Latar Belakang Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Cagar Biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu Di Provinsi Riau

3 merupakan High Conservation Value Forest Jarvie et al. 2003. Bagian barat zona penyangga dan area transisi cagar biosfer merupakan hutan dataran rendah dan daerah jelajah home range gajah Sumatera Elephas maximus sumatranus Temminck yang perlu dikelola secara berkelanjutan LIPI 2008a. Keberadaan Sungai Siak Kecil dan Sungai Bukit Batu yang terhubung dengan kompleks danau tasik di dalam area inti merupakan habitat dan tempat berkembangbiaknya ikan sehingga wilayah ini mempunyai potensi sumber daya perairan yang besar. Oleh karena itu, penetapan Cagar Biosfer GSKBB dapat menjadi pendukung bagi upaya konservasi keanekaragaman hayati di hutan rawa gambut, hutan dataran rendah, dan ekosistem rawa banjiran atau lebak. Saat ini, banyak cagar biosfer di dunia yang terancam oleh perubahan penggunaan lahan sehingga menyebabkan degradasi sumber daya alam dan mengancam kelestarian ekosistem setempat Nagendra 2008; Domingues et al. 2012. Pada awalnya, alasan penggunaan lahan oleh masyarakat di area inti cagar biosfer di Indonesia adalah untuk pemenuhan kebutuhan hidup subsisten, kemudian berkembang menjadi kegiatan produksi komoditi komersial yang melibatkan aktor lain. Sebagai contoh, area inti Cagar Biosfer Lore Lindu terancam oleh kegiatan pembukaan kebun kakao oleh masyarakat Mehring dan Stoll-Kleemann 2011. Area inti Cagar Biosfer GSKBB juga terancam oleh aktivitas masyarakat dalam membuka kebun kelapa sawit Pramana 2012. Masyarakat Melayu di Desa Tasik Serai dan Tasik Betung yang semula berkebun karet LIPI 2008b juga mulai berkebun kelapa sawit melalui kerja sama dengan para pendatang. Berdasar interpretasi Citra Landsat TM+ tahun 2008, luas pembukaan lahan di SM Giam Siak Kecil mencapai 6.788 ha BBKSDA Riau 2011. Hasil penelitian Rushayati et al. 2014, selama periode 2010-2014, luas hutan rawa sekunder di SM Giam Siak Kecil menurun dari 60.051,27 ha menjadi 51.167,41 ha, sementara luas kebun monokultur, yang didominasi oleh kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. dan karet Hevea brassiliensis Muel. Arg, meningkat dari 667,76 ha menjadi 1.198,73 ha dan kebun campuran meningkat dari 3.674,48 ha menjadi 6.580,02 ha. Fenomena ini terus berlangsung dan memicu terjadinya kebakaran lahan dan hutan yang luas di bagian hulu Sungai Siak Kecil di wilayah Desa Bukit Kerikil dan Desa Tasik Serai pada tahun 2014. Selain membudidayakan tanaman perkebunan, masyarakat juga melakukan penangkapan ikan secara turun temurun di sungai dan danau tasik yang ada di area inti Cagar Biosfer GSKBB. Sebagian besar nelayan tinggal di pondok bagan di pinggir Sungai Siak Kecil dan Sungai Bukit Batu. Penangkapan secara bebas dan berlebihan diduga merupakan penyebab menurunnya populasi ikan sehingga mengancam kelestarian sumber daya ikan yang merupakan sumber daya milik bersama common pool resources - CPRs. Situasi perubahan penggunaan lahan dan penangkapan ikan secara berlebihan di area inti seperti tersebut di atas telah menyebabkan degradasi lingkungan sehingga akan mengganggu pencapaian Sasaran ke-2 Strategi Seville 1995, yaitu memanfaatkan cagar biosfer sebagai model pengelolaan lahan dan pendekatan pembangunan berkelanjutan. Dalam pengelolaan kawasan konservasi, Pemerintah Indonesia sering menggunakan pendekatan hukum formal untuk menyelesaikan permasalahan sejenis walaupun tidak efektif. Selain dipengaruhi oleh ketiadaan kebijakan yang memadai dan lemahnya pengorganisasian pengelolaan cagar biosfer, situasi tersebut juga sangat dipengaruhi oleh perilaku 4 masyarakat dan aktor lainnya dalam memanfaatkan sumber daya. Oleh karena itu, perlu penelitian untuk menemukan pendekatan baru berupa kebijakan yang tepat untuk pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB. Dengan rumusan kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan arahan dalam pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan dan sasaran Cagar Biosfer GSKBB.