Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 11 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017.

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK

KELAS X SEMESTER 2 SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sains Kimia

Oleh:

CUT AULIA NORA SAKINAH NIM 13303244006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

vi

Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 11 Yogyakarta Tahun Ajaran

2016/2017

Oleh:

Cut Aulia Nora Sakinah NIM 13303244006

Pembimbing:

Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning jika nilai UAS dikendalikan secara statistik. Discovery learning merupakan model yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses menemukan konsep. Diterapkannya model discovery learning pada proses pembelajaran akan menumbuhkan keterampilan proses sains peserta didik. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan ilmiah yang terarah untuk menemukan dan mengembangkan konsep.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Two-group Post-Test Only Design. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara area purposive sampling. Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X di SMA Negeri 11 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017. Sampel penelitian terdiri dari 62 peserta didik yang terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen menggunakan model discovery learning, sedangkan kelas kontrol tidak menggunakan model discovery learning, melainkan model kooperatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu soal, observasi, dan angket. Instrumen yang digunakan yaitu skala penilaian, soal, dan daftar pernyataan. Data penelitian dianalisis dengan uji ANAKOVA (Analisis Kovarian).

Hasil uji Anakova menunjukkan bahwa p = 0.493 sehingga tidak ada perbedaan signifikan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning. Namun, berdasarkan hasil lembar observasi dan angket menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Dengan demikian, penggunaan model discovery learning mampu meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik dengan baik meskipun tidak secara signifikan.


(3)

vii

The Effectiveness of Discovery Learning model towards 10th Grade Students’ Science Process Skills in 2nd Semester in SMA Negeri 11 Yogyakarta, Academic Year 2016/2017

By:

Cut Aulia Nora Sakinah NIM 13303244006

Supervisor:

Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX

ABSTRACT

This study aimed to determine the difference of science process skills between students in the class used discovery learning model learning with class which did not use discovery leaning model, if the final exam scores controlled by statistic. Discovery learning is a model which involve students to discover concept directly. The implementation of discovery learning model on learning process will develop students’ science process skills. Science process skills is scientific skills to discover and develop the concept directionally.

Two-group Post-Test Only Design used in this study. This research was conducted in SMA Negeri 11 Yogyakarta. The sampling technique used in this study was area purposive sampling. The population of this study were 10th grade students in SMA Negeri 11 Yogyakarta. This study used 62 students as the samples which divided in two class, experiment class and control class. Experiment class used discovery learning model, whereas class control did not use discovery learning model, but used cooperative learning model. This study used question, observation, and questionnaire, as the technique to collect data. The instrument used in this study were rating scale, question, and list of statements. This study was conducted by using ANAKOVA (Analysis of Covariance) test, as the technique to analysis data.

The Anakova test showed that p = 0.493, explained that there was no significant differences between students in the classroom used discovery learning model learning with class which did not use the disocvery learning model. But, the result of observation sheet and questionnaire showed that experiment class was better than control class, and it proved that discovery learning model could improve science process skills of students, although not significant.


(4)

(5)

TIALAMAN PENGISAHAIY Tugas A*fih Skripsi

EFEIfftvTTAS

MODEL PE,IIIBELAJARAN DISCOWRY LEART\ANG

TERIIADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DTDIK KELAS

X

SEMESTER 2 SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAIIUN AJARAN zOrcNOI7

Disusun oieh: Cut AuliaNora Sakinah

i\illvi i3301i2M006

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Tugas

Affiir

Skripsi Program

Strxli Pendidikan Kimia Faklutas Matematika dan IImu Pengetahuan AIam

Universitas Negeri Yogyakarta

Pada tanggal 17 Mei20I7 TIM PENGIJJI

Nama/Jabatan

Prof. Dr. Endang Viidjajanti LF'X

Ketua Penguj ilPembimbing Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX Sekertaris

Jaslin Ikhsan, Ph.D. Penguji I (lltama)

Endang Dwi Siswani, M.T.

Penguji II (Pendamping)

Tanda Tangan

20t7

.dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tanggal s e $.lt "i" .?;, r"T

s? Muf sstT ea Maf *$r?

zg

fU ef *or?

Yo

kan,

trr l.v

M.Si


(6)

SURAT PERhIYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

"LT..-*.,.r- t\6[rll(l, " fa=-4 A.=t:^ \I+-.r.?r:

q^t.-:*.-l--" rL.,Lrt ntfll(L l\t lCL t-)€tt\ltl6Ll.-t

h{IM

Program Studi T. = _-! , -! "r-' A Cl J trutrr r fl.i}

t3303244006

Pendidikan Kimia

TIC-.-!.r:-.:r---.. lr-.--.1.-! Tl.-.--t-..-l--:^--- n-'-.,-.--..--- f -: r != I.

-.DltrALMLill' rvrul'rtrt r trruu(,rauari1'rt t)tsuuvet y Leut ilurg ttrrrrauap

Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas

X

Semester

2

SMA Negeri

ll

Yogyakarta fahun ajaran 2tJlbl'2U17

menvatakan bahwa skripsi

ini

benar-henar karya sendiri cli bawah terna penelitian

payung dosen atas nama Prof.

Dr.

Endang Widjajanti LFX, Jurusan Pendidikan

.

Kimia Fak;ltas &latematika dan Ilrnr-r Pengetahrran AIam Tahrs

2$fi.

Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan

orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya

ilrnieh rrano j *rrE telah !!r!_r lczirrr.

a.r.^- 1 US.y *=-*!-**o4* ! n t d.l\fl|. f,"^-: nn'! ?

Lg,? r U lYl(;r Lv t t

Yang menyatakan,

4

Cut Aulia t{ora Sakinah NIM. 13303244006


(7)

iv

HALAMAN MOTTO

Happines comes when we stop complaining about when the troubles

we have and say thanks to Allah for the troubles we don’t have.

You can find inspiration in anything. If you can’t, look again!

Paul Smith-


(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Allah SWT yang telah mempermudah saya dalam melaksanakan pendidikan saya selama ini.

2. Orang tua saya yang selalu mendukung, mendoakan dan menasehati saya setiap waktu.

3. Krisna Raditya Pratama yang selalu menemani, mendukung, menghibur dan menasehati saya ketika saya berada di masa sulit.

4. Puput Tri Ambarwati dan Retno Firsttio Hardiningtyas yang telah membantu saya dalam mengobservasi peserta didik selama proses pembelajaran

beralangsung.

5. Teman-teman Pendidikan Kimia 2013, KKN 26D, dan SMA yang selalu mendukung dan menghibur saya ketika saya berada di masa sulit.


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang

berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap

Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 11 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017” dengan tepat waktu.

Penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini tak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung mapun tidak langsung. Sebagai ungakapan rasa syukur, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, M. Si sebagai Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta beserta jajaran yang telah mendukung kelancaran dalam pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendukung kelancaran dalam pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.

3. Bapak Sukisman Purtadi, M. Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendukung kelancaran dalam pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX sebagai dosen pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah membimbing dengan sabar dan memberikan banyak saran serta pengarahan.

5. Bapak Rudy Rumanto, S.Pd sebagai kepala sekolah SMA Negeri 11 Yogyakarta yang telah berkenan memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian ini.


(10)

ix

6. Ibu Yuliana Purnawati, S.Pd sebagai guru pembimbing penelitian di SMA Negeri 11 Yogyakarta yang telah membimbing dan memotivasi penulis selama pelaksanaan penelitian ini.

7. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D dan Ibu Endang Dwi Siswani, M.T sebagai tim penguji tugas akhir skripsi yang telah membimbing serta memberikan kritik dan saran bagi tugas akhir skripsi saya.

8. Ibu Prof. Dr. Sri Atun sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan dan bimbingan selama pelaksanaan perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah membagikan pengetahuan dan mendukung dalam pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.

10.Orangtua dan saudara yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa dalam penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

11.Peserta didik SMA Negeri 11 Yogyakarta atas bantuan, kerjasama dan partisipasinya selama pelaksanaan penelitian.

12.Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan Tugas Akhir Skripsi ini. Semoga Tugas Akhir Skripsi ini dapat bermanfaat untuk perbaikan pendidikan di masa yang akan datang.

