Lebih jauh lagi, agenda 21 menekankan pentingnya peranserta para stakeholder dalam pembangunan berkelanjutan, seperti yang tercantum dalam
paragraf 23.2, chapter 23, Section III berikut:
One of the fundamental prerequisites for the achievement of sustainable development is broad public participation in decision-
making. Furthermore, in the more specific context of environment and development, the need for new forms of participation has emerged.
This includes the need of individuals, groups and organizations to participate in environmental impact assessment procedures and to
know about and participate in decisions, particularly those which potentially affect the communities in which they live and work.
Individuals, groups and organizations should have access to information relevant to environment and development held by national
authorities, including information on products and activities that have or are likely to have a significant impact on the environment, and
information on environmental protection measures
Pengembangan pariwisata menjadi suatu interaksi yang kompleks antara para pelakunya. Pada umumnya pengembangan pariwisata diarahkan oleh sektor
swasta, namun pembangunan dan pengembangan fasilitas sangat bergantung pada alokasi strategis sumberdaya yang dilakukan oleh agen-agen multi atau bilateral
melalui persetujuan-persetujuan dengan pemerintah lokal dan nasional. Para stakeholder yang lain pun memiliki andil yang sama pentingnya, namun
kontribusi aktualnya tergantung pada kemampuan untuk mempengaruhi para pemain inti.
Manajemen pariwisata efektif bertujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan mengurangi kemiskinan membutuhkan kerjasama
antara stakeholder dengan para pengambil keputusan yang terlibat. Para stakeholder ini termasuk di dalamnya pemerintah lokal dan nasional, masyarakat
lokal, sektor swasta, serta organisasi investor yang bekerjasama dengan komunitas masyarakat. Pengembangan sektor publik, sektor swasta, dan komunitas
masyarakat sangat penting untuk pengembangan pariwisata, sama halnya dengan semua aspek dari pengembangan yang berkelanjutan Christ, 2003 dalam
Abikusno, 2005.
E. Identitas Regional
Identitas regional regional identity merupakan suatu konsep dengan maksud mengembangkan daerah tertentu dengan berdasarkan pada ciri khusus
atau jati diri yang dimiliki oleh daerah tersebut. Berasal dari kata “identitas” dan “regional”, menurut Kamus Bahasa Indonesia, “identitas” memiliki arti ciri atau
keadaan khusus seseorang; jati diri. Menurut Webster’s New Encyclopedic Dictionary , “identity” adalah :
1. The fact of condition of being exactly a like : sameness an
identity of interest, 2.
Distinguishing character or personality : Individuality, 3.
The fact of being the some as something described or knowm to exist establish the identity of stolen goods,
4. a. An equation that is true for all values substituted for the
variables b.
Identity element middle freanch identite from late latinidentitas, from latin identity “same” from is “That”.
Sedangkan “regional” itu sendiri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989 berarti bersifat daerah; kedaerahan. Jadi bisa dikatakan bahwa regional
identity adalah jati diri atau ciri khusus yang dimiliki oleh suatu daerah atau wilayah tertentu yang berbeda dengan daerah lain.
Karakteristik suatu daerah dapat muncul akibat adanya hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Purwanto 2005 menyatakan bahwa hubungan
antara manusia dengan lingkungan biogeofisik tidak hanya merupakan hubungan hubungan ketergantungan semata, melainkan juga terwujud dalam bentuk
hubungan yang saling mempengaruhi dan mampu merubah lingkungan biogeofisik tersebut. Sementara manusia dengan kebudayaannya juga mampu
menciptakan suatu bentuk lingkungan tertentu. Identitas pada umumnya berbeda-beda untuk tiap individu atau kelompok.
Perbedaan te rsebut merupakan hal yang wajar, namun bukan substansi perbedaan- perbedaan tersebut yang harus ditonjolkan, melainkan bagaimana sebuah
kelompok menamakan diri mereka dan bagaimana mereka dinamakan oleh kelompok lain Barth, 1969 dalam Nigel Morgan dan Annette Pritchard, 1998.
F. Masyarakat Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989, pendidikan adalah pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan: proses, perbuatan dan cara mendidik.
Sedangkan Rifai 1982 menyatakan bahwa pendidikan diartikan suatu persiapan, suatu latihan untuk dikemudian hari dapat bertindakbertingkah laku,
dapat hidup dan menyesuaikan diri dalam masyarakat. Dari definisi-definisi yang beraneka ragam, dapat dikatakan bahwa masyarakat pendidikan adalah
masyarakat yang ikut serta dalam proses pendidikan baik berupa peserta didik seperti murid, mahasiswa; pendidik, pengajar dan dinas terkait atau departemen.
Sebenarnya manusia dilahirkan sebagai mahluk yang tak berdaya, tetapi memiliki berbagai potensi dan berba gai kemampuan yang dapat dikembangkan.
Pengembangan ini memerlukan bimbingan dan pengarahan yaitu dengan pendidikan.
Namun, pada dasarnya pendidikan bukan merupakan suatu ramuan ajaib yang dapat merubah masyarakat. Perubahan masyarakat adalah proses yang
sangat rumit tetapi hal ini akan menjadi salah faktor dari sekian banyak faktor penyumbang terjadinya perubahan. Pendidikan memang akan dapat menunjang
kehidupan tradisional. Namun bersamaan dengan itu, pendidikan juga membantu dasar-dasar bagi suatu cara hidup yang baru Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Sumatera Barat, 1993. Pola tingkah laku manusia yang hidup dalam suatu masyarakat atau
kebudayaan tertentu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor bawaan hereditas dan lingkungan Ardhana et al, 1982.
Gambar 1. Kurva Pola Tingkah Laku Manusia Dalam interaksi antara individu dengan lingkungannya terdapat empat
kemungkinan hubungan, yaitu : a. Individu menentang lingkungannya
b. Individu memanfaatkan lingkungannya c. Individu ikut serta pada apa yang sedang berjalan dalam lingkungannya
Individu yang sedang berkembang
Hereditas Lingkungan
d. Individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya Bila ditinjau dengan teliti, sebenarnya pendidikan memiliki fungsi. Hasil
pendidikan tidak hanya bermanfaat bagi bidang ekonomi dan pemerintahan saja C. Arnold Anderson dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera
Barat, 1993 tetapi juga membrantas kebodohan dan mengembangkan kemampuan intelektual manusia serta mengembangkan pengertian yang luas
tentang manusia lain yang berbeda kebudayaannya dan daya tariknya Vembria nto, 1982 dalam Deparetemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera
Barat, 1993.
G. Masyarakat Tenaga Kerja