BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar modal secara umum dapat diartikan sebagai wadah untuk bertemunya antara pemilik modal investor dan pihak yang membutuhkan modal
emiten. Saham merupakan salah satu instrumen keuangan yang paling sering diperdagangkan di pasar modal. Menurut Sunyoto 2013:119 saham adalah alat
bukti kepemilikan atas asset suatu perusahaan yang menerbitkannya baik saham biasa common stock maupun saham preferen preferred stock.
Tujuan para investor melakukan transaksi pada saham di pasar modal adalah untuk memperoleh keuntungan return yang optimal Widayanti dan
Haryanto, 2013. Return merupakan hasil yang diperoleh dari suatu kegiatan investasi. Return dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: return realisasi
return yang sudah terjadi dan return ekspektasi return yang belum terjadi yang diharapkan di masa mendatang Jogiyanto, 2003:109. Salah satu alat pengukuran
return realisasi adalah return total. Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam
periode tertentu. Return total terdiri dari capital gain dan yield Jogianto,
2003:110. Yield merupakan komponen dari return yang mencerminkan aliran kas pendapatanyang diterima secara periodik dari investasi. Yield pada saham
ditunjukkan dengan besarnya deviden yang diperoleh investor. Capital gain loss adalah kenaikan penurunan harga saham yang bisa memberikan keuntungan
kerugian bagi investor Tandelili, 2001:48.
1 1
Universitas Sumatera Utara
Harga pasar saham yang semakin tinggi menunjukan bahwa saham tersebut sangat diminati oleh investor, karena dengan semakin tinggi harga saham
maka akan menghasilkan capital gain yang semakin besar Jogianto, 2009:200. Dan capital gain yang semakin besar tentu akan sangat berpengaruh pada tingkat
keuntungan return yang akan diterima oleh para investor. Investor sangat berharap dapat memperoleh return yang optimal sebagai imbalan atas investasi
yang dilakukannya. Namun fenomena yang terjadi di berbagai perusahaan, tidak mampu memberikan return yang optimal seperti yang diharapkan investor. Untuk
itu para investor perlu melakukan analisis sebelum melakukan investasi di suatu perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa ada faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi return tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi perhatian peneliti adalah return saham pada perusahaan wholesale dan retail trade yang
telah go public. Perusahaan ritel retail trade merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang perdagangan yang melakukan aktivitas penjualan langsung pada konsumen akhir. Masyarakat Indonesia lebih senang berbelanja di ritel modern karena faktor
gengsi, kebersihan, kenyamanan dan kepraktisan, yang dapat memicu meningkatnya gairah berbelanja masyarakat menjadi konsumtif Purnomo,
Serfiyani dan Hariyani, 2013:213. Bisnis ritel modern digolongkan menjadi toko modern hypermarket, supermarket, departement store, minimarket dan lainnya
dan pusat perbelanjaan mall, plaza, square, dan trade center. Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring kemajuan perekonomian
Indonesia. Sejak Desember 2011 Indonesia kembali pada status negara yang layak investasi invesment grade yang dulu lepas sejak tahun 1997 akibat krisis
Universitas Sumatera Utara
ekonomi. Status sebagai negara layak investasi mendorong masuknya investasi asing ke dalam negeri dalam jumlah besar-besaran. Hal tersebut dapat terlihat dari
banyaknya perusahaan ritel modern yang membuka cabang di berbagai daerah, sehinga memperketat persaingan diantara mereka, yang akan berpengaruh pada
keuntungan yang diperoleh perusahaan dan tentu juga akan berdampak pada return yang di terima para investor.