Yogyakarta, Mei 2017 Penulis


(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

LEMBAR PERSETUJUAN...iii

PENGESAHAN...iv

SURAT PERNYATAAN...v

HALAMAN MOTTO...vi

HALAMAN PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah...1

B. Identifikasi masalah...6

C. Pembatasan masalah... 6

D. Perumusan masalah...7

E. Tujuan penelitian...7

F. Manfaat penelitian...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi teori...9

B. Penelitian yang relevan...26

C. Kerangka berpikir...28

D. Hipotesis penelitian...30

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian...31


(12)

xi

C. Populasi dan sampel penelitian...32

D. Definisi operasional dan variabel penelitian...33

E. Instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data...34

F. Validitas dan reliabilitas instrumen...39

G. Teknik analisis data...40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi hasil penelitian...45

B. Hasil Uji Hipotesis/Jawaban Pertanyaan Penelitian...49

C. Pembahasan...51

D. Keterbatasan penelitian...81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan...82

B. Implikasi...82

C. Saran...83

DAFTAR PUSTAKA...84


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kisi-kisi Soal untuk Mengukur Keterampilan Proses Sains... 38

Tabel 2 Kisi-kisi Angket Keterampilan Proses Sains Peserta Didik... 40

Tabel 3 Skor Penialaian Skala Likert... 44

Tabel 4 Pedoman Konversi Skor Menjadi Nilai Skala Likert... 45

Tabel 5 Kriteria Presentase Indikator Keterampilan Proses Sains... 46

Tabel 6 Ringkasan data pengetahuan awal dan keterampilan proses sains... 48

Tabel 7 Ringkasan Hasil Uji Normalitas... 49

Tabel 8 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas... 49

Tabel 9 Hasil Pengamatan Keterampilan Proses Sains... 50

Tabel 10 Hasil Angket Keterampilan Proses Sains... 51

Tabel 11 Ringkasan Hasil Uji Anakova... 52

Tabel 12 Hasil Pengamatan Keterampilan Observasi... 62

Tabel 13 Hasil Pengamatan Keterampilan Komunikasi... 65

Tabel 14 Hasil Pengamatan Keterampilan Klasifikasi... 68

Tabel 15 Hasil Pengamatan Keterampilan Prediksi... 70

Tabel 16 Hasil Pengamatan Keterampilan Inferensi... 72

Tabel 17 Hasil Pegamatan Keterampilan Mengorganisasikan Data dalam Tabel... 74

Tabel 18 Hasil Pengamatan Keterampilan Menganalisis Data... 76


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tahapan Penelitian ... 34

Gambar 2 Peserta Didik Melakukan Observasi pada Percobaan ... 62

Gambar 3 Peserta Didik Melakukan Observasi pada Video ... 63

Gambar 4 Jawaban Keterampilan Observasi ... 64

Gambar 5 Peserta Didik Mengomunikasikan Hasil Diskusi ... 66

Gambar 6 Jawaban Keterampilan Klasifikasi ... 69

Gambar 7 Jawaban Keterampilan Mengorganisasikan Data dan Tabel... 75


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran...88

Lampiran 2. Lembar Kerja Peserta Didik...151

Lampiran 3. Hasil Analisis Data...165

Lampiran 4. Data Pengetahuan Awal dan Hasil Belajar Peserta Didik...173

Lampiran 5. Surat Pernyataan Validasi...175


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pendidikan di Indonesia masih menjadi salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia (Ratumanan, 2015). Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yaitu memperbaiki kurikulum menjadi Kurikulum 2013 edisi revisi. Kurikulum 2013 edisi revisi diharapkan dapat membuat guru lebih kreatif dalam mengembangkan materi, mengelola proses pembelajaran, menggunakan metode dan model pembelajaran. Guru diharapkan dalam menentukan materi, metode dan model pembelajaran dapat menyesuaikan situasi dan kondisi peserta didik, serta kemampuan peserta didik.

Model pembelajaran yang disarankan menurut Kurikulum 2013 edisi revisi antara lain model pembelajaran penemuan (discovery/ inquiry learning),

pembelajaran berbasis proyek (project based learning), dan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning, inquiry learning). Beberapa saran model pembelajaran tersebut dapat dikembangkan oleh guru sesuai dengan karakteristik suatu materi, sehingga proses pendidikan dapat tercipta pada setiap proses pembelajarannya.

Model discovery learning merupakan model yang melibatkan peserta didik secara langsung untuk mendapatkan pengalaman dalam proses menemukan suatu konsep secara mandiri (Hosnan, 2014). Sehingga, model yang sesuai untuk


(17)

2

diterapkan di kelas eksperimen pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit adalah model discovery learning. Karena, larutan elektrolit dan non elektrolit memuat konsep yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga peserta didik secara langsung mendapatkan pengalaman dalam menemukan konsep larutan elektrolit dan nonelektrolit.

Menurut penelitian Rosmaya Dewi, F.M. Titin Supriyanti, dan Gebi Dwiyanti (2016) yang berjudul “Analisis Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit-Nonelektrolit Siswa Menggunakan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif” menunjukkan bahwa konsep yang paling dikuasai peserta didik adalah konsep dari indikator mengklasifikasikan larutan dalam kehidupan sehari-hari ke dalam kelompok larutan elektrolit dan nonelektrolit yang menunjukkan kriteria sangat baik sedangkan konsep yang masih kurang dikuasai peserta didik adalah konsep dari indikator menjelaskan keadaan partikel-partikel zat terlarut dalam larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah dan nonelektrolit yang menunjukkan kriteria cukup. Dengan diterapkannya model

discovery learning diharapkan peserta didik mampu menguasai seluruh konsep larutan elektrolit dan larutan non elektrolit dengan baik.

Model discovery learning adalah jenis pembelajaran yang mampu membangun pengetahuan peserta didik dengan melakukan percobaan dalam bidang tertentu dan mengambil kesimpulan dari hasil percobaan tersebut. Model pembelajaran ini menjadikan guru sebagai fasilitator, sehingga guru membimbing peserta didik ketika ia diperlukan. Guru bertindak sebagai pengarah pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, guru dapat membantu peserta didik


(18)

3

dalam menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka miliki sebelumnya untuk menemukan pengetahuan yang baru. Tuntutan dari model ini ialah peserta didik didorong untuk menemukan konsep sendiri, sehingga peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep berdasarkan bahan atau data yang disediakan oleh guru. Selain itu, peserta didik juga dihadapkan kepada situasi yang bebas ketika ia menyelidiki dan menarik kesimpulan (Sholeh, 2014).

Potensi intelektual peserta didik dapat dikembangkan melalui model discovery learning, sehingga peserta didik yang awal mulanya lambat dalam menangkap suatu konsep akan menjadi lebih mudah dalam menangkap suatu konsep, serta ingatan peserta didik menjadi lebih tahan lama. Hal tersebut dikarenakan peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses menemukan suatu konsep. Selain itu peserta didik juga dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat, dan berfikir, sehingga akan tercipta student centered dibandingkan teacher centered (Suprihatiningrum, 2014).

Model yang diterapkan pada kelas kontrol adalah model pembelajaran kooperatif. Pemilihan model kooperatif dalam penelitian ini berdasarkan penelitian Yoppy Wahyu Purnomo (2011) yang berjudul “Keefektifan Model Penemuan Terbimbing dan Cooperative Learning pada Pembelajaran Matematika” yang menunjukkan bahwa penggunaan model penemuan terbimbing memberikan hasil belajar yang sama dengan model cooperative learning, dan kedua model tersebut lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan model konvensional. Penggunaan


(19)

4

model pembelajaran kooperatif dapat membantu peserta didik dalam menemukan dan memahami konsep jika mereka saling berdiskusi dengan temannya secara rutin.

Diterapkannya model discovery learning dan model kooperatif pada proses pembelajaran diharapkan mampu menumbuhkan keterampilan proses sains peserta didik. Karena, keterampilan proses sains dapat diperoleh melalui kegiatan praktikum ataupun penelitian ilmiah. Keterampilan proses sains yang dimiliki oleh peserta didik dapat mempolakan alur berpikir mereka secara runtut yang didasari fakta. Dengan kata lain, peserta didik dapat menyelesaikan masalah di sekitar mereka melalui kegiatan mengamati, menganalisis, berhipotesis, bereksperimen, menyimpulkan, menggeneralisasi, dan menerapkan informasi yang mereka miliki dengan keterampilan yang mereka perlukan (Aktamis & Ergin, 2008). Oleh sebab itu, perlu diteliti keefektifan model discovery learning untuk mengetahui keterampilan proses sains lebih baik jika dibandingkan dengan model kooperatif.

Keterampilan proses sains akan menjadi bekal peserta didik dalam penemuan dan pengembangan fakta dan konsep. Selain itu, keterampilan proses sains dapat menciptakan cara belajar peserta didik aktif melalui sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan proses memungkinkan peserta didik untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal (Suprihatiningrum, 2014).

Secara umum, Keterampilan proses sains mengacu pada proses kognitif atau proses berpikir (Sheeba, 2013). Sehingga, indikator keterampilan proses sains yang digunakan yaitu observasi, komunikasi, klasifikasi, prediksi, inferensi, mengorganisasikan data dan tabel, menganalisis data, dan merancang eksperimen.


(20)

5

Pemilihan SMA Negeri 11 Yoogyakarta sebagai subjek penelitian dikarenakan SMA Negeri 11 Yoogyakarta merupakan salah satu sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 edisi revisi dalam proses pembelajarannya. Selain itu, SMA Negeri 11 Yogyakarta masih berada di peringkat bawah berdasarkan input

peserta didik baru online tahun ajaran 2016/2017.

SMA Negeri 11 Yogyakarta telah dilengkapi dengan fasilitas yang telah memadai. Kurikulum 2013 edisi revisi baru diterapkan pada kelas X, sedangkan kelas XI dan kelas XII masih menggunakan KTSP 2006. Guru mata pelajaran kimia kelas X telah menerapkan sistem pembelajaran seperti yang disarankan oleh kurikulum 2013 edisi revisi, namun hanya beberapa materi tertentu. Kegiatan praktikum juga belum banyak dilakukan oleh guru di kelas X, sehingga peserta didik tidak dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sehingga, pelaksanaan kurikulum 2013 edisi revisi kurang maskimal diterapkan. Guru masih belum mencoba model pembelajaran yang disarankan oleh pemerintah. Contohnya, penggunaan model discovery learning belum pernah diterapkan, sehingga peserta didik belum dilatih untuk menemukan konsep dengan sendirinya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diadakannya penelitian “Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik SMA Negeri 11 Yogyakarta Kelas X Semester II Tahun Ajaran 2016/2017”.


