Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit

Penyelenggaraan makanan untuk orang sakit dirumah sakit telah mengalami banyak perubahan dari masa ke masa meskipun perubahan itu terjadi sangat lambat. Dari berbagai kepustakaan dapat diketahui bahwa penyelenggaraan makanan bagi orang sakit sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit memiliki kekhususan tersendiri karena makanan tidak disajikan di ruang makan sebagaimana yang biasa dilakukan di institusi lain. Pada rumah sakit makanan disajikan langsung kepada penderita di tempatnya dirawat atau dibangsal-bangsal perawatan. Semua makanan dimasak dan disiapkan di dapur sentral dan langsung disajikan dalam baki tray untuk masing-masing penderita dengan menggunakan wadah makanan food container yang cukup besar dan dapat memuat sejumlah tray yang diisi makanan, kemudian makanan itu dibawa ke bangsal perawatan. Dapur bangsal kemudian membagikan makanan kepada orang sakit, dan ada juga penyerahan penyelenggaraan makanannya kepada usaha jasa boga dari luar rumah sakit sebagai pemasok makanan Moehyi, 1992 Masalah pengadaan makanan kepada orang sakit lebih kompleks dari pada pengadaan makanan untuk orang sehat. Hal ini disebabkan terutama oleh selera makan dan kondisi psikis pasien yang berubah akibat penyakit yang dideritanya, aktifitas fisik yang menurun dan reaksi obat-obatan. Perubahan selera makan ini akan berpengaruh terhadap daya terima makanan yang disajikan oleh instalasi gizi rumah sakit. Untuk mencapai serta memelihara kesehatan dan status gizi optimal. Bila tubuh dapat mencerna, mengabsorbsi, dan memetabolisme zat-zat gizi secara baik, maka akan tercapai keadaan gizi seimbang. Tetapi dalam keadaan sakit, melalui modifikasi diet diupayakan agar gizi seimbang tetap bisa dicapai Almatsier, 2005. Pasien membutuhkan asupan zat gizi yang sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tubuh pasien. Tubuh manusia melakukan pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika asupan gizi pasien tidak seimbang atau kurang dari yang seharusnya, maka akan mempengaruhi status gizi pasien hingga menyebabkan terjadinya malnutrisi. Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam keadaan klinis Sauer, 2009. Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan penyakit. Malnutrisi dirumah sakit pada pasien biasanya merupakan kombinasi dari cachexia yang berhubungan dengan penyakit dan malnutrisi konsumsi zat gizi yang tidak seimbang. Hal ini sesuai dengan pendapat Barker 2011 bahwa malnutrisi di rumah sakit merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks, antara penyakit yang mendasar, penyakit yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan berkurangnya persediaan zat gizi dalam pasien tersebut. Berkurangnya persediaan zat gizi dalam pasien merupakan salah satu penyebab terjadinya hospital malnutrition. Ini terjadi karena kurangnya jumlah makanan yang dimakan, melemahnya proses penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat, atau kombinasi ketiganya Barker, 2011. Konsumsi makanan pasien harus dapat memenuhi kebutuhan zat gizi baik kuantitas maupun kualitasnya. Konsumsi makanan lebih ditekankan pada kebutuhan energi dan protein, karena jika kebutuhan energi dan protein sudah terpenuhi maka kebutuhan zat gizi lain juga akan terpenuhi atau setidaknya tidak terlalu sulit untuk memenuhinya Khumaidi, 1987. Menurut penelitian Netty 2003 di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin, yang mengevaluasi pelayanan gizi adalah kepuasan pasien terhadap penyelenggaraan makanan yang disajikan di rumah sakit masih rendah yaitu 41,80 pasien menyatakan tidak puas.

