawa kimia terionisasi menjadi bersifat elektrolit perlu digunakan suatu besaran atau ukuran tetentu. Besaran yang
digunakan adalah persen disosiasi. Persen disosiasi dapat ditentukan dengan pengukuran daya hantar listrik dan pengukuran terhadapa penurunan titik beku
Sastrohamidjojo, 2008. Berdasarkan daya hantar listriknya, elektrolit dibagi menjadi dua yaitu:
26 1.
Elektrolit kuat Larutan elektrolit kuat memberikan daya hantar listrik yang baik. Larutan
elektrolit kuat merupakan senyawa yang terionisasi secara sempurna ketika dilarutkan ke dalam air McMurry, 2010. Contoh larutan elektrolit kuat adalah HCl, NaOH,
NaCl, KCN, BaSO
4
Sastrohamidjojo, 2008. 2.
Elektrolit lemah Larutan elektrolit lemah memberikan daya hantar listrik kecil. Larutan
elektrolit lemah merupakan senyawa yang terionisasi sebagian ketika dilarutkan ke dalam air McMurry, 2010. Contoh larutan elektrolit lemah adalah CH
3
COOH, HgCl
2
, HCN, NH
4
OH, C
6
H
5
NH
2
Sastrohamidjojo, 2008.