(21)

6 B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang timbul antara lain:

1. Kurikulum 2013 edisi revisi diharapkan dapat membuat guru lebih kreatif dalam mengembangkan materi, mengelola proses pembelajaran, menggunakan metode dan model pembelajaran.

2. Materi larutan elektrolit dan nonelektrolit memuat konsep yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga peserta didik dapat menemukan konsep larutan elektrolit dan nonelektrolit secara mandiri.

3. Model discovery learning mampu mendorong peserta didik untuk menemukan konsep sendiri, sehingga peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep berdasarkan bahan atau data yang disediakan oleh guru.

4. Diterapkannya model discovery learning pada proses pembelajaran akan menumbuhkan keterampilan proses sains peserta didik. Karena, keterampilan proses sains dapat diperoleh melalui kegiatan praktikum ataupun penelitian ilmiah.

5. Model pembelajaran kooperatif dapat membantu peserta didik dalam menemukan dan memahami konsep jika mereka saling berdiskusi dengan temannya secara rutin.

6. Pemilihan SMA Negeri 11 Yoogyakarta sebagai subjek penelitian dikarenakan SMA Negeri 11 Yoogyakarta merupakan salah satu sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 edisi revisi dalam proses pembelajarannya san


(22)

7

SMA Negeri 11 Yogyakarta masih berada di peringkat bawah berdasarkan input peserta didik baru tahun ajaran 2016/2017.

C. Pembatasan Masalah

1. Penelitian hanya akan dilakukan pada satu SMA di Kota Yogyakarta yaitu SMAN 11 Yogyakarta.

2. Pada kelas eksperimen, model yang diterapkan adalah model discovery learning. Sedangkan pada kelas kontrol, model yang diterapkan adalah model kooperatif. 3. Materi atau topik yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan elektrolit

dan nonelektrolit

4. Indikator keterampilan proses sains yang digunakan adalah observasi, komunikasi, klasifikasi, prediksi, inferensi, mengorganisasikan data dan tabel, menganalisis data, dan merancang eksperimen.

D. Perumusan Masalah

Adakah perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning jika nilai UAS dikendalikan secara statistik?

E. Tujuan Penelitian

Mengetahui ada tidaknya perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning jika nilai UAS dikendalikan secara statistik.


(23)

8 F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:

a Manfaat teoritis

Hasil penelitan ini secara teoritis diharapkan dapat menambah wawasan dan konsep mengenai efektivitas model pembelajaran discovery learning terhadap keterampilan proses sains.

b Manfaat praktis 1) Bagi Guru

Memberikan informasi tentang pentingnya model discovery learning terhadap keterampilan proses sains dalam proses pembelajaran di kelas X

2) Bagi peserta didik

Menimbulkan dan meningkatkan keterampilan proses sains yang dimiliki peserta didik kelas X melalui model discovery learning.

3) Bagi Calon Pendidik

Menjadi bahan masukan bagi guru dalam menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam menyampaikan materi pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan untuk memunculkan keterampilan proses sains.

4) Bagi Sekolah

Memberi informasi kepada sekolah akan pentingnya keterampilan proses sains pada peserta didik sehingga selanjutnya sekolah akan menerapkan model pembelajaran yang membuat peserta didik yang lebih mandiri.


(24)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Ilmu Kimia

Pada hakikatnya, IPA atau ilmu pengetahuan alam terdiri atas produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA juga dipandang sebagai proses, produk, dan prosedur. IPA sebagai proses merupakan kegiatan ilmiah yang mampu menyempurnakan pengetahuan sebelumnya. Kemudian, IPA sebagai produk merupakan hasil dari proses yang berupa transfer pengetahuan ketika proses pembelajaran di sekolah atau di luar sekolah. Lalu, IPA sebagai prosedur atau pada umumnya disebut metode ilmiah (scientific method) ialah metodologi atau cara yang digunakan untuk meneliti atau menemukan suatu pengetahuan baru (Trianto, 2010).

Ilmu kimia adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam (Natural Science) yang mempelajari materi (matter) sebagai objek. Deskripsi tentang materi dikembangkan pada ilmu kimia, khususnya kemungkinan perubahnnya menjadi benda lain secara permanen serta energy yang terlibat dalam perubahan termaksud (Sukarna, 2003).

Ilmu kimia meliputi dua hal, yaitu kimia sebagai produk dan proses. Kimia sebagai produk ialah sekumpulan pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta, konsep, dan prinsip-prinsip kimia. Sedangkan kimia sebagai proses adalah segala kegiatan yang dilakukan dan sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan untuk menghasilkan


(25)

10

produk kimia. Setiap proses yang dilakukan oleh ilmuwan untuk menghsilkan sebuah produk menandakan para ilmuwan memiliki keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses sains (Dahar, 1986).

Tujuan guru mengajarkan ilmu kimia adalah untuk mengembangkan pengetahuan anak tentang kimia, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses sains, serta sikap-sikap ilmiah seperti sikap kritis, sikap teliti, sikap ingin tahu, dan lain-lain (Dahar, 1986).

Materi pelajaran kimia bukan hanya sekedar membutuhkan pemahaman serta penguasaan suatu konsep, melainkan peserta didik dituntut untuk aktif bersama guru menerapkan ilmu kimia ke dalam pengembangan diri. Peserta didik juga perlu melakukan kegiatan praktikum, karena ilmu kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaiman gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh karena itu, pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara lagsung melalui pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Suyanti, 2010).

2. Model discovery Learning

Pembelajaran berbasis penemuan (discovery learning) merupakan suatu komponen penting dalam pendekatan kontruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan. Ide pembelajaran penemuan (discovery learning) muncul dari keinginan untuk memberi rasa senang kepada anak/peserta didik dalam


(26)

11

“menemukan” sesuatu oleh mereka sendiri, dengan mengikuti jejak para ilmuwan (Suprihatiningrum, 2014).

Discovery learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan kemampuan peserta didik secara maksimal untuk menyelidiki pengetahuan secara sistematis, kritis, dan logis. Sehingga, peserta didik dapat menemukan pengetahuan sendiri, menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik, dan menghasilkan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku peserta didik (Hanafiah & Suhana, 2012). Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan peserta didik untuk mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan suatu prinsip secara mandiri (Hosnan, 2014). Selain itu, model discovery learning lebih menekankan pada penemuan konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui oleh peserta didik dan masalah yang dikaji oleh peserta didik bisa saja direkayasa oleh guru (Saefuddin & Ika, 2015).

Dalam pembelajaran dengan model discovery learning dapat digunakan beberapa strategi. Strategi-strategi yang dimaksud adalah:

a. Strategi induktif

Strategi induktif menghendaki kemampuan mengiduksi dan melihat pola atas dasar data yang diamati. Strategi ini dibagi menjadi dua bagian, yakni data atau contoh khusus dan generalisasi atau kesimpulan. Data atau contoh khusus merupakan jalan untuk menemukan suatu kesimpulan, sehingga tidak dapat digunakan sebagai bukti. Dalam mengambil kesimpulan pada strategi induktif selalu mengandung risiko,


(27)

12

apakah kesimpulan tersebut benar atau salah. Oleh karena itu, penggunaan kata “mungkin” atau “barangkali” akan mengurangi risiko yang terjadi.

b. Strategi deduktif

Strategi ini memiliki peran penting dalam hal pembuktian, karena berisi argumen yang saling berkaitan. Peserta didik dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep yang belum ia ketahui sebelumnya dengan strategi deduktif. Strategi ini juga mengendaki kemampuan melakukan deduksi yang logis atas dasar pengetahuan yang diperoleh sebelumnya (Hosnan, 2014).

Belajar penemuan (discovery learning) dibedakan menjadi dua, yaitu penemuan bebas (free discovery) dan penemuan terpadu/terpimpin (guided discovery). Dalam pelaksanaannya, guided discovery lebih sering diterapkan oleh guru, karena dengan petunjuk guru peserta didik akan bekerja lebih terarah dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guru akan memberikan arahan yang berupa prosedur kerja, sehingga peserta didik dapat menemukan suatu pengetahuan secara mandiri. Dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan guided discovery

peserta didik melibatkan tangan (hands-on) dan pikiran (minds-on) dalam setiap kegiatannya (Suprihatiningrum, 2014).

Petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning) yaitu menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh peserta didik, memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan, menentukan lembar pengamatan data untuk peserta didik, menyiapkan alat dan bahan secara lengkap, menentukan dengan cermat apakah peserta didik akan bekerja secara


(28)

13

individu atau secara berkelompok yang terdiri dari 2-5 peserta didik, dan mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh peserta didik untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi (Suprihatiningrum, 2014).

Guided discovery learning merupakan pendekatan yang dilakukan oleh guru untuk menyajikan contoh dari topik tertentu dan membimbing peserta didik agar dapat memahami topik yang akan ia pelajari. Model ini efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi peserta didik dalam memahami topik yang mereka palajari secara mendalam (Eggen & Kauchak, 2012). Pembelajaran dengan model Guided discovery learning membantu peserta didik memperoleh pengetahuan yang unik secara mandiri. Melalui guided discovery learning, peserta didik secara perlahan akan belajar bagaimana mengorganisir dan melakukan penelitian. Salah satu hasil yang terbaik dari guided discovery learning ialah meningkatkan daya ingat peserta didik menjadi lebih baik (Carin & Sund, 1989).