2.2. Standar Makanan Umum Rumah Sakit

Makanan yang diberikan kepada pasien harus disesuaikan dengan penyakit yang diderita. Menurut konsistensinya, jenis makanan yang paling umum diberikan kepada pasien adalah jenis makanan biasa. Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur, dan aroma yang normal. Susunan makanan mengacu pada pola menu seimbang dan Angka Kecukupan Gizi AKG yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Makanan biasa diberikan kepada pasien yang berdasarkan penyakitnya dan tidak memerlukan makanan khusus atau diet. Walaupun tidak ada pantangan secara khusus, namun makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan juga tidak merangsang saluran cerna. Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet makanan biasa adalah makanan yang merangsang, seperti makanan yang berlemak tinggi, terlalu manis, terlalu berbumbu, dan minuman yang mengandung alkohol Almatsier, 2006. Tujuan diet makanan biasa adalah memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Syarat-syarat diet makanan biasa adalah sebagai berikut : 1. Energi sesuai kebutuhan normal orang dewasa sehat dalam keadaan istirahat 2. Protein 10-15 dari kebutuhan energi total 3. Lemak 10-25 dari kebutuhan energi total 4. Karbohidrat 60-75 dari kebutuhan energi total 5. Cukup mineral, vitamin, dan kaya serat 6. Makanan tidak merangsang saluran cerna 7. Makanan sehari-hari beraneka ragam dan bervariasi

2.3. Sisa Makanan

Sisa makanan waste yaitu bahan makanan yang hilang karena tidak dapat diolah atau tercecer. Sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang mudah membusuk dalam ilmu kesehatan lingkungan disebut garbage. Sisa makanan di piring plate waste adalah makanan yang disajikan kepada pasien, tetapi meninggalkan sisa di piring karena tidak habis dikonsumsi dan dinyatakan dalam persentase makanan yang disajikan Djamaluddin, 2005. Pada penelitian ini, sisa makanan yang dimaksud adalah sisa makanan di piring plate waste karena berhubungan langsung dengan pasien sehingga dapat mengetahui dengan cepat penerimaan makanan pasien di rumah sakit. Sisa makanan dapat diketahui dengan menghitung selisih berat makanan yang disajikan dengan berat makanan yang dihabiskan lalu dibagi berat makanan yang disajikan dan diperlihatkan dalam persentase. Oleh karena itu sisa makanan dapat dirumuskan : Sisa makanan 20 menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi di rumah sakit di Indonesia Depkes, 2008. Sedangkan Menurut Renangtyas, 2004 yang

Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA MAKANAN BIASA PASIEN BANGSAL RAWAT INAP RSUD SALATIGA Faktor-Faktor Eksternal Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Bangsal Rawat Inap RSUD Salatiga.

0 1 18

PENDAHULUAN Faktor-Faktor Eksternal Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Bangsal Rawat Inap RSUD Salatiga.

1 2 5

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA MAKANAN BIASA PASIEN BANGSAL RAWAT INAP Faktor-Faktor Eksternal Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Bangsal Rawat Inap RSUD Salatiga.

0 2 16

FAKTOR – FAKTOR INTERNAL PASIEN YANG Faktor – Faktor Internal Pasien Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Di Ruang Rawat Inap Kelas Iii Rsud Kajen Kabupaten Pekalongan.

0 0 18

PENDAHULUAN Faktor – Faktor Internal Pasien Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Di Ruang Rawat Inap Kelas Iii Rsud Kajen Kabupaten Pekalongan.

0 1 5

(ABSTRAK) FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RSUD KOTA SEMARANG.

0 0 3

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RSUD KOTA SEMARANG.

0 4 97

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ADANYA SISA MAKANAN BIASA PADA PASIEN RAWAT INAP DI KELAS III RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN

0 1 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang berhubungan dengan adanya sisa makanan biasa pada pasien rawat inap di kelas III RSUD Pirngadi Medan

0 2 7

Faktor-faktor yang berhubungan dengan adanya sisa makanan biasa pada pasien rawat inap di kelas III RSUD Pirngadi Medan

0 0 14