Sama halnya dengan perusahaan ritel perusahaan kategori wholesale aktivitas utamanya juga bergerak dibidang perdagangan. Wholesale adalah pegang
besar grosir yang aktivitas utamanya adalah distributor jual beli dalam partai besar. Perdagang jenis ini melakukan transaksi bukan kepada pemakai akhir
seperti halnya ritel, melainkan melakukan transaksi jual beli kepada pedagang lain yaitu pengecer atau kepada pemakai industri dalam jumlah besar. Perusahaan
wholesale dan retail trade telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam bidang perdagangan. Perkembangan tersebut membuat persaingan semakin
ketat dan dituntut untuk dapat meningkatkan potensinya dan memanfaatkan peluang yanga ada secara efektif dan efesien dalam kegiatan operasionalnya,
sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang akan berpengaruh pada penilaian perusahaan dimata para investor. Hal inilah yang menjadi daya tarik
peneliti untuk memilih objek pada perusahaan wholesale dan retail trade karena kedua jenis perusahaan ini sama-sama bergerak dalam bidang perdagangan, dan
sektor ini memiliki prospek investasi yang cukup beresiko sehingga perlu adanya analisis yang mendalam dalam menilai return sahamnya. Berikut ini adalah
gambaran pergerakan return saham beberapa perusahaan wholesale dan Retail Trade yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Nilai
Return Saham Pada Beberapa Perusahaan Wholesale dan Retail Trade di BEI Periode 2009-2012
EMITEN PERRUSAHAAN
THN H. SAHAM
SEKARANG H.SAHAM
SEBELUMNYA RETURN
SAHAM
Sub sektor : Wholesale AIMS
Akbar Indo
Makmur Stimec
Tbk 2009
115 137
-0,1606 2010
135 115
0,1739 2011
255 135
0,8889 2012
240 255
-0,0588 BMSR
Bintang Mitra
Semestaraya Tbk 2009
200 300
-0,3333 2010
265 200
0,3250 2011
210 265
-0,2075 2012
190 210
-0,0952 WICO
Wicaksana Overseas
International Tbk 2009
50 50
0,0000 2010
50 50
0,0000 2011
61 50
0,2200 2012
53 61
-0,1311
Sub sektor : Retail Trade LPPF
Matahari Departement Store
Tbk 2009
700 50
13,0000 2010
2550 700
2,6429 2011
2400 2550
-0,0588 2012
2700 2400
0,1250
HERO
Hero Supermarket Tbk
2009 4000
4000 0,0000
2010 4300
4000 0,0750
2011 1100
4300 1,5581
2012 4325
11000 -0,6068
RALS
Ramayana Lestari Sentosa Tbk
2009 620
500 0,2400
2010 850
620 0,3710
2011 720
850 -0,1529
2012 1220
720 0,6944
Sumber: www.idx.co.id
yang diolah 2013 Berdasarkan data pada Tabel 1.1 dapat dilihat pergerakan return saham pada
perusahaan wholesale dan retail trade secara garis besar mengalami fluktuasi selama kurun waktu 2009-2012. Jika diperhatikan return saham tersebut
mengalami kenaikan tertinggi pada tahun 2009 sebesar 13,00 pada perusahaan LPPF, dan diperoleh return saham terendah pada tahun 2012 sebesar -0,6068 pada
perusahaan HERO. Hal ini menunjukkan bahwa return saham yang diharapkan
Universitas Sumatera Utara
investor perlu dianalisis lebih lanjut mengenai beberapa faktor yang mempengaruhinya, agar prediksi investor dalam membeli saham perusahaan dapat
menghasilkan return yang positif artinya terjadi peningkatan return yang akan diterima investor. Isu yang berkembang saat ini bisnis ritel modern di Indonesia
sudah semakin menjamur hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga menyebabkan persaingan yang semakin ketat. Menurut Purnomo, Serfiyani dan
Hariyani 2013:213 bisnis ritel sangat prospektif dan menjanjikan keuntungan yang tidak sedikit, sehingga memicu banyak pelaku usaha berlomba-lomba
membangun bisnis ritel. Namun kenyataannya jika diperhatikan pada tabel 1.1 return yang diterima investor tidak stabil dan dapat pula ada pula tidak
meguntungkan. Hal ini tentu saja menjadi daya tarik peneliti untuk mengangkat masalah return saham pada perusahaan wholesale dan retail trade yang terdaftar
di BEI. Penelitian mengenai return saham telah banyak dilakukan oleh penelitian
terdahulu dengan menggunakan faktor-faktor yang berbeda yang diduga dapat mempengaruhi return saham dengan hasil yang berbeda-beda pula, seperti
penelitian: Arista dan Astohar 2012 meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi return saham. Hasil risetnya menunjukkan bahwa Debt to Equity
Ratio DER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Price Book Value PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham,
sedangkan Return On Asset ROA dan Earning Per Share EPS berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham. Begitu juga hasil dari
penelitian yang dilakukan Susilowati dan Turyanto 2011 dari hasil penelitiannya mengenai reaksi signal rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas terhadap return
Universitas Sumatera Utara
saham hanya mampu membuktikan DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Variabel lain yang digunakannya yaitu EPS, Net Profit
Margin NPM, ROA, dan Return On Equity ROE berpengaruh positif naum tidak signifikan terhadap return saham.
Sugiarto 2010 juga melakukan riset tentang return saham dengan menggunakan variabel BETA, Size, DER dan PBV. Hasil risetnya membuktikan
Size dan PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan BETA berpengaruh positif tetapi tidak signifikan dan DER
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian Hermawan 2012 yang melakukan penelitian mengenai return saham dengan
menguji variabel DER, EPS, dan NPM. Dari hasil penelitiannya yang terbukti dapat mempengaruhi return saham secara positif dan signifikan hanya EPS.