Tujuan dari model discovery learning ialah mengembangkan potensi intelektual peserta didik, sehingga peserta didik yang awal mulanya lambat dalam menangkap suatu konsep akan menjadi lebih mudah dalam menangkap suatu konsep, serta ingatan peserta didik menjadi lebih tahan lama. Hal tersebut dikarenakan peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses menemukan suatu konsep. Selain itu peserta didik juga dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat, dan berfikir, sehingga akan tercipta student centered dibandingkan teacher centered (Suprihatiningrum, 2014). Model discovery learning akan mendorong


(29)

14

peserta didik untuk berfikir dan merumuskan hipotesis sendiri (Saefuddin & Ika, 2015). Jerome Bruner menyatakan terdapat kelebihan dari model discovery yaitu peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan, peserta didik akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik, membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru, mendorong peserta didik untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesis sendiri (Sholeh, 2014).

Model discovery learning memiliki tahap penyajian atau sintaks yang berupa stimulasi/pemberian rangsangan, pernyataan/identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi (Ratumanan, 2015). Uraian dari sintkas model discovery learning sebagai berikut:

1) Stimulasi/pemberian rangsangan

Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan masalah, teka-teki, atau kontradiksi/pertentangan. Sehingga, peserta didik akan tertantang untuk mengembangkan permasalahan tersebut.

2) Pernyataan/identifikasi masalah

Peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi masalah yang relevan dengan materi pembalajaran. Setelah peserta didik dapat mengidentifikasi masalah, peserta didik merumuskan masalah dalam bentuk hipotesis.


(30)

15 3) Pengumpulan data

Peserta didik melakukan penelusuran dan pencarian dengan melakukan prosedur kerja tertentu untuk mengumpulkan informasi yang relevan untuk membuktikaan hipotesis yang telah dibuat.

4) Pengolahan data

Peserta didik mengolah data dan informasi yang diperoleh. Kemudian data tersebut direduksi, diklasifikasikan, daitabulasi, dan dianalisis. Data yang diolah peserta didik dapat diperoleh dari wawancara, observasi, dan sebagainya (Abidin, 2014).

5) Verifikasi

Peserta didik melakukan pemeriksaan hasil pengolahan data secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Kemudian, temuan alternative peserta didik dihubungkan dengan hasil pengolahan data (Abidin, 2014).

6) Generalisasi

Peserta didik menarik kesimpulan yang disesuaikan dengan hasil verifikasi. Kesimpulan yang diperoleh dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan menyesuaikan hasil verifikasi (Abidin, 2014).

Model discovery learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah guided discovery learning. Sintaks yang digunakan meliputi stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi.


(31)

16 3. Peranan guru dalam model discovery learning

Guru memegang peran penting dalam setiap proses pembelajaran yang berlangsung. Selama ini guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan di kelas. Sehingga mengakibatkan guru menjadi lebih dominan saat di kelas, peserta didik pun diposisikan sebagai objek bukan sebagai subjek belajar. Peserta didik hanya lebih pasif, tugas peserta ddidik hanya duduk sembari mendengarkan penjelasan guru, mencatat dan mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru (Ratumanan, 2015).

Pada Kurikulum 2013 edisi revisi, guru tidak lagi menjadi pusat perhatian peserta didik. Namun, guru memiliki peran sabagai fasilitator, sehingga guru hanya membimbing peserta didik ketika ia diperlukan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Guru sebagai fasilitator ialah guru yang memberikan fasilitas belajar bagi peserta didik agar peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Peserta didik akan diberi kesempatan lebih besar oleh guru untuk memperoleh pengalaman belajar sebagai subjek belajar, tidak hanya sebagai pendengar, melainkan peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuannya dari hasil aktivitas, interaksi, dan negosiasi di kelas (Ratumanan, 2015). Pada penelitian ini, guru berperan sebagai fasilitator. Sehingga pada saat penelitian, guru hanya mendampingi peserta didik dan membimbing peserta didik ketika ia diperlukan.

Pada model discovery learning peran guru lebih banyak memberikan fasilitas peserta didik untuk menemukan suatu konsep. Peran guru dimulai dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran, media, dan sumber belajar yang diperlukan,


(32)

17

melakukan pendampingan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam penggunaan model discovery learning terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses pembelajarannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan guru yaitu:

a. Tidak semua materi dapat menggunakan model discovery learning, sehingga guru harus menyesuaikan materi yang akan disampaikan dengan model pembelajaran yang akan digunakan.

b. Guru mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah yang dihadapinya secara mandiri (Ratumanan, 2015).

4. Model Kooperatif

Model kooperatif adalah model pembelajaran yang membagi peserta didik dalam beberapa kelompok, dimana peserta didik saling bekerjasama dalam satu kelompok untuk memecahkan masalah (Hartono, 2013). Pembelajaran kooperatif termasuk dalam teori konstruktivis. Peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep jika mereka saling berdiskusi dengan temannya secara rutin.

Penggunaan model kooperatif membutuhkan kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4-6 peserta yang sederajat tapi heterogen (kemampuan, jenis kelamin, suku/ras) agar terciptanya rasa saling membutuhkan satu sama lain (Trianto, 2013). Model kooperatif bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Suprijono, 2011).

Terdapat enam langkah utama dalam model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah dalam model kooperatif sebagai berikut (Trianto, 2013):


(33)

18

a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik

Peserta didik diberi penjelasan tujuan peserta didik terlebih dahulu. Hal ini penting dilakukan karena peserta didik harus memahami prosedur dan aturan dalam pembelajaran yang akan dilakukan (Suprijono, 2011). Kemudian, guru juga perlu memberikan motivasi kepada peserta didik, agar peserta didik tertarik dengan penyampaian materi guru.

b. Menyajikan informasi

Guru menyampaikan informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran (Suprijono, 2011). Tahap ini sangat penting dalam kegiatan pembalajaran, karena informasi yang disajikan mampu menambah pengetahuan bagi peserta didik.

c. Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok kooperatif

Pada tahap ini kekacauan kemungkinan dapat terjadi, karena perpindahan penyampaian informasi oleh guru menuju pembagian kelompok (Suprijono, 2011). Kekacauan yang tidak diinginkan ialah ketergantungan salah satu anggota kelompok, sehingga tugas kelompok hanya dikerjakan oleh beberapa peserta didik saja. Kemudian, tidak terciptanya diskusi yang baik, sehingga tugas kelompok menjdai terbengkalai. Oleh karena itu, guru perlu menjelaskan aturan dalam kelompok, agar kekacauan yang tidak diinginkan tidak dapat terjadi.

d. Membimbing kelompok belajar dan belajar

Guru perlu mendampingi setiap kelompok, agar peserta didik tidak merasa bingung dalam mengerjakan tugas. Selain itu, guru memberikan petunjuk ataupun


(34)

19

arahan agar peserta didik tidak salah dalam mengerjakan tugas maupun memecahkan suatu masalah (Suprijono, 2011).

e. Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil diskusi kelompok yang dapat berupa presentasi hasil kerja maupun mengumpulkan tugas kepada guru (Trianto, 2013). Evaluasi disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dibuat oleh guru (Suprijono, 2011).

f. Memberi penghargaan.

Guru memberikan penghargaan kepada individu peserta didik maupun kelompok (Trianto, 2013). Penghargaan tidak hanya memberikan hadiah, namun pemberian pujian juga termasuk dalam memberikan penghargaan.

5. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognititf maupun psikomotor) untuk menemukan suatu konsep dan untuk mengembangkan konsep yang telah didapatkan sebelumnya (Trianto, 2010). Keterampilan proses mampu membekali peserta didik untuk berpikir logis dan sistematis dalam meghadapi suatu masalah (Suprihatiningrum, 2014). Keterampilan proses sains digunakan para ilmuwan untuk dapat memecahkan suatu permasalahan dunia sains, dimulai dari memahami masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, membuktikan hipotesis, mengumpulkan data serta merumuskan kesimpulan (Heru & Richie, 2015).

Keterampilan proses sains peserta didik akan lebih terbentuk jika proses pembelajaran dilakukan secara berulang-ulang. Peserta didik akan terampil dalam


(35)

20

melaksanakan percobaan apabila peserta didik memiliki peluang untuk melakukannya sendiri secara terus menerus. Sehingga, keterampilan proses sains peserta didik perlu dilatih secara terus menerus. Melatih keterampilan proses sains pada peserta didik merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan keberhasilan belajar peserta didik secara optimal. Peserta didik akan merasa lebih mudah memahami, menghayati, mempelajari suatu materi, dan mengingat dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, motivasi peserta didik akan meningkat, karena peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran (Trianto, 2010).

Menurut Moh Uzer Usman dan Lilis Setiawati (1993), kemampuan yang dikembangkan dalam keterampilan proses sains adalah pengamatan, menggolongkan (mengklasifikasikan), menafsirkan (menginterpretasikan), meramalkan, menerapkan (aplikasi), merencanakan penelitian, dan mengomunikasikan.

Menurut Ratna Wilis Dahar (1986), keterampilan proses sains di pendidikan kimia terdiri dari 8 keterampilan, yaitu mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan percobaan/penelitian, mengomunikasikan, dan mengajukan pertanyaan.