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk mewujudkan cagar biosfer sebagai model pengelolaan lahan dan pendekatan pembangunan berkelanjutan perlu dukungan dan keterlibatan masyarakat lokal, keselarasan dan interaksi antar zona-zona di cagar biosfer, dan terintegrasinya cagar biosfer ke dalam rencana pembangunan regional UNESCO 1996a. Namun demikian, fakta lapangan menunjukkan bahwa area inti Cagar Biosfer GSKBB yang dideklarasikan tahun 2009 justru terancam oleh perambahan kawasan dan pemanfaatan sumber daya ikan secara berlebih over fishing. Perambahan kawasan juga terus berlangsung sampai sekarang di zona penyangga cagar biosfer. Di sisi lain, partisipasi stakeholders pemangku kepentingan di dalam implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB juga masih rendah. Situasi di atas menunjukkan bahwa implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB belum mencapai sasaran dan tujuan dari Strategi Seville UNESCO 1996a, serta target Madrid Action Plan UNESCO 2008. Penetapan Cagar Biosfer GSKBB belum diikuti perubahan perilaku masyarakat dan stakeholders lainnya untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan di wilayah ini. Hal ini diduga karena masih adanya perbedaan visi, kepentingan, dan persepsi di antara stakeholders tentang cagar biosfer. Selain itu, kapasitas kelembagaan yang ada juga masih lemah untuk mengadopsi konsep Cagar Biosfer GSKBB. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merumuskan kebijakan untuk mengimplementasikan konsep Cagar Biosfer GSKBB sesuai dengan karakteristik sumberdayanya. Oleh karena itu, penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan: bagaimana implementasi konsep cagar biosfer saat ini, bagaimana situasi pemanfaatan sumber daya yang dilakukan saat ini, bagaimana kepentingan, pengaruh, dan partisipasi stakeholders dalam implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB, serta bagaimana merumuskan kebijakan pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk merumuskan kebijakan pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB. Tujuan antara untuk mencapai tujuan akhir tersebut adalah: 1. Menganalisis implementasi konsep cagar biosfer di Giam Siak Kecil - Bukit Batu saat ini 2. Menganalisis situasi pemanfaatan sumber daya lahan dan perairan di Cagar Biosfer GSKBB. 5 3. Menganalisis kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap Cagar Biosfer GSKBB. 4. Menganalisis partisipasi stakeholders dalam implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan monitoring pelaksanaan konsep Cagar Biosfer GSKBB periode 2009 - 2019 dan sebagai bahan evaluasi pencapaian sasaran dan tujuan penetapannya. 2. Sebagai sumbangan gagasan atau konsep bagi pengembangan bidang ilmu pengetahuan kebijakan pengelolaan sumber daya cagar biosfer. 3. Sebagai informasi ilmiah bagi peningkataan kinerja implementasi konsep cagar biosfer.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pasca Konggres Internasional Cagar Biosfer Kedua di Seville, Spanyol tahun 1995, konsep cagar biosfer mempunyai visi untuk memberi dukungan bagi kebutuhan masyarakat di dalam dan di sekitarnya, dengan kegiatan-kegiatan yang menjamin masa depan yang lebih lestari guna memperoleh keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungannya UNESCO 1996a. Hal ini juga merupakan visi yang ingin dicapai dalam implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB, dimana di dalamnya hidup masyarakat yang bergantung pada sumber daya lahan dan perairan, termasuk di dalam area inti cagar biosfer. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kinerja implementasi konsep Cagar Biosfer GSKBB guna mewujudkan sasaran ke-2 Strategi Seville, yaitu memanfaatkan cagar biosfer sebagai model pengelolaan lahan dan pendekatan pembangunan berkelanjutan. Untuk memahami situasi pengelolaan sumber daya Cagar Biosfer GSKBB saat ini akan digunakan teori common pool resources CPRs, property rights, dan access. Berdasarkan karakteristiknya, area inti Cagar Biosfer GSKBB dan sumber daya di dalamnya merupakan sumber daya bersama common pool resources. Di dalamnya terdapat sumber daya dalam bentuk stock dan komoditas yang tersedia bagi banyak orang, antara lain: tegakan hutan, satwa liar, ikan, dan keanekaragaman hayati lainnya, serta lahan gambut dan ekosistem