Penelitian lain mengenai return saham, dilakukan oleh Sari dan Venusita 2013 dengan menggunakan variabel Economic Value Added EVA, EPS, ROE,
NPM terhadap return saham. Hasil penelitiannya hanya mampu membuktikan ROE berpengaruh positif
dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan variabel EVA dan NPM berpengaruh positif namun tidak signifikan.
Berdasarkan survey literatur diatas banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi return saham. Menurut Samsul 2006:200, faktor-faktor yang
mempengaruhi return saham terdiri atas faktor makro dan faktor mikro. Faktor makro adalah faktor yang berada di luar perusahaan seperti kurs, politik, dan
inflasi. Fakto mikro merupakan faktor yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri seperti: laba bersih per saham, nilai buku per saham, rasio utang terhadap
ekuitas dan rasio keuangan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini akan menggunakan faktor mikro, dimana faktor mikro mampu mencerminkan kondisi perusahaan melalui analisis rasio-rasio keuangan
yang secara rutin diterbitkan oleh emiten dalam laporan keuangan Samsul, 2006:203. Rasio keuangan dianalisis dengan menggunakan informasi yang tertera
dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan informasi penting yang dapat memprediksi laba saham melalui angka-angka yang ada dalam neraca,
laporan laba rugi, perubahan modal dan arus kas. Analisis pada laporan keuangan disebut juga analisis fundamental.
Ada perbedaan kepentingan antara manajemen perusahaan dengan pihak investor dalam menganalisis rasio keuangan. Rasio likuiditas dan rasio aktivitas
sangat penting bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui besar kecilnya keuntungan yang diperoleh setiap bulannya tergantung pada pengelolaan dana
likuiditas serta persediaan dan piutang. Tapi bagi investor yang terpenting adalah hasil pengelolaan bukan pada cara pengelolaannya. Karena tidak semua rasio
keuangan yang dianalisis dari laporan keuangan tersebut dibutuhkan oleh para investor. Oleh sebab itu rasio yang penting bagi investor adalah laba usaha per
saham, laba bersih per saham, dan nilai buku per saham Samsul, 2006:204. Maka penelitian ini menggunakan variabel fundamental dengan berfokus
pada penggunaan faktor mikro dengan menggunakan variabel profitabilitas, struktur modal, Rasio Saham Common Stock Ratios dan ukuran perusahaan
size serta menggunakan komisaris independen sebagai penerapan dari prinsip- prinsip Good Corporate Governance GCG.
Rasio profitabilitas
sering digunakan
sebagai indikator
kinerja fundamental perusahaan yang mewakili kinerja manajemen. Rasio sangat penting
Universitas Sumatera Utara
untuk diperhatikan para pemegang saham, sebab akan berdampak pada harga saham serta dividen yang akan diterima investor Fakhruddin dan Hadianto,
2001:64. Alat ukur profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Equity ROE. ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur laba
bersih sesudah pajak dengan menggunakan modal sendiri. ROE yang semakin tinggi dari suatu perusahaan akan semakin menarik minat investor untuk
berinvestasi di perusahaan tersebut, karena ROE perusahaan yang tinggi berarti return yang akan diterima nantinya juga semakin besar. Hal ini diperkuat dari
hasil penelitian Sari dan Venusita 2013 membuktikan bahwa ROE berpengaruh signifikan terhadap return saham. Tetapi tidak begitu dengan hasil penelitian
Susilowati dan Turyanto 2011 yang menyatakan ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini lah menjadi alasan penggunaan ROE
sebagai salah satu alat ukur variabel independen dalam penelitian ini sebab masih beragam hasil yang ditemukan para peneliti terdahulu.