Keterampilan proses sains terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan proses sains dasar (basic science process skill) dan keterampilan proses sains terintergrasi (intergrated science process skill). Keterampilan proses sains dasar terdiri dari observasi, komunikasi, klasifikasi, prediksi, infersi, dan mengukur. Sedangkan keterampilan proses sains terintegrasi yaitu mengidentifikasi variabel, menyusun tabel data dan grafik, menggambarkan hubungan antara variabel,


(36)

21

memperoleh dan pengolahan data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel operasional, merancang penyelidikan dan eksperimen (Trianto, 2010).

Upaya dalam memperoleh keberhasilan belajar yang optimal yaitu dengan megembangkan keterampilan proses sains. Keterampilan proses memungkinkan peserta didik untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Dengan keterampilan proses yang dilatihkan, peserta didik akan lebih mudah menguasai dan memahami materi pelajaran karena peserta didik belajar dengan berbuat (learning by doing). Selain itu, juga bertujuan untuk memotivasi belajar peserta didik untuk senantiasa aktif dalam proses pembelajaran dan melatih peserta didik untuk berpikir logis dalam memecahkan masalah (Suprihatiningrum, 2014). Dengan mengembangkan keterampilan proses sains, peserta didik akan menemukan dan mengembangkan fakta dan konsep dengan sendirinya, serta mengembangkan sikap ilmiah yang dimiliki peserta didik (Trianto, 2010).

Penerapan keterampilan proses sains dalam proses pembelajaran mampu mengembangkan kepribadian peserta didik, terutama pada sikap ilmiahnya. Agar kepribadian peserta didik dapat dikembangkan, keterampilan proses sains perlu dilakukan secara berkala. Keterampilan peserta didik dalam merumuskan masalah, mengajukan pertanyaan, melakukan percobaan, melakukan pengukuran, mengolah data, dan menarik kesimpulan tidak dapat diperoleh jika tidak dilakukan secara berkala. Dengan penerapan secara berkala diharapkan peserta didik dapat memahami


(37)

22

sains secara lebih mendalam dan dapat diingat dalam jangka waktu yang lama (Trianto, 2010).

Secara umum, Keterampilan proses sains mengacu pada proses kognitif atau proses berpikir (Sheeba, 2013). Keterampilan Proses Sains yang diamati dalam penelitian ini merupakan keterampilan proses yang termasuk dalam keterampilan kognitif (keterampilan proses sains yang berhubungan dengan proses berpikir). Sehingga, indikator keterampilan proses sains yang digunakan yaitu :

a. Observasi

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan indera-indera peserta didik. Peserta didik akan mengamati melalui pengelihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan (Trianto, 2010). Observasi terdiri dari dua tipe yaitu kualitatif dan kuantitatif. Observasi kualitatif berupa menggambarkan, sedangkan observasi kuantitatif berupa perhitungan (Bailer, dkk, 2006).

b. Komunikasi

Keterampilan peserta didik dalam mengungkapkan kata-kata dalam bentuk tulisan, gambar demonstrasi, atau grafik dengan bahasa yang komunikatif (Trianto, 2010). Tidak hanya mengungkapkan dalam bentuk lisan, komunikasi juga dapat

diungkapkan dengan tulisan yang berupa penyusunan laporan kegiatan secara

sistematis, dan mampu menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilakukan dengan menggunakan bahasa yang baik dan tepat (Dahar, 1986).


(38)

23 c. Klasifikasi

Klasifikasi merupakan keterampilan yang berupa mengelompokkan objek pengamatan berdasarkan sifat-sifatnya (Trianto, 2010). Klasifikasi dapat berupa mengidentifikasi suatu sifat secara umum dan mengelompokkan beberapa benda berdasarkan karakteristiknya (Sani, 2016).

d. Prediksi

Prediksi merupakan keterampilan yang berupa meramalkan hasil-hasil yang mungkin terjadi dari suatu percobaan. Peramalan tersebut dapat diperoleh dari pengamatan dan inferensi sebelumnya (Trianto, 2010). Peserta didik mengolah pola-pola berdasarkan hasil pengamatannya untuk menemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya.

e. Inferensi

Inferensi merupakan kesimpulan sementara yang sering dilakukan oleh ilmuwan setiap melakukan penelitian. Perilaku dari keterampilan inferensi meliputi mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya dan mengajukan penjelasan untuk melaksanakan pengamatan (Trianto, 2010).

f. Mengorganisasikan data dan tabel

Keterampilan ini berupa menyajikan data ke dalam bentuk tabel dan mengorganisasikan informasi yang diperoleh dari percobaan. Dengan demikian, data yang diperoleh dapat dimaknai dengan mudah.


(39)

24 g. Menganalisis data

Agar peserta didik data mudah dipahami, peserta didik perlu mencatat setiap pengamatan secara terpisah. Kemudian, menghubungkan pengamatan terpisah secara tepat agar dapat menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan, sehingga peserta didik dapat mengambil kesimpulan (Dahar, 1986).

h. Merancang eksperimen

Peserta didik harus mengetahui alat dan bahan yang sesuai dalam melaksanakan kegiatan praktikum, dapat menentukan variabel-variabel yang dibuat tetap dan berubah, dapat menentukan apa yang akan diamati, diukur atau ditulis, dapat menentukan langkah kerja, dan dapat menentukan cara pengolahan hasil pengamatan (Dahar, 1986). Tugas peserta didik ialah merancang percobaan atau investigasi sesuai tujuan percobaan atau pertanyaan yang diajukan (Sani, 2016).

6. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit

Larutan adalah campuran homogen yang terdiri atas sebuah zat pelarut dan satu atau lebih zat terlarut. Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan elektrolit adalah suatu senyawa yang bila dilarutkan dalam pelarut (misalnya air) akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik (Bird, 1987). Contoh dari larutan elektrolit adalah NaCl, HCl, asam cuka, dll. Sedangkan, Larutan non-elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh dari larutan non-elektrolit adalah CH4, C12H22O11, CO, CH3COCH3, dll (Sastrohamidjojo,


(40)

25

Air yang murni tidak akan menghantarkan listrik. Tetapi jika zat yang bersifat asam, basa, maupun garam telah dilarutkan di dalamnya, larutan yang dihasilkan akan mampu menghantarkan arus listrik (Bird, 1987). Secara sederhana, kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan listrik dapat diuji dengan alat uji elektrolit. Alat uji elektrolit tersebut terdiri atas sebuah bejana yang dihubungkan dengan dua buah elektrode. Elektrode-elektrode tersebut dihubungkan pada sumber listrik. Jika larutan elektrolit dimasukkan ke dalam bejana, lampu akan menyala. Sedangkan jika larutan nonelektrolit yang dimasukkan, lampu tidak akan menyala. Arus listrik dalam larutan elektrolit dihantarkan oleh migrasi partikel-partikel bermuatan (McMurry, 2010). Selain ditandai dengan menyalanya lampu, pada larutan elektrolit juga terdapat perubahan-perubahan kimia yang dapat diamati yaitu timbulnya gelembung-gelembung gas. Ditinjau dari jenis ikatannya, larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar. Senyawa ion berupa larutan elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik, sedangkan senyawa kovalen ada yang merupakan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non-elektrolit.

Untuk menyatakan seberapa kuatnya suatu senyawa kimia terionisasi menjadi bersifat elektrolit perlu digunakan suatu besaran atau ukuran tetentu. Besaran yang digunakan adalah persen disosiasi. Persen disosiasi dapat ditentukan dengan pengukuran daya hantar listrik dan pengukuran terhadapa penurunan titik beku (Sastrohamidjojo, 2008). Berdasarkan daya hantar listriknya, elektrolit dibagi menjadi dua yaitu:


(41)

26 1. Elektrolit kuat

Larutan elektrolit kuat memberikan daya hantar listrik yang baik. Larutan elektrolit kuat merupakan senyawa yang terionisasi secara sempurna ketika dilarutkan ke dalam air (McMurry, 2010). Contoh larutan elektrolit kuat adalah HCl, NaOH, NaCl, KCN, BaSO4 (Sastrohamidjojo, 2008).

2. Elektrolit lemah

Larutan elektrolit lemah memberikan daya hantar listrik kecil. Larutan elektrolit lemah merupakan senyawa yang terionisasi sebagian ketika dilarutkan ke dalam air (McMurry, 2010). Contoh larutan elektrolit lemah adalah CH3COOH,

HgCl2, HCN, NH4OH, C6H5NH2 (Sastrohamidjojo, 2008).

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki Dwi Astuti (2016) yang berjudul

“Pengembangan Instrumen Penilaian Terintegrasi untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Kimia Siswa SMA Kelas X pada

Materi Larutan Elektrolit” menunjukkan bahwa karakterisitik instrumen penilaian terintegrasi untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains pada materi larutan elektrolit terdiri atas 8 butir soal uraian yang sesuai dengan PCM 1-PL, dinyatakan valid secara validitas isi dan secara konstruk terbukti hanya mengukur satu dimensi yaitu pengetahuan kimia, memiliki tingkat kesukaran butir soal yang tergolong baik, serta dinyatakan reliabel untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains kimia.