perairan yang unik. Sebagai stock, sumber daya alam ini menghasilkan jasa seperti menyimpan air dan karbon yang tinggi, habitat satwa liar, wisata alam, dan fungsi lainnya yang intangible tetapi menjadi kepentingan publik. Sumber daya ini mempunyai sifat sulitnya membatasi pihak yang tidak berhak untuk memanfaatkannya non ‐excludable dan penggunaan oleh salah satu pihak akan mengurangi ketersediaan sumber daya tersebut bagi pihak lainnya subtractable Ostrom dan Ostrom 1999. Sumber daya dengan excludability rendah dan subtractability tinggi ini paling rentan terhadap kerusakan jika tingkat pengelolaan dan pengawasan masih rendah Ostrom 1990. 6 Menurut Schmid 1987, sumber daya bersama mempunyai beberapa karakteristik inheren yang menjadi sumber ketergantungan interdependency antar individu atau kelompok masyarakat, yaitu: biaya eksklusi tinggi, biaya transaksi, joint impact goods 1 , dan inkompatibilitas 2 . Biaya eksklusi tinggi terjadi karena biaya untuk mencegah pihak lain dalam memanfaatkan sumber daya jauh lebih besar dibandingkan dengan nilainya Pakpahan 1989. Biaya transaksi adalah biaya untuk mengukur nilai atribut barang dan jasa information cost yang akan dipertukarkan, biaya untuk melindungi hak atas barang exclusion cost, serta biaya untuk menetapkan kontrakperjanjian contractual cost dan biaya untuk menjalankan perjanjian policing cost North 1990. Situasi biaya eksklusi tinggi akan mendatangkan masalah free riders penunggang gratis, yaitu individu atau kelompok masyarakat yang ikut serta memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tetapi tidak ikut serta menanggung biaya pengadaan barang dan jasa tersebut Schmid 1987; Basuni 2003. Secara formal, pengaturan sumber daya di area inti dan zona penyangga Cagar Biosfer GSKBB berada di bawah rejim kepemilikan negara state property, dikelola oleh lembaga publik atau organisasi pemerintah yang diberi kuasa oleh negara Ellsworth 2004. Karena tidak adanya pengelolaan dan pengawasan yang memadai oleh pemerintah, rejim pemilik annya cenderung “non property ” atau “open access” Bromley 1992, sehingga memicu pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan dengan masuknya perambah, pencuri kayu, pemburu satwa, dan penunggang gratis lainnya. Hal ini juga disebabkan oleh kewibawaan Pemerintah menurun pasca reformasi pemerintahan tahun 1998 dan hukum formal tidak ditaati lagi oleh masyarakat. Pada situasi seperti ini, sumber daya alam cenderung mengalami degradasi akibat dieksploitasi dan dimanfaatkan secara berlebihan. Untuk mengatasi masalah sumber daya terbuka open access pada CPRs, seperti yang terjadi di area inti Cagar Biosfer GSKBB, ada beberapa rejim hak kepemilikan yang direkomendasikan oleh para ahli, antara lain: private property, state property, dan common property Bromley 1986; Ostrom 2008a. Namun, Ostrom 1990 menyebutkan bahwa privatisasi sumber daya alam bukanlah cara yang tepat untuk menghambat kerusakan lingkungan tetapi pemerintah juga tidak selalu sebagai pengatur terbaik bagi alokasi CPRs. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberdayakan untuk mengatur sumber daya alam bagi komunitasnya. Menurut Acheson 1989, untuk menciptakan perimbangan kontrol terhadap sumber daya sehingga tidak menjadi open access perlu pendekatan pengelolaan kolaborasi, yaitu situasi dimana dua atau lebih aktor sosial bernegosiasi, menetapkan dan memberikan garansi di antara mereka, serta berbagi secara adil mengenai fungsi pengelolaan, hak, dan tanggung jawab dari suatu wilayah tertentu atau sekumpulan sumber daya alam Borrini-Feyerbrand et al. 2000. Ostrom 2008b menyarankan agar suatu kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus dibangun dari situasi dan hubungan keterkaitan yang sudah ada 1 Joint impact goods adalah karakteristik sumber daya dimana sekali diproduksi maka semua orang memiliki kesempatan yang sama mengkonsumsi sumberdaya tersebut tanpa mengurangi kepentingan orang lain yang memperoleh jasa yang sama, tetapi masih ada interdependensi dalam andil biaya tetap. 2 Dua atau lebih aktivitas dikatakan memiliki sifat inkompatibilitas apabila satu aktivitas dipilih, aktivitas lainnya tidak dapat disertakan.