Variabel lainnya yang digunakan dalam penelitian ini yaitu struktur modal. Struktur modal pada setiap perusahaan akan ditetapkan dengan memperhitungkan
berbagai aspek atas dasar kemungkinan akses dana, keberanian perusahaan menanggung resiko, rencana strategis pemilik, serta analisis biaya dan manfaat
yang diperoleh dari tiap sumber dana tersebut Sugiarto, 2009:2. Struktur modal merupakan alat analisis solvabilitas yang dapat dilihat dari beberapa prespektif,
salah satunya adalah dengan menganalisis prespektif perbedaan antara utang dan ekuitas yang disebut dengan Debt to Equity Ratio DER. DER yang tinggi
menunjukkan bahwa total hutang lebih besar dibanding modal sendiri. Rasio ini secara umum menunjukkan tentang kelayakan dan resiko keuangan suatu
Universitas Sumatera Utara
perusahaan Kasmir, 2012:158. Pemilihan variabel ini diperkuat oleh hasil riset Susilowati dan Turyanto 2011 yang menyatakan DER berpengaruh positif
signifikan terhadap return saham. Sebaliknya hasil penelitian Anik dan Indriana 2010 menyatakan DER tidak berpengaruh signifikan return saham. Hal ini lah
menjadi alasan penggunaan DER sebagai salah satu variabel independen dalam penelitian ini sebab masih beragam hasil penelitian sebelumnya.
Rasio Saham Common Stock Ratios merupakan rasio yang menunjukkan bagian dari laba suatu perusahaan, dividen, dan modal yang dibagikan pada setiap
saham. Ada beberapa cara pengukuran rasio ini diantaranya Earning Per Share EPS, Price Book Value PBV dan lain-lain Fakhruddin dan Hadianto,
2001:66. Komponen utama yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis
perusahaan adalah EPS atau laba per lembar saham. EPS dapat menggambarkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap untuk dibagikan pada semua pemegang
saham Tandelilin, 2001:241. EPS yang lebih tinggi akan menggambarkan prospek perusahaan lebih baik, yang berpengaruh terhadap harga saham dan
return saham. Oleh karena itu para investor akan lebih tertarik untuk berinvestasi di perusahaan yang mempunyai EPS lebih tinggi. Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian Hermawan 2012 membuktikan bahwa EPS berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Namun menurut hasil penelitian Sari dan
Venusita 2013 EPS tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham, begitu juga dengan hasil penelitian Susilowati dan Turyanto 2011. Hasil penelitian
mengenai EPS masih beragam hal ini menjadi alasan penggunaan EPS sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Investor juga dapat menggunakan Price Book Value PBV sebagai indikator dalam pengambilan keputusan investasi. PBV merupakan rasio pasar
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai buku Sugiarto, 2010. Tinggi atau rendahnya nilai PBV akan berpengaruh pada
tinggi rendahnya harga saham suatu perusahaan. Dimana harga saham akan berdampak pada return yang akan diterima para investor. Hal ini diperkuat dari
hasil penelitian Sugiarto 2010 yang membuktikan bahwa PBV berpengaruh
positif signifikan terhadap return saham. Variabel independen lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu size
ukuran perusahaan. Besar kecilnya Ukuran size suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menanggung risiko yang mungkin
timbul akibat berbagai situasi yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan kegiatan operasinya. Size perusahaan dapat dilihat dari total aktiva perusahaan
tersebut Sunyoto, 2013:115. Perusahaan yang besar memiliki pertumbuhan yang relatif lebih besar dibandingkan perusahaan yang berukuran kecil yang akan
berpengaruh pada tingkat pengembalian return saham. Investor akan lebih berspekulasi untuk memilih perusahaan besar dengan harapan memperoleh
keuntungan return yang besar pula. Hal ini diperkuat oleh hasil riset Sugiarto 2010 mampu membuktikan bahwa size suatu perusahaan berpengaruh positif
terhadap return saham. Penelitian ini menggunakan komisaris independen sebagai salah satu
implementasi untuk mewujudkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance GCG. Menurut Riandi dan Siregar 2011 Peran dan tuntutan para investor dan
kreditor asing mengenai penerapan GCG merupakan salah satu faktor dalam
Universitas Sumatera Utara
pengambilan keputusan untuk berinvestasi pada suatu perusahaan. Dengan adanya komisaris independen pada suatu perusahaan diharapkan dapat bersikap netral
terhadap segala kebijakan yang dibuat direksi untuk mendorong terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih obyektif, kewajaran dan kesetaraan di antara
berbagai kepentingan termasuk kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya. Menurut Anggitasari dan Mutmainah 2012 semakin besar
proporsi komisaris independen, maka kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan semakin objektif. Pengambilan keputusan yang objektif ini
dapat mempengaruhi harga saham perusahaan sehingga akan berdampak pada return saham dan akan meningkatkan nilai suatu perusahaan.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu yan telah dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk mengangkat isu yang sama yaitu mengenai return
saham dengan mengangkat judul penelitian:
“Pengaruh Profitabilitas, Struktur Modal, Rasio Saham, dan
Size Terhadap Return Saham Dengan Komisaris Independen Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan
Wholesale dan Retail Trade
di Bursa Efek Indonesia”.
1.2. Rumusan Masalah