(42)

27

Penelitian yang dilakukan oleh Ali Gunay Balim (2009) yang berjudul “The Effects of Discovery Learning on Students’ Succes and Inquiry Learning Skills” menunjukkan bahwa model discovery learning mampu membentuk karakter peserta didik menjadi lebih aktif ketika berpendapat dan berdiskusi mengenai konsep yang sedang dipelajari, aktif bertanya, dan mencari informasi dengan sendiri. Dengan kata lain, model discovery learning merupakan salah satu model yang dapat meningkatkan keaktifan peserta didik. Model ini melatih peserta didik untuk mencari dan menemukan solusi dari suatu permasalahan. Oleh karena itu, peserta didik harus ikut berpartisipasi dengan aktif ketika proses pembelajaran berlangsung.

Penelitian yang dilakukan oleh Akanmu, M. Alex dan Fajemidagba, M. Olubusuyi (2013) yang berjudul “Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Students Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria” menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam kinerja peserta didik dengan menggunakan Guided-discovery Learning dibandingkan yang tidak menggunakan

Guided-discovery Learning. Nilai rata-rata dari Guided-discovery Learning (14,0667) lebih besar dari nilai rata-rata (10,7143) non Guided-discovery Learning. Sehingga,

Guided-discovery Learning mampu meningkatkan potensi kinerja peserta didik dengan sangat baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Udo, Mfon Effiong (2010) yang berjudul “Effect of Guided-Discovery, Student- Centred Demonstration and the Expository Instructional Strategies on Students’ Performance in Chemistry” menunjukkan bahwa peserta didik yang menggunakan Guided-discovery Learning memiliki rata-rata skor


(43)

28

gain 22,10; peserta didik yang menggunakan model demonstrasi student centred

dalam kegiatan pembelajaran memperoleh rata-rata skor gain 17,83; dan peserta didik yang diajarkan menggunakan metode konvensional memperoleh rata-rata skor gain 16,35. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik yang menggunakan Guided-discovery Learning dalam kegiatan pembelajaran memiliki kinerja terbaik dibandingkan menggunakan metode konvensional.

Penelitian yang dilakukan oleh Hilal Aktamis & Omer Ergin (2008) yang berjudul “The Effect of Scientific Process Skills Education on Students’ Scientific Creativity, Science Attitudes and Academic Achievements” menunjukkan bahwa keterampilan proses sains pada peserta didik merupakan salah satu tujuan dari pendidikan sains. Dengan kata lain, peserta didik dapat menentukan masalah di sekitar mereka, mengamati, menganalisis, berhipotesis, bereksperimen, menyimpulkan, menggeneralisasi, dan menerapkan informasi yang mereka miliki dengan keterampilan yang mereka perlukan. keterampilan ini dapat diperoleh peserta didik melalui kegiatan penelitian ilmiah.

C. Kerangka Berpikir

Guru memegang peran penting dalam setiap proses pembelajaran yang berlangsung. Pada Kurikulum 2013 edisi revisi guru tidak lagi menjadi pusat perhatian peserta didik. Namun, guru memiliki peran sabagai fasilitator, sehingga guru hanya membimbing peserta didik ketika ia diperlukan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan pada saat proses pembelajaran berlangsung (Ratumanan, 2015).


(44)

29

SMA Negeri 11 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 edisi revisi dalam proses pembelajarannya. Kurikulum 2013 edisi revisi baru diterapkan pada kelas X. Berdasarkan susunan materi pelajaran kimia kelas X di silabus Kurikulum 2013 edisi revisi masih didominasi dengan teori yang abstrak. Sehingga, guru hanya dapat menggunakan metode ceramah, penugasan, tanya jawab, dan diskusi. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru juga masih kurang variatif. Contohnya, penggunaan model discovery learning belum pernah diterapkan. Selain itu, kegiatan praktikum di kelas X juga belum banyak dilakukan oleh guru. Sehingga, peserta didik belum dilatih untuk menemukan konsep dengan sendirinya dan peserta didik tidak dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiahnya.

Model discovery learning merupakan model yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses menemukan suatu konsep. Selain itu peserta didik juga dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat, dan berfikir, sehingga akan tercipta student centered dibandingkan teacher centered

(Suprihatiningrum, 2014). Model discovery learning juga akan mendorong peserta didik untuk berfikir dan merumuskan hipotesisnya sendiri (Saefuddin & Ika, 2015).

Diterapkannya model discovery learning pada proses pembelajaran akan menumbuhkan keterampilan proses sains peserta didik. Karena, keterampilan proses sains dapat diperoleh melalui kegiatan praktikum. Salah satu tujuan pendidikan sains adalah membentuk keterampilan proses sains peserta didik. Dengan kata lain, peserta didik dapat menentukan masalah di sekitar mereka, mengamati, menganalisis,


(45)

30

berhipotesis, bereksperimen, menyimpulkan, menggeneralisasi, dan menerapkan informasi yang mereka miliki dengan keterampilan yang mereka perlukan (Aktamis & Ergin, 2008).

Keterampilan proses memungkinkan peserta didik untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Dengan keterampilan proses yang dilatihkan, peserta didik akan lebih mudah menguasai dan memahami materi pelajaran karena peserta didik belajar dengan berbuat (learning by doing) (Suprihatiningrum, 2014).

Penelitian ini menggunakan dua kelas yang berupa kelas ekseperimen dan kelas kontrol. Untuk mengukur keterampilan proses sains peserta didik dari masing-masing kelas perlu adanya penerapan model pembelajaran. Sehingga, pada kelas eksperimen menggunakan model discovery learning. Sedangkan kelas kontrol menggunakan model kooperatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, angket, dan soal yang dapat mengukur keterampilan proses sains. Skala penilaian pada lembar observasi diterapkan pada setiap proses pembelajaran oleh observer. Kemudian, daftar pernyataan pada angket respon peserta didik diterapkan pada akhir pertemuan. Lalu, pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan soal yang sama, agar peneliti dapat mengukur keterampilan proses peserta didik di masing-masing kelas.

D. Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning jika nilai UAS dikendalikan secara statistik.


(46)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini didesain menggunakan desain sebagai berikut:

1. Satu faktor dua sampel dan satu kovariabel

Satu faktor yang dimaksud adalah pengaruh model pembelajaran discovery learning yang akan diterapkan di kelas terhadap keterampilan proses sains pada pembelajaran kimia.

Dua sampel adalah kelas yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas X MIA 2 dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dan kelas kontrol yaitu kelas X MIA 1 tanpa menggunakan model pembelajaran discovery learning.

Satu kovariabel sebagai kendalinya adalah pengetahuan awal kimia peserta didik yang berupa nilai ujian akhir semester 1 kelas X di SMAN 11 Yogyakarta yang dikendalikan secara statistik.

2. Desain Two-group Post-Test Only Design

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Two-group Post-Test Only Design, yaitu dengan melihat keterampilan proses sains peserta didik sesudah perlakuan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol (Prasetyo & Jannah, 2013).


(47)

32

Tahapan dalam penelitian Two-group Post-Test Only Design dapat dijelaskan sebagai berikut.

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Gambar 1 Tahapan Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di SMAN 11 Yogyakarta 2. Waktu penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dari tanggal 6 Januari 2017 s.d. 27 Januari 2017. C. Populasi dan Sampel Penelitian

b Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMAN 11 Yogyakarta.

c Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselediki atau dapat juga dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk mini (miniatur population).

Tentukan anggota kelompok berdasarkan nilai UAS

Penerapan model discovery learning

Pelaksanaan tes kognitif (Keterampilan Proses Sains)

Tentukan anggota kelompok berdasarkan nilai UAS

Penerapan model kooperatif

Pelaksanaan tes kognitif (Keterampilan Proses Sains)


(48)

33

Jika sebagian dari populasi yang dijadikan sumber data, maka cara ini disebut sampel (Arifin, 2012). Sampel yang digunakan berupa dua kelas X MIA yang disebut kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara area purposive sampling, artinya pengambilan sampel ditentukan sepenuhnya oleh peneliti dalam rangka mencapai tujuan tertentu dan pengambilan sampel berdasarkan daerah penyelidikan. Perlakuan terhadap sampel adalah sebagai berikut:

1) Satu kelas dipilih sebagai kelas eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran disocvery learning

2) Satu kelas dipilih sebagai kelas kontrol dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif

D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah karakteristik yang dapat diamati, diuji, dan ditentukan kebenarannya untuk mengubah konsep-konsep berupa kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala. Variabel perlu didefinisikan secara operasional agar peneliti dapat menentukan pengukuran hubungan antar variabel yang masih bersifat konseptual (Sarwono, 2006). Variabel yang digunakan dalam penilitian ini adalah variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol.

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang dapat diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan gejala yang diobservasi variabel, karena variabel ini dapat mempengaruhi variabel lain (Sarwono, 2006).


(49)

34

Variabel bebas yang digunakan adalah model pembelajaran yang digunakan yaitu untuk kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran discovery learning. Sedangkan, kelas kontrol menggunakan model pembelajaran kooperatif.

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat bergantung pada faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi variabel terikat adalah variabel bebas (Arifin, 2012). Variabel terikat yang digunakan adalah keterampilan proses sains peserta didik.

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol berfungsi untuk menghilangkan atau menetralkan pengaruh yang dapat mengganggu hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Jika suatu perlakuan dalam peneilitian tidak dikontrol, maka akan mempengaruhi gejala yang sedang dikaji (Sarwono, 2006). Variabel kontrol yang digunakan adalah nilai ujian akhir sekolah kelas X mata pelajaran kimia semester 1.

E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen penelitian

Data dalam penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian yang berupa skala penilaian, tes, dan angket. Skala penilaian pada umumnya mampu mengukur tingkah laku atau performa peserta didik. Skala penilaian dapat dikelompokkan menjadi skala penilaian individual dan skala penilaian kelompok. Namun, dalam penilitian ini menggunakan skala penilaian kelompok.


(50)

35

Kemudian pada tes menggunakan 8 soal essay yang diadopsi dari tesis Sri Rejeki Dwi Astuti yang berjudul “Pengembangan Instrumen Penilaian Terintegrasi untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Kimia Siswa SMA Kelas X pada Materi Larutan Elektrolit”. Lalu, pada angket terdiri 12 pernyataan yang berupa pernyataan positif dan pernyataan negatif.

2. Teknik pengumpulan data a. Metode pengamatan (Observasi)

Metode observasi dapat mengukur perilaku dan proses kerja peserta didik jika responden yang diamati tidak terlalu banyak. Teknik pengumpulan data Observasi lebih baik dibandingkan teknik pengumpulan data seperti wawancara, karena observasi tidak terbatas hanya pada satu orang (Sugiyono, 2013). Peneliti dalam penelitian ini akan mengamati efektivitas model discovery learning terhadap keterampilan proses sains pada peserta didik kelas X di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Peneliti menggunakan observasi berperan serta atau participant obsesrvation. Dalam observasi berperan serta, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Sehingga, dalam penelitian ini, peniliti berperan menjadi guru selama proses penelitian berlangsung.

b. Metode pengukuran pendidikan

Pengukuran pendidikan memiliki peran penting dalam bidang pendidikan. Data hasil dari pengukuran pendidikan digunakan guru untuk membandingkan tingkat kemampuan peserta didik. Pengukuran pendidikan terdiri dari beberapa objek yaitu prestasi atau hasil belajar, sikap, motivasi, intelegensi, bakat, kecerdasan


(51)

36

emosional, minat, dan kepribadian (Djaali & Muldjono, 2008). Namun, pada penelitian ini, objek pengukuran pendidikan yang digunakan adalah hasil belajar yang dapat mengukur keterampilan proses sains peserta didik. Alat yang digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains peserta didik ialah tes hasil belajar yang telah disesuaikan dengan indikator keterampilan proses sains.

Tabel 1 Kisi-kisi Soal untuk Mengukur Keterampilan Proses Sains (Astuti, 2016) No Indikator Pembelajaran

Indikator Keterampilan Proses

Sains

Nomor Soal 1 Mengidentifikasi sifat-sifat larutan

nonelektrolit dan elektrolit

Komunikasi dan

inferensi 1

2 Mengklasifikasikan larutan ke dalam larutan nonelektrolit, elektrolit kuat, dan elektrolit lemah berdasarkan sifat hantaran listriknya

Menganalisisis data percobaan dan klasifikasi

4 3 Menjelaskan penyebab kemampuan larutan

elektrolit menghantarkan arus listrik

Komunikasi dan

Inferensi 2

4 Mendeskripsikan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar

Klasifikasi, Prediksi, inferensi, dan

organisasi data dalam tabel

5 5 Menjelaskan pengertian derajat ionisasi dan

menjelaskan hubungan antara derajat ionisasi dengan daya hantar listrik

Komunikasi, Menganalisis data, dan inferensi

6 6 Mengamati dan menggambarkan perubahan

yang terjadi ketika suatu elektroda dicelupkan ke dalam suatu larutan

Observasi gambar dan

inferensi 3

7 Menetapkan variabel bebas dan variabel terikat dalam percobaan untuk mengetahui sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit

Mengidentifikasikan argumen, Organisasi data dalam tabel, dan Inferensi

7 8 Merencanakan percobaan untuk mengetahui

sifat llarutan nonelektrolit dan elektrolit

Merencanakan


(52)

37 c. Metode angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang berisikan pertanyaan maupun pernyataan tertulis kepada responden. Angket dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau terbuka yang dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet (Sugiyono, 2013).

Pada penelitian ini menggunakan skala likert untuk mengukur respon peserta didik dalam penerapan model discovery learning. Skala ini ditempatkan berdampingan dengan pernyataan yang telah direncanakan oleh peneliti, dengan tujuan agar peserta didik lebih mudah mengecek maupun memberikan pilihan jawaban yang sesuai dengan mereka alami selama proses pembelajaran (Sukardi, 2005).

Angket digunakan untuk mengambil data pendukung berupa ranah afektif. Pengukuran data pendukung menggunakan angket dalam bentuk pilihan ganda yaitu bentuk angket dimana pengisi angket hanya memberi tanda cek (√) pada pilihan jawaban yang dianggap paling benar. Alternatif jawaban tiap item ada empat yang terdiri dari sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Angket diberikan secara langsung kepada peserta didik agar memberikan data yang objektif dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Pada penelitian ini, agket diberikan pada pertemuan akhir atau dengan kata lain angket diberikan setelah peserta didik diberi perlakuan.


(53)

38

Tabel 2 Kisi-kisi Angket Keterampilan Proses Sains Peserta Didik

No Dimensi Indikator

Nomor Soal Jumlah Pernyataan positif Pernyataaan negatif 1 Observasi Mengamati gejala

yang muncul 1, 2 2

2 Komunikasi Mendiskusikan hasil

percobaan 3 1

3 Klasifikasi Mengelompokkan bahan/sampel

4 5 2

Mengidentifikasi persamaan atau perbedaan objek yang diamati

4 Prediksi Mengungkapkan apa yang mungkin terjadi

6 1

5 Inferensi Menginterpretasikan data eksperimen

7 8 2

Menyesuaikan hasil pengamatan dengan teori dari sumber belajar

6 Mengorganisasikan data dan tabel

Menyajikan data hasil percobaan kedalam bentuk tabel

9 1

7 Menganalisis data Mengolah data hasil

percobaan 10 1

8 Merancang eksperimen

Melaksanakan percobaan

12 11 2

Menentukan apa yang akan diamati, diukur, atau ditulis


(54)

39 F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen dapat dikatakan baik jika apa yang akan diukur telah valid dan jika digunakan secara berulang-ulang akan menghasilkan data yang sama (reliabel) (Sugiyono, 2013). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, angket, dan soal tes hasil belajar.

Validitas yang dilakukan pada instrumen lembar observasi dan angket keterampilan proses sains adalah validitas isi. Kedua instrumen tersebut divaliasi oleh dosen ahli dan dosen pembimbing. Instrumen dinyatakan valid dan layak digunakan untuk penelitian.

Instrumen penelitian soal tes dalam penelitian ini merupakan adopsi dari instrumen pada tesis Sri Rejeki Dwi Astuti yang berjudul “Pengembangan Instrumen Penilaian Terintegrasi untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Kimia Siswa SMA Kelas X pada Materi Larutan Elektrolit”.

Menurut Astuti (2016), instrumen penelitian berupa soal tes telah valid dan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen soal tes tersebut adalah sebagai berikut:

1. Validitas

Validitas yang telah dilakukan pada instrumen soal tes antara lain validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk. Instrumen penelitian tersebut dinyatakan valid secara validitas isi dan secara konstruk terbukti dapat mengukur satu dimensi yaitu pengetahuan kimia, memiliki tingkat kesukaran butir soal yang tergolong baik,


(55)

40

serta dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

2. Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas terhadap instrumen soal tes menyatakan bahwa instrumen tersebut bersifat reliabel untuk diujikan kepada peserta didik dengan kemampuan rendah, sedang, maupun cenderung tinggi.

G. Teknik Analisis Data

Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang berupa uji normalitas dan uji homogenitas.

1. Uji Normalitas

Normalitas sebaran data menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik apa yang digunakan dalam penganalisaan selanjutnya (Sundayana, 2014). Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Normalitas dapat terpenuhi jika signifikansi yang diperoleh > taraf signifikansi α = 0,05.

Uji normalitas menggunakan SPSS Versi 20, dengan langkah sebagai berikut (1) membuat lembar kerja pada data view, (2) pilih analyze, descriptive, explore, (3) masukkan variabel yang akan diuji normalitasnya (dalam hal ini adalah variabel data) ke kotak dependent list, kemudian pilihlah plots, (4) tandai kotak Normality plots with test, pilih continue, lalu OK.


(56)

41 2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas sangat diperlukan sebelum membandingkan dua kelompok atau lebih, agar memperoleh anggapan sampel penelitian memiliki kondisi yang sama dari awal (Irianto, 2004). Uji homogenitas dilakukan terhadap data pengetahuan awal kimia peserta didik yang berupa nilai ulangan akhir semester 1. Homogenitas dapat dipenuhi jika signifikansi yang diperoleh > taraf signifikansi α = 0,05.

Uji homogenitas menggunakan SPSS Versi 20, dengan langkah sebagai berikut (1) membuat lembar kerja pada data view, (2) pilih analyze, descriptive,

explore, (3) masukkan variabel yang akan diuji homogenitasnya (dalam hal ini adalah variabel data) ke kotak dependent list, kemudian pilihlah plots, (4) pada spread vs level with levene test tandai kotak untrasnformed, (5) pada boxplots tandai kotak none, (6) pilih continue, lalu OK.

3. Uji Anakova

Anakova atau analisis kovarians merupakan gabungan dari analisis regresi dengan analisis varians (ANAVA). Kovarians digunakan karena variabel y (bertambah setelah mengalami perlakuan penelitian) berhubungan secara linear dengan variabel x (Subana, dkk, 2010).

Analisis dan kesimpulan dapat berlaku jika anakova memiliki beberapa asumsi sebagai berikut (Sudjana, 1995):

a. Data berdistribusi normal dan identik

b. Memiliki varians yang homogen di dalam masing-masing kelompok


(57)

42

Uji anakova bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning

dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning. Uji Anakova dapat dipenuhi jika signifikansi yang diperoleh < taraf signifikansi α = 0,05. Pada penelitian ini, variabel bebas yang digunakan ialah keterampilan proses sains. Sedangkan variabel kontrol yang digunakan adalah nilai ulangan akhir semester (UAS) peserta didik. Uji anakova pada penelitian ini menggunakan SPSS Versi 20. Langkah-langkah penggunaan uji anakova yaitu (1) membuat lembar kerja pada data view, (2) pilih analyze, general linear model, univariate, (3) masukkan variabel bebas ke kotak

dependent list, (4) masukkan variabel kontrol ke kotak covariate, (5) masukkan kelas ke kotak fixed factor, (6) pilih OK

4. Uji Deskriptif

Uji deskriptif dilakukan pada pada hasil observasi dan angket. Uji ini digunakan sebagai data pendukung. Pemberian skor tiap item pernyataan menurut skala Likert dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Skor Penialaian Skala Likert (Sukardi, 2005)

Pernyataan Sikap Nilai

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Skor pada angket skala Likert dapat dikonversikan menjadi nilai dan dari nilai tersebut dapat dikategorikan sesuai pada Tabel 4.


(58)

43

Tabel 4 Pedoman Konversi Skor Menjadi Nilai Skala Likert (Widoyoko, 2016)

No. Rentang Nilai Kategori Kualitas

1. � > Xi + 1,8 sbi Sangat Baik (SB)

2. � i+ 0,6 sbi < X ≤ � i+ 1,8 sbi Baik (B)

3. � i - 0,6 sbi < X ≤ � i + 0,6 sbi Cukup (C)

4. � i - 1,8 sbi < X ≤ � i - 0,6 sbi Kurang (K)

5. X ≤ � i- 1,8 sbi Sangat Kurang (SK)

Keterangan:

X = Skor empiris

I (Rerata Ideal) =

1

2 (Skor maksimum ideal + Skor minimum ideal) sbi (Simpangan baku ideal) =

1

6 (Skor maksimum ideal - Skor minimum ideal) Perhitungan dalam analisis data menghasilkan sebuah hasil yang selanjutnya diubah menjadi bentuk presentase. Tenik analisis data ini dilakukan pada setiap indikator keterampilan proses sains. Proses perhitungan presentase dilakukan dengan rumus:

Pp = �

x 100%

Keterangan:

Pp = Persentase pencapaian F = Skor yang dicapai


(59)

44

Perhitungan presentase pada setiap indikator keterampilan proses sains dikonversikan menjadi nilai dan dari nilai tersebut dapat dikategorikan sesuai pada Tabel 5.

Tabel 5 Kriteria Presentase Indikator Keterampilan Proses Sains (Sahertian, 2000)

Rentang Persentase Kategori

80 – 100% Sangat Baik

61 - 80% Baik

41 – 60% Cukup

21 – 40% Kurang


(60)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian efektivitas dari model discovery learning terhadap keterampilan proses sains peserta didik dilaksanakan di SMA Negeri 11 Yogyakarta pada tanggal 6 Januari hingga 27 Januari 2017. Penelitian ini menggunakan 2 kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Masing-masing kelas menggunakan model yang berbeda agar terlihat perbedaan keterampilan proses sains peserta didik. Kelas eksperimen menggunakan model discovery learning. Sedangkan kelas kontrol tidak menggunakan model discovery learning, melainkan menggunakan model kooperatif.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari pengetahuan awal, soal, lembar observasi, dan angket.

1. Pengetahuan Awal dan Keterampilan Proses Sains

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh pengetahuan awal dan keterampilan proses sains. Data pengetahuan awal peserta didik diperoleh dari nilai ujian akhir kelas X semester 1 (UAS). Nilai UAS digunakan sebagai variabel kontrol atau nilai yang dikendalikan secara statistik, penentuan kelas yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta penentuan kelompok pada masing-masing kelas. Sedangkan data keterampilan proses sains diperoleh dengan menggunakan 3 macam instrumen penelitian, yaitu angket, observasi dan soal. Instrumen soal dikerjakan oleh masing-masing peserta didik pada akhir pertemuan. Soal terdiri dari 8 soal essay yang masing-masing soal tercakup indikator


(61)

46

keterampilan proses sains. Sehingga, dengan soal tersebut, peneliti dapat mengukur keterampilan proses sains peserta didik.

Berikut ringkasan data pengetahuan awal dan keterampilan proses sains yang berupa hasil tes kognitif disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Ringkasan data pengetahuan awal dan keterampilan proses sains

Kelas Jumlah

Peserta Didik

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah

Nilai Rata-rata Data Pengetahuan Awal

Eksperimen 32 90 42,5 70.234

Kontrol 30 90 47,5 72.083

Hasil Tes Kognitif (Keterampilan Proses Sains)

Eksperimen 32 92 78 84.281

Kontrol 30 92 67 83.067

Uji prasyarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji hipotesis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 95%, sehingga semua hasil dibandingkan dengan signifikansi 0,05.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan Software SPSS 20.0 for Windows. Hasil uji normalitas disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil data pada Tabel 6, dapat diketahui bahwa seluruh data dalam penelitian ini berdistribusi normal, karena signifikansi yang diperoleh > 0,05.


(62)

47

Tabel 7 Ringkasan Hasil Uji Normalitas

Data Kelas

Kolmogorov-Smirnov

Saphiro-Wilk Kesimpulan

Nilai UAS Kontrol 0,066 0,188 Normal

Eksperimen 0,200 0,235 Normal

Keterampilan Proses Sains

Kontrol 0,200 0,061 Normal

Eksperimen 0,115 0,068 Normal

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk memperoleh anggapan bahwa sampel penelitian memiliki kondisi yang sama dari awal. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Software SPSS 20.0 for Windows. Hasil uji homogenitas disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil data pada Tabel 8, dapat diketahui bahwa seluruh data dalam penelitian ini homogen atau berasal dari populasi yang sama, karena signifikansi yang diperoleh > 0,05.

Tabel 8 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas

Data Kelas p Kesimpulan

Nilai UAS Kontrol

0,298 Homogen

Eksperimen Keterampilan Proses

Sains

Kontrol

0,068 Homogen

Eksperimen

2. Hasil Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains Peserta Didik

Hasil observasi keterampilan proses sains peserta didik dapat dianalisis secara deskriptif dengan menentukan persentase keterampilan proses sains pada setiap indikator keterampilan proses sains. Indikator keterampilan proses sains yang diamati yaitu observasi, komunikasi, klasifikasi, prediksi, inferensi, mengorganisasikan data dan tabel, menganalisis data, dan merancang eksperimen. Pengamatan keterampilan


(63)

48

proses sains peserta didik dilakukan pada kegiatan praktikum dan teori. Hasil pengamatan keterampilan proses sains dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil Pengamatan Keterampilan Proses Sains

No Indikator Eksperimen Kategori Kontrol Kategori 1 Observasi 82% Sangat Baik 82% Sangat Baik

2 Komunikasi 86% Sangat Baik 80% Baik

3 Klasifikasi 86% Sangat Baik 79% Baik

4 Prediksi 77% Baik 72% Baik

5 Inferensi 85% Sangat Baik 73% Baik

6 Mengorganisasikan

data dan tabel 86% Sangat Baik 79% Baik 7 Menganalisis data 84% Sangat Baik 81% Sangat Baik 8 Merancang

eksperimen 82% Sangat Baik 84% Sangat Baik

Rata-rata 83% Sangat Baik 79% Baik

Berdasarkan Tabel 9, keterampilan proses sains peserta didik di kelas kontrol berada pada kategori Baik. Sedangkan, keterampilan proses sains peserta didik di kelas eksperimen berada pada kategori Sangat Baik. Dengan demikian, keterampilan proses sains pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol.

3. Hasil Angket Keterampilan Proses Sains Peserta Didik

Angket peserta didik bersifat deskriptif, sehingga keterampilan proses sains peserta didik dapat dianalisis secara deskriptif dengan menghitung skor yang selanjutnya dikonversikan dengan skala Likert. Angket digunakan untuk mengetahui


(1)

(2)

Lampiran 6


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

ANALISIS SISTEM TEBANG ANGKUT DAN RENDEMEN PADA PEMANENAN TEBU DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (Persero) PABRIK GULA DJOMBANG BARU

36 327 27

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

A DESCRIPTIVE STUDY ON THE TENTH YEAR STUDENTS’ RECOUNT TEXT WRITING ABILITY AT MAN 2 SITUBONDO IN THE 2012/2013 ACADEMIC YEAR

5 197 17

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Integrated Food Therapy Minuman Fungsional Nutrafosin Pada Penyandang Diabetes Mellitus (Dm) Tipe 2 Dan Dislipidemia

5 149 3